Anda di halaman 1dari 35

FRAUD & KORUPSI

(Disusun untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Forensik)

Dosen Pengampuh : Suhartono, S.E., M.Si.

OLEH KELOMPOK 2 :

1. Y U L I Y A N T I 90400120082

2. M A R D I A N T I 90400120070

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur khadirat Allah yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Fraud & Korupsi" dengan
tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akuntansi Forensik.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan agar dapat menjadi lebih baik
kedepannya.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, 19 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................2
C. TUJUAN........................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
A. DEFINISI FRAUD.....................................................................................................3
B. JENIS-JENIS FRAUD...............................................................................................5
C. DEFINISI KORUPSI...............................................................................................13
D. LANGKAH MENCEGAH FRAUD........................................................................19
E. LANGKAH MENDETEKSI FRAUD.....................................................................20
BAB III.................................................................................................................................22
PENUTUP.............................................................................................................................22
A. KESIMPULAN.........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fraud atau kecurangan merupakan hal yang sekarang banyak dibicarakan di
indonesia. Pengertian fraud itu sendiri merupakan penipuan yang sengaja dilakukan,
yang menimbulkan kerugian pihak lain dan memberikan keuntungan bagi pelaku
kecurangan dan atau kelompoknya.

Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud adalah


perbuatan-perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan
tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru kepada pihak lain) dilakukan
oleh orang-orang dari dalam atau luar untuk mendapatkan keuntungan pribadi
maupun kelompok secara langsung atau tidak langsung merugikan orang lain.

Adapun salah satu bentuk fraud adalah korupsi. Tindak perilaku korupsi ramai
di perbincangkan, baik di media massa maupun media cetak. Tindakan korupsi ini
mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya
oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat namun malah
merugikan negara.

Korupsi merupakan budaya peninggalan masa lalu yang merupakan suatu


budaya yang sulit dirubah karena melekat pada diri manusia itu sendiri yang
merupakan moralitas atau akhlak. Untuk merubah itu semua perlu dicari sebab-sebab
dan kemudian menemukan solusi yang tepat untuk mengatasinya. Penyebab utama
adanya korupsi berasal dari masing-masing individu dan untuk mengatasinya harus
dimulai dari penyusunan akhlak yang baik dalam diri manusia itu sendiri selain
upaya-upaya lain yang bersifat eksternal berupa pencegahan-pencegahan melalui
penegakan hukum itu sendiri.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari fraud ?
2. Apa saja jenis-jenis fraud ?
3. Apa definisi dari korupsi ?
4. Bagaimana langkah dalam mencegah fraud ?
5. Bagaimana langkah dalam mendeteksi fraud ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi fraud
2. Untuk mengetahui jenis-jenis fraud
3. Untuk mengetahui definisi korupsi
4. Untuk mengetahui langkah-langkah mencegah fraud
5. Untuk mengetahui langkah-langkah mendeteksi fraud

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI FRAUD
a) Fraud dalam Perundangan Kita

Pengumpulan dan pelaporan statistik tentang kejahatan di suatu Negara


dapat dilakukan sesuai dengan klasifikasi kejahatan dan pelanggaran (tindak
pidana) menurut ketentuan perundang-undangan Negara tersebut. Dalam Statistik
Kejahatan Indonesia yang dilaporkan oleh BPS tidak selalu tersedia dalam format
yang sama, istilah kejahatan yang dipergunakan sering kali juga tidak konsisten,
dan tidak terlalu bermanfaat untuk pembahasan akuntansi forensik.

Dalam membaca dan menggunakan statistik kejahatan di Indonesia, perlu


diingat bahwa masih rendahnya kesadaran untuk melaporkan kejahatan. Banyak
faktor yang menyebabkan masyarakat enggan melaporkan kejahatan. Di
antaranya, tercermin dari ungkapan sehari-hari yang sederhana. Oleh karena itu,
beberapa kajian luar negeri tentang data kejahatan di Indonesia memberi
peringatan “crimes may be unreported”.

b) Fraud dalam KUHP

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan beberapa


pasal yang mencakup pengertian fraud, di antaranya:

1. Pasal 362 tentang Pencurian (definisi KUHP: “mengambil barang sesuatu,


yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum”);
2. Pasal 368 tentang Pemerasan dan Pengancaman (definisi KUHP: “dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau mengancam kekerasan
untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah

3
kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun
menghapuskan piutang”);
3. Pasal 372 tentang Penggelapan (definisi KUHP: dengan sengaja dan melawan
hukum dimiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan”);
4. Pasal 378 tentang Perbuatan Curang (definisi KUHP: “dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan
memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang
sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan
piutang”);
5. Pasal 396 tentang Merugikan Pemberi Piutang dalam Keadaan Pailit;
6. Pasal 406 tentang Menghancurkan atau Merusakkan Barang (definisi KUHP:”
dengan sengaja atau melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin
tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian milik orang lain”).

Di samping KUHP, juga ada ketentuan perundang-undangan lain yang


mengatur perbuatan melawan hukum yang termasuk dalam kategori fraud, seperti
undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, berbagai undang-
undang perpajakan yang mengatur tindak pidana perpajakan, undang- undang
tentang pencucian uang, undang-undang perlindungan konsumen, dan lain-lain.

4
B. JENIS-JENIS FRAUD
a) Fraud Tree (Pohon Fraud)

Secara skematis, Assosiation of Certified Fraud Examiners (ACFE)


menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini
menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting
dan anak rantingnya.

Occupational fraud tree ini mempunyai tiga cabang utama, yakni


corruption, asset misappropriation, dan fraudulent statements.

1. Corruption

Istilah corruption disini serupa tetapi tidak sama dengan istilah korupsi
dalam ketentuan perundangan kita. Korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999
meliputi 30 tindak pidana korupsi dan 4 bentuk dalam ranting-ranting:
conflicts of interest, bribery, illegal gratuities, economics extortion.

Conflicts of interest atau benturan kepentingan diantaranya dapat


berupa bisnis plat merah atau bisnis pejabat dan keluarga serta kroni mereka
yang menjadi pemasok atau rekanan di lembaga-lembaga pemerintah dan di
dunia bisnis. Ciri-ciri mereka menjadi pemasok adalah:

1) Selama bertahun-tahun. Bukan saja selama pejabat tersebut berkuasa.


Melalui kontrak jangka panjang, bisnis berjalan terus meskipun pejabat
tersebut sudah lengser.
2) Nilai kontrak relatif mahal ketimbang kontrak yang dibuat dalam arm’s
length. Dalam bahasa sehari-hari disebut juga dengan mark up atau
penggelembungan.
3) Para rekanan ini, meskipun hanya segelintir, mengusai pangsa pembelian
yang relatif sangat besar dalam lembaga tersebut.
4) Kemenangan dalam proses tender dicapai dengan cara-cara tidak wajar.

5
5) Hubungan antara penjual dan pembeli lebih dari hubungan bisnis. Pejabat
atau penguasa bisa menggunakan sanak saudaranya (nepotisme) sebagai
“orang depan” atau ada persekongkolan (kolusi) yang melibatkan
penyuapan.
2. Asset Misappropriation
Asset misappropriation atau “pengambilan” aset secara ilegal dalam
bahasa sehari-hari disebut mencuri. Di dalam istilah hukum, “mengambil”
aset secara ilegal (tidak sah, atau melawan hukum) yang dilakukan oleh
seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau mengawasi aset
tersebut, disebut menggelapkan. Istilah pencurian, dalam fraud tree disebut
larceny. Istilah penggelapan dalam bahasa Inggris nya adalah embezzlement.
Klasifikasi penjarahan kas dalam tiga bentuk disesuaikan dengan arus
uang masuk.
1) Skimming
Cara ini terlihat dalam fraud yang sangat dikenal para auditor,
yakni lapping. Kalau uang sudah masuk kedalam perusahaan dan
kemudian baru dijarah, maka fraud ini disebut larceny atau pencurian.
Sekali arus uang sudah terekam dalam sistem, maka penjarahan ini disebut
fraudulent disbursements yang lebih dikenal dengan istilah penggelapan.
2) Larceny (pencurian)
Ini merupakan bentuk penjarahan yang paling kuno dan dikenal
sejak awal peradaban manusia. Peluang untuk terjadinya penjarahan jenis
ini berkaitan erat dengan lemahnya sistem pengendalian intern, khususnya
yang berkenaan dengan perlindungan keselamatan aset (safeguarding of
assets).
3) Fraudulent disbursements (pencurian melalui pengeluaran yang tidak sah)
Ini satu langkah lebih jauh dari pencurian. Sebelum tahap
pencurian,
ada tahap perantara. Tahap perantara ini menggunakan lima kolom (sub
ranting) sebagai berikut:
6
(1) Billing schemes, adalah skema permainan (schemes) dengan
menggunakan proses billing atau pembebanan tagihan sebagai
sarananya.
(2) Payroll schemes, adalah skema permainan melalui pembayaran gaji.
Bentuk permainannya antara lain dengan pegawai atau karyawan fiktif
(ghost employee) atau dalam pemalsuan jumlah gaji, dimana jumlah
gaji yang di laporkan lebih besar dari gaji yang di bayarkan.
(3) Expense reinbursement schemes, adalah skema permainan melalui
pembayaran kembali biaya-biaya misalnya biaya perjalanan.
(4) Check tampering, adalah skema permainan melalui pemalsuan cek.
(5) Register disbursements, adalah pengeluaran yang sudah masuk dalam
cash register. Skema permainannya ada dua, yaitu false refunds
(pengembalian uang yang di buat-buat) dan false voids (pembatalan
palsu).
3. Fraudulent Statement
Cabang dan ranting yang menggambarkan fraud yang diberi label
“Fraudulent Statements” dapat dilihat di sisi kanan dari fraud tree. Jenis
fraud ini sangat dikenal oleh auditor yang melakukan general audit (opinion
audit). Fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuanga, sangat
menjadi perhatian auditor, masyarakat atau para LSM/NGO, namun tidak
menjadi perhatian akuntan forensik.
Ranting pertama menggambarkan fraud dalam menyusun laporan
keuangan. Fraud ini berupa salah saji (misstatements baik overstatements
maupun understatements). Cabang dari ranting ini ada dua. Pertama,
menyajikan aset atau pendapatan lebih tinggi dari yang sebenarnya
(aset/revenue understatements). Kedua, menyajikan aset atau pendapatan
lebih rendah dari yang sebenarnya (aset/revenue understatements).
Ranting kedua menggambarkan fraud dalam menyusun laporan non-
keuangan. Fraud ini berupa penyampaian laporan non-keuangan secara

7
menyesatkan, lebih bagus dari keadaan yang sebenarnya, dan sering kali
merupakan pemalsuan atau pemutarbalikan keadaan. Bisa tercantum dalam
dokumen yang dipakai untuk keperluan intern maupun eksteren.
Contoh, perusahaan minyak besar didunia yang mencantumkan
cadangan minyak nya lebih besar secara signifikan dari keadaan yang
sebenarnya apabila diukur dengan standar industrinya.
b) Fraud Triangle
Bermula dari penelitian Donald R. Cressey yang tertarik pada
embezzlers yang disebutnya “trust violators” atau pelanggaran kepercayaan,
yakni mereka yang melanggar kepercayaan atau amanah yang dititipkan
kepada mereka. Penelitian nya diterbitkan dengan judul Other People’s
Money : Study in the Social Psychology of Embezzlement.
Dalam perkembangan selanjutnya, hipotesis dari penelitian tersebut
dikenal sebagai fraud triangle atau segitiga fraud. Sudut pertama dari segitiga
itu diberi judul pressure yang merupakan perceived non-shareable financial
need. Sudut keduanya, perceived opportunity. Sudut ketiga,
rationalization.

Perceived opportunity

Fraud Triangle

Pressure Rationalization

8
1. Pressure
Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari
suatu tekanan (pressure) yang menghimpitnya. Orang ini mempunyai
kebutuhan keuangan yang mendesak, yang tidak dapat diceritakan nya
kepada orang lain. Konsep yang penting di sini adalah, tekanan yang
menghimpit hidupnya (berupa kebutuhan akan uang), padahal ia tidak
bisa berbagi (sharing) dengan orang lain. Konsep ini di dalam bahasa
inggris disebut perceived non-shareable financial need.
Cressey menjelaskan, “ketika para pelanggar kepercayaan ini
ditanya: mengapa di waktu yang lalu anda tidak melanggar
kepercayaan yang diberikan terkait dengan kedudukan-kedudukan
anda terdahulu, atau mengapa anda tidak melangar kepercayaan (trust)
lainnya yang terkait dengan kedudukan anda sekarang? Umumnya
jawaban mereka adalah salah satu diantara: (a) ketika itu belum ada
kebutuhan (yang mendesak) seperti sekarang, atau (b) belum pernah
terpikir untuk melakukan hal itu sebelumnya, atau (c) diwaktu yang
lalu saya mengganggap perbuatan itu tidak jujur, tapi kali ini tidak
demikian halnya.”
Bagi pelaku atau (embezzler), ia tidak biasa berbagi masalah
(keuangannya) dengan orang lain, padahal sebenarnya “berbagi
masalah dengan orang lain” dapat membantunya mencari pemecahan.
Apa yang bisa diceritakan kepada orang lain tentunya tergantung pada
orang tersebut. Ada orang yang kehilangan uang dalam jumlah besar
di meja judi dan ia menyadari sebagai suatu masalah, tetapi bukan
masalah yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lain. Orang lain
dengan pengalaman yang sama menganggap masalah itu harus
dirahasiakan dengan bersifat pribadi. Juga masalah yang dihadapi
suatu bank, bagi bankir tertentu merupakan masalah yang
didiskusikannya dengan orang

9
lain, sedangkan bagi bankir lain masalah itu harus ditutup rapat-rapat,
atau mencari masalah yang non shareable baginya.
Masalah tadi digambarkan sebagai masalah keuangan karena
masalah ini “dapat dipecahkan” dengan mencuri uang atau asset
lainnya. Seorang penjudi yang kalah habis-habisan, (merasa) harus
menutup kekalahannya dengan mencuri. Namun, Cressey mencatat
bahwa ada masalah non keuangan tertentu yang dapat diselesaikan
dengan mencuri uang atau asset lainnya, jadi dengan melanggar
kepercayaan yang terkait dengan kedudukannya. Contoh: kasir yang
mencuri uang perusahaan sebagai balas dendam atas perlakuan tidak
adil yang dirasakannya.
Dari penelitiannya, Cressey menemukan bahwa non-shareable
problem timbul dari situasi yang dapat dibagi dalam enam kelompok,
yaitu:
1) violation of ascribed obligation
Suatu kedudukan atau jabatan dengan tanggung jawab
keuangan, membawa konsekuensi tertentu bagi yang bersangkutan dan
juga menjadi harapan atasan atau majikannya. Di samping harus jujur,
ia dianggap perlu memiliki perilaku tertentu.
2) problems resulting from personal failure
Kegagalan pribadi juga merupakan situasi yang dipersepsikan
oleh orang yang mempunyai kedudukan serta dipercaya dalam bidang
keuangan, sebagai kesalahan nya menggunakan akal sehatnya, dan
karena itu menjadi tanggungjawab pribadinya.
3) business reversals
Cressey menyimpulkan bahwa kegagalan bisnis merupakan
kelompok situasi yang juga mengarah kepada non-shareable problem.
Masalah ini berbeda dari kegagalan pribadi yang dijelaskan diatas,
karena pelakunya merasa bahwa kegagalan itu berasal dari luar dirinya

10
atau luar kendalinya. Dalam persepsinya, kegagalan itu karena inflasi
yang tinggi, atau krisis moneter, tingkat bunga yang tinggi, dan lain-
lain.
4) physical isolation
Situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan dalam
kesendirian. Dalam situasi ini, orang itu bukan tidak mau berbagi
keluhan dengan orang lain. Ia tidak mempunyai orang lain tempat ia
berkeluh dan mengungkapkan masalahnya.
5) status gaining
Situasi ini tidak lain dari kebiasaan buruk untuk tidak mau
kalah dengan “tetangga”. Orang lain punya harta tertentu, ia juga harus
seperti itu atau lebih dari itu. Orang lain punya jabatan tertentu, ia juga
harus punya jabatan seperti itu atau bahkan lebih baik. Dalam situasi
yang dibahas di atas, pelaku berusaha mempertahankan status. Di sini,
pelaku bersedia meningkatkan statusnya.
6) employer-employee relation
Situasi ini mencerminkan kekesalan atau kebencian seorang
pegawai yang menduduki jabatan yang dipegangnya sekarang, tetapi
pada saat yang sama ia merasa tidak ada pilihan baginya, yakni ia tetap
harus menjalankan apa yang dikerjakannya sekarang.
2. Perceived opportunity

Cressey berpendapat bahwa ada dua komponen dari persepsi


tentang peluang. Pertama, general information yang merupakan
pengetahuan bahwa kedudukan yang mengandung trust atau
kepercayaan, dapat dilanggar tanpa konsekuensi. Pengetahuan ini
diperoleh dari apa yang dia dengar atau lihat, misalnya dari
pengalaman orang lain yang melakukan fraud dan ketidak tahuan atau
tidak dihukum atau terkena sanksi.

11
Kedua, technical skills atau keahlian/keterampilan yang
dibutuhkan untuk melaksanakan kejahatan tersebut. Ini biasanya
keahlian atau keterampilan yang dipunyai orang itu dan yang
menyebabkan ia mendapat kedudukan tersebut. General information
dan technical skills yang dibahas Cressey bukan semata-mata dipunyai
oleh orang yang punya kedudukan, pegawai biasa juga
mempunyainya.

Namun, mereka yang mempunyai posisi dengan kepercayaan


di bidang keuangan ketika menghadapi non-shareable financial
problem akan melihat general information dan technical skills sebagai
jalan keluar dari masalah itu. Posisi mereka yang mendapat
kepercayaan atau trust, khususnya di bidang keuangan,
memungkinkan mereka memanfaatkan general information dan
technical skills yang mereka miliki.

3. Rationalization
Rationalization (rasionalisasi) dapat dikatakan sebagai usaha
untuk mencari pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan
sesudahnya. Biasanya secara naluri alamiah ketika kejahatan telah
dilakukan, rationalization ini ditinggalkan. karena tidak diperlukan
lagi. Pertama kali manusia akan berbuat kejahatan atau pelanggaran,
ada perasaan tidak enak.
Contohnya : ketika kita mengulanginya perbuatan itu menjadi
mudah, dan selanjutnya menjadi biasa. Ketika akan mencuri uang
perusahaan untuk pertama kalinya, pembenarannya adalah: "nanti
kubayar, nanti kuganti". Setelah si pelaku sukses, mencuri secara
berulang kali, ia tidak memerlukan rationalization semacam itu.

12
C. DEFINISI KORUPSI
a) Pendekatan Sosiologi
Dalam pendekatan sosiologi, definisi korupsi yang lazim dipergunakan
adalah “penyalahgunaan wewenang pejabat untuk keuntungan pribadi” (the
abuse of public power for private gain).
Korupsi merupakan masalah yang berkenaan dengan sistem
perekonomian dan kelembagaan. Sistem perekonomian dan kelembagaan
tertentu mendorong bahkan memberikan ganjaran (reward) untuk perbuatan
korupsi.
Lingkungan perekonomian dan kelembagaan menentukan lingkup
korupsi dan insentif untuk melakukan korupsi. Sistem perekonomian dan
kelembagaan yang meningkatkan manfaat atau “keuntungan” korupsi
cenderung memiliki empat ciri, yaitu :
1. Individu pejabat mempunyai kekuasaan mutlak (substantial monopoly
power) atas pengambilan keputusan.
2. Pejabat yang bersangkutan mempunyai kelonggaran wewenang (discretion)
yang besar.
3. Mereka tidak perlu mempertanggungjawabkan (tidak accountable
terhadap tindakan mereka)
4. Mereka beroperasi dalam lingkungan yang rendah tingkat keterbukaannya.

Keempat ciri di atas melahirkan rumus atau persamaan, sebagai berikut :

C = MP + D – A – Tdm
Di mana:

C = corruption (korupsi)
MP = monopoly power (kekuasaan mutlak)
D = discretion (kelonggaran wewenang)

13
A = accountability (akuntabilitas)
Tdm = transparency of decision-making (keterbukaan pengambilan
keputusan)
b) Delapan Pertanyaan Tentang Korupsi
Bagian ini disarikan dari tulisan Jakob Svensson, seorang senior
economist pada Development Research Group, Word Bank. Sevensson
mengajukan dan membahas delapan pertanyaan mengenai korupsi sebagai
berikut:
1. What is Corruption? ( Apa sesungguhnya korupsi itu?)
2. Which countries are the most corrupt? (Negara – negara mana yang
paling korup?)
3. What are the common characteristics of countries with high
corruption? (Apa ciri-ciri umum negara yang mempunyai tingkat
korupsi yang tinggi?)
4. What is the magnitude of corruption? (Berapa besarnya korupsi?)
5. Do higher wages of bureaucrats reduce corruption? (Apakah gaji
lebih tinggi untuk para birokrat akan menekan korupsi?)
6. Can competition reduce corruption? ( Apakah persaingan dapat
menekan korupsi?)
7. Why have there been so few (recent) succesful attempts to fight
corruption? (mengapa (akhir-akhir ini) begitu sedikit upaya yang
berhasil memerangi korupsi?)
8. Does corruption adversely affect growth? (Apakah korupsi berdampak
negatif terhadap pertumbuhan?)

1) What is corruption?
Korupsi umumnya didefinisikan sebagai penyalahgunaan
jabatan di sektor pemerintahan (misuse of public office) untuk
keuntungan pribadi. Korupsi yang didefinisikan seperti itu meliputi,

14
misalnya, penjualan kekayaan negara secara tidak sah oleh pejabat,
kickbacks dalam pengadaan di sektor pemerintahan, penyuapan, dan
“pencurian” (embezzlement) dana-dana pemerintah.
Korupsi adalah outcome, cerminan dari lembaga-lembaga
hukum, ekonomi, budaya dan politik suatu negara. Korupsi dapat
berupa tanggapan atas peraturan yang berguna atau peraturan yang
merugikan. Peraturan lalu lintas, misalnya, adalah peraturan yang
berguna untuk mengatur ketertiban di jalan. Pelanggaran aturan ini
menyogok polisi lalu lintas untuk menghindari sanksi.
2) Which countries are the most corrupt?
Bagaimana kita mengukur korupsi sedemikian rupa sehingga
kita memperoleh gambaran antar-negara. Kajian mengenai pengukuran
korupsi antar-negara oleh Knack dan Keefer (1995) dan Mauro (1995)
didasarkan atas indikator korupsi yang dihimpun oleh perusahaan-
perusahaan yang berkecimpung dalam usaha mengukur risiko (private
risk-assesment firms). Di antaranya International Country Risk Guide
(ICRG) adalah yang paling populer, karena ia meliputi lebih banyak
kurun waktu dan negara.
Bentuk yang kedua adalah indeks yang menunjukkan rata-rata
dari berbagai peringkat oleh sumber – sumber yang menghimpun data
mengenai persepsi adanya korupsi. Diantaranya, yang paling populer
adalah Corruption Perception Index (CPI).
Kaufmann, Kraay da Mastruzzi (2003) menghasilkan ukuran
yang melengkapi pengukuran tersebut di atas, yakni Control of
Corruption (CoC)

15
3) What are the common characteristics of countries with high
corruption?
Ada teori – teori yang melihat ciri-ciri umum negara korup dari
peranan lembaga-lembaga (institutional theories). Teori-teori ini dapat
dipilah dalam dua kelompok besar.
Pertama, teori yang memandang mutu lembaga dan karenanya
juga korupsi dibentuk oleh faktor – faktor ekonomi. Secara singkat,
perkembangan lembaga-lembaga merupakan respons terhadap tingkat
pendapatan negara. (Lipset, 1960; Demsetz, 1967). Pandangan yang
terkait diberikan oleh human capital theory, yang melihat
perkembangan dalam human capital dan penghasilan menyebabkan
perkembangan dalam kelembagaan (Lipset, 1960; Glaeser, La Porta,
Lopez-de Silanes dan Shleifer, 2004).
Kedua, kelompok institusional theories menekankan peran
lembaga – lembaga secara lebih langsung. Teori – teori ini sering kali
memandang lembaga-lembaga sebagai pantang menyerah
(persistent) dan bawaan (inherited).
4) What is the magnitude of corruption?

Peringkat negara-negara berdasarkan persepsi tingkat korupsi


bersifat subjektif. Kesimpulan diambil bukan dari penelitian yang
mendalam melainkan atas dasar kesan, dan pengamatan sekilas
(anecdotal).

5) Do higher wages of bureaucrats reduce corruption?


Bukti sistematis yang menunjukkan hubungan antara kenaikan
gaji dan tingkat korupsi memang meragukan. Rauch dan Evans (2000)
menemukan tidak ada bukti kuat mengenai hubungan antara kenaikan
gaji dan turunnya tingkat korupsi.

16
Sebaliknya, Van Rijckeghem dan Weder (2001) menunjukkan
sebaliknya. Memang sulit untuk mengukur korupsi dengan
menggunakan data persepsi korupsi lintas negara. Sulit untuk
memastikan bahwa gaji yang tinggi merupakan fungsi dari rendahnya
korupsi, atau sebaliknya. Hal yang menambah kesulitan untuk menarik
kesimpulan adalah data gaji yang agregat. Kenaikan gaji dari suatu
kelompok penerima gaji mungkin tidak berkaitan dengan korupsi oleh
kelompok yang lain.
6) Can competetion reduce corruption?
Mengenai apakah persaingan dapat menekan korupsi, berkaitan
dengan pendekatan untuk menekan korupsi melalui peningkatan
persaingan. Jalan pikirannya adalah, ketika persaingan yang kuat,
peserta tender akan berusaha menekan harga jual mereka sekuat
mungkin. Sehingga tidak tersedia dana untuk menyogok pejabat.
Dalam kenyataannya, hubungan antara laba perusahaan dan korupsi
sangatlah kompleks, dan secara analitis tidaklah selalu jelas.
7) Why have there been o few (recent) succesful attempts to fight
corruption?
Di banyak negara termasuk Indonesia, pemberantasan korupsi
dilakukan melalui gebrakan-gebrakan oleh lembaga atau aparat
(penegak) hukum dan keuangan (para pemeriksa, seperti auditor dan
investigator).
8) Does corruption adversely affect growth ?
Di era orde baru, ada pakar dan pengamat yang
berargumentasi bahwa korupsi justru mendorong pertumbuhan
ekonomi. Menurut mereka, dengan penyuapan perusahaan bisa
melicinkan usaha mereka yang tersendat oleh birokrasi yang tidak
efisien. Argumen ini didokumentasikan oleh Leff,1964 dan
Huntington,1968).

17
Dalam kebanyakan teori yang menghubungkan korupsi dengan
pertumbuhan ekonomi yang lambat, tindakan korup itu sendiri
bukanlah biaya sosial terbesar. Kerugian terbesar dari korupsi adalah
bahwa korupsi melahirkan perusahaan yang tidak efisien dan alokasi
talenta (SDM), teknologi, dan modal justru menjauhi penggunaannya
yang paling produktif bagi masyarakat.
c) Korupsi – Tinjauan Sosiologis

Prof. Syed Hussein Alatas, guru besar pada jurusan Kajian


Melayu, Universitas Nasional Singapura merupakan penulis perintis
mengenai masalah korupsi di kawasan ini. Beberapa bukunya telah
diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia oleh LP3ES.

Dari kasus – kasus korupsi sekitaran tahun 1970 – 1980-an yang


dilaporkan Prof. Alatas, dapat disimpulkan antara lain berikut ini:

a. Tipologi korupsinya tidak banyak berubah. Beberapa di antaranya


merupakan penyakit kekanak-kanakan alias mencuri terang-terangan.
b. Bahkan “pemain”-nya masih yang itu-itu juga (meskipun sudah
berganti nama) seperti bank – bank BUMN yang menjadi Bank
Mandiri atau Bank BNI, Pertamina, distributor pupuk, ABRI (sekarang
TNI), dan lain-lain.
c. Gebrakan membawa sukses “sesaat” seperti terlihat dalam hasil kerja
Komisi Empat, Opstib, Opstibpus, dan lain-lain.
d) Korupsi- Tinjauan Sosiologis Aditjondro

Geogre Junus Aditjondro adalah pengajar dan peneliti mengenai


sosiologi korupsi di Universitas New Castle, Jurusan Sosiologi dan
Antropologi. Ia pernah menerima penghargaan lingkungan hidup,
Kalpataru, dari (pada waktu itu Presiden) Soeharto. Sepuluh tahun
kemudian penghargaan itu dikembalikannya sebagai protes atas

18
pelanggaran HAM dan lingkungan oleh rezim soeharto. Tulisan-
tulisannya tercecer mengenai korupsi oleh para mantan presiden, keluarga
dan kroninya dibukukan dengan judul “Korupsi Kepresidenan”.

Ada beberapa kesimpulan yang dibuat Aditjoro mengenai korupsi


kepresidenan di Indonesia, yang perlu diketahui akuntan forensik:

1. Bentuk oligarki berkaki tiga (Istana, Tangsi, dan Partai penguasa) yang
melanggengkan dan mewariskan korupsi kepada pemerintahan
penerus.

2. Oligarki yang dipimpin oleh istri (Nyonya Tien Soeharto) atau suami
(Taufiq Kiemas) presiden atau spouse-led oligarchi. Aditjoro
menambahkan bahwa itulah sebabnya sejumlah penulis mengingatkan
Taufiq Kiemas, suami Megawati Soekarnoputri, untuk menarik
pelajaran dari kasus Mike Arroyo (suami Gloria Macapagal Arroyo)
dan dari Asif Zardari (suami Benazir Bhutto).

3. Oligarki dan jejaring bisnis dan politik yang membentengi


keperntingan mantan penguasa dengan segala cara “pemindahan
kekayaan?”
D. LANGKAH MENCEGAH FRAUD
Menurut Amrizal (2004), beberapa langkah untuk pencegahan
kecurangan (fraud) antara lain:
a) Membangun struktur pengendalian intern yang baik.
b) Mengefektifkan aktivitas pengendalian.
c) Meningkatkan kultur organisasi.
d) Mengefektifkan fungsi internal audit.
Salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah timbulnya fraud
adalah melalui peningkatan sistem pengendalian intern (internal control
system) selain melalui struktur / mekanisme pengendalian intern. Dalam hal
ini,

19
yang paling bertanggung jawab atas pengendalian intern adalah pihak
manajemen suatu organisasi. Dalam rangka pencegahan fraud, maka berbagai
upaya harus dikerahkan untuk membuat para pelaku fraud tidak berani
melakukan fraud. Apabila fraud terjadi, maka dampak (effect) yang timbul
diharapkan dapat diminimalisir. Auditor internal bertanggungjawab untuk
membantu pencegahan fraud dengan jalan melakukan pengujian (test) atas
kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian intern, dengan mengevaluasi
seberapa jauh risiko yang potensial (potential risk) telah diidentifikasi.
Dalam pelaksanaan audit kinerja (performance audit), audit keuangan
(financial audit) maupun audit operasional (operational audit), auditor
internal harus mengidentifikasi adanya gejala kecurangan (fraud symptom)
berupa red flag atau fraud indicator. Hal ini menjadi penting agar apabila
terjadi fraud, maka auditor internal lebih mudah melakukan investigasi atas
fraud tersebut.

LANGKAH MENCEGAH FRAUD


Landasan utama dalam pelaksanaan program pencegahan fraud yang
efektif di organisasi adalah dengan melaksanakan proses penilaian risiko
secara menyeluruh. Konsep dasar penilaian risiko fraud adalah penilaian
keterjadian dan dampak atas risiko yang telah teridentifikasi. Di dalam
Committee of Sponsoring Organizations of the Threadway Commission,
terdapat beberapa tahapan dalam proses penilaian risiko fraud diantaranya:
1. membentuk tim penilai risiko yang melibatkan tingkatan manajemen yang
tepat;
2. mengidentifikasi potensi risiko fraud organisasi dengan menilai risiko pada
seluruh tingkatan organisasi dan yang berasal dari lingkungan internal dan
ekternal, mengakomodir berbagai jenis fraud serta mempertimbangkan
terjadinya management override control;
3. menilai kemungkinan dan signifikansi atas masing-masing risiko fraud
yang telah teridentifikasi;
4. menentukan karyawan dan departemen yang berpotensi terlibat
berdasarkan fraudtriangle;
5. mengidentifikasi kontrol yang ada dan menilai keefektifannya;
6. menilai dan merespon risiko fraud residual yang perlu dimitigasi;
7. mendokumentasikan penilaian risiko fraud;
20
8. menilai risiko fraud kembali secara periodik.
Selain itu beberapa artikel juga memuat cara mendeteksi fraud sebagai
berikut:
1. Risk Analysis
Desain kebijakan anti korupsi harus diawali dengan melakukan analisas
apa saja pola korupsi yang mungkin terjadi. Kemudian di tindaklanjuti
dengan desain program anti korupsi yang sejalan dengan analisa tersebut.
2. Implementasi
Melakukan sosialisasi kebijakan anti korupsi, pelatihan anti korupsi, dan
evolusi proses bisnis untuk menghindari korupsi.
3. Sanksi
Harus ada sosialisasi kepada keluruh karyawan mengenai sanksi atas
korupsi. Sanksi itu dapat berupa pengurangan kompensasi, tidak naik
jabatan, atau bahkan pemecatan atau proses hukum.
4. Monitoring
Melakukan evaluasi program anti korupsi secara berkala dan mengambil
langkah perbaikan secara terus menerus.
Salah satu pencegahan yang bisa dilakukan untuk terhindar dari fraud
adalah meminta auditor internal untuk menganalisis laporan keuangan
perusahaan. Dengan tindakan ini, auditor dapat mendeteksi berbagai
kecurangan yang terjadi di perusahaan. dalam menjalankan analisis ini,
auditor menjalankan peranan penting dalam mencegah terjadinya kecurangan
atau fraud, yaitu:
1. Membangun struktur pengendalian intern yang baik
Dengan adanya hal ini kemanan dari aset perusahaan dapat terjamin dan
kegiatan operasional menjadi berjalan lancar, efektif, dan efisien. Adapun tiga
komponen pengendalian internal uang saling berkaitan yaitu:
 Lingkungan pengendalian (control environment)
 Penaksiran risiko (risk assessment)
 Informasi dan komunikasi (information and communication)
2. Mengefektifkan aktivitas pengendalian
Untuk menjalankan peran ini, terdapat beberapa hal bisa diterapkan,
yakni:
 Review kinerja yang terdiri dari review kinerja sesungguhnya
dibandingkan dengan anggaran dan prakiraan
 Pengolahan informasi seperti mengadakan pengecekan ketepatan,
kelengkapan, dan otorisasi transaksi
21
 Pengendalian aktivitas fisik yang mencakup keamanan fisik aktiva
3. Meningkatkan kultural organisasi
 Salah satu yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kultur organisasi
adalah dengan mengimplementasikan prinsip Good Corporate
Governance (GCG).
 Dengan adanya prinsip ini maka diharapkan agar dapat mendorong kinerja
perusahaan secara efektif dan efisien.
E. LANGKAH MENDETEKSI FRAUD
Fraud bisa diketahui dari 2 cara, yaitu hasil audit dan laporan dari
pihak lain. Jika audit dilakukan secara cermat dan akurat, akan mudah untuk
memperoleh red flag (sinyal) sebagai tanda yang dicurigai adanya gejala
fraud.
1. Kolusi:
a. Pelayanan cepat di luar batas kewajaran
b. Adanya prosedur birokrasi yang dilewati (potong Kompas)
c. Hubungan istimewa (kedekatan) dengan anggota atau pemasok
d. Persyaratan administrasi dan prosedur yang tidak lengkap tetapi tetap
lolos untuk pelayanan
e. Data lapangan yang meragukan (data/ informasi peminjam)
f. Kerjasama dengan anggota untuk memperoleh dana pinjaman.
g. Menghambat untuk rotasi posisi/ jabatan.
2. Pencurian:
a. Mengambil barang atau uang yang bukan miliknya tanpa sepengetahuan
pemilik/ pemegang kuasa
b. Memberikan data/ informasi lembaga kepada pihak lain
3. Gratifikasi:
a. Menerima/ meminta imbalan berupa barang/ uang atas pelayanan yang
telah diberikan
b. Memenangkan salah satu pemasok barang/ jasa
c. Memperoleh penghasilan tambahan di luar penghasilan resmi
4. Penggelapan:
a. Jumlah setoran tabungan atau angsuran yang tidak konstan.
b. Tidak adanya pencatatan terhadap penerimaan setoran.
c. Tidak menyerahkan hak anggota (sebagian atau sepenuhnya)
d. Menggunakan sebagian dana pinjaman anggota.
e. Menahan untuk beberapa saat terhadap penyetoran uang.
f. Menyalahgunakan uang lembaga.
5. Mark Up:
a. Meningkatkan nilai harga (biaya) pembelian dari harga aslinya.
22
b. Menambahkan jumlah unit barang lebih dari yang dibutuhkan
c. Menambahkan anggaran pembelian dalam penganggaran barang dan jasa.
d. Pembelanjaan secara terus-menerus di salah satu pemasok
e. Nota pembelian yang tidak wajar/ meragukan
Sebagaimana tindak fraud adalah tindakan yang seolah-olah benar atau
bersifat samar-samar, maka perlu kejelian dalam melakukan deteksi. Perlu
diketahui bahwa pelaku fraud pada dasarnya adalah orang cerdik dan cerdas,
sehingga tahu dimana celah yang memungkinkan melakukannya. Untuk
melakukan pencegahan dan deteksi kemungkinan fraud, perlu dilakukan:
1. Pemeriksaan silang (cross check) data lapangan
2. Pemeriksaan akurasi, kelengkapan, kebenaran, keabsyahan terhadap
dokumen pengeluaran dan penerimaan
3. Mewaspadai terhadap meningkatkan NPL atau PAR
4. Melakukan on the spot untuk memastikan kebenaran prosedur dan akurasi
data pelayanan di lapangan
5. Melakukan pemeriksaan terhadap seluruh proses pembukuan dan pelaporan
keuangan
6. Analisa keuangan : aktifa, passiva, cash flow, NPL, BOPO
7. Cash opname (pemeriksaan kas)
8. Pengawasan ketat terhadap pelaksanaan SOM/ SOP
9. Whistle Blower (pemberi informasi)
10. Complain Handling (kotak pengaduan)
11. Melakukan opname terhadap barang inventaris secara berkala
Fraud hanya bisa dicegah dengan meningkatkan Mutu Pelaksanaan
Pengawasan (Quality Controll Management) secara ketat terhadap seluruh
aspek dalam system pelayanan.

Selain hal di atas mendeteksi terjadinya kecurangan dalam laporan


keuangan dapat dilakukan dengan beberapa teknik di bawah ini:
1. Memeriksa jajaran manajerial
Kasus penggelapan, kecurangan laporan keuangan sering kali
melibatkan pihak di jajaran manajerial atau pengambil keputusan. Karena itu,
jajaran manajemen harus diselidiki untuk mengetahui tujuan mereka
melakukan kecurangan.
2. Adanya keterkaitan dengan pihak eksternal

23
Salah satu cara yang sering digunakan dalam melakukan kecurangan
adalah dengan memberikan bantuan pada organisasi baik yang nyata atau
fiktif. Untuk itu harus dideteksi adanya hubungan antara organisasi dengan
lembaga keuangan, organisasi dengan individu, eksternal auditor, lembaga
pemerintahan, atau investor.
3. Sifat organisasi
Sebuah kecurangan sering kali tidak terendus karena adanya struktur
organisasi yang digunakan untuk menyembunyikan kecurangan tersebut.
Misalnya struktur organisasi yang terlalu kompleks atau tidak adanya internal
audit dalam sebuah departemen. Untuk itu peneliti harus mengetahui seluk
beluk organisasi termasuk pemilik perusahaan.
4. Laporan keuangan dan karakteristik operasional
Melakukan pemeriksaan di antaranya rekening pendapatan, aset,
kewajiban, pengeluaran atau ekuitas. Tanda kecurangan yang sering kali
terdeteksi adalah adanya perubahan dalam laporan keuangan.
5. Auditor Internal
Merupakan aktivitas konsultasi yang independen dan obyektif untuk
menambah nilai dan memperbaiki operasional organisasi. Definisi lainnya
adalah penilaian yang dilakukan oleh personel dalam organisasi yang
memiliki kompetensi dalam hal meneliti catatan akuntansi perusahaan dan
pengendalian internal dalam perusahaan. Tujuan dari auditor internal adalah
untuk membantu pihak manajemen dalam pertanggungan jawab dengan
memberikan analisis, saran, penilaian tentang kegiatan yang diaudit.
6. Auditor eksternal
Auditor eksternal diperlukan untuk mendeteksi kecurangan dalam
organisasi serta melakukan analisis jika auditor internal mengalami kesulitan.

Para praktisi harus tau apa yang mereka harapkan dari standar untuk
pemeriksaaan yang secara spesifik ditujukan untuk menemukan fraud.
Sekurang-kurangnya para praktisi harus menyadari hal-hal berikut ini.

24
a. Mereka tidak bisa, karenanya tidak boleh, memberikan jaminan bahwa
mereka bisa menemukan fraud. Klien dapat membatasi upaya menemukan
fraud ini bergantung kepada waktu dan keahlian yang digunakan;
b. Seluruh pekerjaan didasarkan atas standar audit. Di Indonesia untuk
pekerjaan KAP, standar ini adalah SPAP.
c. Jumlah fee bergantung pada luasnya upaya pemeriksaan yang ditetapkan
klien. Jadi kalian bisa memilih penugasan yang bernilai Rp 100 juta, Rp 200
juta, Rp 1 miliar, dan seterusnya.
d. Praktisi bersedia untuk memperluas jasanya dari tahap proactive review ke
tahap pendalaman apabila ada indikasi terjadinya farud. Tentunya dengan
tambahan fee.
F. LANGKAH MENDETEKSI FRAUD
Sebelumnya telah di bahas terkait fraud tree, dimana fraud tree ini
bermanfaat dalam memetakan fraud dalam lingkungan kerja. Peta ini
membantu akuntan forensik mengenali dan mendiagnosis fraud yang terjadi.
Ada gejala-gejala “penyakit” fraud yang dalam auditing dikenal sebagai red
flags. Dengan memahami gejala-gejala ini dan menguasai teknik-teknik audit
investigatif, akuntan forensik dapat mendeteksi fraud tersebut.

Deteksi fraud mencakup identifikasi indikator-indikator


kecurangan (fraud indicators) yang memerlukan tindak lanjut auditor internal
untuk melakukan investigasi. Beberapa hal yang harus dimiliki oleh auditor
internal agar pendeteksian fraud lebih lancar antara lain :

a) Memiliki keahlian (skill) dan pengetahuan (knowledge) yang memadai


dalam mengidentifikasi indikator terjadinya fraud. Dalam hal ini auditor
internal harus mengetahui secara mendalam mengapa seseorang
melakukan

fraud termasuk penyebab fraud, jenis-jenis fraud, karakterisitik fraud,


modus operasi (teknik-teknik) fraud yang biasa terjadi.

b) Memiliki sikap kewaspadaan yang tinggi terhadap kemungkinan


kelemahan pengendalian intern dengan melakukan serangkaian pengujian
(test) untuk menemukan indikator terjadinya fraud. Apabila diperlukan
dapat menggunakan alat bantu (tool) berupa ilmu akuntansi forensik
(forensic accounting) untuk memperoleh bukti audit (audit evidence) yang
25
kuat dan valid. Forensic accounting merupakan suatu integrasi dari
akuntansi (accounting), teknologi informasi (information technology) dan
keahlian investigasi ( investigation skill).

c) Memiliki keakuratan & kecermatan (accuracy) dalam mengevaluasi


indikator- indikator fraud tersebut.
G. KASUS FRAUD DI INDONESIA DAN KORUPSI
Berbagai macam kasus fraud yang ada di indonsia terus meningkat di
berbagai kalangan, baik pejabat maupun tokoh-tokoh masyarkat lain. Di kutip
pada Kompas.com Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan,
pihaknya telah menerima 185 pengaduan tindak kejahatan fraud yang
dilakukan oleh pegawai di Kementerian Keuangan pada tahun 2022. Atas 185
pengaduan di 2022 tersebut, 96 pegawai Kemenkeu telah dijatuhi hukuman
disiplin. Jumlah laporan pengaduan tersebut juga meningkat dari 2021, yakni
174 laporan. Dari laporan pada 2021 tersebut sebanyak 114 laporan
ditindaklanjuti. Atas kasus tersebut, Sri Mulyani mengungkapkan pihaknya
akan meminta Inspektorat Jenderal untuk terus memperkuat sistem
whistleblower dari masyarakat. Dia pun mempersilahkan masyarakat
membuat pengaduan secara langsung jika mengidentifikasi adanya
pelanggaran hukum, kecurangan atau potensi tindak kejahatan yang dilakukan
pegawai di lingkup Kemenkeu.

Salah satu contoh kasus korupsi yaitu Kasus Lukas Enembe

Gubernur Papua Lukas Enembe telah ditetapkan oleh KPK sebagai


tersangka tindak pidana korupsi. Aliran dana Lukas Enembe dianggap
mencurigakan karena menerima gratifikasi sebesar Rp1 miliar, menyetor
USD5 juta dolar ke rumah judi dan menyetor Rp560 miliar ke kasino. 
Semua bermula dari laporan PPATK yang mengungkap bahwa sejak 2017 ada
12 dugaan pengelolaan keuangan yang tidak wajar. Pihak PPATK meneruskan
laporan tersebut ke KPK. Kini PPATK telah memblokir sejumlah rekening
milik Lukas Enembe dengan total uang sebanyak Rp71 miliar. Sementara itu,
ada dua kasus yang hingga saat ini masih didalami yakni kasus pengelolaan

26
PON Papua dan manajer pencucian uang yang dimiliki Lukas Enembe.  KPK
juga telah melakukan dua kali pemanggilan kepada Lukas Enembe. Namun,
tersangka tidak datang dengan alasan sakit dan ia juga mengajukan
permohonan untuk berobat ke Singapura.  Lukas Enembe belum mendapatkan
izin untuk berobat ke Singapura karena masih dalam status pencegahan ke
luar negeri hingga Maret 2023. Hal ini dilakukan untuk pelancaran proses
penyidikan. 

Gubernur Papua Lukas Enembe ditetapkan menjadi tersangka kasus


suap dan gratifikasi pada 14 September 2022 lalu. Namun, penangkapan dan
pemeriksaan baru berhasil dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
pada Selasa lalu, 10 Januari 2023. Pada tahun 2017 Dugaan suap dan
gratifikasi yang dilayangkan kepada Lukas berawal dari laporan Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait adanya
pengelolaan uang tak wajar. Transaksi yang dilakukan Lukas mencapai
ratusan miliar rupiah, antara lain setoran tunai ke kasino Singapura hingga
pembelian tunai jam tangan mewah. Di tahun yang sama, Bareskrim Polri
melakukan pemeriksaan terhadap kasus korupsi pengelolaan anggaran
Pemerintah Provinsi Papua periode 2014-2017. Kasus ini berhubungan
dengan sejumlah proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua.

Pada 5 September 2022 Setelah lima tahun, KPK menetapkan Lukas


Enembe sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi senilai Rp 1 miliar.
Sejak ditetapkannya sebagai tersangka, pendukung Lukas bergerak melawan.
12 September 2022 KPK memanggil Lukas untuk pemeriksaan, tetapi ia tidak
datang dengan alasan sakit. Selanjutnya pada 23 September 2022 tim dokter
Lukas meminta penundaan penyidikan dengan membawa dokumen medis.
KPK menjadwalkan pemeriksaan kedua, tetapi Lukas lagi-lagi datang dengan
alasan sakit. Ia meminta untuk KPK memeriksa di lapangan sesuai permintaan
masyarakat adat Papua. Pengacara Lukas, Stefanus Roy Rening, mengklaim
bahwa kliennya memiliki tambang emas sebagai jawaban dari pertanyaan
KPK terkait sumber uang Lukas. Namun, dalam laporan harta kekayaan
27
penyelenggara negara (LHKPN) yang dilaporan Lukas, tidak terdapat
perusahaan tambang emas di dalamnya.

Tempo melihat LHKPN yang terakhir dilaporkan Lukas pada 31 Maret


2022 untuk periode 2021 adalah sebesar Rp 33,78 miliar. Sebagian besar harta
miliknya berasal dari tanah dan bangunan serta transportasi dan mesin. Total
kekayaan tanah dan bangunan Lukas mencapai RP 13,6 miliar. Ia dikenal
sebagai pemilik 6 bidang tanan dan bangunan terbesar di Kabupaten/Kota
Jayapura. Di samping itu, total kekayaan transportasi dan mesin miliknya
mencapai total aset Rp 932,48 juta. Kendaraan yang dimiliki Lukas adalah
mobil Toyota Fortuner (2007), mobil Honda Jazz (2007), mobil Toyota Land
Cruiser (2010), dan mobil Toyota Camry (2010). Jika dibandingkan pada
LHKPN periode 2020, total kekayaan Lukas Enembe hanya Rp 31,28 miliar
yang artinya terjadi peningkatan kekayaan sebesar Rp 2,5 miliar dalam satu
tahun. 27 September 2022, Terungkap sejumlah foto dan lokasi aktivitas judi
Lukas di tiga negara oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI).
Namun, pengacara Aloysius Renwarin menjelaskan bahwa kliennya bermain
judi untuk hiburan. Kemudian 3 November 2022 Ketua KPK Firli Bahuri
bersama tim penyidik dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) datang ke kediaman
Lukas untuk memeriksanya. Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka,
sebuah perusahaan konstruksi, ditahan oleh KPK dan ditetapkan sebagai
tersangka yang memberi suap kepada Lukas Enembe.

Pada tanggal 10 Januari 2023 Lukas ditangkap oleh KPK di rumah


makan di Kota Jayapura, Papua. Firli Bahuri mengatakan timnya mendapat
informasi terkait keberadaan Lukas yang akan berangkat ke Mamit Tolikara
pada Selasa, 10 Januari 2023. Keberangkatan Lukas ke Tolikara diduga
sebagai cara Gubernur Papua tersebut untuk kabur dari Indonesia. Setelah
ditangkap, Lukas dibawa ke Mako Brimob Polda Jayapura untuk diperiksa
sebelum dibawa ke Jakarta. Saat di markas Brimob, terjadi kericuhan yang
dipantik oleh massa simpatisan Lukas dengan melempar batu arah personel
Brimob. Ini membuat dua simpatisan dibekuk oleh polisi. Tak hanya itu, saat
Lukas berada di Bandara Sentani untuk terbang ke Jakarta, massa simpatisan
28
Lukas memaksa masuk ke landasan pesawat disertai aksi perusakan hingga
terjadi bentrokan petugas gabungan Polri. Massa simpatisan Lukas menyerang
petugas dengan batu dan busur panah sehingga dibalas dengna tembakan
peringatan yang tidak dihiraukan oleh massa simpatisan. Hal ini berujung
polisi terpaksa melumpuhkan mereka dengan tembakan hingga timbul lima
orang dari massa simpatisan sebagai korban luka dan satu orang tewas
tertembak.

Sesampainya di Jakarta, Lukas langsung dibawa ke Rumah Sakit Pusat


Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto. Hal ini karena menurut Pengacara
Petrus Balla Pattyona, kliennya masih dalam keadaan sakit saat ditangkap.

Selain itu ada pula tindak kecurangana atau fraud yang dilakukan oleh
PT Tiga Pilar Sejahtera.

Manipulasi laporan keuangan merupakan sesuatu yang biasanya


dilakukan oleh perusahaan apabila mereka mengalami masalah keuangan. PT
Tiga Pilar Sejahtera (AISA) atau TPS Food merupakan perusahaan yang
bergerak di bidang produksi consumer goods. Kasus ini bermula dari
ditemukannya anak perusahaan PT TPS Food yaitu PT Indo Beras Unggul
(IBU) mengepul beras petani bersubsidi untuk diproses dan dikemas ulang
menjadi beras premium. Karena kejadian ini, saham AISA turun signifikan
dan membuat perusahaan berusaha mempercantik laporan keuangan tahun
2017. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) 2018,
pemegang saham mengajukan investigasi terhadap laporan keuangan 2017
dan menunjuk Ernst & Young Indonesia (EY) untuk melakukan audit kembali
atas laporan keuangan tahun 2017.

Dalam laporan hasil investigasi tersebut ditemukan adanya fraudulent


statements yaitu pencatatan keuangan yang berbeda dengan pencatatan
keuangan yang dipergunakan oleh auditor keuangan dalam melakukan audit
laporan keuangan tahun buku 2017. Berikut adalah temuan dari EY:

29
1. Terdapat dugaan overstatement sebesar Rp 4 triliun pada akun piutang
usaha, persediaan, dan aset tetap Grup TPSF dan sebesar Rp 662 miliar
pada Penjualan serta Rp 329 miliar pada EBITDA Entitas Food.
2. Terdapat dugaan aliran dana sebesar Rp 1,78 triliun dengan berbagai
skema dari Grup TPSF kepada pihak-pihak yang diduga terafiliasi dengan
Manajemen Lama (“Pihak Terafiliasi”), antara lain dengan menggunakan
pencairan pinjaman Grup TPSF dari beberapa bank, pencairan deposito
berjangka, transfer dana di rekening Bank, dan pembiayaan beban Pihak
Terafiliasi oleh Grup TPSF.
3. Terkait hubungan dan transaksi dengan Pihak Terafiliasi, tidak ditemukan
adanya pengungkapan (disclosure) secara memadai kepada para pemangku
kepentingan (stakeholders) yang relevan. Hal ini berpotensi melanggar
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
No. KEP-412/BL/2009 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan
Kepentingan Transaksi Tertentu.
Rekayasa laporan keuangan yang dilakukan oleh AISA Grup telah
menyebabkan banyak kerugian antara lain adalah memberikan informasi palsu
kepada para investor, kredibilitas perusahaan semakin berkurang dan citra
perusahaan dari masyarakat menjadi buruk.

30
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kata kecurangan (fraud) dalam kehidupan sehari-hari merupakan hal
yang sering didengar berkonotasi negatif. Secara awam kecurangan adalah
tindakan tidak jujur dengan bentuk tipu muslihat termaksuk dalam penyajian
suatu fakta yang sengaja disalahkan. Kecurangan merupakan kumpulan
tindakan ketidakberesan dan tindakan melawan hukum, bentuk-bentuk
kecurangan yang memiliki konsekuensi hukum antara lain : penggelapan,
penyuapan, pencurian dengan cara menipu, korupsi, kolusi, nepotisme,
menyalahgunakan wewenang dan jabatan, kecurangan dalam laporan
keuangan.
Korupsi sebagai salah satu bentuk kecurangan merupakan suatu tindak
perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau
perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua
aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan
aspek penggunaan uang Negara untuk kepentingannya. Penyebabnya antara
lain: ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika,
kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya
hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku
korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi.

31
DAFTAR PUSTAKA

Tunakotta, Thedorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta:


Salemba Empat.
https://www.scribd.com/doc/249483056/Forensik-Fraud-Bab-6
http://www.pa-singkawang.go.id/131-artikel/181-memahami-
korupsi
https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220510-kenali-dasar-hukum-
pemberantasan-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia
https://accounting.binus.ac.id/2021/12/27/kasus-fraud-pt-tiga-pilar-sejahtera-masalah-
fraud/
https://www.antaranews.com/berita/2012172/ahli-nilai-perkara-tiga-pilar-sejahtera-food-
adalah-human-fraud
https://www.metrotvnews.com/play/kELC1RgZ-kronologi-kasus-lukas-enembe-dari-
dugaan-korupsi-hingga-pencucian-uang#:~:text=Gubernur%20Papua%20Lukas
%20Enembe%20telah%20ditetapkan%20oleh%20KPK,rumah%20judi%20dan
%20menyetor%20Rp560%20miliar%20ke%20kasino.
https://money.kompas.com/read/2023/02/25/191356026/sri-mulyani-terima-185-
pengaduan-fraud-pns-kemenkeu-sepanjang-2022
https://nasional.sindonews.com/read/1048567/13/kasus-lukas-enembe-kpk-blokir-rekening-
senilai-rp818-miliar-dan-sgd31559-1678960981?showpage=all
https://zahiraccounting.com/id/blog/cara-efektif-mendeteksi-kecurangan-fraud-dalam-
profesi-akuntansi/
Setiawan, E., & Baningrum, R. M. (2018). Deteksi Fraud Financial Reporting
Menggunakan Analisis Fraud Pentagon: Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur
yang Listed di BEI Tahun 2014-2016. Riset Akuntansi Dan Keuangan Indonesia,
3(2), 91–106.
Soegiarto, D., & Mulyani, U. R. (2022). Pendampingan Mendeteksi FRAUD pada
Koperasi di Kabupaten Kudus. Muria Jurnal Layanan Masyarakat, 4(2), 80–85.
Sudarmanto, E. (2020). Manajemen Risiko : Deteksi Dini Upaya Pencegahan Fraud. Jurnal
Ilmu Manajemen, 9(2), 107–121.
Tuanakotta, Theodorus M., Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

32

Anda mungkin juga menyukai