Oleh Kelompok 3 :
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TADULAKO
2019/2020
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan banyak Terima kasih kepada Ibu Dosen mata kuliah
Etika Bisnis dan Profesi yang telah banyak membantu dalam proses pembuatan
Makalah ini. Kami juga ingin mengucapkan Terima kasih kepada orang tua, dan
rekan-rekan dari Universitas Tadulako Palu yang telah banyak membantu dalam
proses pembuatan Makalah ini.
Makalah yang telah kami buat ini bertujuan untuk memenuhi tugas Kuliah.
Namun kami berharap bahwa Makalah ini dapat membantu Mahasiswa atau
Mahasiswi Universitas Tadulako dalam memahami Fraud.
Penulis, Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………..i
Daftar Isi………………………………………………………………………......ii
BAB I Pendahuluan……………………….…………………………………….....1
BAB II Pembahasan……………...……………………………………………......2
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk dapat memahami tentang Kecurangan dan Moral Hazard.
2. Untuk dapat memahami tentang Pelanggaran Etika, Kontrak, dan regulasi.
3. Untuk dapat memahami tentang Pemicu.
4. Untuk dapat memahami Pnecurian Aset.
5. Untuk dapat memahai tentang Penanggulangan.
6. Untuk dapat memahami tentang Korupsi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis
mutualisma). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik
kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak
sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).
Moral hazard juga berlaku terhadap normanorma etika atau yang lebih eksplisit lai,
terhadap kode etik. Penyebab utama daari moral hazard adalah adanya informasi yang
disembunyikan oleh pihak yang melakukannya. Bebeda dengan tindakan kecurangan,
moral hazard dapat terjadi tampa dapat dibuktikan bahwa tindakan tersebut melawan
hukum. Selalu ada pembenaran dalam moral hazard. Disinilah perbedaan antara fraud dan
moral hazard, sebab syarat fraud adalah bahwa tindakan itu dilakukan dengan melanggar
hukum.
Moral hazard memanfaatkan celah yang ada dalam kontrak regulasi. Moral hazard
dapat mengakibatkan pihak lain yang dirugikan (prinsipiel) mengalami salah pilih.
Prinsipiel tidak dapat memonitor dan memaksa secara sempurna tindakan moral hazard
ini. Moral hazard lebih berkaitan dengan penlanggaran etika. Sanksi yang dapat diberikan
untuk moral hazard hanyalah sanksi social.
Etika, dalam bentuk norma, prinsip moral, atau nilai, merupakan bentuk awal dari
tatanan hubungan social antar manusia. Ketika manusia berkumpul dalam sebuah
kelompok atau organisasi, mereka menciptakan etika untuk mengatur hubungan antar
kelompok dan antar organisasi, di antara anggota kelompok atau organisasi, antara anggota
kelompok atau organisasi yang bersangkutan. Etika digunakan sebgai pedoman untuk
menghormati dan memperhitungkan hak dan kepentingan orang lain dengan siapa mereka
membina hubungan social. Etika tidak harus dalam bentk tertulis, tetapi dalam
perkembangannya, norma prinsip moral, atau nilai tersebut dijadikan sebagai aturan positi
yang dinyatakan secara tertulis dalam bentuk, misalnya kode etik.
Kemudian, sesuai dengan perkembangannya, bagian dari etika yang hanya berkaitan
dengan jenis hubungan tertentu antara pihak-pihak tertentu yang terlibat, disepakati untuk
5
dituangkan dalam kontrak diantara mereka. Hubungan bisnis merukan salah satu dari
hubungan yang termasuk dalam kategori “jenis tertentu” dan hanya melibatkan “pihak
tertentu”. Oleh karena itu, sepanjang berkaitan dengan bisnis, hubungan tersebut
dituangkan dalam kontrak. Apabila kedudukan pihak-pihak yang terlibat dalam bisnis tidak
seimbang (ada yang lemah, ada yang kuat)dan ketidak seimbangan trsebut menggangu
kepentingan banyak pihak dan berdampak buruk terhadap kehidupan bernegara, proteksi
terhadap ha, dan kepentingan pihak yang lemah diwujudkan dalam bentuk regulasi.
Pelanggaran kontrak atau regulasi merupakan tindakan curang atau penipuan (fraud).
Selain pelanggaran dengan melawn hukum, seseorang atau organisasi juga berusaha untuk
menyiasati etika, kontrak, dan regulasi demi keuntungan diri sendiri. Perbuatan ini sering
disebut dengan moral hazard. Penyiasatan kontrak atau regulasi mungkin bukan tindakan
melawan hukum, tetapi jelas merupakan pelanggaran etika.
2.3 Pemicu
Terdapat tiga kondisi yang menyebabkan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan
dan penyalahguanaan aset sebagaimana dijelaskan dalam SAS 99 (AU 316) yaitu:
1. Insentif/Tekanan.Manajemen atau pegawai lainnya memiliki insentif atau tekanan
untuk melakukan kecurangan.
2. Kesempatan.Situasi yang memberikan kesempatan bagi manajemen atau pegawai
untuk melakukan kecurangan.
3. Sikap/Rasionalasi.adanya suatu sikap, karakter, atau seperangkat nilai-nilai etika
yang memungkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak
jujur, atau mereka berada dalam suatu lingkungan yang memberikan mereka tekanan
yang cukup besar sehingga menyebabkan mereka membenarkan melakukan perilaku
yang tidak jujur tersebut.
Faktor-Faktor Resiko Untuk Kecurangan Dalam Laporan Keuangan
Pertimbangan penting bagi auditor untuk membongkar kecurangan adalah
mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan risikokecurangan. Dalam segitiga
kecurangan, pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva berbagi 3 kondisi
yang sam, Tetapi faktor-faktor resikonya berbeda.
6
Insentif/Tekanan Sebuah insentif yang umum bagi perusahaan untuk memanipulasi
laporan keuangan adalah adanya penurunan dalam prospek keuangan perusahaan. Sebagai
contoh, penurunan dalam laba dapat mengancam kemampuaan perusahaan dalam
mendapatkan pendanaan.
Kesempatan Meskipun laporan keuangan dari semua perusahaan potensial dapat
terjadi manipulasi, risiko menjadi lebih besar untuk perusahaan yang bergerak dalam
industri yang melibatkan penilaian subjektif dan estimasi yang signifikan. Sebagai contoh,
terdapat kemungkinan salah saji dalam persediaan dalam perusahaan-perusahaan memilki
persediaan yang terletak dibeberapa tempat yang berbeda. Penggantian pegawai dibagian
akuntansi atau kelemahan lainnya dalam proses akuntansi dan informasi dapat
menyebabkan munculnya kesempatan terjadinya salah saji. Banyak kasus dalam laporan
keuangan yang disebabkan oleh komite audit dan dewan direksi yang tidak efektif dalam
melakukan pengawasan terhadap pelaporan keuangan.
Sikap/Rasionalisasi sikap manajemen puncak terhadap laporan keuangan merupakan
faktor risiko penting dalam menilai kemungkinan adanya kecurangan dalam laporan
keuangan.Jiko CEO atau manajer puncak menunjukkan dominasi terhadap proses
penyusunan laporan keuangan, seperti terus menerus mengeluarkan proyeksi yang terlalu
optimi, atau mereka terlalu khawatir untuk memenuhi proksi laba para analisis pasar,
kemungkinan terjadi kecurangan dalam laporan keuangan menjadilebuh besar.
7
1. Pemalsuan cek (check tampering)
2. Pengajian fiktif (fictirous payroll)
3. Penggantian biaya (expense reimbursement)
4. Penagihan (billing)
5. Penyaringan (skimming)
6. Pencurian uang tunai (cash on hand)
7. Penggelapan uang (cash larceny)
8. Pemalsuan register pengeluaran kas (cash register disbursement)
9. Non tunai (non-cash)
Pemalsuan cek dilakukan dengan jalan menahan, mamlsukan, atau mengalihkan suatu
cek yang ditulis untuk rekening perusahaan ke rekening pribadi. Pemalsuan gaji dilakukan
dengan membayarkan upah dan gaji kepada pegaiwai fiktif atau pembayaran uang lembur
yang palsu Karen yang bersangkutan senyatanya tidak bekerja lembur.
Penggantian biaya (expense reimbursement) juga dapat merupakan salah satu cara
melakukan kecurangan. Dalam hal ini klaim penggantian biaya dimintakan untuk
pengeluaran-pengeluaran fiktif atau pengeluaran-pengeluaran pribadi atau dengan cara
membesarkan (mark up) pengeluaran-pengeluaran tersebut. Kecurangan melalui penagihan
dilakukan dengan menagihkan kepada perusahaan pengadaan barang dan jasa fiktif atau
harga barang dan jasa tersebut telah dinaikan (mark up) atau penagihan terhadap
pengeluaran-pengeluaran pribadi. Sering terjadi pengeluaran dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan kosong yang ssengaja didirikan oleh karyawan atau manejemn dengan tujuan
penampungan uang.
Penyaringan (skimming) merupakan pencurian terhadap pembayaran yang diterima
perusahaan sebelum dicatat dalam pembukuan. Uang dikantongi sendiri, sedangkan
penjualannya tidak dilaporkan dan dicatat. Pencurian uang tunai dilakkukan dilakukkan
terhadapa uang tunai yang ada dalam brankas perushaan. Perbedannya dengan penggelapan
uang (cash larceny) adalah bahwa pencurian yang terakhir ini tidak beraasal dari berangkas
perusahaan. Penggelapan uang berasal dari penerimaan uang yang tidak disetorkan ke
rekening perusahaan, walaupun peneriamaan tersebut telah dicatat dalam pembukuan.
Pemalsuan melalui register pengeluaran kas (cash register disbursement) dilakukan dengan
membuat pembukuan (entries) yang palsu deregister kas untuk menyembunyikan
8
pengeluaran uang yang dikantongi untuk diri sendiri. Pencurian non tunai dilakukan
dengan memanfaatkan asset non tunai atau sumber daya milik perusahaan untuk
kepentingan diri sendiri. Pencurian barang-barang dari gudang, misalnya. Atau
penggunaan informasi rahasia tentang pelanggan untuk kepentingan pribadi.
2.5 Penanggulangan
Berbeda dengan kecurangan oleh manajemen (management fraud), kecurangan oleh
karyawan (employess fraud) pada umumnya, dapat diatasi dengan menerapkan system
pengendalian internal yang baik. Tata kelola perusahaan yang baik dapat mencegah
terjadinya kecurangan manajemen. Dalam studi yang dilakukan ACFE pada 2014, ada 18
(delapan belas) pengendalian (controls) yang diterapkan oleh perusahaan untuk mencegah
terjadinya kecurangan (ACFE, 2014: 31). Pengendalian-pengendalian itu sebagai berikut.
1. Audit eksternal oleh akuntan public terhadap laporan keuangan.
2. Penerapn kode etik (code of conduct).
3. Adanya bagian internal audit.
4. Sertifikasi laporan keuangan oleh manajemen.
5. Audit eksternal terhadap Internal Control Over Financial Reporting (ICOFR)
6. Tinjauan ulang oleh manajemen.
7. Komite audi independen.
8. Hotline.
9. Program pendukung karyawan.
10. Pelatihan tentang kecurangan kepada manajer/eksekutif.
11. Pelatihan tentang keuangan kepada karyawan biasa.
12. Kebijakan anti kecurangan.
13. Pembentukan departemen, fungsi, atau tim khusus yang menangani kecurangan.
14. Analisis data monitoring.
15. Penilaian (assessment) secara proaktif dan formal risiko kecurangan.
16. Pemerikasaan secara acak (surprise audit).
17. Rotasi pekerjaan atau wajib cuti.
18. Penghargaan bagi peniup peluit (wistle blower).
9
Tinjauan ulang manajemen (management review) adalah proses oleh manajemen untuk
meninjau ulang (review), pengendalian (controls), proses (bisnis), akun (accounts), atau
transaksi mengenai kepatuhan terhadap kebijakan dan hrapan perusahaan. Sebagai alat
pengendalian dalam mencegah kecurangan, tinjauan ulang manajemen diterapkan dalam
74 persen perusahaan dengan karyawan kurang dari 100 dan 33 persen oleh perusahaan
dengan karyawan lebih dari 100. Dalam hal kemampuannya untuk mendeteksi kecurangan,
studi ACFE melaporkan bahwa 16 persen dari penemuan awal berasal dari cara ini.
Adanya program untuk membantu karyawan dalam menangani masalah-masalah pribadi,
seperti narkoba, kesulitan keuangan, masalah keluarga, juga merupakan salah satu cara
untuk mencegah kecurangan.
2.6 Korupsi
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah
perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak
wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-
unsur sebagai berikut:
perbuatan melawan hukum;
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
penggelapan dalam jabatan;
pemerasan dalam jabatan;
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara)
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi
10
dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi
adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-
pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti
penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas
dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat
penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang
dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di
satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum, Fraud adalah sebuah istilah umum dan luas, serta mencakup semua
bentuk kelicikan/tipu daya manusia, yang dipaksakan oleh satu orang untuk mendapatkan
keuntungan lebih dari yang lain dengan memberikan keterangan-keterangan palsu dan
telah dimanipulasi. Tidak ada ketentuan dan keharusan untuk menyeragamkan definisi
dari Fraud itu sendiri. Fraud juga mengandung pengertian sebagai kejutan, tipuan,
kelicikan, dan cara-cara yang tidak sah terhadap pihak yang ditipu. Batasan
pendefinisian Fraud adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan ketidakjujuran manusia.
Mengendalikan suasana kerja yang baik adalah merupakan tanggung jawab pimpinan
disertai kerjasama dengan anggota organisasi tersebut, lingkungan pengendalian
merupakan salah satu unsur yang harus diciptakan dan dipelihara agar timbul perilaku
positif dan kondusif untuk penerapan sistem pengendalian intern dalam lingkungan kerja,
melalui beberapa cara yaitu penegakan integritas dan etika, komitmen terhadap
kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai
dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, penyusunan
dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan
peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif dan hubungan kerja yang baik
dengan instansi pemerintah terkait.
Bagaimana cara mengatasi Fraud adalah tugas bersama dari suatu organisasi
pemerintahan dan sistem pengawasan internalnya. Pengenalan akan kecurangan dan
dampaknya menjadi hal yang penting untuk diketahui seluruh staf pegawai hingga
manajemen puncak.
12