Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha penyayang, penulis panjatkan puja
dan puji syukur Kehadirat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
lancar dan sukses.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat-nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
Makalah ini.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini dapat menjadi makalah
yang baik. Kemudian apabila banyak terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, penulis
mohon maaf sebesar-besarnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
1.3 Tujuan.......................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
2.1 Definisi Kecurangan.................................................................................................................6
2.2 Unsur-Unsur Kecurangan.........................................................................................................7
2.3 Investigasi Kecurangan dalam Internal Audit...........................................................................8
2.3.1 Blue Print Investigsi Keuangan Dalam Internal Audit......................................................8
2.4 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kecurangan.............................................................9
2.5 Deteksi Kecurangan................................................................................................................10
2.6 Pencegahan Kecurangan.........................................................................................................12
2.7 Kecurangan Manajemen.........................................................................................................14
2.8 Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk..............................................15
2.9 WorldCom..............................................................................................................................16
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................19
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui maksud dari kecurangan.
2. Dapat mengetahui unsur-unsur kecurangan.
3. Dapat mengetahui investigasi kecurangan dalam internal audit.
4. Dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kecurangan.
5. Dapat mengetahui cara mendeteksi kecurangan.
6. Dapat mengetahui cara pencegahan kecurangan.
1
7. Dapat mengetahui kecurangan manajemen.
8. Dapat mengetahui skandal manipulasi laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
9. Dapat mengetahui kasus kecurangan di Worldcom.
2
BAB II PEMBAHASAN
3
2. Pelaku yang memiliki prinsip anti gotong royong atau yang bertipe silent is gold.
Pelaku ini bekerja professional dan secara diam-diam. Biasanya mereka menguasai
keterampilan di bidang Iptek, memiliki akses vital ke area kerja tertentu, serta
memahami berbagai isu sekitar system security. Tipe ini merancang “road map”
secermat mungkin untuk menghapus jejak dan bukti yang mengarah pada dirinya.
Contohnya: programmer IT yang mengembangkan system aplikasi keuangan, hacker
transaksi online.
Kejahatan kolektif (berjamaah) dibedakan ke dalam 2 kategori :
1. Faktor Kesetaraan/kedekatan (Horizontal/Close Relationship)
Antar pelaku kecurangan terbangun suasana saling menguntungkan (simbiosis
mutualisme) atau pelaku terjebak pada benturan kepentingan (conflict of interest).
Simbiosis mutualisme mungkin karena factor persahabatan yang erat, adanya utang
budi, solidaritas, dsb. Sedangkan kondisi conflict of interest mencakup rekan kerja
yang harus dilibatkan karena dinilai sudah “mencium” kejahatan yang dilakukan,
bawahan yang takut dengan ancaman kehilangan pekerjaan atau rekan kerja yang ikut
“mencicipi” hasil kejahatan.
2. Relasi Hierarkis (Vertical/Hierarchical Reason)
Antar pelaku terjalin hubungan atasan-bawahan, senior-junior yang dimana
penuh dengan tenggang rasa. Sebagai contoh, kebutuhan dari bawah untuk menyiasati
sekat otoritas di atasnya (seperti menyuap atasan), sehingga atasan menutupi aib tim
yang dipimpinnya atau malah terlibat dengan kejahatan tim.
4
2.3 Investigasi Kecurangan dalam Internal Audit
5
diperlukan beragam dan tim harus dibentuk dengan segera. Dalam hal organisasi
membutuhkan ahli eksternal, CAE perlu menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi
lembaga penyedia sumber daya eksternal terutama dalam hal kompetensi dan ketersediaan
sumber daya.
Dalam hal di mana tanggung jawab utama untuk fungsi investigasi tidak ditugaskan
kepada Aktivitas Audit Internal, Aktivitas Audit Internal masih dapat diminta untuk
membantu penugasan investigasi dalam mengumpulkan informasi dan membuat rekomendasi
untuk perbaikan pengendalian internal.
Peran Internal Auditor Dalam Investigasi Kecurangan :
1. Melakukan pemeriksaan intern dengan kemahiran jabatannya
2. Memperhatikan kemungkinan terjadinya keurangan, kesalahan, manipulasi,
inefesiensi, pemborosan, ketidakefektifan, dan conflict of interest.
3. Ditemukannya indikasi kecurangan,-- auditor memberitahukan top managemet dan
melakukan investigasi.
4. Manajemen membentuk tim (internal auditor, lawyer, investigator, security, dan
spesialis).
6
2.5 Deteksi Kecurangan
Menurut Valery G. Kumaat mendeteksi kecurangan adalah upaya untuk mendapatkan
indikasi awal yang cukup mengenai tindak kecurangan, sekaligus mempersempit ruang gerak
pelaku kecurangan (yaitu ketika pelaku menyadari praktiknya telah diketahui, maka sudah
terlambat untuk berkelit. Upaya ini bisa berlangsung dalam waktu relatif cepat, tetapi
terkadang harus membutuhkan kesabaran hingga berbulan-bulan (Kumaat, 2011:156).
Menurut Valery G. Kumaat ada beberapa cara mendeteksi kecurangan, yaitu:
1. Audit Berbasis Risiko (Risk-Based Audit) untuk Deteksi Kecurangan
Audit berbasis risiko dalam konteks mendeteksi tindak kecurangan adalah
rangkaian aktivitas pengawasan dan terencana, terpadu, dan berkesinambungan dalam
rangka memetakan, mengamati, memverifikasi, dan menganalisis semua titik-titik
kritis risiko yang berpotensi menimbulkan tindak kecurangan.
a. Pemetaan (Mapping) bertujuan untuk mengidentifikasi titik-titik kritis
risiko terjadinya tindak kecurangan;
b. Pengamatan (Observing) bertujuan untuk memperdalam semua titik risiko
berdasarkan situasi aktual lapangan. Hal itu termasuk mewawancarai
pihak-pihak terkait guna mengetahui berbagai kendala/masalah aktual
serta kebutuhan/ekpektasi para pelaksana di lapangan;
c. Verifikasi transaksi dan analisis data (Verifying and Analyzing) bertujuan
untuk mempertegas kesimpulan bahwa tindak kecurangan mungkin ada
atau rawan terjadi.
2. Pengembangan Jaringan Informan (Audit Intelligence) untuk Deteksi Kecurangan
Audit Intelligence adalah strategi atau upaya berkesinambungan membangun
sebuah jaringan informasi aktual bagi tim audit dalam rangka menunjang aktivitas
audit berbasis risiko (RiskBased Audit), khususnya untuk mengantisipasi risiko yang
berdampak negatif terhadap organisasi serta untuk melakukan cegah-tangkal atas
praktik tindak kecurangan. Dari definisi tersebut, Audit Intelligence mencakup
aktivitas-aktivitas sebagai berikut:
a. Komunikasi informal audit dengan pihak internal. Formalitas sangat
ampuh untuk menunjukan kewibawan auditor yang dapat menunjang
respect and trust semua pihak terhadap independensi korps ini. Namun,
suasana yang selalu formal dapat juga menciptakan jarak yang tidak
kondusif bagi keterbukaan informasi dari para auditee. Itulah sebabnya
7
perlu dibentuk internal audit yang lebih terbuka dan lentur agar bisa tampil
dalam suasana formal dan informal sesuai waktu dan tempat yang tepat.
b. Media audit untuk menerima masukan/pengaduan. Strategi Audit Centre
ini merupakan pelapis/pelengkap dari pengembangan informal. Pada era
telematika yang kian canggih sekarang ini, tidak sulit menyediakan
berbagai pilihan media. Tinggal bagaimana menangani semua media
pengaduan yang meliputi tiga aspek berikut ini:
1) Menginformasikan keberadaan semua media tersebut kepada berbagai
stakeholder (karyawan, klien, pemasok, hingga pelanggan) dengan
risiko para “pemain” juga mengetahuinya;
2) Mendorong keberanian pihak-pihak yang memiliki informasi untuk
memanfaatkan media ini dengan kompensasi berupa jaminan
kerahasiaan identitas para narasumber atau jaminan bebas dari tuduhan
ikut terlibat;
3) Menangani setiap informasi penting yang masuk secara tepat, memberi
tanggapan kepada narasumber (bila perlu memberi penghargaan
khusus), hingga meneruskan informasi kepada tim audit.
3. Indikasi Awal dan Audit Investigasi
Indikasi awal dapat diperoleh dari Delik Aduan (Whistle Blower) maupun dari
upaya tim audit melakukan pendeteksian (melalui Risk-Based Audit and Audit
Intelligence). Persyaratan minimal agar dapat dikategorikan sebagai indikasi awal
adalah adanya dua alat bukti yang sah yang terdiri dari:
a. Saksi yang memiliki akses ke bukti fisik atau mengetahui langsung praktik
kecurangan atau terlibat langsung dalam protes tindak kecurangan;
b. Bukti fisik seperti bon/kwitansi transaksi dana, tanda terima barang,
dokumen otentik perusahaan, data yang dikeluarkan dari sistem aplikasi
perusahaan, dan sebagainya.
Dengan indikasi awal tersebut auditor dapat melakukan Audit Investigasi
atau langsung ke Audit Forensik. Audit Investigasi (Investigative Audit)
adalah bentuk Audit Khusus berupa rangkaian penyelidikan yang bertujuan
dengan hati-hati sekaligus harus menjadi serangkaian proses yang cepat. Hal
itu karena investigasi cenderung akan menghadapi situasi yang tidak pasti
seperti berikut ini:
8
a. Investigasi menggunakan indikasi awal yang belum tentu mengarah
pada kecurangan yang berujung pada pemberian sanksi berat. Tidak
jarang indikasi awal diberikan oleh orang yang ternyata memiliki
motivasi untuk menjerumuskan orang lain;
b. Kerahasian investigasi mengalami “kebocoran”, di mana gerak-gerik
tim investigasi telah diketahui oleh orang yang tidak berkepentingan,
yang cepat atau lambat informasi itu akan sampai ke tangan para
pelaku yang sedang menjadi sasaran investigasi;
c. Investigasi menghadapi situasi di mana mereka yang dicurigai belum
tentu akan bersikap kooperatif. Bahkan mungkin auditor akan
menghadapi upaya penghilangan jejak/bukti hingga upaya menyerang
balik tim audit;
d. Indikasi perlu memperhatikan suasana lingkungan yang harus tetap
kondusif dan produktif, di mana mereka yang tidak terlibat bisa tetap
tenang bekerja (tidak bingung dengan kesimpangsiuran informasi),
bahkan diharapkan timbul keberanian untuk mendukung tim
investigasi.
9
September 1992 memperkenalkan suatu rerangka pengendalian yang lebih luas
daripada model pengendalian akuntansi yang tradisional dan mencakup menejemen
risiko, yaitu pengendalian intern terdiri atas 5 ( lima ) komponen yang saling terkait
yaitu :
a. Lingkungan pengendalian
b. Penaksiran risiko (risk assessment)
c. Standar Pengedalian (control activities)
d. Informasi dan komunikasi (information and communication)
e. Pemantauan (monitoring)
2. Mengefektifkan aktivitas pengendalian
a. Review Kinerja. Aktivitas pengendalian ini mencakup review atas kinerja
sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran, prakiraan, atau kinerja priode
sebelumnya, menghubungkan satu rangkaian data yang berbeda operasi atau
keuangan satu sama lain, bersama dengan analisis atas hubungan dan tindakan
penyelidikan dan perbaikan; dan review atas kinerja fungsional atau aktivitas
seseorang manajer kredit atas laporan cabang perusahaan tentang persetujuan dan
penagihan pinjaman;
b. Pengolahan informasi. Berbagai pengendalian dilaksanakan untuk mengecek
ketepatan, kelengkapan, dan otorisasi transaksi.
c. Pengengendalian fisik. Aktivitas pengendalian fisik mencakup keamanan fisik
aktiva, penjagaan yang memadai terhadap fasilitas yang terlindungi dari akses
terhadap aktiva dan catatan; otorisasi untuk akses ke program komputer dan data
files; dan perhitungan secara periodik dan pembandingan dengan jumlah yang
tercantum dalam catatan pengendali.
d. Pemisahan tugas. Pembebanan tanggungjawab ke orang yang berbeda untuk
memberikan otorisasi, pencatatan transaksi, menyelenggarakan penyimpanan
aktiva ditujukan untuk mengurangi kesempatan bagi seseorang dalam posisi baik
untuk berbuat kecurangan dan sekaligus menyembunyikan kekeliruan dan
ketidakberesan dalam menjalankan tugasnya dalam keadaan normal.
3. Meningkatkan kultur organisasi
Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan
mengimplementasikan prinsipprinsip Good Corporate Governance (GCG) yang saling
terkait satu sama lain agar dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan
bekerja secara efisien, menghasikan nilai ekonomi jangka panjang yang
10
berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara
keseluruhan. Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah (menurut Saifuddien Hasan, 2000):
a. Keadilan (Fairness). Melidungi kepentingan pemegang saham minoritas
dan steakholders lainnnya dari rekayasa transaksi yang bertentangan
dengan peraturan peraturan yang berlaku;
b. Transparansi. Keterbukaan (Disclosure) bagi steakholder yang terkait
untuk melihat dan memahami proses suatu pengambilan
keputusan/pengelolaan suatu perusahaan.
c. Akuntabilitas (Accountability). Menciptakan sistem pengawasan yang
efektif didasarkan atas distribusi dan keseimbangan kekuasaan antar
anggota direksi, komisaris, pemegang saham dan pengawas.
d. Tanggung jawab (Responsibility). Perusahaan memiliki tanggung jawab
untuk mematuhi hukum dan ketentuan/peraturan yang berlaku termasuk
tanggap terhadap lingkungan di mana perusahaan berada;
e. Moralitas. Manajemen dan seluruh individu dalam perusahaan wajib
menjunjung tinggi moralitas, di dalam prinsip ini terkandung unsur-unsur
kejujuran, kepekaan sosial dan tanggug jawab individu;
f. Kehandalan (Reliability). Pihak manajemen/pengelola perusahaan dituntut
untuk memiliki kompetensi dan profesionalisme dalam pengelolaan
perusahaan;
g. Komitmen. Pihak manajemen/pengelola perusahaan dituntut untuk
memiliki komitmen penuh untuk selalu meningkatkan nilai perusahaan,
dan bekerja untuk mengoptimalkan nilai pemegang sahamnnya (duty of
loyalty) serta menurunkan risiko perusahaan.
4. Mengefektifkan fungsi internal audit
Walaupun internal auditor tidak dapat menjamin bahwa kecurangan tidak akan
terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya dengan saksama
sehingga diharapkan mampu mendeteksi terjadinya kecurangan dan dapat
memberikan saran-saran yang bermafaat kepada manajemen untuk mencegah
terjadinya kecurangan.
11
mengungtungkan diri sendiri dan merugikan perusahaan. Manajemen sebagai orang yang
berada diposisi yang memiliki kekuatan dan kepercayaan, jika melakukan kecurangan,
seringkali kasusnya jarang dibicarakan bahkan ada kesan ditutupi untuk menghindari dampak
merugikan dari publisitas yang buruk.
Alasan-alasan dibalik kecurangan manajer biasanya bersumber dari tekanan-tekanan baik
internal maupun eksternal. Gejala-gejala kecurangan manajemen dapat berupa:
1. Laporan yang selalu terlambat
2. Manajer yang secara rutin mengerjakan tugas bawahannya
3. Manajer tidak patuh terhadap aturan dan prosedur
4. Pembayaran kepada kreditor tidak didukung dokumen asli melainkan dokumen
salinan
5. Adanya memo debit negatif. Pada satu pusat laba, memo kredit dihasilkan oleh
computer. Ketika petugas keuangan ingin menghapuskan sebuah memo kredit, ia
harus membuat sebuah memo debit negatif. Manajer yang berlaku curang dengan
patuh memberikan seluruh memo kredit kepada auditor eksternal, tetapi auditor
samasekali tidak mengetahui adanya memomemo debit tadi.
6. Komisi yang tidak sejalan dengan peningkatan penjualan.
Ketika kecurangan manajemen terjadi para pimpinan perusahaan termasuk dewan
komisaris dan komite audit hendaknya mengganggap kejadian tersebut sebagai sebuah
masalah bisnis dan bukannya sebuah masalah hukum. Masalah hukum timbul jika masalah
sudah jelas. Para karyawan penting sebaiknya tidak dipecat sebelum masalahnya dipecahkan.
Para pimpinan harus memikirkan dampak dari kecurangan manajemen pada bisnis apakah
bisnis menjadi terganggu.
12
yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral
berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar
Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar
Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada
dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur
produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1
dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan
dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya
pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang
tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan
Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah
mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain
itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa
Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di
PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam
laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar
Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 –
Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan
Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan
dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau
kelalaian. Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar
harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement)
untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa
sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian
dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa
transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
2.9 WorldCom
Perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Amerika Serikat, mengakui telah
Melakukan skandal akuntansi yang menyebabkan perdagangan sahamnya di bursa NASDAQ
13
terhenti. Beberapa minggu kemudian, WorldCom menyatakan diri bangkrut. Perusahaan telah
memberi gambaran yang salah tentang kinerja perusahaan dengan cara memalsukan milyaran
bisnis rutin sebagai belanja modal, sehingga labanya overstated sebesar $11 milyar pada awal
2002. Perusahaan juga meminjamkan uang lebih dari $400 juta kepada Chief Executive
Officer (CEO)- nya waktu, Bernard Ebbers, untuk menutupi kerugian perdagangan
pribadinya. Ironisnya meski di dakwa telah melakukan pemalsuan, konspirasi dan laporan
keuangan yang salah, mantan CEO WorldCom tersebut mengaku tidak bersalah. (Mehta,
2003; Klayman, 2004; Reuters, 2004).
14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kecurangan (fraud) merupakan penipuan disengaja dilakukan yang menimbulkan
kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan dan memberikan keuntungan bagi pelaku
kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan
penyelewengan/dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada. Faktor utama tindak
kecurangan kecurangan adalah manusia dengan berbagai alasan dari dalam dirinya untuk
melakukan tindakan tercela.
15
DAFTAR PUSTAKA
Kumaat, Valery G. 2011. Internal Audit. Jakarta: Erlangga.
Sawyer, Lawrence B., Mortimer A. Dittenhofer, and James H. Scheiner. 2005. Sawyer’s
Internal Auditing, Fifth Edition. Florida: The Institute of Internal Auditors.
16