Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FRAUD DAN KORUPSI

KELOMPOK 5 :

KAMELIA AFANDY (A031171005)

ANDI SYIFA MARDHIYA BASO (A031171523)

NURUL RAHMASARI (A031171522)

SITTI NUR AZIZAH (A31116307)

RISMAYANTI (A031171019)

AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kekuatan
dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah tentang Fraud dan Korupsi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
dalam penyusunan makalah ini. Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan
berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Makassar, Oktober 2019

Penulis,
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam
melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang direncanakan
mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan
terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang
terlibatsejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan salah satu negara
terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya,
negara ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah
negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu
penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya.

Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga
menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat
kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya fraud dan korupsi. Fraud
dan Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang
sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Fraud dan Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang
sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan
pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggotalegislatif
dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lainsebagainya di luar batas kewajaran.
Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah
tanah air.

Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol
adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas?
Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah fraud dan korupsi harus diberantas. Jika
kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir
yang paling rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya
dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena fraud dan korupsi
membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dari Fraud dan korupsi ?
2. Bagaimana Fraud dan Korupsi di atur dalam UU di Indonesia ?
3. Apa saja jenis-jenis Fraud menurut ACFE ?
4. Mengapa Fraud bisa terjadi ?
5. Apa-apa saja tinjauan sosiologis dari Korupsi ?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dari Fraud dan korupsi ?
2. Untuk mengetahui bagaimana Fraud dan Korupsi di atur dalam UU di Indonesia ?
3. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis Fraud menurut ACFE ?
4. Untuk mengetahui mengapa Fraud bisa terjadi ?
5. Untuk mengetahui apa-apa saja tinjauan sosiologis dari Korupsi ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI FRAUD DAN KORUPSI

PENGERTIAN FRAUD

Fraud merupakan penipuan yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau
untuk merugikan orang lain atau suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya
perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan
pribadi. Dalam bahasa yang lebih sederhana, fraud adalah penipuan yang disengaja.

PENGERTIAN KORUPSI

Korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari
kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa
Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption; dan Belanda
yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia yaitu
korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991 (KBBI) korupsi berarti busuk; palsu;
atau suap.

2.2 FRAUD DAN KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur berbagai ketentuan


perundangan menunjuk kepada beberapa tindak pidana yang oleh para akuntan dikenal sebagai
fraud. Kecurangan atau perbuatan curang hanyalah salah satu dari berbagai tindak pidana
tersebut.

Kitab KUHP misalnya, menyebutkan beberapa pasal yang mencakup pengertian fraud seperti:

1. Pasal 362 tentang pencurian (definisi KUHP: “mengambil barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum”);
2. Pasar 368 tentang pemerasan dan pengancaman (defisi KUHP: “dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya
membuat hutang maupun menghapuskan piutang”);
3. Pasal 372 tentang penggelapan (definisi KUHP: “dengan sengaja dan melawan hukum
memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain,
tetapi yang ada dalam kekerasannya bukan karena kejahatan”);
4. Pasal 378 tentang perbuatan curang (definisi KUHP: ““dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang barang sesuatu kepadanya, atau
supaya memberi hutang maupun menghapuskan hutang”)
5. Pasal 396 tentang merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit.
6. Pasal 406 tentang menghancurkan atau merusakkan barang (definisi KUHP : ‘’dengan
sengaja atau melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai
atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain”)
7. Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425 dan 435 yang secara khusus
diatur dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi (undang-undang
nomor 31 Tahun 1999).

Disamping KUHP juga ada ketentuan perundang-undangan lain yang mengatur perbuatan
melawan hukum yang termasuk dalam kategori fraud, seperti undang-undang tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi, berbagai undang-undang perpajakan yang mengatur tindak
pidana perpajakan, undang-undang tentang pencurian uang, undang-undang perlindungan
konsumen dan lain-lain.

Undang-undang nomor 31 tahun 1999, Undang-undang nomor 20 Tahun 2001


merupakan undang-undang yang mengatur salah satu bentuk fraud yaitu korupsi. Tindak pidana
korupsi yang diatur dalam Undang-undang ini dirumuskan seluas-luasnya, sehingga meliputi
perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, secara
melawan hukum. Dengan rumusan tersebut, pengertian melawan hukum dalam tindak pidana
korupsi dapat pula mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan
masyarakat harus dituntut dan dipidana.
Perbuatan melawan hukum disini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil
maupun materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-
undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa
keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat
dipidana sesuai Pasal 2 ayat 1. Dalam Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi yang
diterbitkan oleh KPK (2006): Menurut perspektif hukum, Korupsi telah diatur didalam Undang-
undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang nomor 20 Tahun 2001.

Ketiga belas pasal tersebut dirumuskan dalam 30 (tigapuluh) jenis tindak pidana korupsi.
Ketiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Menyangkut kerugian keuangan negara


2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan,
4. Pemerasan,
5. Perbuatan curang,
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa (pasal 12 huruf i),
7. Gratifikasi.

2.3 POHON FRAUD

Menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), Fraud merupakan


perbuatan - perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan
tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang
dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. Ada tiga jenis fraud menurut ACFE,
yaitu:

1. Penyimpangan Atas Asset (Asset Misappropriation)

Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan


atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang
tangible atau dapat diukur (defined value).

2. Pernyataan Palsu (Financial Statement Fraud)


Financial Statement Fraud meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif
suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya
dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan
keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah
window dressing.

3. Korupsi (Corruption)

Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak
lain seperti suap dan korupsi, dimana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-
negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata
kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali
tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis
mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan
(conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities),
dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion). Sedangkan Delf (2004) menambahkan satu
lagi tipologi fraud yaitu cybercrime. Ini jenis fraud yang paling canggih dan dilakukan oleh
pihak yang mempunyai keahlian khusus yang tidak selalu dimiliki oleh pihak lain. Cybercrime
juga akan menjadi jenis fraud yang paling ditakuti di masa depan di mana teknologi berkembang
dengan pesat dan canggih.

2.4 MENGAPA TERJADI FRAUD

Pada dasarnya, kecurangan dapat terjadi diakibatkan oleh beberapa hal yang
mendasarinya. Ketiga hal tersebut yaitu:

1) Insentif atau tekanan atau dorongan untuk melakukan fraud

Contoh: terdapat dorongan ekonomi dari yang bersangkutan.

2) Peluang untuk melakukan kecurangan

Contoh: A merupakan pegawai dibagian keuangan dan dapat memanipulasi


laporan keuangan agarf dapat melakukan kecurangan.
3) Sikap ataupun rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.

Contoh: si A melihat orang-orang dikantornya melakukan fraud dan berfikir


bahwa fraud adalah hal yang biasa-biasa saja terjadi.

DELAPAN PERTANYAAN TENTANG KORUPSI

Seorang senior economist pada Development Research Group, World Bank yaitu
Svensson mengajukan dan membahas delapan pertanyaan mengenai korupsi sebagai berikut:

1) What is corruption? (Apa sesungguhnya korupsi itu?)


2) Which countries are the most corrupt? (Negara-negara mana yang paling korup?)
3) What are the common characteristics of countries with high corruption? (Apa ciri-ciri
umum negara yang mempunyai tingkat korupsi yang tinggi?)
4) What is the magnitude of corruption? (Berapa besarnya korupsi?)
5) Do higher wages of bureaucrats reduce corruption? (Apakah gaji lebih tinggi untuk
para. birokrat akan menekan korupsi?)
6) Can competition reduce corruption? (Apakah persaingan dapat menekan korupsi?)
7) Why have there been so few (recent) successful attempts to fight corruption?
(Mengapa (akhir-akhir ini) begitu sedikit upaya yang berhasil memerangi korupsi?)
8) Does corruption adversely affect growth? (Apakah korupsi berdampak negatif
terhadap pertumbuhan?

2.5 TINJAUAN SOSIOLOGIS KORUPSI

Prof. Syed Hussein Alatas, guru besar pada jurusan Kajian Melayu, Universitas Nasional
Singapura merupakan penulis perintis mengenai masalah korupsi di kawasan ini. Beberapa
bukunya telah diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia oleh LP3ES.

Dari kasus – kasus korupsi sekitaran tahun 1970 – 1980-an yang dilaporkan Prof. Alatas, dapat
disimpulkan antara lain berikut ini:

1) Tipologi korupsinya tidak banyak berubah. Beberapa di antaranya merupakan penyakit


kekanak – kanakan alias mencuri terang – terangan.
2) Bahkan “pemain”-nya masih yang itu-itu juga (meskipun sudah berganti nama) seperti
bank – bank BUMN yang menjadi Bank Mandiri atau Bank BNI, Pertamina, distributor
pupuk, ABRI (sekarang TNI), dan lain-lain.
3) Gebrakan membawa sukses “sesaat” seperti terlihat dalam hasil kerja Komisi Empat,
Opstib, Opstibpus, dan lain-lain.

KORUPSI – TIJAUAN SOSIOLOGI ADITJONDRO

Geogre Junus Aditjondro adalah pengajar dan peneliti mengenai sosiologi korupsi di
Universitas New Castle, Jurusan Sosiologi dan Antropologi. Ia pernah menerima penghargaan
lingkungan hidup, Kalpataru, dari (pada waktu itu Presiden) Soeharto. Sepuluh tahun kemudian
penghargaan itu dikembalikannya sebagai protes atas pelanggaran HAM dan lingkungan oleh
rezim soeharto. Tulisan – tulisannya tercecer mengenai korupsi oleh para mantan presiden,
keluarga dan kroninya dibukukan dengan judul “Korupsi Kepresidenan”.

Ada beberapa kesimpulan yang dibuat Aditjoro mengenai korupsi kepresidenan di


Indonesia, yang perlu diketahui akuntan forensik:

1) Bentuk oligarki berkaki tiga (Istana, Tangsi, dan Partai penguasa) yang melanggengkan
dan mewariskan korupsi kepada pemerintahan penerus.
2) Oligarki yang dipimpin oleh istri (Nyonya Tien Soeharto) atau suami (Taufiq Kiemas)
presiden atau spouse-led oligarchi. Aditjoro menambahkan bahwa itulah sebabnya
sejumlah penulis mengingatkan Taufiq Kiemas, suami Megawati Soekarnoputri, untuk
menarik pelajaran dari kasus Mike Arroyo (suami Gloria Macapagal Arroyo) dan dari
Asif Zardari (suami Benazir Bhutto).
3) Oligarki dan jejaring bisnis dan politik yang membentengi keperntingan mantan penguasa
dengan segala cara “pemindahan kekayaan?”

Pertanyaan bagi akuntan forensik tentang kasus soeharto yaitu:

1) Ada atau tidak alternatif penyelesaian secara hukum yang dapat menyimpulkan bersalah
atau tidaknya Soeharto? Pertanyaan ini terlepas dari apakah pemerintahan yang berkuasa
akan memberikan pengampunan.
2) Apa pun bentuk penyelesaian terhadap soeharto, apakah penuntutan terhadap pejabat lain
atau kroninya dapat dilakukan? Pertanyaan ini timbul karena kesan yang ingin diberikan,
khususnya dalam kasus tujuh yayasan (Dharmais, Dakab, Supersemar, Amal Bhakti
Muslim Pancasila, Dana Mandiri, Gotong Royong, dan Trikora), bahwa segala
sesuatunya hanyalah tanggung jawab soeharto, sedang orang lain hanyalah pelaksana
yang mengikuti perintahnya.
3) Apakah keputusan yang akan diambil (secara hukum atau non-hukum) akan
mengamankan secara hukum proses pemulihan harta yang diduga hasil jarahan, baik
yang berada di dalam maupun di luar negeri.
4) Bagaimana menembus upaya-upaya soeharto, keluarganya, kroninya dan jaringan bisnis
dan politiknya untuk mengamankan kekayaan yang diduga berasal dari korupsi dari
sentuhan hukum seperti yang dibahas Aditjoro?
5) Kalau terjadi kegagalan (sebagian atau sepenuhnya) dalam kasus korupsi soeharto, apa
dampak negatif dari upaya hukum terhadap keluarga, penguasa/pejabat lain di era
soeharto dan penguasa – penguasa sesudah Soerharto.
BAB III

KESIMPULAN

Korupsi dan Fraud adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara
langsung merugikan orang lain maupun negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi
dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek
penggunaan uang Negara untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan
kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya
pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur
untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi. Fraud terjadi
akibat adanya paksaan atau dorongan, kesempatan, dan sikap rasionalitas yang menganggap
fraud adalah sebuah perbuatan yang baik.

Anda mungkin juga menyukai