Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ade Setiawan

NPM : 1112211058
Prodi : S1 Akuntansi (A)

KUIS
AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF

5. Jelaskan Tipologi Fraud Triangel, Diamond, Hexagon/ Pentagon !


Jawab :
FRAUD TRIANGLE (3 FAKTOR)
Fraud Triangle atau segitiga kecurangan adalah gagasan yang pertama kali diciptakan
oleh Cressey pada tahun 1953. Penemuan dari penelitiannya yang berjudul “Other People
Maney: A Study In The Social Psychology Of Embezzelent” menjelaskan mengenai alasan
mengapa orang-orang berpotensi melakukan fraud. Cressey (1953), berpendapat bahwa
sampai batas tertentu terdapat tiga kondisi pada saat kecurangan laporan keuangan terjadi,
yaitu pressure (tekanan), opportunity (peluang/kesempatan) dan rationalization
(pembenaran). Berikut gambar dari skema fraud triangle:

 Pressure (tekanan)
Kondisi yang dapat menekan seseorang untuk melakukan kecurangan yang
dikemukakan oleh Albrecht et al. (2011) dalam Sihombing (2014), pressure terdiri
dari tiga kelompok yaitu:
1) Tekanan Keuangan (Financial Pressure) Hampir 95% Fraud dilakukan karena
adanya tekanan dari segi keuangan yang biasanya diselesaikan dengan tindakan
mencuri.
2) Tekanan akan Kebiasaan Buruk (Vices Pressures) Tekanan ini dikarenakan
adanya dorongan memuaskan nafsu. Tekanan ini mendorong memenuhi kebiasaan
buruk yang dapat dibilang sebagai hobi.
3) Tekanan yang Berhubungan dengan Pekerjaan (Work-Related Pressure)
Kebutuhan akan keadaan dalam lingkungan kerja tidak diperoleh karyawan karena
hubungan antar sesama rekan maupun hubungan dengan atasan-bawahan kurang
harmonis baik dalam hal pekerjaan maupun kinerja individu, sehingga terjadi
tekanan dan mendorong karyawan untuk melakukan fraud untuk memperoleh
perhatian atas usahanya.

 Opportunity (peluang/kesempatan)
Fraud tidak mungkin terjadi apabila tidak ada peluang atau kesempatan pada kondisi
yang tepat. Menurut Albrecht et al. (2011) dalam Sihombing (2014) terdapat enam
faktor peluang untuk melakukan fraud antara lain:
1) Kurangnya kontrol dalam pencegahan atau mendeteksi fraud
2) Ketidakmampuan untuk menilai kualitas kinerja
3) Kegagalan untuk mendisiplinkan para pelaku fraud
4) Kurangnya pengawasan terhadap akses informasi
5) Ketidakpedulian dan ketidakmampuan untuk mengantisipasi fraud
6) Kurangnya jejak audit (audit trail)

 Rationalization (pembenaran)
Rasionalisasi merupakan alasan pembenaran dari pribadi pelaku fraud atas kesalahan
dari perbuatan yang merugikan pihak lain. Albrecht dan Sihombing (2014)
menjelaskan bahwa rasionalisasi sering terjadi ketika melakukan fraud antara lain:
1) Asset itu sebenarnya milik saya (perpetrator’s fraud)
2) Saya hanya meminjam dan akan membayarnya kembali
3) Tidak ada pihak yang dirugikan
4) Ini dilakukan untuk sesuatu yang mendesak
5) Kami akan memperbaiki pembukuan setelah masalah keuangan ini selesai
6) Saya rela mengorbankan reputasi dan integritas saya asal hal itu dapat
meningkatkan standar hidup saya

FRAUD DIAMOND (4 FAKTOR)


Fraud diamond theory pertama kali dikenalkan oleh Wolfe dan Hermanson pada
Desember 2004. Hal ini dipandang sebagai penyempurnaan yang diperluas dari fraud
triangle theory. Wolfe dan Hermanson (2004) mengatakan: many frauds, especially some
of the multibillion-dolar ones, would not have occurred without the right person with the
right capabilities inplace. Opportunity opens the doorway to fraud, and incentive and
rationalization can draw the person towars it. But the person must have the capability to
recognize the open doorways as an opportunity and to take advantage of it by walking
through, not just once, but time and time again. Accordingly, the critical question is; who
could turn on opportunity for fraud into realty. (Banyak kecurangan tidak akan terjadi
tanpa adanya orang yang tepat yang memiliki kemampuan untuk melakukan kecurangan.
Posisi seseorang atau fungsi dalam organisasi dapat memberikan kemampuan untuk
membuat atau memanfaatkan kesempatan agar kecurangan tidak tersedia untuk orang
lain).
Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa variabel kemampuan (capability) dapat
dijadikan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan fraud di
lingkungan organisasi. Fraud diamond ini terdiri dari empat elemen indikator yaitu
tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), rasionalisasi (rationalization) dan
kemampuan (capability). Berikut merupakan gambar fraud diamond:

FRAUD PENTAGON (5 FAKTOR)


Teori ini dikemukakan oleh Crowe Horwath pada tahun 2011. Teori fraud pentagon
merupakan perluasan dari teori fraud triangle yang sebelumnya dikemukakan oleh
Cressey 1953, dan teori fraud diamond yang sebelumnya dikemukakan oleh Wolfe dan
Hermanson 2004, dalam dalam teori ini menambahkan elemen fraud lainnya yaitu
kompetensi (competence) dan arogansi (arrogance).

Konsep dari capability dan competence secara umum sama definisinya, dalam fraud
diamond (Wolfe dan Hermanson, 2004) dan Crowe’s Fraud Pentagon (Horwath, 2011).
Competence merupakan perluasan pada elemen dari opportunity yang meliputi
kemampuan individu untuk mengesampingkan pengendalian internal dan untuk
mengendalikan secara sosial situasi tersebut untuk keuntungan pribadinya. Sedangkan
arrogance merupakan perilaku superioritas dan hak atau keserakahan pada pelaku
kejahatan yang mempercayai bahwa kebijakan perusahaan dan prosedur tidak diterapkan
kepadanya (Horwath, 2011).
Horwath (2011) mengemukakan bahwa ada lima elemen dari arrogance dari perspektif
CEO, sebagai berikut (Yusof, Khair, & Simon, 2015):
1) Ego besar – CEO terlihat seperti selebriti daripada seorang pengusaha.
2) Mereka menganggap pengendalian internal tidak berlaku untuk dirinya.
3) Memiliki karakteristik perilaku pengganggu.
4) Memiliki kebiasaan memimpin secara otoriter.
5) Memiliki ketakutan akan kehilangan posisi atau status.

FRAUD HEXAGON
Fraud hexagon yang terdiri dari 6 poin dimana model fraud hexagon ditemukan oleh
Georgios L. Vousinas pada tahun 2016 (Desviana et al., 2020). Keenam poin dalam fraud
hexagon terdiri dari:
Stimulus (Pressure): Pelaku pada saat ini melakukan kejahatan yang didorong oleh
tekanan dimana hal ini dapat berasal dari tekanan akan kebutuhan keuangan, target
keuangan yang menurun, perekonomian keluarga yang mendesak, dan lainnya, sehingga
mendorong pelaku untuk berani melakukan pencurian kas perusahaan.
Capability (kapabilitas): Hal ini menunjukan seberapa besar daya dan kapasitas dari
suatu pihak untuk melakukan kecurangan di lingkungan perusahaan. Pada poin ini, salah
satu contoh yang menggambarkan dengan jelas adalah saat terjadinya perubahan direksi
yang merupakan terciptanya wujud conflict of interest (Sari & Nugroho, 2020).
Opportunity (peluang): Bila terdapat kelemahan dalam pengendalian internal
perusahaan, pengawasan yang melemah mendorong seseorang untuk bertindak dalam
melakukan kecurangan. Celah ini dapat mengundang hal yang fatal bagi perusahaan
dimana kelemahan dalam pengendalian internal yang berjalan dimanfaatkan oleh
seseorang.
Rationalization: Pada poin tersebut, pelaku akan melakukan pembenaran atau merasa
bahwa tindakannya benar saat mereka melakukan kecurangan. Perilaku tersebut muncul
disaat seseorang merasa telah berbuat lebih bagi perusahaan, sehingga mereka terdorong
untuk mengambil keuntungan yang didasari pemikiran bahwa hal tersebut sah-sah saja
selama mereka bekerja dengan benar.
Ego (Arrogance): Arogansi adalah sikap superioritas yang menyebabkan keserakahan
dari orang yang percaya bahwa pengendalian internal tidak berlaku secara pribadi. Hal ini
disebabkan saat seseorang merasa lebih tinggi kedudukannya ketimbang pihak lainnya
(Desviana et al., 2020).
Collusion: Menurut Vousinas, (2019) kolusi merujuk kepada perjanjian yang menipu
suatu pihak dimana pihak yang tertipu sebanyak dua orang atau lebih, untuk satu pihak
yang bertujuan untuk mengambil tindakan lain untuk beberapa tujuan kurang baik, seperti
menipu pihak ketiga dari hak yang dimilikinya.

6. Jelaskan peranan mahasiswa dalam penanggulangan tindak pidana korupsi !


Jawab:
 Menciptakan lingkungan yang bebas dari korupsi mulai dari lingkungan sekitar
sampai nasional
 Memberikan edukasi ke rekan-rekan mahasiswa terkait pendidikan anti korupsi dan
bahaya dari tindak pidana korupsi
 Memberikan edukasi ke masyarakat terkait pendidikan anti korupsi dan bahaya dari
tindak pidana korupsi

7. Sebutkan jenis-jenis kecurangan dalam bisnis !


Jawab:
 Mark Up Biaya. Adalah salah satu jenis kecurangan yang banyak terjadi di berbagai
macam perusahaan. Karyawan yang terlibat biasanya menaikkan biaya-biaya dalam
anggaran proyek atau membuat kuitansi kosong atas pembelian barang yang
sebenarnya fiktif.
 Penggelapan Aset Perusahaan. Kecurangan ini juga umum terjadi, misalnya
menggunakan kendaraan kantor untuk urusan pribadi, menggunakan laptop kantor
untuk project sampingan, atau mengambil barang atau inventaris kantor untuk dipakai
di rumah.
 Memalsukan Laporan Keuangan. Saat terjebak tekanan target, tim yang diberi
wewenang untuk menyusun laporan keuangan kadang terpaksa menaikan pencapaian
penjualan supaya mendapat bonus atau tidak kena sanksi.
 Pemalsuan Jam Kerja. Biasanya dilakukan karyawan yang malas kerja. Datang
cuma untuk absen setelah itu pergi keluar untuk urusan pribadi. Sering juga terjadi
karyawan mengklaim lembur padahal tidak ada pekerjaan yang harus dilemburkan.
 Pencurian Data Perusahaan. Ini merupakan tindakan kecurangan berat yang
merugikan perusahaan Anda. Bayangkan jika semua data klien atau konsumen
penting Anda dibawa ke kompetitor. Atau, rencana jangka panjang dibocorkan ke
kompetitor, secara langsung akan mematikan bisnis Anda.

8. Sebutkan cara mencegah fraud dalam bisnis anda !


Jawab:
1) Perbaiki Sistem Pengawasan Internal
Jika pernah terjadi kecurangan dalam perusahaan Anda, ada baiknya Anda mulai
mengevaluasi sistem pengawasan internal, seperti: pengetatan saat proses hiring
karyawan baru, pemantauan saat proses pelaksanaan proyek, pengecekan ulang saat
pengadaan, sampai mengecek apakah pencapaian karyawan sesuai dengan yang
terjadi di lapangan.
Sebisa mungkin buatlah sistem elektronik yang bertujuan untuk memantau semua
aktivitas karyawan. Anda pun bisa membuat sistem untuk memantau setiap transaksi
yang dilakukan untuk operasional. Dengan bantuan aplikasi semua kegiatan bisa
terpantau secara online dan real time. Pemanfaatan teknologi membuat Anda bisa
mencegah adanya manipulasi data.
2) Menanamkan Kode Etik dan Berikan Contoh
Sebagai pimpinan perusahaan, Anda harus membuat pedoman kode etik yang harus
dilakukan setiap karyawan. Jangan lupa untuk selalu mengingatkan dan berikan
pelatihan yang dibutuhkan. Jangan segan memberi hukuman berat pada karyawan
yang melanggar kode etik. Sekali Anda melunak pada karyawan yang melanggar,
artinya Anda dipandang tidak tegas menegakkan peraturan.
Bagi para petinggi perusahaan berilah contoh ke bawahannya. Pahami kode etik dan
terapkan sepenuhnya saat bekerja. Jika ada petinggi yang melanggar berikan sanksi
yang sama supaya karyawan lain merasakan keadilan. Tidak adanya contoh baik
membuat kebanyakan karyawan meremehkan kode etik atau SOP perusahaan.
3) Berikan Upah yang Layak
Setiap karyawan senang jika jerih payahnya dihargai oleh perusahaan. Berikan gaji
yang layak kepada karyawan Anda supaya mereka tidak tergoda untuk melakukan
kecurangan. Untuk karyawan yang memegang dua atau lebih posisi jabatan, berikan
bonus tambahan, pelatihan, atau fasilitas khusus untuk menghargai usahanya dalam
memajukan bisnis Anda. Jangan sampai karyawan Anda membandingkan bonus yang
didapat dengan pencapaian yang diberikan untuk perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai