Anda di halaman 1dari 10

EVOLUSI TEORI FRAUD TRIANGLE

TUGAS RESUME
AKUNTANSI FORENSIK

Oleh :

Fradila Ayu Nabila


NIM 180810301069

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jember
2021
FRAUD TRIANGLE

Fraud triangle adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh Donald R. Cressey setelah
melakukan penelitian untuk tesis doktor-nya pada tahun 1950. Cressey mengemukakan
hipotesis dalam penelitiannya mengenai fraud triangle yang berjudul Other People Maney “A
Study In The Social Psychology Of Embezzelent” yang menjelaskan mengenai alasan
mengapa orang-orang berpotensi melakukan fraud.
Dari penjelasan di atas, Cressey mengungkapkan bahwa ada 3 faktor yang mendukung
seseorang melakukan fraud, yaitu masalah keuangan yang harus dirahasiakan (pressure),
kesempatan untuk melakukan fraud, dan rasionalisasi dari pelaku. Fraud triangle dapat
diibaratkan sebagai fire triangle, dimana pressure dapat dianggap sebagai sumber panas yang
dapat menyebabkan api. Akan tetapi, Lister (2007) mengungkapkan bahwa pressure sendiri
tidak akan dapat membuat seseorang melakukan fraud, kecuali adanya faktor lainnya berupa
opportunity atau peluang untuk melakukan fraud yang diumpamakan sebagai bahan bakar
yang membuat api tetap menyala dan rasionalisasi dari tindakan pelanggaran yang dilakukan
sebagai oksigennya.

Fire Triangle

1. Pressure (Tekanan)
Pada bagian ini, kita akan membahas berbagai pressure yang dapat menjadi dasar
dalam melakukan fraud. Pressure (tekanan) memiliki berbagai arti, di antaranya keadaan
di mana kita merasa ditekan, kondisi yang berat saat kita menghadapi kesulitan. Dari dua
arti di atas, dapat dilihat bahwa pressure dapat menjadi motivasi bagi manusia dalam
melakukan tindakan.
Pressure sendiri dapat memberikan dampak yang positif, pressure dapat membuat
kita meningkatkan perhatian dalam melakukan tindakan, meningkatkan ingatan dan
kemampuan untuk mengingat. Dengan kata lain, pressure dapat meningkatkan kinerja.
Dalam pengkategoriannya Albrecht, et al. (2012), membagi pressure ke dalam 4
kelompok yaitu, financial pressures, vice pressures, work-related pressures, dan other
pressures.

Kebanyakan fraud melibatkan financial pressures maupun vice pressures. Vice


pressures erat kaitannya dengan financial pressures, tetapi motivasi akan kebutuhan
keuangan tersebut didasari atas tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan moralitas yang
ada seperti perjudian, kecanduan narkoba, berbeda dengan financial pressures yang
umumnya didasari pada utang yang banyak, pendapatan yang rendah, dan kebutuhan
finansial yang tidak terduga.
Di samping dorongan finansial di atas, juga ada work-related pressures yang biasanya
berupa keinginan agar kinerja seseorang lebih mendapatkan pengakuan, takut kehilangan
pekerjaan atau keinginan untuk naik jabatan. Dorongan lainnya dapat berupa pola pikir
seseorang terkait dengan adanya tantangan untuk mengalahkan sistem yang ada.

2. Opportunity (Peluang)
Menurut Albretch dalam bukunya Fraud Examination setidaknya ada 6 faktor yang
meningkatkan kemungkinan terjadinya fraud di dalam sebuah organisasi, antara lain :

1. Kelemahan dari pengendalian dan pendeteksian kecurangan

2. Ketidakmampuan untuk menilai kualitas dari kinerja

3. Kegagalan mendisiplinkan pelaku fraud

4. Kelemahan dalam mengakses informasi

5. Ketidakperdulian, Apatis, dan Ketidakmampuan

6. Kelemahan terkait Jejak Audit


3. Rationalization (Rasionalisasi)
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menyebutkan bahwa faktor
ketiga terjadinya sebuah fraud adalah rasionalisasi. Secara garis besar rasionalisasi dapat
diartikan sebagai tindakan yang mencari alasan pembenaran oleh orang-orangyang
merasa dirinya terjebak dalam suatu keadaan yang buruk. Pelaku akan mencari alasan
untuk membenarkan kejahatan untuk dirinya agar tindakan yang sudah dilakukannya
dapat diterima oleh masyarakat.
Berikut beberapa alasan rasionalisasi yang biasa digunakan seseorang (Albercht et
al., 2011; Dellaportas, 2013) :
» Organisasi berhutang pada saya.
» Saya hanya meminjam uang tersebut, nanti akan saya kembalikan.
» Tidak ada pihak yang dirugikan.
» Saya memiliki hak yang lebih besar.
» Kita akan memperbaiki keuangan selama kita hanya mendapatkan masalah.
» Ini untuk tujuan yang baik.
» Semua memperoleh kekayaan, mengapa saya tidak.
» Mereka tidak memperlakukan saya dengan hormat, jadi saya ingin
memperolehnya.

Dari sini dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa rasionalisasi merupakan tindakan
yang dapat merugikan suatu badan usaha. Bagi para pelakunya alasan yang digunakan
untuk menutupi suatu kecurangan merupakan hal yang biasa.

» Model Baru di Fraud Triangle


Ket : : Pengembang

o Fraud Diamond dan Fraud Acronym M.I.C.E


Pada tahun 2004, Wolfe and Hermanson memperkenalkan “Fraud Diamond Model”
yang menambahkan satu faktor tambahan dari fraud triangle yang telah dikemukakan
Cressey sebelumnya yaitu “the fraudster’s capabilities”. Elemen capability merupakan
kemampuan secara individual untuk mengesampingkan internal control dan mengubah
kontrol demi keuntungan pribadi. Sifat individu dan kemampuan yang

dimilikinyalah yang berperan penting dalam munculnya fraud dibandingkan dengan


ketiga elemen lain yang telah dikemukakan oleh Cressey sebelumnya. Pada dasarnya fraud
tidak akan muncul bila mana seseorang memiliki kapabilitas yang baik.

Wolfe dan Hermanson


yakin bahwa penipuan tidak akan terjadi tanpa orang yang tepat dengan kemampuan yang
tepat untuk melaksanakan setiap detail dari penipuan. Mereka memberikan gambaran
empat sifat yang dapat diamati untuk mencari jejak adanya penipuan, antara lain :

1. Posisi resmi atau fungsi dalam organisasi


2. Kemampuan untuk memahami dan mengeksploitasi kelemahan sistem akuntansi
dan pengendalian internal
3. Keyakinan bahwa dia tidak akan terdeteksi atau jika tertangkap dia akan keluar
dari masalah tersebut dengan mudah
4. Kemampuan untuk mengatasi stres yang dibuat oleh orang lain ketika dia
melakukan perbuatan buruk.

Lain pula dengan model yang disarankan oleh Kranacher, et al, 2010 (dikutip dalam
Dorminey, et al, 2010), mereka mengemukakan bahwa motivasi dari pelaku penipuan
merupakan salah satu sisi dalam fraud triangle. Sisi ini mereka sebut “MICE” yang
merupakan singkatan dari Money, Ideology, Coercion, dan Ego. Ideologis memberikan
motivasi bahwa bentuk penipuan yang mereka lakukan adalah sesuatu hal yang benar
untuk mencapai kebaikan dan konsisten dengan keyakinan mereka ( ideologi ).

M-I-C-E memodifikasi sisi


tekanan dari Segitiga Fraud, karena
menyediakan kumpulan
perkembangan motivasi dari tekanan
keuangan non-shareable. Uang dan ego tampaknya merupakan motivasi umum untuk
fraud. Sejarah kasus Madoff, Stanford, Enron, WorldCom, Adelphia, Phar-Mor, dan ZZZZ
memberikan contoh terbaik di mana pelaku yang dihukum tampaknya dimotivasi oleh ego
atau hak, serta uang.

o Fraud Scale
Penyebab terjadinya fraud sama dengan teori fraud triangle. Dan teori scale ini
merupakan teori perkembangan dari teori Fraud Triangle yang merupakan pengukuran
dari teori tersebut. Teori ini diperkenalkan oleh Albrecht, Keith Howe, dan Marshall
Romney dalam Deterring Fraud: Internal Perspektif Auditor (Lembaga Internal Yayasan
Penelitian Auditor, 1984). Menurut Albrecht 3 faktor penyebab seseorang melakukan
fraud atau kecurangan dilihat dari karakteristik khusus menurut teori fraud scale adalah:
a. Hidup di luar kemampuan mereka
b. Keinginan yang besar untuk keuntungan
c. Hutang pribadi yang tinggi
Fraud scale mempunyai tujuan
untuk mengukur terjadinya
pelanggaran etika, kepercayaan dan tanggung jawab. Kecurangan atau fraud ini biasanya
mengarah pada penipuan laporan keuangan. Adapun karakteristik khusus menurut teori
fraud scale adalah hidup di luar kemampuan mereka, keinginan yang besar untuk
keuntungan, dan hutang pribadi yang tinggi.

o Fraud Crowe Pentagon


Teori terbarukan yang mengupas lebih mendalam mengenai faktor-
faktor pemicu fraud adalah teori fraud pentagon (Crowe’s fraud
pentagon theory). Teori ini dikemukakan oleh Crowe Howarth
pada tahun 2011. Teori fraud pentagon merupakan perluasan dari
teori fraud triangle yang sebelumnya dikemukakan oleh Cressey.
Dalam teori ini Howarth menambahkan dua elemen fraud lainnya yaitu
kompetisi dan arogansi (competence and arrogance).

Kompetensi (competence yang dipaparkan dalam fraud memiliki makna yang serupa
dengan kapabilitas atau kemampuan (capability) yang sebelumnya dijelaskan dalam teori
fraud diamond. Kompetensi atau kapabilitas merupakan kemampuan karyawan untuk
mengabaikan control internal, mengembangkan strategi penyembunyian, dan mengontrol
sistuasi sosial untuk keuntungan pribadinya. Menurut Crowe, arogansi adalah sikap
superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa control internal atau kebijakan
perusahaan tidak berlaku untuk dirinya.

o Gone Theory
Teori GONE dikemukakan oleh seorang pemikir bernama Jack Bologne di mana
terdapat empat faktor penyebab fraud. “GONE”
merupakan singkatan dari huruf depan masing-
masing faktor yang ia kemukakan, yakni Greed,
Opportunity, Need, dan Exposure.
1. Greed (ketamakan/keserakahan), keinginan untuk selalu memperoleh sebanyak-
banyaknya. Ketamakan sangat berhubungan dengan moral seorang individu.
2. Opportunity (kesempatan/peluang, merupakan suatu keadaan yang bisa datang
kapan saja. Selain itu, peluang sangat bergantung pada tingkat kedudukan jabatan
seseorang. Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin besar peluangnya
melakukan kecurangan.
3. Need (kebutuhan), dapat menjadi faktor penyebab tindak kecurangan saat
kebutuhan seseorang (dapat dikatakan) sangat mendesak. Tuntutan akan
pemenuhan kebutuhan inilah yang kemudian menjadikan seseorang untuk
mengambil jalan pintas dengan bertindak curang.
4. Exposure (pengungkapan), berkaitan dengan hukuman pelaku fraud. Dengan
terungkapnya suatu kecurangan dalam perusahaan tidak menutup kemungkinan
terulangnya hal yang sama apabila hukuman atau saksi yang diberikan lemah dan
tidak menimbulkan sifat jera.

o Fraud Hexagon (S.C.C.O.R.E)


Teori yang dikembangkan oleh
Georgius Vousinas dari National
Technical University of Athens ini berasal
dari pengembangan teori pentagon
(S.C.O.R.E), yang terdiri dari Stimulus,
Capability, Opportunity, Rationalization,
dan Ego. Kemudian, S.C.C.O.R.E model
memperbarui dan mengadaptasi teori tersebut dari kasus fraud yang ada dengan
menambahkan Collusion. Teori ini berpendapat bahwa kolusi secara tidak sengaja dapat
pula menjadi pengembang fraud yang ada di dalam organisasi. Fraudster menggunakan
kemampuan mereka untuk mengambil keuntungan dari posisi orang lain dan
memanfaatkan orang korban.

Referensi :

Gandhatama, Lisia, dkk. 2014. Fraud Triangle. Universitas Surabaya. Makalah.


https://www.academia.edu/6634188/FRAUD_TRIANGLE
Mole, Brigadier. 2019. Fraud. https://www.coursehero.com/file/40502787/FRAUDdocx/

Wahyuni, dkk. 2017. “Fraud Triangle Sebagai Pendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan”.
Jurnal Akuntansi. 21 (01) : 49-53.

Wulan, Mulyaning, dkk. 2020. Evolusi Teori Pendeteksian Fraud Dalam Ilmu Auditing.
Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka. Laporan Penelitian Dasar Keilmuan.
http://repository.uhamka.ac.id/2597/1/Laporan%20Penelitian.pdf

Jumardi. 2020. Fraud: Telaah Teoritis Dalam Mengungkap Motivasi Pelaku Kecurangan.
Artikel. https://bumipanritakitta.com/

https://www.coursehero.com/file/p6kei6ol/4-Capability-Merupakan-sifat-dan-kemampuan-
pribadi-seseorang-yang-mempunyai/

https://www.coursehero.com/file/p33n15nv/4-Fraud-Scale-Theory-Teori-Fraud-Scale-
dicetuskan-oleh-DrSteve-Albrecht-Menurut/#question

https://www.academia.edu/28859477/Ringkasan_Eksekutif_The_Evolution_of_Fraud_Theor
y_docx

Anda mungkin juga menyukai