Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

FRAUD, AKUNTANSI FORENSIK, DAN AUDIT


INVESTIGATIF

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Dessy Riliyanti (C2C021006)

Meily Trinesia (C2C021013)

Reka Aprianti (C2C021019)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

UNIVERSITAS BENGKULU

TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan semesta alam,

berkat rahmat dan karunia-Nyalah serta petunjuknya, makalah ini dengan judul

materi “Fraud, Akuntansi Forensik, Dan Audit Investigatif” dapat

terselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah

limpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya, para

sahabatnya, serta kita selaku umatnya hingga akhir zaman.

Tak lupa pula ucapan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah

memberikan dukungan baik moril maupun materil dalam penyusunan makalah ini.

Sehingga penyusunan materi ini bisa berjalan dengan lancar tanpa ada halangan

suatu apapun.

Mengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan selaku penyusun,

memohon maaf apabila dalam penyusunan materi ini terdapat banyak kekurangan

dan kesalahan.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan Pembelajaran............................................................................2

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Fraud.....................................................................................................3
2.1.1. Pengertian Fraud..........................................................................3
2.1.2. Jenis Jenis Fraud..........................................................................5
2.1.3. Tindakan Pencegahan Fraud........................................................8
2.2 Akuntansi Forensik...............................................................................9
2.2.1 Konsep Akuntansi Forensik........................................................9
2.3 Audit Investigatif..................................................................................14
2.3.1 Konsep Audit Investigatif............................................................14

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Kesimpulan ..........................................................................................21

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Seiring perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks, berkembang

pula praktik kejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud) ekonomi. Jenis fraud

yang terjadi pada berbagai negara bisa berbeda, karena dalam hal ini praktik fraud

antara lain dipengaruhi kondisi hukum di negara yang bersangkutan. Pada

negaranegara maju dengan kehidupan ekonomi yang stabil, praktik fraud

cenderung memiliki modus yang sedikit dilakukan. Adapun pada negara-negara

berkembang seperti Indonesia, praktik fraud cenderung memiliki modus banyak

untuk dilakukan.

Secara umum dapat didefinisikan bahwa fraud adalah suatu istilah yang

umum, dan mencakup segala macam cara yang dapat digunakan dengan kelihaian

tertentu, yang dipilih oleh seorang individu, untuk mendapatkan keuntungan dari

pihak lain dengan melakukan representasi yang salah. Tidak ada aturan yang baku

dan tetap yang bisa dikeluarkan sebagai proposisi umum dalam mendefinisikan

fraud, termasuk kejutan, tipu muslihat, ataupun cara-cara yang licik dan tidak

wajar yang digunakan untuk melakukan penipuan. Batasan satu-satunya untuk

mendefinisikan fraud adalah hal-hal yang membatasi ketidakjujuran manusia

(Zimbelman, 2014).

Peran akuntansi forensik dalam mengungkap kecurangan di Indonesia dari

waktu ke waktu semakin terus meningkat. Akuntansi forensik banyak diterapkan


2

ketika Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum

yang diperlukan untuk menangani kasus-kasus korupsi yang dilaporkan kepada

instansi tersebut. Akuntansi forensik juga digunakan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian untuk menggali

informasi selama proses pelaksanaan audit investigasi.

Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

mengemukakan bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang

spesifik untuk lembaga yang menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit

investigatif. Selain itu dalam melaksanakan pekerjaannya seorang akuntan

forensic harus memnuhi atribut dan kode etik serta standar pekerjaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana raud dan seperti apa jenis-jenis  fraud ?
2. Bagaimana Konsep akuntansi forensik ?
3. Bagaimana Konsep audit investigative ?
1.3 Tujuan Pembelajaran
1. Mendeskripsikan raud dan seperti apa jenis-jenis  fraud.
2. Menjelaskan bagaimana Konsep akuntansi forensik.
3. Menjelaskan bagaimana Konsep audit investigative.
3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Fraud

2.1.1 Pengertian Fraud

Kata “fraud” berasal dari sebuah kata dalam bahasa Latin, “fraus” yang

memiliki banyak makna, namun semuanya merujuk pada konsep “bahaya”,

“pelanggaran” dan “penipuan”. Kata benda “fraus” ini dapat diubah menjadi kata

sifat yaitu “fraudulentus”.( Silverstone; 2007:1)

Fraud mencakup segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang

diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain,

dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua cara

yang tak terduga, penuh siasat, licik, atau tersembunyi, dan setiap cara yang tidak

wajar yang menyebabkan orang lain tertipu atau menderita kerugian.

fraud sendiri dapat didefinisikan sebagai kecurangan, namun sebenarnya

memiliki arti yang lebih luas dari kecurangan (Tuanakotta, 2012). Tindakan-

tindakan yang dilakukan untuk mencurangi perusahaan, organisasi, atau

pemerintah, untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan menyalahgunakan

pekerjaan/jabatan atau mencuri aset/sumberdaya dalam organisasi itulah yang

disebut dengan fraud (Singleton, 2010)

Fraud meliputi ketidak jujuran yang disengaja, kesalahan penyajian,

manipulasi dan menampilkan fakta yang dapat merugikan orang lain dan

organisasi. Fraud juga meliputi pencurian, apropriasi, upaya untuk memperoleh


4

sesuatu secara ilegal, dan kesalahan dalam membuat laporan keuangan termasuk

aset dan kewajiban organisasi (Zimbelman, 2014).

Menurut Zimbelman dan Albercht (2014) terdapat tiga elemen yang

muncul secara bersamaan untuk mendorong terjadinya kecurangan, yaitu :

1. Tekanan (pleasure) pada karyawan dan manajer dorongan untuk dapat

melakukan kecurangan yang terjadi pada karyawan dan manejer

dorongan itu yang terjadi karena adanya tekanan keuangan, kebiasaan

buruk, tekanan lingkungan kerja ataupun dengan tekanan lainnya.

2. Peluang atau kesempatan (opportunity) kesempatan yang timbul dengan

adanya kelemahan pengendalian internal dalam mencegah atau

mendeteksi kecurangan ataaupun bisa terjadi jika lemahnya sanksi atau

ketidakmampuan dalam menilai kualitas kinerja.

3. Pembenaran (rationalization) pelaku kecurangan akan mencari

pembenaran dengan menganggap bahwa yang telah dilakukan itu sudah

bisa untuk dilakukan orang lain juga, pelakupun akan menganggap

diriya berjasa besar didalam organisasi.

Kecurangan terjadi ketika secara bersamaan ada dorongan, kesempatan

dan hal yang mendasari pikiran siperilaku kecurangan untuk melakukan

kecurangan. Kecurangan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja termasuk

didalam perusahaan distributor yang mempunyai banyak persediaan. Setiap orang

pasti memiliki tekanan atau masalah dalam hidupnya yang dijalaninya dan kadang

ada saja alasan bagi setiap orang dapat melakukan kecurangan, ketika ada
5

kelemahan dalam pengendalian internal persediaan dalam perusaahan, kualitas

sistem informasi yang kurang memadai dalam perusahaan dan komitmen

organisasi yang rendah pada setiap karyawan yang diketahui oleh orang, maka

orang tersebut memiliki kesempatan untuk dapat melakukan kecurangan. Jadi,

ketiga hal ini yaitu dorongan, alasan/rasionalisasi dan kesempatan memiliki

peranan yang penting bagi orang untuk dapat melakukan kecurangan.

2.1.2 Jenis Jenis Fraud

AFCE mendefinisikan jenis kecurangan Zimbelman at al (2014:12)

sebagai penggunaan suatu jabatan (occupational) oleh seseorang untuk

memperkaya diri sendiri melalui menyalahgunaan yang disengaja atau

penyalahgunaan penggunaan aset atau sumber daya organisasi. The Report to

the Nation on Occupational Fraud and Abuse oleh AFCE menyatakan bahwa

inti dari Occupational Fraud adalah bahwa semua aktivitas:

 Dilakukan secara sembunyi-sembunyi

 Melalaikan kewajiban pegawai terhadap organisasi

 Dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan financial

bagi pegawai, baik secara langsung maupun tidak langsung

 Memanfaatkan biaya penggunaan aset, pendapatan, atau cadangan

perusahaan.

AFCE mengklasifikasikan Occupational Fraud menjadi 3 (tiga)

Zimbelman et al, (2014) yaitu:

a. Kecurangan aset, berupa pencurian atau penyalahgunaan aset organisasi


6

b. Korupsi yaitu para pelaku kecurangan menggunakan pengaruhnya

secara tidak langsung dalam transaksi bisnis untuk memperoleh

manfaat bagi kepentingan pribadi atau orang lain, bertentangan

dengan kewajiban mereka terhadap pekerja lain atau hak-hak

kepada pihak lain

c. Laporan yang berisi kecurangan, biasanya berupa pemalsuan

laporan keuangan suatu organisasi.

Kelompok kecurangan berdasarkan pada korban dikemukakan

Zimbelman et al, (2014) yaitu:

 Kecurangan Oleh Pegawai (employee embezzlement).

Pegawai melakukan penipuan pada perusahaan tempat mereka

bekerja, misalnya dengan pengambilan aset perusahaan. Kecurangan

pegawai dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. (1).

Kecurangan secara langsung terjadi ketika pegawai mencuri kas

perusahaan, persediaan, peralatan, perlengkapan atau aset lainnya.

Kecurangan ini bisa juga terjadi ketika perusahaan membayar

kepada perusahaan fiktif seolah-olah melakukan transaksi tetapi

kenyataanya perusahaan tidak menerima barang atas transaksi

tersebut. (2). Kecurangan tidak langsung terjadi ketika pegawai

menerima suap atau kickback dari pemasok, pelanggan atau pihak

luar perusahaan untuk memungkinkan memberikan harga jual yang

lebih rendah, harga beli yang tinggi, barang-barang yang tidak

pernah sampai tujuan atau barang-barang dengan kualitas yang


7

rendah.

 Kecurangan Pemasok (vendor fraud).

Pelaku kecurangan adalah pemasok, tempat organisasi membeli

barang atau jasa. Kecurangan pemasok selalu berakibat pada harga-

harga barang yang dibeli terlalu mahal atau pengiriman barang-

barang dengan kualitas rendah atau tidak adanya pengiriman

terhadap barang/jasa walaupun pembayaran sudah dilakukan. Dua

bentuk kecurangan pemasok, yaitu: kecurangan yang dilakukan

pemasok yang beraksi seorang diri. Kecurangan yang dilakukan

melalui kolusi diantara perusahaan yang melakukan pembelian

dengan pemasok.

 Kecurangan Pelanggan (customer fraud).

Pelaku kecurangan adalah pelanggan dari organisasi yang

bersangkutan. Kecurangan pelanggan terjadi ketika pelanggan tidak

membayar barang yang mereka beli atau mereka mendapatkan

sesuatu tanpa pengorbanan.

 Kecurangan Manajemen (management fraud).

Pemegang saham atau pemegang surat utang yang menjadi

korbannya. Kecurangan manajemen sering disebut dengan

kecurangan laporan keuangan, kecurangan ini melibatkan

manipulasi yang bersifat menipu dalam laporan keuangan oleh

manajemen puncak.
8

 Penipuan Investasi dan Kecurangan Pelanggan Lainnya.

Sebagai korbannya adalah para individu yang tidak hati-hati.

Biasanya dengan melakukan investasi yang curang dan biasanya

tidak bernilai dijual pada investor yang tidak menaruh rasa curiga.

 Kecurangan-Kecurangan Lainnya.

Setiap kali ada pihak yang mencoba mengambil keuntungan dari

kepercayaan orang lain untuk menipu atau melakukan kecurangan

terhadap orang tersebut.

2.1.3 Tindakan Pencegahan Fraud

Tindakan pencegahan fraud yang absolut merupakan tindakan yang terpuji

namun susah sekali dicapai, karena menurut Golden dkk. (2006: 14), tidak

seorang pun yang dapat membuat penghalang yang benar-benar absolut untuk

tindakan fraud, namun banyak langkah-langkah pencegahan yang masuk akal

yang dapat dan harus diambil oleh organisasi atau perusahaan untuk mencegah

tindakan fraud dan pihak-pihak yang akan melakukannya. Dengan kata lain, fraud

tidak dapat sepenuhnya dicegah, namun dapat dan harus dikurangi atau dihalangi.

Fraud deterrence cycle atau siklus pencegahan fraud tersebut merupakan suatu

proses yang interaktif dan dapat terjadi dari waktu ke waktu. Menurut Golden

dkk. (2006: 14), siklus pencegahan fraud memilki empat elemen utama, yaitu

pembentukan tata kelola perusahaan, implementasi proses pengendalian pada

tingkat transaksi (transaction-level), pemeriksaan tata kelola perusahaan yang


9

retrospektif dan proses pengendalian melalui pemeriksaan audit, dan investigasi

dan remediasi dari hal yang dicurigai atau yang diduga bermasalah.

2.2 Akuntansi Forensik

2.2.1 Konsep Akuntansi Forensik

1. Pengertian Akuntansi Forensik

Mengintegrasikan teknik audit dan investigasi ke dalam bidang akuntansi

telah memunculkan keahlian yang dikenal sebagai “akuntansi forensik,” yang

berfokus pada pencegahan dan penentuan kecurangan akuntansi (Arboleda, Luna,

& Torres, 2018, p. 13).

Akuntansi forensik adalah tindakan menentukan, mencatat, menganalisis,

mengklasifikasikan, melaporkan, dan mengkonfirmasikan ke data keuangan

historis atau aktivitas akuntansi lainnya untuk penyelesaian sengketa hukum saat

ini atau di masa mendatang. Data historis ini juga digunakan untuk evaluasi data

keuangan dalam penyelesaian sengketa hukum di masa mendatang (Crumbley et

al., 2015).

Pengertian forensik dalam profesi akuntan berkaitan dengan keterkaitan

dan penerapan fakta keuangan dengan permasalahan hukum. Akuntansi forensik

berisi audit atas catatan akuntansi untuk mencari bukti penipuan (kecurangan dan

pemalsuan) (Singleton & Singleton, 2010, hal. 12). Akuntansi forensik adalah

area intuisi yang menggunakan teknik investigasi dan audit, mengintegrasikannya

dengan keterampilan akuntansi dan komersial, memberikan kesaksian di

pengadilan melalui saksi ahli, menyelesaikan masalah keuangan yang kompleks,

melaksanakan investigasi penipuan (Oberholzer, 2002, hal. 5). Akuntansi forensik


10

memperoleh pemeriksaan mendalam dalam bisnis dan membantu untuk

pemahaman yang lebih baik tentang sistem akuntansi yang dipegang oleh bisnis

(McKittrick, 2009, p. 3).pengetahuannya tentang akuntansi, studi hukum,

investigasi dan kriminologi untuk mengungkap fraud, menemukan bukti dan

selanjutnya bukti tersebut akan dibawa ke pengadilan jika dibutuhkan

(Ramaswamy, 2007).

Berdasarkan pengertian akuntansi forensik dari berbagai sumber di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin

ilmu akuntansi dalam penyelesaian masalah hukum baik di dalam dan di luar

pengadilan. Istilah akuntansi forensik dalam definisi tersebut dapat digunakan

dalam pengertian yang luas, termasuk audit dan auditing. Hal yang membedakan

akuntansi dan audit adalah akuntansi berkaitan dengan perhitungan sedangkan

audit berkaitan dengan adanya penelusuran untuk memastikan kepastian atau

kewajaran dari apa yang dilaporkan. Jadi, akuntansi forensik memayungi segala

macam kegiatan akuntansi untuk kepentingan hukum.

Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan paling sederhana

antara akuntansi dan hukum (misalnya dalam pembagian harta gono-gini). Dalam

kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan yaitu audit sehingga model

akuntansi forensiknya direpresentasikan dalam tiga bidang. (Tuanakotta, 2010:

19)

Pada sektor publik maupun swasta akuntansi forensik berurusan dengan

kerugian. Pada sektor publik negara mengalami kerugian negara dan kerugian

keuangan negara. Sementara itu pada sektor swasta kerugian juga terjadi akibat
11

adanya ingkar janji dalam suatu perikatan. Titik pertama dalam segitiga adalah

kerugian. Adapun perbuatan melawan hukum menjadi titik kedua. Tanpa adanya

perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk mengganti

kerugian. Titik ketiganya adalah hubungan kausalitas antara kerugian dan

perbuatan melawan hukum. Hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan

melawan hukum merupakan ranahnya para ahli dan praktisi hukum dalam

menghitung besarnya kerugian dan mengumpulkan barang bukti. Jadi, Segitiga

Akuntansi Forensik juga merupakan model yang mengaitkan disiplin hukum,

akuntansi dan auditing.

2. Ruang Lingkup Akuntansi Forensik

Tuanakotta (2010: 84-94) dalam Akuntansi Forensik dan Audit

Investigatif mengemukakan bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup

yang spesifik untuk lembaga yang menerapkannya atau untuk tujuan melakukan

audit investigatif.

a. Praktik di Sektor Swasta

Bologna dan Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik dalam

Tuanakotta (2010: 84) menekankan beberapa istilah dalam

perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud auditing, forensik accounting

investigative support, dan valuation analysis. Litigation support

merupakan istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk

kegiatan ligitasi. Akuntansi forensik dimulai sesudah ditemukan

indikasi awal adanya fraud. Audit investigasi merupakan bagian awal

dari akuntasi forensik. Adapun valuation analysis berhubungan dengan


12

akuntansi atau unsur perhitungan. Misalnya dalam menghitung

kerugian negara karena tindakan korupsi.

b. Praktik di Sektor Pemerintahan

Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol

daripada akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum

akuntansi forensik pada kedua sektor tidak berbeda, hanya terdapat

perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntansi forensik

terbagi-bagi pada berbagai lembaga seperti lembaga pemeriksaan

keuangan negara, lembaga pengawasan internal pemerintahan,

lembaga pengadilan, dan berbagai lembaga LSM (Lembaga Swadaya

Masyarakat) yang berfungsi sebagai pressure group.

3. Atribut Akuntan Forensik

Howard R. Davia dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

(Tuanakotta, 2010: 99-104) memberi lima nasihat kepada seorang auditor

pemula dalam melakukan investigasi terhadap fraud, yaitu sebagai berikut:

a. Hal pertama yang harus dilakukan oleh auditor adalah melakukan

identifikasi mengenai siapa yang mempunyai potensi menjadi pelaku

tindak fraud bukan hanya melakukan pengumpulan fakta dan data

yang berlebihan, sementara fakta dan data yang ditemukan tidak

menjawab pertanyaan siapa pelakunya.

b. Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan

kecurangan. Dalam sidang di pengadilan seringkali kasus kandas di

tengah jalan dikarenakan penyidik dan saksi ahli (akuntan forensik)


13

gagal membuktikan niat melakukan kejahatan atau pelanggaran.

Tujuan proses pengadilan adalah untuk menilai orang, bukan

mendengarkan cerita kejahatan yang dibumbui dengan cerita

bagaimana auditor berhasil mengungkapkannya.

c. “Be creative, think like preparatory, do not be predictable”. Seorang

fraud auditor harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud jangan dapat

ditebak. Seorang fraud auditor harus dapat mengantisipasi langkah-

langkah berikut pelaku fraud atau koruptor ketika mengetahui

perbuatan mereka terungkap.

d. Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan

persekongkolan (collusion conspiracy). Ada dua macam

persekongkolan:

a) Ordinary conspiracy. Persekongkolan yang sifatnya sukarela, dan

pesertanya memang mempunyai niat jahat.

b) Pseudo conspiracy. Misalnya, seorang tidak menyadari bahwa

keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya (contoh:

memberikan password computer).

e. Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk

menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif), auditor harus tahu

dimana kecurangan itu dilakukan, di dalam atau di luar pembukuan.

4. Kualitas Akuntan Forensik

Robert J. Lindquist mengemukakan kualitas dari akuntan forensik, yaitu

sebagai berikut:
14

a. Kreatif, kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain

mengganggap situasi bisnis yang normal dan kemudian

mempertimbangkan interpretasi lain.

b. Rasa ingin tahu, keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya

terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi.

c. Tak menyerah, kesempatan untuk terus maju pantang mundur

walaupun fakta (seolah-olah) tidak mendukung.

d. Akal sehat, kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia

nyata.

e. Business sense, kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis

sesungguhnya berjalan, dan bukan hanya sekedar memahami

bagaimana transasksi dicatat.

f. Percaya diri, kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan.

2.3 Audit Investigatif

2.3.1 Konsep Audit Investigatif

1. Audit Investigatif

Audit yang digunakan dalam mengungkap tindak pidana korupsi tersebut

berbeda dengan audit biasa yang digunakan para auditor keuangan biasa. Audit

yang digunakan tersebut adalah audit yang bersifat investigatif dimana audit

tersebut menggabungkan antara kemampuan ilmu audit yang terdapat dalam

ilmu ekonomi dengan peraturan perundang-undangan, sehingga dapat bertahan

selama proses pengadilan atau proses peninjauan yudisial maupun administratif.

Audit tersebut dikenal dengan audit investigasi atau audit investigatif.


15

Di Indonesia Audit Investigasi mulai digunakan sejak terungkapnya kasus

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada tahun 2001 yang melibatkan

Samandikun Hartono dan Kaharudin Ongko (Purjono, 2: 2011). Kasus tersebut

terungkap berkat kerjasama yang dibentuk oleh pihak kejaksaan selaku penyidik

dan auditor investigatif dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:78) “Audit investigatif merupakan

sebuah kegiatan sistematis dan terukur untuk mengungkap kecurangan sejak

diketahui atau diindikasinya sebuah peristiwa/kejadian/transaksi yang dapat

memberikan cukup keyakinan serta dapat digunakan sebagai bukti yang

memenuhi pemastian suatu kebenaran dalam menjelasan kejadian yang telah

diasumsikan sebelumnya dalam rangka mencapai keadilan (search of the truth).”

Menurut Fitrawansyah (2014:21) audit investigasi adalah ”Bagian dari

managemen kontrol yang dilaksanakan dalam kegiatan internal audit disamping

audit lainnya seperti audit keuangan dan audit kepatuhan atau compliance

audit.”Menurut Tuanakotta pengertian investigasi yaitu sebagai berikut,

Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya pembuktian.

Umumnya pembuktian ini berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum (acara)

yang berlaku, diambil dari hukum pembuktian berdasarkan Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) (Theodorus Tuanakotta, 2012: 322).

2. Jenis Audit Investigatif

Menurut Fitrawansyah terdapat dua macam audit investigatif diantaranya

yaitu : (Fitrawansyah, 2014: 22)

a. Audit Investigasi Proaktif


16

Audit investigasi proaktif adalah audit yang dilakukan pada entitas

yang mempunyai risiko-risiko penyimpangan, tetapi entitas tersebut

dalam proses awal auditnya belum tidak didahului oleh informasi tentang

adanya indikasi penyimpangan yang dapat berpotensi menimbulkan

kerugian keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara.

b. Audit Investigasi Reaktif

Audit investigasi reaktif mengandung langkah-langkah pencarian

dan pengumpulan bukti-bukti yang diperlukan untuk mendukung

dugaan/sangkaan awal tentang indikasi adanya penyimpangan yang

dapat/berpotensi menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan negara

dan/atau perekonomian negara. Istilah reaktif itu sendiri didasarkan pada

fakta bahwa auditor melakukan reaksi untuk memvalidasi bukti- bukti

indikasi penyimpangan tersebut.

3. Tujuan Audit Investigatif

Audit investigatif berdasarkan permintaan penyidik adalah membantu

penyidik untuk membuat terang perkara pidana yang sedang dihadapi penyidik.

Auditor bertugas mengumpulkan bukti-bukti surat yang mendukung dakwaan

jaksa. Tujuan audit investigatif berdasarkan pengaduan masyarakat adalah untuk

melakukan audit lebih lanjut untuk mencari kebenaran dari pengaduan tersebut.

Tujuan audit berdasarkan hasil temuan sebelumnya adalah untuk mengadakan

audit lebih lanjut untuk membuktikan apakah kecurigaan kecurangan tersebut

terbukti atau tidak (Soejono Karni, 2000: 4).

4. Pembuktian dalam Audit Investigatif


17

Tugas auditor investigatif adalah membuat terang perkara pidana yang

dihadapi penyidik dengan cara mengumpulkan bukti. Bukti pada audit

investigatif sama dengan bukti yang ditetapkan dalam standar auditing, bukti

tersebut harus kompeten.

Audit investigatif dilaksanakan untuk membantu penyidik sehingga alat

buktinya harus sesuai dengan alat bukti yang sah menurut Kitab Hukum Acara

Pidana (KUHAP). Alat bukti yang sah diatur dalam Pasal 184 KUHAP yaitu:

a. Alat bukti yang sah, yaitu:

1) Keterangan saksi;

2) Keterangan ahli;

3) Surat

4) Petunjuk

5) Keterangan terdakwa

b. Hal yang secara umum sudah diketahui dan tidak perlu dibuktikan

Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana

yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa yang ia

dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan

menyebutkan alasan pengetahuannya itu.

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang

yang memiliki keahian khusus tentang hal yang diperlukan untuk

membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan

pemeriksaan. Keterangan ahli apa yang seorang ahli nyatakan di

sidang pengadilan.
18

Bukti audit adalah berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang

dibuat pejabat umum yang berwenang, keterangan ahli dan surat lain

yang berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian

yang lain.

Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena

penyesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain maupun

tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa teah terjadi suatu tindak

pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk hanya dapat diperoleh dari

keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa.

Tugas auditor sebagai tenaga ahli sebagaimana dimaksud pasal

120 ayat (1) KUHAP adalah:

a. Mengumpulkan bukti-bukti surat untuk:

1) Dasar Berita Acara Pemeriksaan (BAP) auditor sebagai saksi

ahli dan pembuatan keterangan ahli.

2) Membantu penyidik dengan mengumpulkan bukti-bukti agar

dapat membuat BAP secara benar sesuai (pokok perkara atau

dakwaan jaksa) terhadap tersangka dan saksi-saksi ahli).

b. Sebagai saksi ahli di persidangan

Dalam persidangan hakim tidak boleh menjatuhkan pidana

kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya ada dua

alat bukti yang sah ialah memperoleh keyakinan bahwa tindak

pidana benar-benar terjadi bahwa terdakwa benar-benar

melakukannya.
19

5. Aksioma Audit Investigatif

Menurut Karyono (2013:135) ada beberapa aksioma yang menarik

terkait dengan audit investigatif yaitu:

a. Kecurangan pada hakekatnya tersembunyi, tidak ada keyakinan

absolut yang dapat diberikan bahwa kecurangan pada umumnya selalu

menyembunyikan jejaknya;

b. Untuk mendapatkan bukti bahwa kecurangan tidak terjadi auditor juga

harus berupaya membuktikan kecurangan yang telah terjadi;

c. Dalam melakukan pembuktian, auditor harus mempertimbangkan

kemungkinan adanya penyangkalan dari pihak pelaku dan pihak lain

yang terkait;

d. Dengan asumsi bahwa kasus tersebut akan dilimpahkan ke tingkat

litigasi, maka dalam melakukan pembuktian seorang auditor harus

mempertimbangkan kemungkinan yang terjadi di pengadilan.

6. Prinsip-Prinsip Audit Investigatif

Menurut Karyono prinsip-prinsip audit investigatif sebagai berikut

(2013:134)

a. Mencari kebenaran berdasarkan peraturan perundang-undangan;

b. Pemanfaatan sumber bukti pendukung fakta yang dipermasalahkan;

c. Selang waktu kejadian dengan respons; semakin cepat merespons;

d. Semakin besar kemungkinan untuk dapat mengungkap tindak fraud

besar;

e. Dikumpulkan fakta terjadinya sedemikian rupa sehingga bukti-bukti


20

yang diperoleh dapat mengungkap terjadinya fraud dan menunjukkan

pelakunya;

f. Tenaga ahli hanya sebagai bantuan bagi pelaksanaan audit investigasi,

bukan merupakan pengganti audit investigasi;

g. Bukti fisik merupakan bukti nyata dan akan selalu mengungkap hal

yang sama;

h. Keterangan saksi perlu dikonfirmasikan karena hasil wawancara

dengan saksi dipengaruhi oleh faktor kelemahan manusia;

i. Pengamatan, informasi dan wawancara merupakan bagian penting

dari audit investigasi;

j. Pelaku penyimpangan adalah manusia, jika diperlukan dengan bijak

sebagaimana layaknya ia akan merespons sebagaimana manusia.

BAB III
21

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara umum dapat didefinisikan bahwa fraud adalah suatu istilah yang

umum, dan mencakup segala macam cara yang dapat digunakan dengan kelihaian

tertentu, yang dipilih oleh seorang individu, untuk mendapatkan keuntungan dari

pihak lain dengan melakukan representasi yang salah.

Jenis-jenis fraud

 Dilakukan secara sembunyi-sembunyi

 Melalaikan kewajiban pegawai terhadap organisasi

 Dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan financial

bagi pegawai, baik secara langsung maupun tidak langsung

 Memanfaatkan biaya penggunaan aset, pendapatan, atau cadangan

perusahaan.

Akuntansi forensik adalah tindakan menentukan, mencatat, menganalisis,

mengklasifikasikan, melaporkan, dan mengkonfirmasikan ke data keuangan

historis atau aktivitas akuntansi lainnya untuk penyelesaian sengketa hukum saat

ini atau di masa mendatang. Data historis ini juga digunakan untuk evaluasi data

keuangan dalam penyelesaian sengketa hukum di masa mendatang

audit investigatif adalah Audit investigatif merupakan sebuah kegiatan

sistematis dan terukur untuk mengungkap kecurangan sejak diketahui atau

diindikasinya sebuah peristiwa/kejadian/transaksi yang dapat memberikan cukup


22

keyakinan serta dapat digunakan sebagai bukti yang memenuhi pemastian suatu

kebenaran dalam menjelasan kejadian yang telah diasumsikan sebelumnya dalam

rangka mencapai keadilan


DAFTAR PUSTAKA

Golden, W. Thomas., Stevan L. Skalak., and Mona M. Clayton. 2006. A guide to


Forensic Accounting Investigation, John Wiley & Sons Inc. (GOLD)

Singleton, W.Tommie and Aaron J. Singleton. 2010. Fraud Auditing and forensic


Accounting, 4 th Edition. John Wiley & Sons Inc. (SING)    

Zimbelman, F. Mark.,  Conan C. Albrecht., W. Steve Albrecht, and Chad O.


Albrecht. 2014. Forensic Accounting, 4 th Edition. Cangage Learning Asia
Pte. Ltd. (ZIMB)

Anda mungkin juga menyukai