OLEH KELOMPOK 2 :
1. Y U L I Y A N T I 90400120082
2. M A R D I A N T I 90400120070
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur khadirat Allah yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Fraud & Korupsi" dengan
tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akuntansi Forensik.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan agar dapat menjadi lebih baik
kedepannya.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................2
C. TUJUAN........................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
A. DEFINISI FRAUD.....................................................................................................3
B. JENIS-JENIS FRAUD...............................................................................................5
C. DEFINISI KORUPSI...............................................................................................13
D. LANGKAH MENCEGAH FRAUD........................................................................19
E. LANGKAH MENDETEKSI FRAUD.....................................................................20
BAB III.................................................................................................................................22
PENUTUP.............................................................................................................................22
A. KESIMPULAN.........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraud atau kecurangan merupakan hal yang sekarang banyak dibicarakan di
indonesia. Pengertian fraud itu sendiri merupakan penipuan yang sengaja dilakukan,
yang menimbulkan kerugian pihak lain dan memberikan keuntungan bagi pelaku
kecurangan dan atau kelompoknya.
Adapun salah satu bentuk fraud adalah korupsi. Tindak perilaku korupsi ramai
di perbincangkan, baik di media massa maupun media cetak. Tindakan korupsi ini
mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya
oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat namun malah
merugikan negara.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari fraud ?
2. Apa saja jenis-jenis fraud ?
3. Apa definisi dari korupsi ?
4. Bagaimana langkah dalam mencegah fraud ?
5. Bagaimana langkah dalam mendeteksi fraud ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi fraud
2. Untuk mengetahui jenis-jenis fraud
3. Untuk mengetahui definisi korupsi
4. Untuk mengetahui langkah-langkah mencegah fraud
5. Untuk mengetahui langkah-langkah mendeteksi fraud
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI FRAUD
a) Fraud dalam Perundangan Kita
3
kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun
menghapuskan piutang”);
3. Pasal 372 tentang Penggelapan (definisi KUHP: dengan sengaja dan melawan
hukum dimiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan”);
4. Pasal 378 tentang Perbuatan Curang (definisi KUHP: “dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan
memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang
sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan
piutang”);
5. Pasal 396 tentang Merugikan Pemberi Piutang dalam Keadaan Pailit;
6. Pasal 406 tentang Menghancurkan atau Merusakkan Barang (definisi KUHP:”
dengan sengaja atau melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin
tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian milik orang lain”).
4
B. JENIS-JENIS FRAUD
a) Fraud Tree (Pohon Fraud)
1. Corruption
Istilah corruption disini serupa tetapi tidak sama dengan istilah korupsi
dalam ketentuan perundangan kita. Korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999
meliputi 30 tindak pidana korupsi dan 4 bentuk dalam ranting-ranting:
conflicts of interest, bribery, illegal gratuities, economics extortion.
5
5) Hubungan antara penjual dan pembeli lebih dari hubungan bisnis. Pejabat
atau penguasa bisa menggunakan sanak saudaranya (nepotisme) sebagai
“orang depan” atau ada persekongkolan (kolusi) yang melibatkan
penyuapan.
2. Asset Misappropriation
Asset misappropriation atau “pengambilan” aset secara ilegal dalam
bahasa sehari-hari disebut mencuri. Di dalam istilah hukum, “mengambil”
aset secara ilegal (tidak sah, atau melawan hukum) yang dilakukan oleh
seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau mengawasi aset
tersebut, disebut menggelapkan. Istilah pencurian, dalam fraud tree disebut
larceny. Istilah penggelapan dalam bahasa Inggris nya adalah embezzlement.
Klasifikasi penjarahan kas dalam tiga bentuk disesuaikan dengan arus
uang masuk.
1) Skimming
Cara ini terlihat dalam fraud yang sangat dikenal para auditor,
yakni lapping. Kalau uang sudah masuk kedalam perusahaan dan
kemudian baru dijarah, maka fraud ini disebut larceny atau pencurian.
Sekali arus uang sudah terekam dalam sistem, maka penjarahan ini disebut
fraudulent disbursements yang lebih dikenal dengan istilah penggelapan.
2) Larceny (pencurian)
Ini merupakan bentuk penjarahan yang paling kuno dan dikenal
sejak awal peradaban manusia. Peluang untuk terjadinya penjarahan jenis
ini berkaitan erat dengan lemahnya sistem pengendalian intern, khususnya
yang berkenaan dengan perlindungan keselamatan aset (safeguarding of
assets).
3) Fraudulent disbursements (pencurian melalui pengeluaran yang tidak sah)
Ini satu langkah lebih jauh dari pencurian. Sebelum tahap
pencurian,
ada tahap perantara. Tahap perantara ini menggunakan lima kolom (sub
ranting) sebagai berikut:
6
(1) Billing schemes, adalah skema permainan (schemes) dengan
menggunakan proses billing atau pembebanan tagihan sebagai
sarananya.
(2) Payroll schemes, adalah skema permainan melalui pembayaran gaji.
Bentuk permainannya antara lain dengan pegawai atau karyawan fiktif
(ghost employee) atau dalam pemalsuan jumlah gaji, dimana jumlah
gaji yang di laporkan lebih besar dari gaji yang di bayarkan.
(3) Expense reinbursement schemes, adalah skema permainan melalui
pembayaran kembali biaya-biaya misalnya biaya perjalanan.
(4) Check tampering, adalah skema permainan melalui pemalsuan cek.
(5) Register disbursements, adalah pengeluaran yang sudah masuk dalam
cash register. Skema permainannya ada dua, yaitu false refunds
(pengembalian uang yang di buat-buat) dan false voids (pembatalan
palsu).
3. Fraudulent Statement
Cabang dan ranting yang menggambarkan fraud yang diberi label
“Fraudulent Statements” dapat dilihat di sisi kanan dari fraud tree. Jenis
fraud ini sangat dikenal oleh auditor yang melakukan general audit (opinion
audit). Fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuanga, sangat
menjadi perhatian auditor, masyarakat atau para LSM/NGO, namun tidak
menjadi perhatian akuntan forensik.
Ranting pertama menggambarkan fraud dalam menyusun laporan
keuangan. Fraud ini berupa salah saji (misstatements baik overstatements
maupun understatements). Cabang dari ranting ini ada dua. Pertama,
menyajikan aset atau pendapatan lebih tinggi dari yang sebenarnya
(aset/revenue understatements). Kedua, menyajikan aset atau pendapatan
lebih rendah dari yang sebenarnya (aset/revenue understatements).
Ranting kedua menggambarkan fraud dalam menyusun laporan non-
keuangan. Fraud ini berupa penyampaian laporan non-keuangan secara
7
menyesatkan, lebih bagus dari keadaan yang sebenarnya, dan sering kali
merupakan pemalsuan atau pemutarbalikan keadaan. Bisa tercantum dalam
dokumen yang dipakai untuk keperluan intern maupun eksteren.
Contoh, perusahaan minyak besar didunia yang mencantumkan
cadangan minyak nya lebih besar secara signifikan dari keadaan yang
sebenarnya apabila diukur dengan standar industrinya.
b) Fraud Triangle
Bermula dari penelitian Donald R. Cressey yang tertarik pada
embezzlers yang disebutnya “trust violators” atau pelanggaran kepercayaan,
yakni mereka yang melanggar kepercayaan atau amanah yang dititipkan
kepada mereka. Penelitian nya diterbitkan dengan judul Other People’s
Money : Study in the Social Psychology of Embezzlement.
Dalam perkembangan selanjutnya, hipotesis dari penelitian tersebut
dikenal sebagai fraud triangle atau segitiga fraud. Sudut pertama dari segitiga
itu diberi judul pressure yang merupakan perceived non-shareable financial
need. Sudut keduanya, perceived opportunity. Sudut ketiga,
rationalization.
Perceived opportunity
Fraud Triangle
Pressure Rationalization
8
1. Pressure
Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari
suatu tekanan (pressure) yang menghimpitnya. Orang ini mempunyai
kebutuhan keuangan yang mendesak, yang tidak dapat diceritakan nya
kepada orang lain. Konsep yang penting di sini adalah, tekanan yang
menghimpit hidupnya (berupa kebutuhan akan uang), padahal ia tidak
bisa berbagi (sharing) dengan orang lain. Konsep ini di dalam bahasa
inggris disebut perceived non-shareable financial need.
Cressey menjelaskan, “ketika para pelanggar kepercayaan ini
ditanya: mengapa di waktu yang lalu anda tidak melanggar
kepercayaan yang diberikan terkait dengan kedudukan-kedudukan
anda terdahulu, atau mengapa anda tidak melangar kepercayaan (trust)
lainnya yang terkait dengan kedudukan anda sekarang? Umumnya
jawaban mereka adalah salah satu diantara: (a) ketika itu belum ada
kebutuhan (yang mendesak) seperti sekarang, atau (b) belum pernah
terpikir untuk melakukan hal itu sebelumnya, atau (c) diwaktu yang
lalu saya mengganggap perbuatan itu tidak jujur, tapi kali ini tidak
demikian halnya.”
Bagi pelaku atau (embezzler), ia tidak biasa berbagi masalah
(keuangannya) dengan orang lain, padahal sebenarnya “berbagi
masalah dengan orang lain” dapat membantunya mencari pemecahan.
Apa yang bisa diceritakan kepada orang lain tentunya tergantung pada
orang tersebut. Ada orang yang kehilangan uang dalam jumlah besar
di meja judi dan ia menyadari sebagai suatu masalah, tetapi bukan
masalah yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lain. Orang lain
dengan pengalaman yang sama menganggap masalah itu harus
dirahasiakan dengan bersifat pribadi. Juga masalah yang dihadapi
suatu bank, bagi bankir tertentu merupakan masalah yang
didiskusikannya dengan orang
9
lain, sedangkan bagi bankir lain masalah itu harus ditutup rapat-rapat,
atau mencari masalah yang non shareable baginya.
Masalah tadi digambarkan sebagai masalah keuangan karena
masalah ini “dapat dipecahkan” dengan mencuri uang atau asset
lainnya. Seorang penjudi yang kalah habis-habisan, (merasa) harus
menutup kekalahannya dengan mencuri. Namun, Cressey mencatat
bahwa ada masalah non keuangan tertentu yang dapat diselesaikan
dengan mencuri uang atau asset lainnya, jadi dengan melanggar
kepercayaan yang terkait dengan kedudukannya. Contoh: kasir yang
mencuri uang perusahaan sebagai balas dendam atas perlakuan tidak
adil yang dirasakannya.
Dari penelitiannya, Cressey menemukan bahwa non-shareable
problem timbul dari situasi yang dapat dibagi dalam enam kelompok,
yaitu:
1) violation of ascribed obligation
Suatu kedudukan atau jabatan dengan tanggung jawab
keuangan, membawa konsekuensi tertentu bagi yang bersangkutan dan
juga menjadi harapan atasan atau majikannya. Di samping harus jujur,
ia dianggap perlu memiliki perilaku tertentu.
2) problems resulting from personal failure
Kegagalan pribadi juga merupakan situasi yang dipersepsikan
oleh orang yang mempunyai kedudukan serta dipercaya dalam bidang
keuangan, sebagai kesalahan nya menggunakan akal sehatnya, dan
karena itu menjadi tanggungjawab pribadinya.
3) business reversals
Cressey menyimpulkan bahwa kegagalan bisnis merupakan
kelompok situasi yang juga mengarah kepada non-shareable problem.
Masalah ini berbeda dari kegagalan pribadi yang dijelaskan diatas,
karena pelakunya merasa bahwa kegagalan itu berasal dari luar dirinya
10
atau luar kendalinya. Dalam persepsinya, kegagalan itu karena inflasi
yang tinggi, atau krisis moneter, tingkat bunga yang tinggi, dan lain-
lain.
4) physical isolation
Situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan dalam
kesendirian. Dalam situasi ini, orang itu bukan tidak mau berbagi
keluhan dengan orang lain. Ia tidak mempunyai orang lain tempat ia
berkeluh dan mengungkapkan masalahnya.
5) status gaining
Situasi ini tidak lain dari kebiasaan buruk untuk tidak mau
kalah dengan “tetangga”. Orang lain punya harta tertentu, ia juga harus
seperti itu atau lebih dari itu. Orang lain punya jabatan tertentu, ia juga
harus punya jabatan seperti itu atau bahkan lebih baik. Dalam situasi
yang dibahas di atas, pelaku berusaha mempertahankan status. Di sini,
pelaku bersedia meningkatkan statusnya.
6) employer-employee relation
Situasi ini mencerminkan kekesalan atau kebencian seorang
pegawai yang menduduki jabatan yang dipegangnya sekarang, tetapi
pada saat yang sama ia merasa tidak ada pilihan baginya, yakni ia tetap
harus menjalankan apa yang dikerjakannya sekarang.
2. Perceived opportunity
11
Kedua, technical skills atau keahlian/keterampilan yang
dibutuhkan untuk melaksanakan kejahatan tersebut. Ini biasanya
keahlian atau keterampilan yang dipunyai orang itu dan yang
menyebabkan ia mendapat kedudukan tersebut. General information
dan technical skills yang dibahas Cressey bukan semata-mata dipunyai
oleh orang yang punya kedudukan, pegawai biasa juga
mempunyainya.
3. Rationalization
Rationalization (rasionalisasi) dapat dikatakan sebagai usaha
untuk mencari pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan
sesudahnya. Biasanya secara naluri alamiah ketika kejahatan telah
dilakukan, rationalization ini ditinggalkan. karena tidak diperlukan
lagi. Pertama kali manusia akan berbuat kejahatan atau pelanggaran,
ada perasaan tidak enak.
Contohnya : ketika kita mengulanginya perbuatan itu menjadi
mudah, dan selanjutnya menjadi biasa. Ketika akan mencuri uang
perusahaan untuk pertama kalinya, pembenarannya adalah: "nanti
kubayar, nanti kuganti". Setelah si pelaku sukses, mencuri secara
berulang kali, ia tidak memerlukan rationalization semacam itu.
12
C. DEFINISI KORUPSI
a) Pendekatan Sosiologi
Dalam pendekatan sosiologi, definisi korupsi yang lazim dipergunakan
adalah “penyalahgunaan wewenang pejabat untuk keuntungan pribadi” (the
abuse of public power for private gain).
Korupsi merupakan masalah yang berkenaan dengan sistem
perekonomian dan kelembagaan. Sistem perekonomian dan kelembagaan
tertentu mendorong bahkan memberikan ganjaran (reward) untuk perbuatan
korupsi.
Lingkungan perekonomian dan kelembagaan menentukan lingkup
korupsi dan insentif untuk melakukan korupsi. Sistem perekonomian dan
kelembagaan yang meningkatkan manfaat atau “keuntungan” korupsi
cenderung memiliki empat ciri, yaitu :
1. Individu pejabat mempunyai kekuasaan mutlak (substantial monopoly
power) atas pengambilan keputusan.
2. Pejabat yang bersangkutan mempunyai kelonggaran wewenang (discretion)
yang besar.
3. Mereka tidak perlu mempertanggungjawabkan (tidak accountable
terhadap tindakan mereka)
4. Mereka beroperasi dalam lingkungan yang rendah tingkat keterbukaannya.
C = MP + D – A – Tdm
Di mana:
C = corruption (korupsi)
MP = monopoly power (kekuasaan mutlak)
D = discretion (kelonggaran wewenang)
13
A = accountability (akuntabilitas)
Tdm = transparency of decision-making (keterbukaan pengambilan
keputusan)
b) Delapan Pertanyaan Tentang Korupsi
Bagian ini disarikan dari tulisan Jakob Svensson, seorang senior
economist pada Development Research Group, Word Bank. Sevensson
mengajukan dan membahas delapan pertanyaan mengenai korupsi sebagai
berikut:
1. What is Corruption? ( Apa sesungguhnya korupsi itu?)
2. Which countries are the most corrupt? (Negara – negara mana yang
paling korup?)
3. What are the common characteristics of countries with high
corruption? (Apa ciri-ciri umum negara yang mempunyai tingkat
korupsi yang tinggi?)
4. What is the magnitude of corruption? (Berapa besarnya korupsi?)
5. Do higher wages of bureaucrats reduce corruption? (Apakah gaji
lebih tinggi untuk para birokrat akan menekan korupsi?)
6. Can competition reduce corruption? ( Apakah persaingan dapat
menekan korupsi?)
7. Why have there been so few (recent) succesful attempts to fight
corruption? (mengapa (akhir-akhir ini) begitu sedikit upaya yang
berhasil memerangi korupsi?)
8. Does corruption adversely affect growth? (Apakah korupsi berdampak
negatif terhadap pertumbuhan?)
1) What is corruption?
Korupsi umumnya didefinisikan sebagai penyalahgunaan
jabatan di sektor pemerintahan (misuse of public office) untuk
keuntungan pribadi. Korupsi yang didefinisikan seperti itu meliputi,
14
misalnya, penjualan kekayaan negara secara tidak sah oleh pejabat,
kickbacks dalam pengadaan di sektor pemerintahan, penyuapan, dan
“pencurian” (embezzlement) dana-dana pemerintah.
Korupsi adalah outcome, cerminan dari lembaga-lembaga
hukum, ekonomi, budaya dan politik suatu negara. Korupsi dapat
berupa tanggapan atas peraturan yang berguna atau peraturan yang
merugikan. Peraturan lalu lintas, misalnya, adalah peraturan yang
berguna untuk mengatur ketertiban di jalan. Pelanggaran aturan ini
menyogok polisi lalu lintas untuk menghindari sanksi.
2) Which countries are the most corrupt?
Bagaimana kita mengukur korupsi sedemikian rupa sehingga
kita memperoleh gambaran antar-negara. Kajian mengenai pengukuran
korupsi antar-negara oleh Knack dan Keefer (1995) dan Mauro (1995)
didasarkan atas indikator korupsi yang dihimpun oleh perusahaan-
perusahaan yang berkecimpung dalam usaha mengukur risiko (private
risk-assesment firms). Di antaranya International Country Risk Guide
(ICRG) adalah yang paling populer, karena ia meliputi lebih banyak
kurun waktu dan negara.
Bentuk yang kedua adalah indeks yang menunjukkan rata-rata
dari berbagai peringkat oleh sumber – sumber yang menghimpun data
mengenai persepsi adanya korupsi. Diantaranya, yang paling populer
adalah Corruption Perception Index (CPI).
Kaufmann, Kraay da Mastruzzi (2003) menghasilkan ukuran
yang melengkapi pengukuran tersebut di atas, yakni Control of
Corruption (CoC)
15
3) What are the common characteristics of countries with high
corruption?
Ada teori – teori yang melihat ciri-ciri umum negara korup dari
peranan lembaga-lembaga (institutional theories). Teori-teori ini dapat
dipilah dalam dua kelompok besar.
Pertama, teori yang memandang mutu lembaga dan karenanya
juga korupsi dibentuk oleh faktor – faktor ekonomi. Secara singkat,
perkembangan lembaga-lembaga merupakan respons terhadap tingkat
pendapatan negara. (Lipset, 1960; Demsetz, 1967). Pandangan yang
terkait diberikan oleh human capital theory, yang melihat
perkembangan dalam human capital dan penghasilan menyebabkan
perkembangan dalam kelembagaan (Lipset, 1960; Glaeser, La Porta,
Lopez-de Silanes dan Shleifer, 2004).
Kedua, kelompok institusional theories menekankan peran
lembaga – lembaga secara lebih langsung. Teori – teori ini sering kali
memandang lembaga-lembaga sebagai pantang menyerah
(persistent) dan bawaan (inherited).
4) What is the magnitude of corruption?
16
Sebaliknya, Van Rijckeghem dan Weder (2001) menunjukkan
sebaliknya. Memang sulit untuk mengukur korupsi dengan
menggunakan data persepsi korupsi lintas negara. Sulit untuk
memastikan bahwa gaji yang tinggi merupakan fungsi dari rendahnya
korupsi, atau sebaliknya. Hal yang menambah kesulitan untuk menarik
kesimpulan adalah data gaji yang agregat. Kenaikan gaji dari suatu
kelompok penerima gaji mungkin tidak berkaitan dengan korupsi oleh
kelompok yang lain.
6) Can competetion reduce corruption?
Mengenai apakah persaingan dapat menekan korupsi, berkaitan
dengan pendekatan untuk menekan korupsi melalui peningkatan
persaingan. Jalan pikirannya adalah, ketika persaingan yang kuat,
peserta tender akan berusaha menekan harga jual mereka sekuat
mungkin. Sehingga tidak tersedia dana untuk menyogok pejabat.
Dalam kenyataannya, hubungan antara laba perusahaan dan korupsi
sangatlah kompleks, dan secara analitis tidaklah selalu jelas.
7) Why have there been o few (recent) succesful attempts to fight
corruption?
Di banyak negara termasuk Indonesia, pemberantasan korupsi
dilakukan melalui gebrakan-gebrakan oleh lembaga atau aparat
(penegak) hukum dan keuangan (para pemeriksa, seperti auditor dan
investigator).
8) Does corruption adversely affect growth ?
Di era orde baru, ada pakar dan pengamat yang
berargumentasi bahwa korupsi justru mendorong pertumbuhan
ekonomi. Menurut mereka, dengan penyuapan perusahaan bisa
melicinkan usaha mereka yang tersendat oleh birokrasi yang tidak
efisien. Argumen ini didokumentasikan oleh Leff,1964 dan
Huntington,1968).
17
Dalam kebanyakan teori yang menghubungkan korupsi dengan
pertumbuhan ekonomi yang lambat, tindakan korup itu sendiri
bukanlah biaya sosial terbesar. Kerugian terbesar dari korupsi adalah
bahwa korupsi melahirkan perusahaan yang tidak efisien dan alokasi
talenta (SDM), teknologi, dan modal justru menjauhi penggunaannya
yang paling produktif bagi masyarakat.
c) Korupsi – Tinjauan Sosiologis
18
pelanggaran HAM dan lingkungan oleh rezim soeharto. Tulisan-
tulisannya tercecer mengenai korupsi oleh para mantan presiden, keluarga
dan kroninya dibukukan dengan judul “Korupsi Kepresidenan”.
1. Bentuk oligarki berkaki tiga (Istana, Tangsi, dan Partai penguasa) yang
melanggengkan dan mewariskan korupsi kepada pemerintahan
penerus.
2. Oligarki yang dipimpin oleh istri (Nyonya Tien Soeharto) atau suami
(Taufiq Kiemas) presiden atau spouse-led oligarchi. Aditjoro
menambahkan bahwa itulah sebabnya sejumlah penulis mengingatkan
Taufiq Kiemas, suami Megawati Soekarnoputri, untuk menarik
pelajaran dari kasus Mike Arroyo (suami Gloria Macapagal Arroyo)
dan dari Asif Zardari (suami Benazir Bhutto).
19
yang paling bertanggung jawab atas pengendalian intern adalah pihak
manajemen suatu organisasi. Dalam rangka pencegahan fraud, maka berbagai
upaya harus dikerahkan untuk membuat para pelaku fraud tidak berani
melakukan fraud. Apabila fraud terjadi, maka dampak (effect) yang timbul
diharapkan dapat diminimalisir. Auditor internal bertanggungjawab untuk
membantu pencegahan fraud dengan jalan melakukan pengujian (test) atas
kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian intern, dengan mengevaluasi
seberapa jauh risiko yang potensial (potential risk) telah diidentifikasi.
Dalam pelaksanaan audit kinerja (performance audit), audit keuangan
(financial audit) maupun audit operasional (operational audit), auditor
internal harus mengidentifikasi adanya gejala kecurangan (fraud symptom)
berupa red flag atau fraud indicator. Hal ini menjadi penting agar apabila
terjadi fraud, maka auditor internal lebih mudah melakukan investigasi atas
fraud tersebut.
23
Salah satu cara yang sering digunakan dalam melakukan kecurangan
adalah dengan memberikan bantuan pada organisasi baik yang nyata atau
fiktif. Untuk itu harus dideteksi adanya hubungan antara organisasi dengan
lembaga keuangan, organisasi dengan individu, eksternal auditor, lembaga
pemerintahan, atau investor.
3. Sifat organisasi
Sebuah kecurangan sering kali tidak terendus karena adanya struktur
organisasi yang digunakan untuk menyembunyikan kecurangan tersebut.
Misalnya struktur organisasi yang terlalu kompleks atau tidak adanya internal
audit dalam sebuah departemen. Untuk itu peneliti harus mengetahui seluk
beluk organisasi termasuk pemilik perusahaan.
4. Laporan keuangan dan karakteristik operasional
Melakukan pemeriksaan di antaranya rekening pendapatan, aset,
kewajiban, pengeluaran atau ekuitas. Tanda kecurangan yang sering kali
terdeteksi adalah adanya perubahan dalam laporan keuangan.
5. Auditor Internal
Merupakan aktivitas konsultasi yang independen dan obyektif untuk
menambah nilai dan memperbaiki operasional organisasi. Definisi lainnya
adalah penilaian yang dilakukan oleh personel dalam organisasi yang
memiliki kompetensi dalam hal meneliti catatan akuntansi perusahaan dan
pengendalian internal dalam perusahaan. Tujuan dari auditor internal adalah
untuk membantu pihak manajemen dalam pertanggungan jawab dengan
memberikan analisis, saran, penilaian tentang kegiatan yang diaudit.
6. Auditor eksternal
Auditor eksternal diperlukan untuk mendeteksi kecurangan dalam
organisasi serta melakukan analisis jika auditor internal mengalami kesulitan.
Para praktisi harus tau apa yang mereka harapkan dari standar untuk
pemeriksaaan yang secara spesifik ditujukan untuk menemukan fraud.
Sekurang-kurangnya para praktisi harus menyadari hal-hal berikut ini.
24
a. Mereka tidak bisa, karenanya tidak boleh, memberikan jaminan bahwa
mereka bisa menemukan fraud. Klien dapat membatasi upaya menemukan
fraud ini bergantung kepada waktu dan keahlian yang digunakan;
b. Seluruh pekerjaan didasarkan atas standar audit. Di Indonesia untuk
pekerjaan KAP, standar ini adalah SPAP.
c. Jumlah fee bergantung pada luasnya upaya pemeriksaan yang ditetapkan
klien. Jadi kalian bisa memilih penugasan yang bernilai Rp 100 juta, Rp 200
juta, Rp 1 miliar, dan seterusnya.
d. Praktisi bersedia untuk memperluas jasanya dari tahap proactive review ke
tahap pendalaman apabila ada indikasi terjadinya farud. Tentunya dengan
tambahan fee.
F. LANGKAH MENDETEKSI FRAUD
Sebelumnya telah di bahas terkait fraud tree, dimana fraud tree ini
bermanfaat dalam memetakan fraud dalam lingkungan kerja. Peta ini
membantu akuntan forensik mengenali dan mendiagnosis fraud yang terjadi.
Ada gejala-gejala “penyakit” fraud yang dalam auditing dikenal sebagai red
flags. Dengan memahami gejala-gejala ini dan menguasai teknik-teknik audit
investigatif, akuntan forensik dapat mendeteksi fraud tersebut.
26
PON Papua dan manajer pencucian uang yang dimiliki Lukas Enembe. KPK
juga telah melakukan dua kali pemanggilan kepada Lukas Enembe. Namun,
tersangka tidak datang dengan alasan sakit dan ia juga mengajukan
permohonan untuk berobat ke Singapura. Lukas Enembe belum mendapatkan
izin untuk berobat ke Singapura karena masih dalam status pencegahan ke
luar negeri hingga Maret 2023. Hal ini dilakukan untuk pelancaran proses
penyidikan.
Selain itu ada pula tindak kecurangana atau fraud yang dilakukan oleh
PT Tiga Pilar Sejahtera.
29
1. Terdapat dugaan overstatement sebesar Rp 4 triliun pada akun piutang
usaha, persediaan, dan aset tetap Grup TPSF dan sebesar Rp 662 miliar
pada Penjualan serta Rp 329 miliar pada EBITDA Entitas Food.
2. Terdapat dugaan aliran dana sebesar Rp 1,78 triliun dengan berbagai
skema dari Grup TPSF kepada pihak-pihak yang diduga terafiliasi dengan
Manajemen Lama (“Pihak Terafiliasi”), antara lain dengan menggunakan
pencairan pinjaman Grup TPSF dari beberapa bank, pencairan deposito
berjangka, transfer dana di rekening Bank, dan pembiayaan beban Pihak
Terafiliasi oleh Grup TPSF.
3. Terkait hubungan dan transaksi dengan Pihak Terafiliasi, tidak ditemukan
adanya pengungkapan (disclosure) secara memadai kepada para pemangku
kepentingan (stakeholders) yang relevan. Hal ini berpotensi melanggar
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
No. KEP-412/BL/2009 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan
Kepentingan Transaksi Tertentu.
Rekayasa laporan keuangan yang dilakukan oleh AISA Grup telah
menyebabkan banyak kerugian antara lain adalah memberikan informasi palsu
kepada para investor, kredibilitas perusahaan semakin berkurang dan citra
perusahaan dari masyarakat menjadi buruk.
30
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kata kecurangan (fraud) dalam kehidupan sehari-hari merupakan hal
yang sering didengar berkonotasi negatif. Secara awam kecurangan adalah
tindakan tidak jujur dengan bentuk tipu muslihat termaksuk dalam penyajian
suatu fakta yang sengaja disalahkan. Kecurangan merupakan kumpulan
tindakan ketidakberesan dan tindakan melawan hukum, bentuk-bentuk
kecurangan yang memiliki konsekuensi hukum antara lain : penggelapan,
penyuapan, pencurian dengan cara menipu, korupsi, kolusi, nepotisme,
menyalahgunakan wewenang dan jabatan, kecurangan dalam laporan
keuangan.
Korupsi sebagai salah satu bentuk kecurangan merupakan suatu tindak
perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau
perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua
aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan
aspek penggunaan uang Negara untuk kepentingannya. Penyebabnya antara
lain: ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika,
kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya
hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku
korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi.
31
DAFTAR PUSTAKA
32