Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PENCEGAHAN FRAUD (FRAUD PREVENTION)

Dibuat untuk memenuhi Tugas Akuntansi Forensik

Dosen Mata Kuliah : Suhartono, S.E., M. Si

Disusun Oleh:
Kelompok 6

1. Wilda Musdayanti M 90400118003


2. Karmila 90400118014
3. Sri Rahayu Marajabessy 90400118034

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan
salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat
dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah.

Dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Forensik. Sehingga kami
telah menyelesaikan tugas kelompok kami yang berjudul “Pencegahan Fraud”, kami
berharap makalah ini dapat menambah wawasan serta pengetahuan kita.

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna
baik dari penulisan serta isi dari makalah ini. Oleh karena itu kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah selanjutnya, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Samata, 13 Oktober 2021

penyusun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL.........................................................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3
A. Pencegahan Fraud......................................................................................................3
B. Gejala Gunung Es......................................................................................................6
C. Pengendalian Internal.................................................................................................8
D. Fraud-Specific Internal Control.................................................................................10
E. Pengendalian Internal Aktif.......................................................................................12
F. Pengendalian Internal Pasif........................................................................................15
G. Contoh Kasus pada PT XYZ......................................................................................18
BAB III PENUTUP.........................................................................................................23
A. Kesimpulan................................................................................................................23
B. Saran .........................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi ini perkembangan bisnis menjadi sangat kompetitif sehingga
banyak hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan, khususnya perusahaan yang berada
di negara berkembang seperti di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk menjaga kepentingan
dan keberlangsungan hidup perusahaan. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan
adalah terjadinya kecurangan di sebuah perusahaan. Seperti mengangani penyakit, lebih
baik mencegahnya lebih dari “mengobati”nya. Para ahli memperkirakan bahwa penipuan
yang terungkap merupakan bagian kecil dari seluruh penipuan yang terjadi. Oleh karena
itu, upaya utama seharusnya adalah pada pencegahannya. Ada ungkapan yang sesuai
keinginan menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari penipuan. Ungkapan itu
adalah: penipuan oleh kebutuhan, penipuan oleh keserakahan, dan penipuan oleh
kesempatan.
Kata penipuan dalam ungkapan tersebut bisa diganti dengan korupsi, kejahatan
keuangan, dan lain-lain. Menghilangkan atau menekan kebutuhan dan keserakahan yang
memulai terjadinya penipuan dilakukan sejak menerima seseorang (proses rekrutmen),
meskipun kita tahu bahwa proses itu bukan jaminan penuh. Ini terus ditanamkan melalui
penipuan kesadaran dan contoh yang diberikan pemimpin perusahaan atau lembaga.
Contoh yang diberikan diatas telah terbukti merupakan unsur pencegah yang penting.
Tidak sesuai dengan peluang dalam ungkapan di atas biasanya ditekan oleh pengendalian
intern. Di samping pengendalian interal, dua konsep penting lainnya dalam pencegahan
penipuan, yakni menanamkan kesadaran tentang adanya penipuan (fraud kesadaran) dan
upaya menilai risiko terjadinya penipuan (fraud risk assessment).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pencegahan Fraud?
2. Bagaimana Gejala Gunung Es?
3. Bagaimana Pengendalian Internal?
4. Bagaimana Fraud-Specific Internal Control?
5. Bagaimana Pengendalian Internal Aktif?
6. Bagaimana Pengendalian Internal Pasif?

iv
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pencegahan Fraud
2. Untuk Mengetahui Gejala Gunung Es
3. Untuk Mengetahui Pengendalian Internal
4. Untuk Mengetahui Fraud-Specific Internal Control
5. Untuk Mengetahui Pengendalian Internal Aktif
6. Untuk Mengetahui Pengendalian Internal Pasif

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pencegahan Fraud (Fraud Prevention)


1. Pengertian Pencegahan Fraud
Pencegahan merupakan proses, cara, tindakan menahan agar suatu tidak
terjadi. Dapat dikatakan suatu upaya yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran.
Sedangkan Kecurangan merupakan istilah untuk mendeskripsikan sebagai suatu
tindakan ilegal atau melanggar hukum dan menyebabkan kerugian secara material
maupun non-material bagi suatu individu atau kelompok. Menurut Association of
Certified Fraud Examiner (ACFE) Kecurangan merupakan keuntungan yang
diperoleh oleh seseorang dengan mengambil sesuatu yang bukan haknya ataupun
tidak sesuai dengan kenyataannya, yang di dalamnya termasuk unsur-unsur tidak
terduga, licik, tidak jujur, dan merugikan pihak lain.
Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa kecurangan (fraud)
merupakan tindakan yang melanggar hukum dan bisa merugikan berbagai pihak, yang
bertujuan menghasilkan keuntungan dengan cara tidak jujur atau tidak wajar. Jadi,
pencegahan kecurangan merupakan aktivitas yang dilaksanak dalam hal penetapan
kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu bahwa tindakan yang diperlukan
sudah dewan komisaris, manajemen dan personil lain dalam perusahaan untuk dapat
memberikan keyakinan memadai dalam mencapai tujuan organisasi yaitu; efektivitas
dan efesiensi operasi, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum
dan peraturan yang berlaku.

2. Teori Segitiga Kecurangan (Fraud Triangle Theory)


Meskipun sebagian besar dari teori-teori kriminologi menjelaskan alasan
seseorang melakukan kejahatan kecurangan, teori yang banyak dikembangkan oleh
peneliti untuk menjelaskan faktor-faktor utama seorang melakukan kecurangan adalah
“fraud triangle”.
Gambar 1.1

vi
Dalam teori segitiga, perilaku fraud didukung oleh tiga faktor pendorong
utama yang meliputi:
a. Tekanan (Pressure)
Faktor ini dapat berasal dari tekanan dalam organisasi maupun tekanan dari
kehidupan pribadi individu. Dorongan untuk melakukan fraud terjadi pada
karyawan dan manajer. Dorongan tersebut dapat terjadi karena adanya; (1)
tekanan keuangan berupa banyak utang, gaya hidup yang tidak sesuai dengan
kenyataannya, keserakahan, dan kebutuhan yang tidak terduga; (2) Kebiasaan
buruk yang dimiliki oleh seseorang antara lain kecanduan narkoba, judi, dan
peminum minuman keras; (3) Tekanan lingkungan kerja dimana seseorang
biasanya merasa kurang dihargai atas prestasi/ kinerjanya, mendapatkan gaji yang
rendah dan tidak puas dengan pekerjaan; (4) Tekanan lain seperti tekanan dari
orang terdekat untuk memiliki barang-barang mewah.
b. Kesempatan (Opportunity)
Kecurangan akan dilakukan jika ada kesempatan. Lemahnya pengendalian
internal perusahaan dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan dapat menjadi
kesempatan yang timbul untuk melakukan kecurangan. Kesempatan juga dapat
terjadi karena lemahnya sanksi dan ketidakmampuan untuk menilai kualitas
kinerja. Menurut Steve Albrecht, terdapat beberapa faktor yang dapat
meningkatkan kesempatan seseorang melakukan kecurangan yaitu kegagalan
untuk menertibkan pelaku kecurangan, terbatasnya akses terhadap informasi,
ketidaktahuan, malas, dan tidak sesuai kemampuan pegawai serta kurangnya jejak
audit.
c. Pembenaran (Rationalization)
Rasionalisasi yaitu konflik internal dalam diri pelaku kecurangan dimana
pelaku kecurangan menganggap bahwa yang dilakukan oleh dirinya merupakan
hal yang wajar/biasa dilakukan oleh orang lain pula. Pelaku juga menganggap hal
yang dilakukannya merupakan tujuan yang baik yaitu untuk mengatasi masalah
sementara, dan kemudian nantinya akan dikembalikan. Rasionalisasi kadang
dilakukan dalam keadaan sadar, dimana pelaku kecurangan menempatkan
kepentingannya diatas kepentingan orang lain.

vii
3. Pencegahan Fraud Menurut Teori Triangle Fraud
Upaya pencegahan terhadap tindakan fraud akan lebih efektif untuk dilakukan
dibandingkan dengan melakukan upaya represif. Selain itu, kejadian kecurangan yang
tidak segera ditangani dan terungkap karena lambatnya penanganan akan semakin
memberi peluang pelaku untuk menutupi tindakannya dengan kecurangan yang lain.
Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya
kecurangan yang benar dan tepat sasaran, sehingga segala bentuk dan upaya praktik
kecurangan dapat diantisipasi sedini mungkin agar terhindar dari risiko kerugian.
Faktor pendorong terjadinya fraud adalah tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi.
Untuk mencegahnya diperlukan langkah-langkah untuk meminimalisir sebab
terjadinya yaitu:
a. Mengurangi tekanan situasional yang menimbulkan kecurangan; dilakukan
dengan cara menghindari tekanan eksternal yang mungkin dapat mempengaruhi
pegawai akunting dalam menyusun laporan keuangan yang menyesatkan,
menghilangkan hambatan operasional yang menahan kinerja keuangan yang
efektif seperti pembatasan modal kerja, pembatasan persediaan, menetapkan
prosedur akuntansi yang jelas, dan harus menciptakan lingkungan kerja yang baik
dengan menghargai prestasi kinerja pegawai.
b. Mengurangi kesempatan melakukan kecurangan; dengan memantau secara teliti
dan hati-hati terhadap transaksi bisnis dan hubungan pribadi pemasok pembeli,
membuat pengaman fisik terhadap aset dengan inventarisasi fisik secara berkala
dan pengaman lokasi /tempat penyimpanan, memisahkan fungsi jabatan antara
pegawai sehingga ada pemisahan otorisasi, membuat sanksi tegas dan tanpa
pandang bulu terhadap pelaku fraud.
c. Mengurangi pembenaran melakukan kecurangan dengan memperkuat integritas
pribadi pegawai; dengan menerapkan aturan perilaku jujur dan tidak jujur yang
harus di definisikan dalam kebijakan organisasi, memberikan contoh perilaku
jujur dari para manajer dan berperilaku seperti apa yang mereka inginkan, dan
menggalakan adanya aturan sanksi tegas dan jelas bila terdapat penyimpangan
bagi pelaku kecurangan.
Selain pencegahan diatas, Banyak upaya untuk mencegah praktik kecurangan
yang telah dilakukan berdasarkan teori maupun penelitian yang ada, dengan harapan
praktik kecurangan dapat diantisipasi sedini mungkin. Salah satunya adalah mencegah
kecurangan dengan menerapkan manajemen risiko, yang menggambarkan bahwa
viii
risiko adalah suatu konsep yang menggambarkan suatu ketidakpastian, atau suatu
kejadian atas kondisi yang berkaitan dengan hambatan dalam mencapai tujuan.
Dalam upaya pencegahan kecurangan, manajemen harus melakukan suatu
proses pengelolaan sumber daya organisasinya untuk mengantisipasi risiko-risiko
yang mungkin terjadi yang sebelumnya telah diidentifikasi, diukur dan dipikirkan
bagaimana penanganannya. Setiap aktivitas organisasi akan selalu ada ketidak pastian
yang identik dengan risiko termasuk risiko adanya kecurangan (fraud), sehingga
manajemen harus bertanggungjawab untuk mengelola risiko yang akan dihadapi

4. Tujuan Pencegahan Kecurangan


Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam pencegahan
kecuarangan adalah berupaya untuk menghilangkan atau mengeleminir sebab-sebab
timbulnya kecurangan tersebut. Menurut Tuanakotta (2016) seperti menangani
penyakit, lebih baik mencegahnya dari pada mengobati. Oleh Karen itu , upaya
seharusnya adalah pada pencegahannya. Pencegahan perlu dilakukan untuk
menghindari kerugian yang lebih besar dan rusaknya reputasi institusi maupun
individu. Untuk mencegah terjadinya tindak kecurangan (fraud) pada suatu
perusahaan perlu melakukan pengendlaian internal.
Pencegahan kecurangan bertujuan untuk:
a. Mencegah terjadinya kecurangan (Prevention)
b. Menangkal pelaku potensial (Deference)
c. Mempersulit gerak langkah pelaku kecurangan (Description)
d. Mengidentifikasi kegiatan berisiko tinggi dan kelemahan penegndalian internal
(Recertification)
e. Tuntutan kepada pelaku (Civil action prosecution)

B. Gejala Gunung Es
Gejala Gunung Es maksudnya adalah tipuan yang terekspos meskipun temuan yang
didapat dianggap memiliki skala besar, namun masih kecil dibandingkan total tipuan yang
sebenarnya. Meskipun belum ada penelitian mengenai besarnya fraud (termasuk korupsi)
di Indonesia, sulit untuk menyebutkan suatu angka yang andal. Akan tetapi, penelitian
yang di lakukan di luar negeri (dengan sampling) mengidentifikasikan bahwa fraud yang
terungkap, sekalipun secara absolut besar, namun dibandingkan dengan seluruh fraud
yang sebenarnya terjadi, relatif kecil.
ix
Davia et al. mengelompokkan fraud dalam tiga kelompok sebagai berikut :
a. Fraud yang sudah ada tuntutan hukum (prosecution)
b. Fraud yang ditemukan, tetapi belum ada tuntutan hukum
c. Fraud yang belum ditemukan
Yang bisa diketahui khalayak ramai adalah fraud dalam kelompok I. Dengan
dibukanya kepada umum laporan-laporan hasil pemeriksaan BPK, kelompok II juga bisa
diketahui. Namun, khusus untuk fraud yang berupa tindak pidana (korupsi misalnya),
hasil pemeriksaan tersebut masih berupa indikasi (indicia of fraud). Kalau sudah lebih
konkret sekalipun, itu adalah khusus kasus-kasus yang berkenaan dengan keuangan
Negara.
Fraud dalam kelompok II lebih sulit lagi diketahui karena adanya lembaga
perlindungan hukum yang sering dimanfaatkan tetuduh, yakni pencemaran nama baik
(slander dan libel).
Apalagi fraud dalam kelompok III. Tertutup rapat, hanya diketahui Tuhan dan
pelakunya. Oleh karena itu, tidak mungkin kita dapat menjawab besaran-besaran yang
berhubungan dengan fraud secara keseluruhan yang sesungguhnya terjadi (fraud
universe) seperti berikut ini :
a. Berapa di antara fraud universe yang sudah di temukan?
b. Berapa dari fraud universe yang sudah ditemukan juga sudah ada tuntutan hukum?
c. Berapa dari fraud universe yang belum ditemukan?
d. Apakah fraud dalam kelompok II dan III serupa atau sama sifatnya seperti fraud
dalam Kelompok I? Ataukah “lebih gawat”?
e. Apakah kita (perusahaan, negara, lembaga-lembaga) perlu meningkatkan
pencegahan dan deteksi (penemuan) fraud?
Lepas dari kesulitan-kesulitan tadi, Devia et al. memperkirakan bahwa dari fraud
universe, Kelompok I hanyalah 20%, sedangkan kelompok II dan III, masing-masing
40%. Kesimpulannya, lebih banyak yang tidak kita ketahui daripada yang kita ketahui
tentang fraud. Hal yang lebih gawat lagi, fraud di temukan secara kebetulan.
Tidak jarang, indikasi-indikasi fraud yang dikaji lebih dalam pada investigasi
akhirnya diputuskan tidak terjadi fraud, padahal sesungguhnya fraud sudah terjadi. Kasus-
kasus semacam ini sering dialami pada waktu indikasi fraud ditemukan oleh suatu tim,
diinvestigasioleh tim lain.
Akan tetapi ada yang lebih gawat, kalau persentase fraud dari setiap kelompok tadi
benar. Kalau statistik itu benar, ini berarti pengetahuan atau awareness kita mengenai
x
fraud cukup rendah. Ketika kita membanggakan telah menemukan fraud berukuran
miliaran bahkan trilliunan rupiah, di luar sana ada pelaku (yang belum ketahuan)
menertawakan para investigator. Inilah implikasi yang paling menyedihkan dari gejala
gunung es.

C. Pengendalian Internal
Tuanakotta mendefinisikan pengendalian internal merupakan perubahan mendasar
dalam standar dan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari audit berbasis risiko.
Pengendalian internal memegang peran penting dalam keberlangsungan suatu
perusahaan. Lemahnya pengendalian internal dapat menyebabkan kecurangan yang
terjadi semakin besar.
Dalam menunjang good corporate governance yang baik pasti didukung oleh adanya
budaya organisasi. Good corporate governance, budaya organisasi dan pengendalian
internal terhadap pencegahan fraud. Permasalahan yang sering terjadi adalah kurang
baiknya pengarsipan. Apabila dapat memberikan gambaran bagaimana bank tersebut
dapat dikelola secara transparan, kejujuran, adanya pertanggungjawaban dan kewajaran.
Persepsi seorang karyawan dapat mempengaruhi kualitas kinerja dalam suatu perusahaan
baik dari sikap ataupun tindakan.
Tanpa adanya penerapan tata kelola yang efektif dalam perusahaan maka
dapatmenyebabkan kegagalan untuk mencapai tujuan yang dicapai serta dapat
menimbulkan kecenderungan kecurangan terjadi.
Pengendalian intern atau internal control mengalami perkembangan dalam pemikiran
dan praktiknya. Oleh karena itu, Davia et al. mengingatkan kita untuk meyakinkan apa
yang dimaksud dengan pengendalian intern, ketika orang menggunakannya dalam
percakapan sehari-hari. Mereka mencatat sedikitnya empat definisi pengendalian intern
sebagai berikut:
1. Definisi 1 (Sebelum September 1992)
The Condition sought by, and/or resulting from, processes undertaken by an
entity to prevent and deter fraud. (“Kondisi yang diinginkan, atau merupakan hasil,
dari berbagai proses yang di laksanakan suatu entitas untuk mencegah (prevent) dan
menimbulkan efek jera (deter) terhadap fraud”).
Inilah definisi umum yang dikenal sebelum September 1992 (sebelum definisi
COSO). Meskipun demikian, definisi ini masih dikenal dan sering dipakai sampai
sekarang. Tidak ada rujukan yang bisa dipakai untuk definisi ini. Para akuntan
xi
menganggapnya begitu gamblang sehingga tidak memerlukan suatu definisi yang
formal.

2. Definisi 2 (Sesudah Tahun 1992)


“A process, effected by an entity’s board of directors, management, and other
personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of
effectiveness and efficiency of operations, reliability of financial reporting, and
compliance with applicable laws and regulations”. (“Suatu proses, yang dirancang
dan dilaksanakan oleh dewan, manajemen dan pegawai untuk memberikan kepastian
yang memadai dalam mencapai kegiatan usaha yang efektif dan efesien, keandalan
laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan lainnya
yang relevan”).
Ini adalah definisi yang dikenal sebagai COSO (The Committee of Sponsoring
Organizations Of The Treadway Commission). Membandingkan Definisi 2 dengan
Definisi 1, kita dapat melihat bahwa COSO merambah ke spektrum fungsi
manajemen yang luas, dan bukan pada fraud semata-mata.
a. Definisi COSO langsung menyinggung tujuan bisnis yang paling mendasar, yakni
pencapaian sasaran-sasaran kinerja dan profitabilitas, dan pengamanan sumber
daya (safeguarding of resources).
b. Berkenaan dengan pembuatan laporan keuangan yang andal, termasuk laporan-
laporan interim dan pengumuman kepada khalayak ramai seperti terbitan
mengenai laba (earnings releases).
c. Definisi ini menekankan ketaatan kepada ketentuan perundang-undangan. Tiga
bidang yang sangat spesifik, tetapi saling overlap, yang mengisi kebutuhan bisnis
yang berbeda.
Definisi COSO yang sangat luas, all-ecompassing, ingin mengatur segala-
galanya, sehingga kehilangan kekhasan. Ini diakui oleh COSO dalam laporannya,
“Different perspectives on internal control are not undesirable. Internal control is
concerned with entity objectives and different groups are interested in different
objectivies for different reasons”. (“Perspektif yang berbeda-beda mengenai
pengendalian intern bukanlah tidak perlu. Pengendalian intern berurusan dengan
tujuan yang entitas dan kelompok yang berbeda-beda tertarik dengan tujuan-tujuan
yang berbeda dan untuk alasan yang berbeda”).

xii
Selanjutnya, laporan COSO menulis “Special-Purpose Definitions. While an
entity may consider the effectiveness of all three categories of objective, it will likely
want to focus attention on certain categories, and perhaps only certain activities or
objectives. By identifying and describing specific objectives, special purpose
definitions of internal control can be derived from the core definition.” (“Definisi
yang mempunyai tujuan khusus. Meskipun suatu entitas mempertimbangkan
efektivitas dari ketiga kelompok tujuan bisnis, ia mungkin juga ingin memusatkan
perhatian pada kegiatan atau tujuan tertentu. Dengan menentukan dan menjelaskan
tujuan khusus, definisi pengendalian intern dengan tujuan yang khas, dapat disarikan
dari defenisi utamanya.”)

3. Definisi 3 (AICPA 1988)


“For the purposes of an audit of financial statement balances, an entity’s
internal control structure consists of the following three elements: the control
environment, the accounting system, and control procedures”. [Statement on Auditing
Standards No. 53, April 1988] (“Untuk tujuan audit saldi laporan keuangan, struktur
pengendalian intern suatu entitas terdiri atas tiga unsur: lingkungan pengendalian,
sistem akuntansi, dan prosedur-prosedur pengendalian”).
Definisi ini sederhana tetapi menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya,
terutama bagi anggota AICPA yang mengharapkan adanya petunjuk. Dengan laporan
COSO tuhan 1992 yang dikutip diatas, maka profesi terbantu dengan pengakuan
bahwa special-purpose definitions diperkenankan,

4. Definisi 4 (Khusus Untuk Mencegah Fraud)


“A system of “special purpose” processes and procedures designed and
practiced for the primary if not sole purpose of proventing or deterring fraud.”
(“Suatu sistem dengan proses dan prosedur yang bertujuan khusus, dirancang dan
dilaksanakan untuk tujuan utama, kalau buka satu-satunya tujuan, untuk mencegah
dan menghalangi (dengan membuat jera) terjadi fraud.”)

D. Fraud-Specific Internal Control


Perusahaan besar mempunyai kebutuhan yang berbeda dari yang kecil. Perusahaan go
public berbeda dari perusahaan tertutup. Perusahaan manufakturing berbeda dari
perusahaan jasa, diantara kelompok masing-masing pun ada perbedaan yang signifikan.
xiii
Di antara perusahaan jasa saja ada perbedaan antara perusahaan penerbangan, jasa
keuangan, perusahaan retail, perusahaan real estat, dan seterusnya. Terlepas dari
perbedaan-perbedaan antar-perusahaan, dasar-dasar utama dari desain pengendalian
intern untuk menangani fraud banyak kesamaannya.
Semua pengendalian dapat digolongkan dalam pengendalian intern aktif dan
pengendalian intern pasif. Kata kunci untuk pengendalian intern aktif adalah to prevent,
mencegah. Kata kunci untuk pengendalian intern pasif adalah to deter, mencegah karena
konsekuensinya terlalu besar, membuat jera. Kalau PBB atau lembaga pengawas Atom
dunia mengunjungi Negara-negara nuklir untuk inspeksi instalasi nuklir mereka, ini
adalah pengawasan aktif. Akan tetapi, dua adikuasa (Amerika Serikat dan Uni Soviet)
yang berlomba-lomba membuat senjata nuklir ukuran besar di zaman perang dingin, tidak
bermaksud menggunakan senjata itu. Senjata ini adalah untuk men-deter lawan
menggunakannya, konsekuensinya terlalu besar.
Pengendalian Internal Terintegrasi Kerangkayang dikeluarkan olehKomite
Sponsoring Organizations of the Treadway Komisi (COSO), yaitu kerangka kerja
pengendalian internal yang dirancang dandiimplementasikan oleh manajemen untuk
memberikan kepastian yang layakbahwa tujuan pengendaliannya akan tercapai.
Menurut Arens komponen pengendalian internal COSO meliputi hal-hal berikut ini:
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian terdiri atas tindakan, kebijakan, danprosedur yang
mencerminkansikap manajemen puncak, paradirektur, dan pemilik secara keseluruhan
mengenai pengendalian internal serta arti penting bagi entitas tersebut. Faktor
lingkungan pengendalian meliputi integritas, nilai etis, gaya operasi manajemen,
sistem pelimpahan wewenang, dan proses untuk mengatur dan mengembangkan
sumber daya manusia dalam organisasi.

2. Penilaian Risiko
Penilaian risiko oleh manajemen untuk menilai risiko sebagai bagian dari
perancangan Dan Pelaksanaan Pengendalian intern untuk meminimalkan kekeliruan
serta penipuan yang mungkinakan akan terjadi. Proses Penilaian risiko yaitu,
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko, menilai signifikan risiko
dan kemungkinan terjadinya, menentukan tindakan yang diperlukan untuk mengelola
risiko.

xiv
3. Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur, yang membantu
memastikan bahwa tindakan Yang diperlukan Telah diambil untuk mengambil risiko
untuk mencapai tujuan entitas. Aktivitas pengendalian umumnya dibagi menjadi lima
jenis, yaitu:
a. Pemisahan Tugas Yang memadai
b. Otorisasi yang sesuai atas transaksi dan aktivitas
c. Dokumen dan catatan y ang mencukupi
d. Pengendalian fisik atas aktiva dan catatane. Pemeriksaan kinerja secara
independen

4. Informasi dan Komunikasi


Tujuan sistem informasi dan komunikasi akuntansi dari entitas adalah untuk
memulai, mencatat, memproses, dan melaporkan sebuah transaksi yang dilakukan
entitas terkait.

5. Pemantauan
Aktivitas Pemantauan berhubungan dengan mutu pengendalian internal secara
berkelanjutan atau periodik oleh manajemen untuk menentukan bahwa pengendalian
itu telah beroperasi seperti yang diharapkan, dan telah sesuai dengan perubahan
kondisi.

E. Pengendalian Intern Aktif


Pengendalian intern aktif biasanya merupakan bentuk pengendalian intern yang paling
banyak diterapkan. Ia seperti pagar pagar yang menghalangi pencuri masuk ke halaman
rumah orang. Pagar-pagar ini membatasi, menghalangi, atau menutup akses si calon
pelaku fraud. Seperti pagar, bagaimanapun kokoh kelihatannya, tetap dapat ditembus
oleh pelaku fraud yang cerdik dan mempunyai ketegaran untuk melakukannya. Seperti
gembok yang kuat memberi rasa aman titik akan tetapi Bagaimana kalau pelaku
mempunyai kunci duplikat? atau atau membawa alat yang dengan mudah menghancurkan
gembok yang kokoh tadi. Si pelaku dengan mudah datang dan pergi, tanpa diketahui
orang lain. Sarana-sarana pengendalian intern aktif yang sering dipakai dan umumnya
sudah dikenal dalam sistem akuntansi meliputi:

xv
1. Tanda Tangan
Tanda tangan masih merupakan unsur penting dalam pengendalian intern
aktif, yang sering dipergunakan. Tanda tangan juga merupakan sarana yang paling
dipercaya. Ini merupakan sarana pengendalian intern aktif karena dokumen
seharusnya ditandatangani tetapi belum ditandatangani, adalah tidak sah. Asumsinya,
tanpa tanda tangan apa yang harusnya dilaksanakan kan misalnya pembayaran
transfer penyerahan, dan lain-lain. Tidak dapat terlaksana titik pertimbangan lain,
tanda tangan seseorang sangat khas atau unik, seperti sidik jarinya.
Masalahnya adalah bahwa mereka yang perlu mengetahui benar atau tidaknya
tanda tangan:
1) bukan ahli membaca tanda tangan atau tulisan tangan (handwriting expert);
2) tidak punya kesempatan yang cukup untuk mempelajari tandatangan yang ada
pada dokumen yang bersangkutan,
3) tidak mempunyai sampel pada tangan untuk mengetahui otentik atau tidaknya
tanda tangan,
4) tanda tangannya sendiri tidak mempunyai titik-titik yang memungkinkan analisis
tandatangan yang memadai, dan
5) tidak punya pengetahuan mengenai Siapa yang berhak menandatangani atau
authorized signatories.
Oleh karena alasan-alasan tersebut kita perlu berhati-hati menilai atau
menerapkan tanda tangan sebagai sarana pengendalian intern aktif dalam penyerahan
aset.

2. Tanda Tangan Kaunter (Countersigning)


Pembubuhan lebih dari satu tanda tangan dianggap lebih aman, khususnya
bagi pihak ketiga atau pihak di luar Perusahaan atau lembaga yang bersangkutan.
Anggapannya adalah lah penandatangan lainnya mengawasi rekannya.

3. Password dan PIN (Personnel Identification Numbers)


Sarana ini menjadi populer ketika manusia berinteraksi dengan komputer.
Tanpa password atau pin, seseorang tidak bisa mengakses apa yang diinginkannya.
Oleh karena itu, password atau pin dianggap sarana dalam pengendalian intern aktif.
Kuncinya adalah kerahasiaan atau confidentiality. Masalahnya, Orang mencatat
password atau pin-nya, catatan ini bisa ditemukan oleh pelaku fraud titik lebih dari
xvi
itu, ada kecenderungan orang meminjamkan password atau pin kepada rekannya. Ini
sering terjadi pada waktu Seseorang yang melayani nasabah, harus meninggalkan
tempat, misalnya ke toilet.
Di dunia barat kebiasaan ini sudah masuk ke Indonesia, ada lapisan
berikutnya, yaitu dengan meminta nama tengah ibu. Pelaku fraud dengan mudah
menjawab Hal ini, karena sudah ngobrol dengan yang bersangkutan, dan tanpa
disadarinya, korban memberi informasi ini.

4. Pemisahan Tugas
Pemisahan tugas menghindari seseorang dapat melaksanakan sendiri seluruh
transaksi titik merupakan bagian dari pengendalian intern aktif karena Secara teoritis
pelaku fraud yang bertindak seorang tidak dapat melaksanakan salatnya. Latar
belakang pemikirannya, orang-orang yang tugasnya dipisahkan, tidak bersekongkol.
Kenyataan bahwa banyak fraud dilakukan dalam bentuk persekongkolan
membuat argumen untuk pemisahan tugas menjadi lemah. namun, pengendalian
intern harus didisain dengan pemisahan tugas. Hal yang perlu diingat, jangan terlalu
terlena akan kelemahan manusia persekongkolan dalam hal ini.

5. Pengendalian Aset Secara Fisik


Pengendalian aset secara fisik pada dasarnya mengatur gerak-gerik barang
masuk keluar dan penyimpanannya memerlukan otorisasi. Disini justru titik lemahnya
dokumen dan tanda tangan mudah dipalsukan Kitty

6. Real-Time Inventory Control


Ini bukan sekadar perpetual inventory yang dikenal sebelum Perang Dunia
kesatu. ini adalah perpetual inventory yang mengikuti pergerakan persediaan secara
on time. Dalam bentuknya yang canggih, persediaan diberi barcode atau bahkan
ditanam dengan radio chip yang merekam keberadaannya. Keuntungannya tanya
adalah pencatatan menjadi akurat. kelemahannya, sistem automatisasi juga mudah
dimanipulasi.

7. Pagar, Gembok, dan Semua Bangunan serta Penghalang Fisik

xvii
Perlindungan melalui pembatasan akses terhadap harta berharga sangat
populer. harga peralatan canggih yang mahal seringkali memberi rasa aman yang
palsu atau file sense of security.

8. Pencocokan Dokumen Free Number Accountable Forms


Saran ini juga sangat lazim digunakan dalam pengendalian intern aktif.
Pencocokan antara order pembelian, dokumen penerimaan barang dan nota tagihan
mencoba menghindari selisih selisih dan kerugian bagi perusahaan. Print number V
mencegah penggunaan formulir berganda, bahwa formulir digunakan sesuai urutan.
gagasannya sangat sederhana. Kesimpulannya semua sarana di atas sering
dipergunakan sudah umum dikenal oleh pendesain sistem pengendalian intern namun
juga mengandung kelemahan serius sebagai berikut:
1) Dari contoh-contoh di atas, kelemahan manusia merupakan musuh utama
pengendalian intern aktif.
2) Sangat rawan invasi atau ditembus pelaku fraud pelaku fraud meluangkan waktu
untuk mencari.. Lemah atau selalu ada, memanfaatkan titik false sense of security
yang disebut diatas, menambah kerawanan ini.
3) Biayanya mahal titik pengendalian intern adalah pengendalian yang positif, harus
bisa berfungsi secara terus-menerus tanpa interupsi. ini seringkali memerlukan
investasi yang mahal.
4) Banyak unsur pengendalian intern aktif yang menghambat pelayanan titik
mengecek tanda tangan, mencocokkan dokumen, penggunaan password dan lain-
lain menghambat proses pelayanan.

F. Pengendalian Intern Pasif


Tujuan pengendalian intern aktif dan pengendalian intern pasif sama yakni mencegah
terjadinya fraud. Dalian Pengendalian Intern aktif, Hal ini dilakukan dengan membuat
Berikat Berikat bermacam-macam lapisan pengamanan. sebelum pelaku fraud bisa
menembus pertahanan. contoh pengendalian intern pasif, dari permukaan kelihatan tidak
pengamanan, namun ada peredam yang membuat pelanggar atau pelaku fraud akan Jera.
ini diumumkan secara luas dan sistemnya memastikan hal ini.
Contoh pengendalian intern pasif, adalah dihilangkannya pintu berputar atau
turnstiles pada jalur tertentu dari kereta api di bawah tanah atau dalam hal ini, Metro Red
Line di Los Angeles. tiket bisa dibeli mesin-mesin semacam mesin ATM dengan harga
xviii
1,10 US dolar. di dalam kereta ada pemeriksa tiket yang melakukan tugasnya secara
rendem. penumpang yang tidak bisa menunjukkan tiket, akan didenda 250 US Dollar.
Perhatikan, penumpang tidak usah menunjukkan tiket waktu memasuki stasiun atau
kereta, tidak ada pintu berputar yang menghalanginya. kalau penumpang mau ngemplang,
hukumannya sangat berat titik kritikan dari kalangan tertentu, menyatakan bahwa untuk
setiap 100 penumpang, 99 tidak bayar tiket. Sehingga perusahaan dirugikan sebesar
108,90 US dolar atau 99 dikali 1,10 US dolar. Mereka lupa bahwa satu saja orang yang
tertangkap tangan, harus membayar denda 250 US Dollar.
Kantor pajak (IRS) Di Amerika menggunakan pengendalian intern pasif. Wajib pajak
bisa memberi informasi palsu dalam SPT mereka, bahkan mereka dapat meminta
Restitusi untuk kelebihan membayar pajak. IRS tidak mungkin menerima semua SPT
yang masuk tanpa mengeluarkan biaya pemrosesan yang tinggi. secara acak, IRS
memeriksa SPT yang masuk. Perangkat lunak dengan algoritma tertentu mendeteksi
indikasi penyimpangan. kalau ketahuan, hukumannya sangat berat.
Dari contoh di atas kita mencatat dua perbedaan antara pengendalian intern aktif dan
pengendalian intern pasif. Pertama dalam hal biaya, pengendalian intern aktif jauh lebih
mahal dari pengendalian intern pasif. Kedua pengendalian intern aktif kasat mata atau
dapat diduga dan dapat ditembus. pengendalian intern pasif, di lain pihak tidak kasat mata
dan tidak orang yang tertangkap tangan seolah-olah mendapat lotre terkutuk, dan
karenanya tidak terelakan. Dalam pengendalian intern pasif pertanyaannya adalah
seberapa nekatnya si calon pelaku.
Beberapa bentuk lain dari pengendalian intern pasif meliputi pengendalian yang khas
untuk masalah yang dihadapi, jejak audit, audit yang fokus, pengintaian atas kegiatan
kunci, alasan pemindahan tugas titik sarana ini dibahas dibawah.
1. Customized Control
Sebenarnya customize control merupakan hasil berpikir positif, Ketika
pengendalian intern aktif, tidak memberikan pemecahan. Di bawah dari suatu
lembaga negara di Amerika.
Lembaga ini menunda-nunda pengecatan kembali ruang perkantoran nya.
untuk memberi Daya tahan yang lama, para kontraktor disyaratkan untuk mengecat
tembok dua kali dalam setiap pengecatan. secara tidak disengaja, terungkap fraud
yang dilakukan suatu kontraktor. Ia hanya mengecat satu kali atau satu lapisan cat
tetapi menagih kepada lembaga ini, Seolah-olah Iya mengecat dua kali.

xix
Oleh karena pengecatan ini sangat mahal, lembaga itu mempertimbangkan
pengendalian intern aktif. Setiap ada pengecatan, ada pemeriksa bangunan yang
menyaksikan Apakah benar pengecatan dilakukan dua kali titik akan tetapi setelah
dihitung-hitung, biaya pengendalian intern aktif ini sangat tinggi.
Kegagalan pengendalian intern aktif memberi solusi, menyebabkan seseorang
yang berpikir positif menemukan jawaban yang Brilian titik setiap pengecatan
pertama selesai, kontraktor juga memberi lapisan tipis dengan warna terang. Baru
sesudah itu ia melaksanakan pengecatan kedua, biayanya tidak seberapa. Secara
rendem, di tempat yang tidak terlalu kentara, pengawas bangunan dapat mengorek-
ngorek sedikit untuk melihat apakah ada lapisan tipis. Kalau ada, ini berarti kontraktor
memenuhi syarat. kalau tidak, kontraktor dikenakan denda yang sangat besar.
pengendalian intern pasif ini untuk masalah yang dihadapi.

2. Audit Trails
Sistem yang di komputerisasi seringkali menggunakan pengendalian intern
pasif, karena ada jejak-jejak mutasi atau perubahan dalam catatan, yang ditinggalkan
atau terekam dalam sistem. Ini akan menjadi pengendalian intern pasif yang efektif
apabila jejak-jejak yang berupa perbuatan fraud dapat menunjuk kepada pelakunya.
Bagaimana dengan dana pensiun yang dinikmati pada hari tua. Pensiunan
tinggal bersama anaknya, dan tidak ada alasan bagi anak ini melaporkan kematian
ayahnya. Uang pensiun tetap dikreditkan ke rekening pensiunan dan anaknya punya
akses terhadap rekening tersebut. dana pensiun tertentu di Amerika, memberi insentif
sebesar 1000 US Dollar kepada si pelapor dalam hal ini anak pensiunan itu ketika ia
menginformasikan kematian ayahnya. Insentif ini secara otomatis menghentikan
pembayaran pensiun setiap bulan sesudah kematian sang pensiunan.

3. Focused Audit
Fokus audit adalah audit terhadap hal-hal tertentu yang sangat khusus yang
berdasarkan Pengalaman rawan sering dijadikan sasaran fraud. Mungkin ada petunjuk
tentang profil tertentu, apakah dari perbuatannya atau jenis transaksinya. Secara
psikologis, fokus audit juga memberi kesan jangan coba-coba lakukan hal itu.

4. Surveilans of Key Activities

xx
Pengintaian bisa dilakukan dengan bermacam-macam cara, mulai dari kamera
video yang merekam kegiatan di suatu ruangan sampai ruang kaca dengan cermin satu
arah. Surveilans juga dapat dilakukan dalam jaringan komputer dari waktu ke waktu
untuk melihat kegiatan pegawai yang memanfaatkan fasilitas kantor.

5. Rotation of Key Personnel


Rotasi karyawan kunci merupakan pengendalian intern pasif yang efektif
kalau kehadirannya merupakan persyaratan utama dalam melakukan fraud. Seorang
supervisor di bank harus ada di bank kalau ia menyelewengkan uang pelanggan yang
mendapat kesan bahwa itu transaksi bank yang sah. Kalau ia harus mengambil cuti
dan tugasnya diambil alih oleh rekannya, mekanisme pengawasannya berjalan tanpa
biaya tambahan.

6. Kesimpulan Mengenai Pengendalian Intern Pasif


Semua kelemahan pengendalian intern aktif yang disebut diatas dihilangkan
oleh pengendalian intern pasif:
1) Tidak mahal
2) Tidak bergantung kepada manusia tidak tipe dependen. Oleh karena itu,
pengendalian intern pasif kebal kepada kelemahan manusia seperti lengah,
korupsi, teledor, dan lain-lain.
3) Memegang pro produk produktivitas produktivitas, tidak pelayanan.
4) Tidak rawan untuk ditembus atau disusupi pelaku fraud.

G. Contoh Kasus Pada PT XYZ


1. Sejarah Perusahaan
PT XYZ merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang
ready mix, stone crusher, concrete block, dan Pagar beton precast. Berdiri pada tahun
2002 di bawah bendera XXX Group dimana seluruh saham dimiliki oleh Bapak H.
Roeslan sebagai pemilik perusahaan. Dalam perjalanannya PT XYZ sangat
mengedepankan mutu, pelayanan, serta kualitas produk yang dihasilkan sehingga
memberikan kepuasan terhadap konsumen. Selain itu, dalam kurun waktu lima tahun
terakhir PT XYZ telah memiliki lima cabang yang beroperasi di Jawa Timur antara
lain adalah Pasuruan, Jember, Situbondo, Malang dan Banyuwangi. Dalam bisnis

xxi
beton ini, PT XYZ juga memiliki beberapa stone crusher di setiap plant untuk
mendukung proses produksi.
Selain beton normal, PT XYZ juga mensupply beton lain, diantaranya; very
high strength concrete, temperature controlled concrete, dan beton sesuai dengang
spesifikasi yang diminta customer. Disamping itu, PT XYZ juga mengkomodir
permintaan proyek on site batching plant untuk mensukseskan pekerjaan proyek-
proyek tertentu yang memerlukan kecepatan dan ketepatan dalam proses pekerjaan.
Adapun proyek-proyek yang ditangani oleh PT XYZ antara lain adalah proyek PLTU
Grati (Indo Power) dengan kontraktor Urawa, proyek Gudang Garam dengan
Kontraktor Indopora, proyek PT. Nestle Indonesia dengan Kontraktor Harjaguna serta
proyek PT. Swadaya Graha, Pembangunan Silo Packer Semen Gresik Ketapang-
Banyuwangi dan masih banyak lagi.

2. Analisis Fraud pada PT XYZ


Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di PT XYZ, tindakan fraud
memang benar terjadi di dalam perusahaan. Fraud tersebut dilakukan oleh salah satu
karyawan pada bagian marketing perusahaan. Bentuk fraud yang dilakukan di PT
XYZ merupakan bentuk penyimpangan atas aset dengan pencurian kas sebelum
dicatat, penyalahgunaan persediaan dan aset yaitu dengan cara memberikan harga jual
yang tidak sesuai dengan harga standard dari perusahaan kepada konsumen, dengan
me mark-up harga sehingga mendapatkan keuntungan pribadi atau bersama. Selain itu
karyawan juga melakukan tindakan korupsi dengan mengambil uang dari hasil
penjualan yang diterima dari konsumen melalui rekening pribadi karyawan tanpa
sepengetahuan perusahaan.
Jika dihubungkan dengan teori fraud triangle , kecurangan yang terjadi
dikarenakan adanya tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi. Tekanan dalam
melakukan kecurangan bisa berasal dari tekanan keuangan berupa banyak utang, gaya
hidup yang tidak sesuai dengan kenyataannya, keserakahan, kebiasaan buruk yang
dimiliki oleh seseorang antara lain kecanduan narkoba, judi, dan peminum minuman
keras. Sedangkan kesempatan yang dimaksud berasal dari adanya wewenang dan
kepercayaan yang diberikan manajer kepada karyawan marketing, serta karyawan
mengetahui lemahnya fungsi kontrol dalam perusahaan sehingga karyawan marketing
melakukan kecurangan tidak hanya pada satu penjualan, tetapi hampir puluhan
bahkan mencapai ratusan penjualan retail, dan yang terakhir adalah rasionalisasi,
xxii
pelaku menganggap kecurangan dengan me-mark up harga jual, merupakan hal yang
lumrah untuk di lakukan.

3. Pencegahan Fraud di PT XYZ


Setelah adanya fraud ini, perusahaan melakukan pencegahan berupa adanya
perubahan pada informasi data pelanggan. Sebelum adanya tindakan fraud ini, data
informasi pelanggan yang di berikan oleh marketing cukup dengan alamat pengecoran
dan penanggung jawab proyek. Sedangkan setelah adanya fraud, setiap customer
wajib memberikan informasi yang lengkap, meliputi: Melampirkan fotocopy KTP,
penanggung jawab proyek, NPWP, dan alamat pelanggan. Informasi data pelanggan
sangat dibutuhkan untuk pengiriman tagihan, konfirmasi, serta pemberian angket
purna jual. Selain itu, penting pula mencantumkan NPWP, karena setiap pembelian
retail akan dikenakan pajak penjualan sebesar 10 persen.
Kelengkapan informasi data pelanggan digunakan untuk melihat track record
pelanggan, dimana dari infromasi tersebut perusahaan dapat melakukan penilaian
resiko terhadap pelanggan. Penilaian resiko ini dilakukan untuk mencegah tak
tertagihnya piutang. Selain itu, perusahaan membutuhkan kelengkapan data pelanggan
untuk membedakan pelanggan lama dengan pelanggan baru. Selanjutnya adalah
angket kepuasan pelanggan. Sebelum adanya tindakan fraud, perusahaan tidak terlalu
menganggap serius hubungan purna jual dengan customer. Namun setelah adanya
fraud, perusahaan menyadari betapa pentingnya feedback dari pelanggan, sehingga
dibuatlah sistem angket kepuasan pelanggan.
Tujuan utama dari angket kepuasan pelanggan ini adalah untuk konfirmasi
kebenaran setelah selesai pengecoran, kepuasan pelanggan terhadap PT XYZ dari segi
harga, survey, pelayanan saat pengecoran di lapangan, lalu tentang bagaimana sales
marketing dalam menghadapi customer. Selain itu, angket kepuasan pelanggan ini
juga bertujuan sebagai fungsi kontrol bagi perusahaan, terutama pada fungsi kontrol
kebenaran harga di lapangan.

4. Perbaikan Kebijakan Tata Kelola dan Sistem Pengendalian Internal pada PT


XYZ
Akibat dari adanya tindakan kecurangan, maka terjadi beberapa perubahan
kebijakan tata kelola dan sistem pengendalian internal pada PT XYZ sebagai salah
satu bentuk dari perbaikan kebijakan tata kelola dan sistem pengendalian internal
xxiii
perusahaan. Terdapat beberapa perubahan kebijakan tata kelola dan sistem
pengendalian internal yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi kontrol perusahaan,
kinerja karyawan, serta kualitas dan kuantitas produksi. Perbaikan yang paling utama
adalah pemisahan jabatan sales maketing dengan penagihan. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi dan mencegah terjadinya kecurangan di masa yang akan datang.
Perbaikan selanjutnya terlihat pada bagian penagihan piutang. Hal ini masih berkaitan
dengan perubahan wewenang dan kebijakan sebelumnya. Dengan adanya perubahan
kebijakan tata kelola dan sistem pengendalian internal, tugas dari staf penagihan (debt
collector) lebih jelas dan efektif. Selain itu, kelancaran pembayaran piutang menjadi
dampak positif dari adanya perbaikan kebijakan tata kelola dan sistem pengendalian
perusahaan.
Dengan adanya kebijakan yang baru, penagihan piutang akan dilakukan
berdasarkan jatuh tempo dari termin yang ada. Dalam kebijakan yang baru pula,
perusahaan menambahkan filter otorisasi kepala produksi sebagai langkah
pengendalian piutang. Dimana pengiriman atau pengecoran akan dilakukan jika
kelengkapan dokumen telah di terima. Karena sebelum kebijakan baru diterapkan,
pengiriman atau pengecoran dilakukan atas permintaan marketing tanpa melihat
kelengkapan dokumen yang ada. PT XYZ juga mengeluarkan regulasi-regulasi baru
untuk membuat peluang-peluang menjadi tertutup. Diantaranya adalah karyawan
marketing tidak diperbolehkan mengeluarkan kwitansi, tidak boleh membawa uang,
dan jika tidak ada penawaran atau PO untuk sebuah proyek, PT XYZ tidak akan
menerima proyek tersebut. Selain itu perusahaan juga sering melakukan pengecekan
kepada customer secara random melalui telepon untuk melihat apakah transaksi
penjualan tersebut sesuai dengan yang dilaporkan kepada perusahaan ataupun
sebaliknya.

5. Prinsip yang diterapkan dalam perbaikan kebijakan tata kelola pada PT XYZ
Berdasarkan prinsip good corporate governance menurut KNKG, perbaikan
mekanisme corporate governance yang terjadi pada PT XYZ setelah terjadi perubahan
kebijakan tata kelola dan sistem akuntansi mencakup 4 (empat) prinsip dari 5 (lima)
prinsip yang ada. Perbaikan mekanisme corporate governance yang pertama adalah
transparansi. Perbaikan mekanisme yang mencakup transparansi ditandai dengan
semakin terbukanya akses informasi mengenai penjualan, terutama pada bagian
pengiriman, order barang dan riwayat customer. Prinsip selanjutnya adalah
xxiv
akuntabilitas. Perbaikan pada mekanisme ini telihat dari adanya pemisahan wewenang
dan jabatan yang telah dilakukan oleh PT XYZ. Dengan adanya pemisahan wewenang
dan jabatan sales marketing ini menyebabkan masing-masing divisi dalam perusahaan
tidak ada rangkap jabatan dan karyawan pada setiap divisi mampu bekerja lebih baik,
efektif dan efisien. Prinsip ketiga adalah prinsip kewajaran dimana prinsip ini
menekankan bahwa tidak adanya diskriminatif kepada semua kelompok agar tidak
ada yang merasa dirugikan, membuat perlindungan terhadap pihak-pihak yang
mengalami kerugian, dan membuat sanksi hukum tanpa pandang bulu apabila ada
yang melanggar.
PT XYZ sudah membuat peraturan baru mengenai sanksi apabila terdapat
karyawan yang melanggar peraturan yang berlaku. Perusahaan juga sudah sering
memberikan peringatan kepada seluruh pegawai mengenai jangan sampai terjebak
dalam tindakan kecurangan. Prinsip keempat adalah prinsip partisipasi dimana dalam
sebuah perusahaan harus ada pengembangan sumber daya manusia, meningkatkan
kesejahteraan karyawan serta harus menetapkan budaya perusahaan. PT XYZ telah
menerapkan prinsip ini dengan memperhatikan kesejahteraan karyawannya setelah
adanya fraud.
Dari keempat prinsip good corporate yang ada di PT XYZ pasca praktik
kecurangan, dapat disimpulkan bahwa perbaikan corporate govenance telah berjalan
dengan efisien dan efektif. Meskipun masih ada satu prinsip yang masih belum
terlihat perbaikannya yang kemudian akan menjadi keterbatasan dalam penelitian.

xxv
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu:
1. Pencegahan kecurangan merupakan aktivitas yang dilaksanak dalam hal penetapan
kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu bahwa tindakan yang diperlukan
sudah dewan komisaris, manajemen dan personil lain dalam perusahaan untuk dapat
memberikan keyakinan memadai dalam mencapai tujuan organisasi yaitu; efektivitas
dan efesiensi operasi, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum
dan peraturan yang berlaku.
2. Meskipun belum ada penelitian mengenai besarnya fraud (termasuk korupsi) di
Indonesia, sulit untuk menyebutkan suatu angka yang andal. Akan tetapi, penelitian
yang di lakukan di luar negeri (dengan sampling) mengidentifikasikan bahwa fraud
yang terungkap, sekalipun secara absolut besar, namun dibandingkan dengan seluruh
fraud yang sebenarnya terjadi, relatif kecil.
3. Dalam menunjang good corporate governance yang baik pasti didukung oleh adanya
budaya organisasi. Good corporate governance, budaya organisasi dan pengendalian
internal terhadap pencegahan fraud
4. Semua pengendalian dapat digolongkan dalam pengendalian intern aktif dan
pengendalian intern pasif. Kata kunci untuk pengendalian intern aktif adalah to
prevent, mencegah. Kata kunci untuk pengendalian intern pasif adalah to deter,
mencegah karena konsekuensinya terlalu besar, membuat jera.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Atas kritik serta sarannya
penulis ucapkan terimah kasih.

xxvi
DAFTAR PUSTAKA

Amrizal. Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan Oleh Internal Auditor.

Andari, L., Imatullah, I. (2019). Pengaruh Pengendalian Internal Terhadap Pencegahan


Kecurangan. Jurnal Ilmiah Ilmu Ekonomi. Vol. 8 Edisi 15.

Rismawati. (2019). Analisis Tindakan Fraud Dan Pencegahannya Di Pt Xyz.

Sudarmanto, E. (2020). Manajemen Resiko: Deteksi Dini Upaya Pencegahan Fraud. Jurnal
Ilmu Manajemen. Vol. 9, No. 2. 107-121.

Sulistiyanti, R., Rahmah, S., Arizah, A. (2021). Pengaruh Pengendalian Internal, Komitmen
Organisasi, dan Perilaku Etis Karyawan Terhadap Pencegahan Fraud pada PT Bank
Rakyat Indonesia. YUME: Journal of Management. Vol. 4, No. 3. 39-47.

Tuanakotta, T. M. (2014). Akuntansi Forensi dan Audit Investigatif, Edisi 2. Jakarta: Salemba
Empat.

xxvii

Anda mungkin juga menyukai