Disusun Oleh:
Kelompok 6
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan
salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat
dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah.
Dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Forensik. Sehingga kami
telah menyelesaikan tugas kelompok kami yang berjudul “Pencegahan Fraud”, kami
berharap makalah ini dapat menambah wawasan serta pengetahuan kita.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna
baik dari penulisan serta isi dari makalah ini. Oleh karena itu kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah selanjutnya, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
penyusun
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL.........................................................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3
A. Pencegahan Fraud......................................................................................................3
B. Gejala Gunung Es......................................................................................................6
C. Pengendalian Internal.................................................................................................8
D. Fraud-Specific Internal Control.................................................................................10
E. Pengendalian Internal Aktif.......................................................................................12
F. Pengendalian Internal Pasif........................................................................................15
G. Contoh Kasus pada PT XYZ......................................................................................18
BAB III PENUTUP.........................................................................................................23
A. Kesimpulan................................................................................................................23
B. Saran .........................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi ini perkembangan bisnis menjadi sangat kompetitif sehingga
banyak hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan, khususnya perusahaan yang berada
di negara berkembang seperti di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk menjaga kepentingan
dan keberlangsungan hidup perusahaan. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan
adalah terjadinya kecurangan di sebuah perusahaan. Seperti mengangani penyakit, lebih
baik mencegahnya lebih dari “mengobati”nya. Para ahli memperkirakan bahwa penipuan
yang terungkap merupakan bagian kecil dari seluruh penipuan yang terjadi. Oleh karena
itu, upaya utama seharusnya adalah pada pencegahannya. Ada ungkapan yang sesuai
keinginan menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari penipuan. Ungkapan itu
adalah: penipuan oleh kebutuhan, penipuan oleh keserakahan, dan penipuan oleh
kesempatan.
Kata penipuan dalam ungkapan tersebut bisa diganti dengan korupsi, kejahatan
keuangan, dan lain-lain. Menghilangkan atau menekan kebutuhan dan keserakahan yang
memulai terjadinya penipuan dilakukan sejak menerima seseorang (proses rekrutmen),
meskipun kita tahu bahwa proses itu bukan jaminan penuh. Ini terus ditanamkan melalui
penipuan kesadaran dan contoh yang diberikan pemimpin perusahaan atau lembaga.
Contoh yang diberikan diatas telah terbukti merupakan unsur pencegah yang penting.
Tidak sesuai dengan peluang dalam ungkapan di atas biasanya ditekan oleh pengendalian
intern. Di samping pengendalian interal, dua konsep penting lainnya dalam pencegahan
penipuan, yakni menanamkan kesadaran tentang adanya penipuan (fraud kesadaran) dan
upaya menilai risiko terjadinya penipuan (fraud risk assessment).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pencegahan Fraud?
2. Bagaimana Gejala Gunung Es?
3. Bagaimana Pengendalian Internal?
4. Bagaimana Fraud-Specific Internal Control?
5. Bagaimana Pengendalian Internal Aktif?
6. Bagaimana Pengendalian Internal Pasif?
iv
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pencegahan Fraud
2. Untuk Mengetahui Gejala Gunung Es
3. Untuk Mengetahui Pengendalian Internal
4. Untuk Mengetahui Fraud-Specific Internal Control
5. Untuk Mengetahui Pengendalian Internal Aktif
6. Untuk Mengetahui Pengendalian Internal Pasif
v
BAB II
PEMBAHASAN
vi
Dalam teori segitiga, perilaku fraud didukung oleh tiga faktor pendorong
utama yang meliputi:
a. Tekanan (Pressure)
Faktor ini dapat berasal dari tekanan dalam organisasi maupun tekanan dari
kehidupan pribadi individu. Dorongan untuk melakukan fraud terjadi pada
karyawan dan manajer. Dorongan tersebut dapat terjadi karena adanya; (1)
tekanan keuangan berupa banyak utang, gaya hidup yang tidak sesuai dengan
kenyataannya, keserakahan, dan kebutuhan yang tidak terduga; (2) Kebiasaan
buruk yang dimiliki oleh seseorang antara lain kecanduan narkoba, judi, dan
peminum minuman keras; (3) Tekanan lingkungan kerja dimana seseorang
biasanya merasa kurang dihargai atas prestasi/ kinerjanya, mendapatkan gaji yang
rendah dan tidak puas dengan pekerjaan; (4) Tekanan lain seperti tekanan dari
orang terdekat untuk memiliki barang-barang mewah.
b. Kesempatan (Opportunity)
Kecurangan akan dilakukan jika ada kesempatan. Lemahnya pengendalian
internal perusahaan dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan dapat menjadi
kesempatan yang timbul untuk melakukan kecurangan. Kesempatan juga dapat
terjadi karena lemahnya sanksi dan ketidakmampuan untuk menilai kualitas
kinerja. Menurut Steve Albrecht, terdapat beberapa faktor yang dapat
meningkatkan kesempatan seseorang melakukan kecurangan yaitu kegagalan
untuk menertibkan pelaku kecurangan, terbatasnya akses terhadap informasi,
ketidaktahuan, malas, dan tidak sesuai kemampuan pegawai serta kurangnya jejak
audit.
c. Pembenaran (Rationalization)
Rasionalisasi yaitu konflik internal dalam diri pelaku kecurangan dimana
pelaku kecurangan menganggap bahwa yang dilakukan oleh dirinya merupakan
hal yang wajar/biasa dilakukan oleh orang lain pula. Pelaku juga menganggap hal
yang dilakukannya merupakan tujuan yang baik yaitu untuk mengatasi masalah
sementara, dan kemudian nantinya akan dikembalikan. Rasionalisasi kadang
dilakukan dalam keadaan sadar, dimana pelaku kecurangan menempatkan
kepentingannya diatas kepentingan orang lain.
vii
3. Pencegahan Fraud Menurut Teori Triangle Fraud
Upaya pencegahan terhadap tindakan fraud akan lebih efektif untuk dilakukan
dibandingkan dengan melakukan upaya represif. Selain itu, kejadian kecurangan yang
tidak segera ditangani dan terungkap karena lambatnya penanganan akan semakin
memberi peluang pelaku untuk menutupi tindakannya dengan kecurangan yang lain.
Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya
kecurangan yang benar dan tepat sasaran, sehingga segala bentuk dan upaya praktik
kecurangan dapat diantisipasi sedini mungkin agar terhindar dari risiko kerugian.
Faktor pendorong terjadinya fraud adalah tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi.
Untuk mencegahnya diperlukan langkah-langkah untuk meminimalisir sebab
terjadinya yaitu:
a. Mengurangi tekanan situasional yang menimbulkan kecurangan; dilakukan
dengan cara menghindari tekanan eksternal yang mungkin dapat mempengaruhi
pegawai akunting dalam menyusun laporan keuangan yang menyesatkan,
menghilangkan hambatan operasional yang menahan kinerja keuangan yang
efektif seperti pembatasan modal kerja, pembatasan persediaan, menetapkan
prosedur akuntansi yang jelas, dan harus menciptakan lingkungan kerja yang baik
dengan menghargai prestasi kinerja pegawai.
b. Mengurangi kesempatan melakukan kecurangan; dengan memantau secara teliti
dan hati-hati terhadap transaksi bisnis dan hubungan pribadi pemasok pembeli,
membuat pengaman fisik terhadap aset dengan inventarisasi fisik secara berkala
dan pengaman lokasi /tempat penyimpanan, memisahkan fungsi jabatan antara
pegawai sehingga ada pemisahan otorisasi, membuat sanksi tegas dan tanpa
pandang bulu terhadap pelaku fraud.
c. Mengurangi pembenaran melakukan kecurangan dengan memperkuat integritas
pribadi pegawai; dengan menerapkan aturan perilaku jujur dan tidak jujur yang
harus di definisikan dalam kebijakan organisasi, memberikan contoh perilaku
jujur dari para manajer dan berperilaku seperti apa yang mereka inginkan, dan
menggalakan adanya aturan sanksi tegas dan jelas bila terdapat penyimpangan
bagi pelaku kecurangan.
Selain pencegahan diatas, Banyak upaya untuk mencegah praktik kecurangan
yang telah dilakukan berdasarkan teori maupun penelitian yang ada, dengan harapan
praktik kecurangan dapat diantisipasi sedini mungkin. Salah satunya adalah mencegah
kecurangan dengan menerapkan manajemen risiko, yang menggambarkan bahwa
viii
risiko adalah suatu konsep yang menggambarkan suatu ketidakpastian, atau suatu
kejadian atas kondisi yang berkaitan dengan hambatan dalam mencapai tujuan.
Dalam upaya pencegahan kecurangan, manajemen harus melakukan suatu
proses pengelolaan sumber daya organisasinya untuk mengantisipasi risiko-risiko
yang mungkin terjadi yang sebelumnya telah diidentifikasi, diukur dan dipikirkan
bagaimana penanganannya. Setiap aktivitas organisasi akan selalu ada ketidak pastian
yang identik dengan risiko termasuk risiko adanya kecurangan (fraud), sehingga
manajemen harus bertanggungjawab untuk mengelola risiko yang akan dihadapi
B. Gejala Gunung Es
Gejala Gunung Es maksudnya adalah tipuan yang terekspos meskipun temuan yang
didapat dianggap memiliki skala besar, namun masih kecil dibandingkan total tipuan yang
sebenarnya. Meskipun belum ada penelitian mengenai besarnya fraud (termasuk korupsi)
di Indonesia, sulit untuk menyebutkan suatu angka yang andal. Akan tetapi, penelitian
yang di lakukan di luar negeri (dengan sampling) mengidentifikasikan bahwa fraud yang
terungkap, sekalipun secara absolut besar, namun dibandingkan dengan seluruh fraud
yang sebenarnya terjadi, relatif kecil.
ix
Davia et al. mengelompokkan fraud dalam tiga kelompok sebagai berikut :
a. Fraud yang sudah ada tuntutan hukum (prosecution)
b. Fraud yang ditemukan, tetapi belum ada tuntutan hukum
c. Fraud yang belum ditemukan
Yang bisa diketahui khalayak ramai adalah fraud dalam kelompok I. Dengan
dibukanya kepada umum laporan-laporan hasil pemeriksaan BPK, kelompok II juga bisa
diketahui. Namun, khusus untuk fraud yang berupa tindak pidana (korupsi misalnya),
hasil pemeriksaan tersebut masih berupa indikasi (indicia of fraud). Kalau sudah lebih
konkret sekalipun, itu adalah khusus kasus-kasus yang berkenaan dengan keuangan
Negara.
Fraud dalam kelompok II lebih sulit lagi diketahui karena adanya lembaga
perlindungan hukum yang sering dimanfaatkan tetuduh, yakni pencemaran nama baik
(slander dan libel).
Apalagi fraud dalam kelompok III. Tertutup rapat, hanya diketahui Tuhan dan
pelakunya. Oleh karena itu, tidak mungkin kita dapat menjawab besaran-besaran yang
berhubungan dengan fraud secara keseluruhan yang sesungguhnya terjadi (fraud
universe) seperti berikut ini :
a. Berapa di antara fraud universe yang sudah di temukan?
b. Berapa dari fraud universe yang sudah ditemukan juga sudah ada tuntutan hukum?
c. Berapa dari fraud universe yang belum ditemukan?
d. Apakah fraud dalam kelompok II dan III serupa atau sama sifatnya seperti fraud
dalam Kelompok I? Ataukah “lebih gawat”?
e. Apakah kita (perusahaan, negara, lembaga-lembaga) perlu meningkatkan
pencegahan dan deteksi (penemuan) fraud?
Lepas dari kesulitan-kesulitan tadi, Devia et al. memperkirakan bahwa dari fraud
universe, Kelompok I hanyalah 20%, sedangkan kelompok II dan III, masing-masing
40%. Kesimpulannya, lebih banyak yang tidak kita ketahui daripada yang kita ketahui
tentang fraud. Hal yang lebih gawat lagi, fraud di temukan secara kebetulan.
Tidak jarang, indikasi-indikasi fraud yang dikaji lebih dalam pada investigasi
akhirnya diputuskan tidak terjadi fraud, padahal sesungguhnya fraud sudah terjadi. Kasus-
kasus semacam ini sering dialami pada waktu indikasi fraud ditemukan oleh suatu tim,
diinvestigasioleh tim lain.
Akan tetapi ada yang lebih gawat, kalau persentase fraud dari setiap kelompok tadi
benar. Kalau statistik itu benar, ini berarti pengetahuan atau awareness kita mengenai
x
fraud cukup rendah. Ketika kita membanggakan telah menemukan fraud berukuran
miliaran bahkan trilliunan rupiah, di luar sana ada pelaku (yang belum ketahuan)
menertawakan para investigator. Inilah implikasi yang paling menyedihkan dari gejala
gunung es.
C. Pengendalian Internal
Tuanakotta mendefinisikan pengendalian internal merupakan perubahan mendasar
dalam standar dan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari audit berbasis risiko.
Pengendalian internal memegang peran penting dalam keberlangsungan suatu
perusahaan. Lemahnya pengendalian internal dapat menyebabkan kecurangan yang
terjadi semakin besar.
Dalam menunjang good corporate governance yang baik pasti didukung oleh adanya
budaya organisasi. Good corporate governance, budaya organisasi dan pengendalian
internal terhadap pencegahan fraud. Permasalahan yang sering terjadi adalah kurang
baiknya pengarsipan. Apabila dapat memberikan gambaran bagaimana bank tersebut
dapat dikelola secara transparan, kejujuran, adanya pertanggungjawaban dan kewajaran.
Persepsi seorang karyawan dapat mempengaruhi kualitas kinerja dalam suatu perusahaan
baik dari sikap ataupun tindakan.
Tanpa adanya penerapan tata kelola yang efektif dalam perusahaan maka
dapatmenyebabkan kegagalan untuk mencapai tujuan yang dicapai serta dapat
menimbulkan kecenderungan kecurangan terjadi.
Pengendalian intern atau internal control mengalami perkembangan dalam pemikiran
dan praktiknya. Oleh karena itu, Davia et al. mengingatkan kita untuk meyakinkan apa
yang dimaksud dengan pengendalian intern, ketika orang menggunakannya dalam
percakapan sehari-hari. Mereka mencatat sedikitnya empat definisi pengendalian intern
sebagai berikut:
1. Definisi 1 (Sebelum September 1992)
The Condition sought by, and/or resulting from, processes undertaken by an
entity to prevent and deter fraud. (“Kondisi yang diinginkan, atau merupakan hasil,
dari berbagai proses yang di laksanakan suatu entitas untuk mencegah (prevent) dan
menimbulkan efek jera (deter) terhadap fraud”).
Inilah definisi umum yang dikenal sebelum September 1992 (sebelum definisi
COSO). Meskipun demikian, definisi ini masih dikenal dan sering dipakai sampai
sekarang. Tidak ada rujukan yang bisa dipakai untuk definisi ini. Para akuntan
xi
menganggapnya begitu gamblang sehingga tidak memerlukan suatu definisi yang
formal.
xii
Selanjutnya, laporan COSO menulis “Special-Purpose Definitions. While an
entity may consider the effectiveness of all three categories of objective, it will likely
want to focus attention on certain categories, and perhaps only certain activities or
objectives. By identifying and describing specific objectives, special purpose
definitions of internal control can be derived from the core definition.” (“Definisi
yang mempunyai tujuan khusus. Meskipun suatu entitas mempertimbangkan
efektivitas dari ketiga kelompok tujuan bisnis, ia mungkin juga ingin memusatkan
perhatian pada kegiatan atau tujuan tertentu. Dengan menentukan dan menjelaskan
tujuan khusus, definisi pengendalian intern dengan tujuan yang khas, dapat disarikan
dari defenisi utamanya.”)
2. Penilaian Risiko
Penilaian risiko oleh manajemen untuk menilai risiko sebagai bagian dari
perancangan Dan Pelaksanaan Pengendalian intern untuk meminimalkan kekeliruan
serta penipuan yang mungkinakan akan terjadi. Proses Penilaian risiko yaitu,
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko, menilai signifikan risiko
dan kemungkinan terjadinya, menentukan tindakan yang diperlukan untuk mengelola
risiko.
xiv
3. Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur, yang membantu
memastikan bahwa tindakan Yang diperlukan Telah diambil untuk mengambil risiko
untuk mencapai tujuan entitas. Aktivitas pengendalian umumnya dibagi menjadi lima
jenis, yaitu:
a. Pemisahan Tugas Yang memadai
b. Otorisasi yang sesuai atas transaksi dan aktivitas
c. Dokumen dan catatan y ang mencukupi
d. Pengendalian fisik atas aktiva dan catatane. Pemeriksaan kinerja secara
independen
5. Pemantauan
Aktivitas Pemantauan berhubungan dengan mutu pengendalian internal secara
berkelanjutan atau periodik oleh manajemen untuk menentukan bahwa pengendalian
itu telah beroperasi seperti yang diharapkan, dan telah sesuai dengan perubahan
kondisi.
xv
1. Tanda Tangan
Tanda tangan masih merupakan unsur penting dalam pengendalian intern
aktif, yang sering dipergunakan. Tanda tangan juga merupakan sarana yang paling
dipercaya. Ini merupakan sarana pengendalian intern aktif karena dokumen
seharusnya ditandatangani tetapi belum ditandatangani, adalah tidak sah. Asumsinya,
tanpa tanda tangan apa yang harusnya dilaksanakan kan misalnya pembayaran
transfer penyerahan, dan lain-lain. Tidak dapat terlaksana titik pertimbangan lain,
tanda tangan seseorang sangat khas atau unik, seperti sidik jarinya.
Masalahnya adalah bahwa mereka yang perlu mengetahui benar atau tidaknya
tanda tangan:
1) bukan ahli membaca tanda tangan atau tulisan tangan (handwriting expert);
2) tidak punya kesempatan yang cukup untuk mempelajari tandatangan yang ada
pada dokumen yang bersangkutan,
3) tidak mempunyai sampel pada tangan untuk mengetahui otentik atau tidaknya
tanda tangan,
4) tanda tangannya sendiri tidak mempunyai titik-titik yang memungkinkan analisis
tandatangan yang memadai, dan
5) tidak punya pengetahuan mengenai Siapa yang berhak menandatangani atau
authorized signatories.
Oleh karena alasan-alasan tersebut kita perlu berhati-hati menilai atau
menerapkan tanda tangan sebagai sarana pengendalian intern aktif dalam penyerahan
aset.
4. Pemisahan Tugas
Pemisahan tugas menghindari seseorang dapat melaksanakan sendiri seluruh
transaksi titik merupakan bagian dari pengendalian intern aktif karena Secara teoritis
pelaku fraud yang bertindak seorang tidak dapat melaksanakan salatnya. Latar
belakang pemikirannya, orang-orang yang tugasnya dipisahkan, tidak bersekongkol.
Kenyataan bahwa banyak fraud dilakukan dalam bentuk persekongkolan
membuat argumen untuk pemisahan tugas menjadi lemah. namun, pengendalian
intern harus didisain dengan pemisahan tugas. Hal yang perlu diingat, jangan terlalu
terlena akan kelemahan manusia persekongkolan dalam hal ini.
xvii
Perlindungan melalui pembatasan akses terhadap harta berharga sangat
populer. harga peralatan canggih yang mahal seringkali memberi rasa aman yang
palsu atau file sense of security.
xix
Oleh karena pengecatan ini sangat mahal, lembaga itu mempertimbangkan
pengendalian intern aktif. Setiap ada pengecatan, ada pemeriksa bangunan yang
menyaksikan Apakah benar pengecatan dilakukan dua kali titik akan tetapi setelah
dihitung-hitung, biaya pengendalian intern aktif ini sangat tinggi.
Kegagalan pengendalian intern aktif memberi solusi, menyebabkan seseorang
yang berpikir positif menemukan jawaban yang Brilian titik setiap pengecatan
pertama selesai, kontraktor juga memberi lapisan tipis dengan warna terang. Baru
sesudah itu ia melaksanakan pengecatan kedua, biayanya tidak seberapa. Secara
rendem, di tempat yang tidak terlalu kentara, pengawas bangunan dapat mengorek-
ngorek sedikit untuk melihat apakah ada lapisan tipis. Kalau ada, ini berarti kontraktor
memenuhi syarat. kalau tidak, kontraktor dikenakan denda yang sangat besar.
pengendalian intern pasif ini untuk masalah yang dihadapi.
2. Audit Trails
Sistem yang di komputerisasi seringkali menggunakan pengendalian intern
pasif, karena ada jejak-jejak mutasi atau perubahan dalam catatan, yang ditinggalkan
atau terekam dalam sistem. Ini akan menjadi pengendalian intern pasif yang efektif
apabila jejak-jejak yang berupa perbuatan fraud dapat menunjuk kepada pelakunya.
Bagaimana dengan dana pensiun yang dinikmati pada hari tua. Pensiunan
tinggal bersama anaknya, dan tidak ada alasan bagi anak ini melaporkan kematian
ayahnya. Uang pensiun tetap dikreditkan ke rekening pensiunan dan anaknya punya
akses terhadap rekening tersebut. dana pensiun tertentu di Amerika, memberi insentif
sebesar 1000 US Dollar kepada si pelapor dalam hal ini anak pensiunan itu ketika ia
menginformasikan kematian ayahnya. Insentif ini secara otomatis menghentikan
pembayaran pensiun setiap bulan sesudah kematian sang pensiunan.
3. Focused Audit
Fokus audit adalah audit terhadap hal-hal tertentu yang sangat khusus yang
berdasarkan Pengalaman rawan sering dijadikan sasaran fraud. Mungkin ada petunjuk
tentang profil tertentu, apakah dari perbuatannya atau jenis transaksinya. Secara
psikologis, fokus audit juga memberi kesan jangan coba-coba lakukan hal itu.
xx
Pengintaian bisa dilakukan dengan bermacam-macam cara, mulai dari kamera
video yang merekam kegiatan di suatu ruangan sampai ruang kaca dengan cermin satu
arah. Surveilans juga dapat dilakukan dalam jaringan komputer dari waktu ke waktu
untuk melihat kegiatan pegawai yang memanfaatkan fasilitas kantor.
xxi
beton ini, PT XYZ juga memiliki beberapa stone crusher di setiap plant untuk
mendukung proses produksi.
Selain beton normal, PT XYZ juga mensupply beton lain, diantaranya; very
high strength concrete, temperature controlled concrete, dan beton sesuai dengang
spesifikasi yang diminta customer. Disamping itu, PT XYZ juga mengkomodir
permintaan proyek on site batching plant untuk mensukseskan pekerjaan proyek-
proyek tertentu yang memerlukan kecepatan dan ketepatan dalam proses pekerjaan.
Adapun proyek-proyek yang ditangani oleh PT XYZ antara lain adalah proyek PLTU
Grati (Indo Power) dengan kontraktor Urawa, proyek Gudang Garam dengan
Kontraktor Indopora, proyek PT. Nestle Indonesia dengan Kontraktor Harjaguna serta
proyek PT. Swadaya Graha, Pembangunan Silo Packer Semen Gresik Ketapang-
Banyuwangi dan masih banyak lagi.
5. Prinsip yang diterapkan dalam perbaikan kebijakan tata kelola pada PT XYZ
Berdasarkan prinsip good corporate governance menurut KNKG, perbaikan
mekanisme corporate governance yang terjadi pada PT XYZ setelah terjadi perubahan
kebijakan tata kelola dan sistem akuntansi mencakup 4 (empat) prinsip dari 5 (lima)
prinsip yang ada. Perbaikan mekanisme corporate governance yang pertama adalah
transparansi. Perbaikan mekanisme yang mencakup transparansi ditandai dengan
semakin terbukanya akses informasi mengenai penjualan, terutama pada bagian
pengiriman, order barang dan riwayat customer. Prinsip selanjutnya adalah
xxiv
akuntabilitas. Perbaikan pada mekanisme ini telihat dari adanya pemisahan wewenang
dan jabatan yang telah dilakukan oleh PT XYZ. Dengan adanya pemisahan wewenang
dan jabatan sales marketing ini menyebabkan masing-masing divisi dalam perusahaan
tidak ada rangkap jabatan dan karyawan pada setiap divisi mampu bekerja lebih baik,
efektif dan efisien. Prinsip ketiga adalah prinsip kewajaran dimana prinsip ini
menekankan bahwa tidak adanya diskriminatif kepada semua kelompok agar tidak
ada yang merasa dirugikan, membuat perlindungan terhadap pihak-pihak yang
mengalami kerugian, dan membuat sanksi hukum tanpa pandang bulu apabila ada
yang melanggar.
PT XYZ sudah membuat peraturan baru mengenai sanksi apabila terdapat
karyawan yang melanggar peraturan yang berlaku. Perusahaan juga sudah sering
memberikan peringatan kepada seluruh pegawai mengenai jangan sampai terjebak
dalam tindakan kecurangan. Prinsip keempat adalah prinsip partisipasi dimana dalam
sebuah perusahaan harus ada pengembangan sumber daya manusia, meningkatkan
kesejahteraan karyawan serta harus menetapkan budaya perusahaan. PT XYZ telah
menerapkan prinsip ini dengan memperhatikan kesejahteraan karyawannya setelah
adanya fraud.
Dari keempat prinsip good corporate yang ada di PT XYZ pasca praktik
kecurangan, dapat disimpulkan bahwa perbaikan corporate govenance telah berjalan
dengan efisien dan efektif. Meskipun masih ada satu prinsip yang masih belum
terlihat perbaikannya yang kemudian akan menjadi keterbatasan dalam penelitian.
xxv
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu:
1. Pencegahan kecurangan merupakan aktivitas yang dilaksanak dalam hal penetapan
kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu bahwa tindakan yang diperlukan
sudah dewan komisaris, manajemen dan personil lain dalam perusahaan untuk dapat
memberikan keyakinan memadai dalam mencapai tujuan organisasi yaitu; efektivitas
dan efesiensi operasi, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum
dan peraturan yang berlaku.
2. Meskipun belum ada penelitian mengenai besarnya fraud (termasuk korupsi) di
Indonesia, sulit untuk menyebutkan suatu angka yang andal. Akan tetapi, penelitian
yang di lakukan di luar negeri (dengan sampling) mengidentifikasikan bahwa fraud
yang terungkap, sekalipun secara absolut besar, namun dibandingkan dengan seluruh
fraud yang sebenarnya terjadi, relatif kecil.
3. Dalam menunjang good corporate governance yang baik pasti didukung oleh adanya
budaya organisasi. Good corporate governance, budaya organisasi dan pengendalian
internal terhadap pencegahan fraud
4. Semua pengendalian dapat digolongkan dalam pengendalian intern aktif dan
pengendalian intern pasif. Kata kunci untuk pengendalian intern aktif adalah to
prevent, mencegah. Kata kunci untuk pengendalian intern pasif adalah to deter,
mencegah karena konsekuensinya terlalu besar, membuat jera.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Atas kritik serta sarannya
penulis ucapkan terimah kasih.
xxvi
DAFTAR PUSTAKA
Sudarmanto, E. (2020). Manajemen Resiko: Deteksi Dini Upaya Pencegahan Fraud. Jurnal
Ilmu Manajemen. Vol. 9, No. 2. 107-121.
Sulistiyanti, R., Rahmah, S., Arizah, A. (2021). Pengaruh Pengendalian Internal, Komitmen
Organisasi, dan Perilaku Etis Karyawan Terhadap Pencegahan Fraud pada PT Bank
Rakyat Indonesia. YUME: Journal of Management. Vol. 4, No. 3. 39-47.
Tuanakotta, T. M. (2014). Akuntansi Forensi dan Audit Investigatif, Edisi 2. Jakarta: Salemba
Empat.
xxvii