Anda di halaman 1dari 17

RANGKUMAN MATA KULIAH

HUKUM PAJAK
TENTANG PENGADILAN PAJAK

Disusun oleh :

1. Husein Afiat ( A31113305)


2. Amidan Bein (A31113322)
3. Juardhy Munda ( A31113320)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
DAFTAR ISI
Hukum administrasi dan hukum pidana………………………………………………..1

Peradilan administrasi pajak……………………………………………………………1

Pengadilan pajak………………………………………………………………………..2

Keberatan……………………………………………………………………………….3

Banding dan gugatan……………………………………………………………………6

Peninjauan kembali……………………………………………………………………..10

Soal……………………………………………………………………………………..11

Daftar pustaka…………………………………………………………………………..15
Hukum pajak dapat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

1. Hukum administrasi.
2. Hukum pidana.

A. Hukum Adminstrasi dan Hukum Pidana


Hukum administrasi umumnya berupa sanksi administrasi baik berupa bunga, denda, dan
tambahan pokok pajak, maupun kenaikan dan dijatuhkan oleh fiskus. Sanksi adminstrasi
umumya berkaitan dengan masalah-masalah ketidaktaatan Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajiban, seperti tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), atau menyampaikan
SPT tetapi tidak benar dan tidak lengkap, yang dikarankan alpa, dan lain-lain.

Hukum pidana berkaitan dengan denda pidana maupun hukum penjara dan dijatuhkan
oleh hakim. Hukum pidana umumnya berkaitan dengan perbuatan-perbuatan yang dapat
dikategaorikan sebagai kejahatan, sepeti sengaja tidak mendaftarakan diri untuk memperoleh
NPWP, memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar, dan lain-lain.

B. Peradilan Administrasi Pajak


Peradilan adminstrasi pajak umumnya melibatkan minimal dua pihak yaitu pihak Wajib
Pajak dengan aparat pajak (fiskus). Peradilan adminstrasi pajak dibagi menjadi dua, yaitu
peradilan adminstrasi tidak murni dan peradilan administrasi murni.

a. Peradilan Administrasi Tidak Murni


Peradilan admistrasi ini disebut peradilan administrasi tidak murni karena dalam
peradilan administrasi ini hanya melibatkan dua pihak yaitu pihak Wajib Pajak dan pihak
fiskus tanpa melibatkan pihak ketiga yang independen. Fiskus sebagai pihak yang
bersengketa sekaligus menjadi pihak yang mengambil keputusan dalam perselisihan
pajak yang bersangkutan.

Contoh peradilan administrasi tidak murni dapat dilihat dalam kemajuan keberatan
yang diatur dalam Pasal 25 dan 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagimana
yang telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Hal 1
Wajib Pajak mengajukan keberatan (doleansi) karena adanya perselisihan mengenai
besarnya jumlah utang pajak, karenanya ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Terhadap surat keberatan yang masuk harus diambil keputusan.


2. Pihak yang mengambil keputusan adalah aparatur pajak (Dirjen Pajak, Kakanwil
Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan kewenangan masing-masing)
yang disebut sebgai hakim doleansi.

b. Peradilan Administrasi Murni


Peradilan administrasi murni adalah peradilan yang melibatkan tiga pihak, yaitu
Wajib Pajak, fiskus, dan hakim yang mengadili. Wajib Pajak dan fiskus adalah pihak
yang bersengketa, sedangkan hakim atau majelis hakim adalah pihak yang memtuskan
sengketa tersebut.

Contoh peradilan administrasi dapat dilihat yang diatur dalam pengajuan banding
yang diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana yang
telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak.

C. Pengadilan Pajak
Pengadilan Pajak berkedudukan di ibu kota negara. Susunan Pengadilan Pajak terdiri dari
atas pimpinan, hakim anggota, sekretaris dan panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak terdiri
atas seorang ketua dan paling banyak 5 (lima) orang wakil ketua.
Hakim tidak boleh merangkap menjadi:
 Pelaksana keputusan pengadilan.
 Wakil, pengampun, atau pejabat yang berkaitan dengan suatu sengketa pajak akan atau
sedang diperiksa olehnya.
 Penasihat hukum.
 Konsultan pajak.
 Akuntan publik dan pengusaha.

Hal 2
a. Kekuasaan pengadilan pajak
 Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutuskan
sengketa pajak.
 Pengadilan Pajak dalam hal banding hanya memeriksa dam memutuskan sengketa
atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
 Pengadilan Pajak dalam hal gugatan memeriksa dan memutuskan sengketa atas
pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan pembetulan atau keputusan lainnya.
Gugatan Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap:
o Pelaksana Surat Paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, atau pengumuman
lelang.
o Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan.
o Keputusan pembetulan yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak.
 Pengadilan Pajak adalah pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa
dan memutuskan sengketa pajak.
D. Keberatan
Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan
terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas sesuatu ketetepan pajak yang
dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini
WP dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak melalui KPP di mana Wajib Pajak
yang bersangkutan terdaftar. Sedangkan dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 25
Undang-Undang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan.

Wajib pajak dapat mengajukan keberatan atas sesuatu:

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).


2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
4. Surat Ketetetapan Pajak Nihil (SKPN).
5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.
Pihak yang mengajukan keberatan adalah sebagai berikut:

Hal 3
 Bagi WP Badan oleh Pengurus.
 Bagi WP Orang Pribadi oleh WP yang bersangkutan.
 Pihak yang dipotong/dipungut oleh pihak ketiga.
a. Syarat-syarat mengajukan keberatan
1. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan mengemukakan
jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah
rugi perhitungan menurut wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar
perhitungan.
2. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, wajib
Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan sebelum surat keputusan
disampaikan.
3. Jika Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak atas jumlah
pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan tertangguhkan sampai
dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan surat keputusan keberatan.
4. Jika Wajib Pajak mengajukan banding atas putusan keberatan, jangka waktu
pelunasan pajak atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan
keberatan tertangguhkan sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan
surat keputusan banding.
5. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak.
b. Jangka waktu pengajuan keberatan
Jangka waktu pengajuan keberatan bagi Wajib Pajak adalah sebagai berikut:

1. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB,
SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tangal dilakukan pemotongan/pemungutan
oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu
tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan.
2. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak,
maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT,
SKPLB, SKPN atau sejak tangal dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak
ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.

Hal 4
3. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat),
maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT,
SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak
ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
c. Keputusan atas surat keberatan
1. Kepala KPP atau Kepala Kantor Wilayah, atau Direktur Jenderal Pajak harus sudah
memberikan keputusan atas surat keberatan paling lambat 12 bulan sejak tanggal
surat keberatan diterima. Selanjutnya surat keputusan keberatan harus diterbitkan
selambat-lambatnya 3 bulan sejak jangka waktu 12 bulan tersebut berakhir. Apabila
dalam jangka waktu 12 bulan, kepala KPP atau Kepala Kantor Wilayah, atau
Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan maka keberatan yang diajukan
oleh pihak wajiab pajak dianggap diterima.
2. Wajib Pajak yang mengajukan keberatan tetapi tidak memenuhi persyaratan yang
ditetapkan maka Kepala KPP akan memberikan jawaban yang tertulis dengan surat
biasa (bukan surat keputusan penolakan) selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak
jangka waktu pengajuan keberatan berakhir. Apabila surat keberatan diajukan
setelah batas waktu pengajuan, maka jawaban akan diberi selambat-lambatnya 1
(satu) bulan sejak surat keberatan tersebut diterima.
3. Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan
tambahan atau penjelasan tertulis.
4. Keputusan keberatan dapat berupa dikabulkan semuanya, dikabulkan sebagian,
ditolak, dan menambah jumlah pajak. Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas
dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, maka Wajib pajak dapat
mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
d. Sanksi Administrasi
1. Jika keberatan ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenakan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak
berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.
2. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi yang
dimaksud di atas tidak dikenakan.

Hal 5
3. Jika permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenakan
sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak
berdasarkan keputusan banding dikurangi denga pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
Kewenangan dalam mengambil keputusan merupakan wewenang Direktur Jendral
Pajak yang begitu luas dan diberikan oleh Undang-Undang perpajakan, tentu saja tidak
dapat dilaksanakan sendiri. Oleh karenanya Direktur Jendral Pajak harus mengambil
suatu keputusan yang disesuaikan dengan struktur organisasi dari Direktorat Jendral
Pajak.
E. Banding dan Gugatan
a. Dasar hukum
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi
Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak.
Tugas pengadilan adalah memutuskan sengketa pajak.
b. Terminologi yang digunakan
1. Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib
Pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada
Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk
gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.
2. Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung pajak terhadap suatau keputusan yang dapat diajukan banding,
berdasarkan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku.
3. Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan Wajib Pajak atau penanggung
pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat
diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
4. Surat uraian banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi
jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.

Hal 6
5. Surat tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Pengadilan Pajak yang berisi
jawaban atas gugatan yang diajukan oleh penggugat.
6. Surat bantahan adalah surat dari pemohon banding atau penggugat kepada
Pengadilan Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian banding atau surat
tangggapan.
7. Hakim tunggal adalah hakim yang ditunjuk oleh ketua untuk memeriksa dan
memutuskan sengketa pajak.
8. Hakim anggota adalah hakim dalam suatu majelis yang ditunjuk oleh ketua untuk
menjadi anggota dalam majelis.
9. Hakim ketua adalah hakim anggota yang ditunjuk oleh ketua untuk memimpin
sidang.
10. Sekretaris, wakil sekretaris, dan sekretaris pengganti adalah sekretaris, wakil
sekretaris, dan sekretaris dalam Pengadilan Pajak.
11. Panitera, wakil panitera, dan panitera pengganti adalah sekretaris, wakil
sekretaris, dan sekretaris pengganti Pengadilan Pajak yang melaksanakan fungsi
kepaniteraan.
c. Syarat mengajukan banding
1. Banding diajukan dengan surat banding dalam bahasa Indonesia kepada Pengadilan
Pajak.
2. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya
keputusan yang dibandingkan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan.
3. Jangka waktu tersebut tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat
dipenuhi karena keadaaan diluar kekuasaan pemohon banding.
4. Terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) surat banding.
5. Banding diajukan disertai dengan alasan-alasan yang jelas dan dicantumkan tanggal
diterimanya surat keputusan yang dibanding.
6. Pada surat banding dilampirkan salinan keputusan yang dibanding.
7. Selain dari persyaratan tersebut, dalam hal banding diajukan terhadap besarnya
jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.

Hal 7
8. Banding diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya.
9. Apabila selama proses banding pemohon banding melakukan penggabungan,
peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat
dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertangungjawaban karena penggabungan,
peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi yang dimaksud.
10. Apabila selama proses banding, pemohon banding meninggal dunia, banding dapat
dilanjutkan oleh ahli warisnya, pengampunya dalam hal pemohon banding pailit.
11. Pemohon banding dapat melengkapi surat bandingnya untuk memenuhi ketentuan
yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud di atas.
12. Terhadap bandingan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan
Pajak.
13. Banding yang dicabut, dihapus dari daftar sengketa dengan:
a. Penetapan ketua dalam surat pernyataaan pencabutan diajukan sebelum sidang
dilaksanakan.
b. Putusan majelis/hakim tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.
14. Banding yang telah dicabut melalui penetapan putusan tidak dapat diajukan
kembali.
d. Syarat mengajukan gugatan
1. Gugatan diajukan secara tertulis bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
2. Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak
adalah 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan.
3. Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap keputusan selain gugatan adalah
30 hari sejak tanggal diterimanya keputusan yang digugat.
4. Jangka waktu sebagaimana yang dimaksud diatas tidak mengikat apabila jangka
waktu dimaksud tidak dapat memenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.
5. Perpanjangan jangka waktu sebagaimana yang dimaksud adalah 14 hari terhitung
sejak berakhirnya keadaaan diluar kekuasaan penggugat.
6. Terhadap satu pelaksanaan penagihan atau satu keputusan diajukan satu surat
penggugat.

Hal 8
7. Gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya dengan disertai alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima,
pelaksanaan penagihan, atau keputusan yang digugat dan dilampirkan salinan dokumen
yang digugat.
8. Apabila selama proses pengguagatan, penggugat meninggal dunia, gugatan dapat
dilanjutkan oleh ahli warisnya, pengampunya dalam hal pemohon banding pailit.
9. Apabila selama proses gugatan, pemohon banding melakukan penggabungan,
peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan yang dimaksud
dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena
penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi yang dimaksud.
10. Terhadap bandingan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan
Pajak.
11. Gugatan yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:
a. Ketetapan ketua dalam surat pernyataan pencabutan diajukan dalam sidang
dilaksanakan.
b. Putusan majelis/hakim tunggal melalui pemeriksaaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan tergugat.
12. Banding yang telah dicabut melalui penetapan putusan tidak dapat diajukan
kembali.
13. Gugatan tidak menghalangi atau menunda dilaksanakannya penagihan pajak atau
kewajiban perpajakan.
14. Penggugat dapat mengajukan permohonan agar tidak lanjut pelaksanaan penagihan
pajak ditunda selama pemeriksaan sengketa pajak sedang berjalan, sampai ada putusan
pengadilan pajak.
15. Permohonan dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat diputus terlebih
dahulu dari pokok sengketanya.
16. Permohonan penundaan dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang
sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika
dilaksanakan penagihan pajak yang digugat itu dilaksanakan.

Hal 9
F. Peninjauan Kembali
a. Pemeriksaan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan pajak
1. Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali pada saat Makamah
Agung melalui pengadilan pajak.
2. Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan
pelaksanaan putusan pegadilan pajak.
3. Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut sebelum putusan, dan dalam hal
sudah dicabut permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan kembali.
4. Hukum acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum
acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus
dalam undang-undang ini.
5. Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan
antara lain:
a. Apabila putusan pengadilan pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu
didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim palsu dinyatakan palsu.
b. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang
apabila diketahui pada tahap persidangan di pengadilan pajak akan menghasilkan
keputusan yang berbeda.
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang
dituntut, kecuali yang diputuskan berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c.
d. Apabila mengetahui suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya.
e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Pengajuan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagimana dimaksud di atas
huruf a dilakukan paling lambat tiga bulan terhitung sejak diketahui kebohongan atau
tipu muslihat atau sejak putusan hakim pengadilan pidana memperoleh kekuatan
hukum tetap.
7. Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana yang
dimaksud diatas huruf b dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tiga bulan

Hal 10
terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus
dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
8. Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana
dimaksud diatas huruf c, d, dan e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tiga
bulan terhitung sejak putusan dikirim.
9. Mahkamah Agung memeriksa dan memutuskan permohonan peninjauan kembali
dengan ketentuan:
a. Dalam jangka waktu 6 bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima
oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal pengadilan pajak
mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa.
b. Dalam jangka waktu 1 bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima
oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal pengadilan pajak
mengambil putusan melalui pemeriksaan acara cepat.
10. Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang
terbuka umum.
b. Permohonan peninjauan kembali sanksi administrasi perpajakan
Berdasarkan Pasal 25 UU KUP, tidak menyebutkan STP. Hal ini karena STP
bukanlah ketetapan atas pokok pajak melainkan hanya mengenai sanksi adminitrasi.
Karena atas penerbitan STP tidak dapat diajukan keberatan, maka uapaya yang dapat
dilakukan oleh Wajib Pajak adalah mengajukan peninjuan kembali kembali jumlah
ketetapan pajak dan sanksi administrasi yang tercantum dalam STP.
Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP dan keputusan Kementerian
Keuangan Nomor 953/KMK.04/1983 disebutkan bahwa Menteri Keuangan dapat
menerbitkan Keputusan Peninjauan Kembali dengan mengurangkan atau membatalkan
ketetapan pajak dan sanksi administrasi yang tidak benar. Terhadap keputusan peninjuan
kembali tidak dapat diajukan banding.

Hal 11
Soal !
1) Bagaimana perbedaan antara hukum pajak dan hukum administrasi terkait dengan hukum
pajak ?
2) Jelaskan perbedaan antara peradilan administrasi murni dengan peradilan administrasi
tidak murni disertai dengan dasar hukum yang terkait dengannya !
3) Sebutkan kekuasaan yang dimiliki oleh pengadilan pajak !
4) Siapa saja yang berhak mengajukan keberatan kepada pengadilan pajak ?
5) Apa yang dimaksud dengan sengketa pajak, banding, dan gugatan?
Jawab ;
1. Hukum administrasi umumnya berupa sanksi administrasi baik berupa bunga, denda, dan
tambahan pokok pajak, maupun kenaikan dan dijatuhkan oleh fiskus. Sanksi adminstrasi
umumya berkaitan dengan masalah-masalah ketidaktaatan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban, seperti tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), atau
menyampaikan SPT tetapi tidak benar dan tidak lengkap, yang dikarenakan alpa, dan
lain-lain.
Sedangkan hukum pidana berkaitan dengan denda pidana maupun hukum penjara dan
dijatuhkan oleh hakim. Hukum pidana umumnya berkaitan dengan perbuatan-perbuatan
yang dapat dikategaorikan sebagai kejahatan, sepeti sengaja tidak mendaftarakan diri
untuk memperoleh NPWP, memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain
yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, dan lain-lain.
2. Peradilan admistrasi ini disebut peradilan admistrasi tidak murni karena dalam
peradilan administrasi ini hanya melibatkan dua pihak yaitu pihak Wajib Pajak dan pihak
fiskus tanpa melibatkan pihak ketiga yang independen. Fiskus sebagai pihak yang
bersengketa sekaligus menjadi pihak yang mengambil keputusan dalam perselisihan
pajak yang bersangkutan.Contoh peradilan administrasi tidak murni dapat dilihat dalam
kemajuan keberatan yang diatur dalam Pasal 25 dan 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 sebagimana yang telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Sedangkan Peradilan administrasi murni adalah peradilan yang melibatkan tiga pihak,
yaitu Wajib Pajak, fiskus, dan hakim yang mengadili. Wajib Pajak dan fiskus adalah
pihak yang bersengketa, sedangkan hakim atau majelis hakim adalah pihak yang

Hal 12
memtuskan sengketa tersebut.Contoh peradilan administrasi dapat dilihat yang diatur
dalam pengajuan banding yang diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 sebagaimana yang telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadila Pajak.
3. Kekuasan pengadilan pajak adalah sebagai berikut ;
 Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutuskan
sengketa pajak.
 Pengadilan Pajak dalam hal banding hanya memeriksa dan memutuskan sengketa atas
keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
 Pengadilan Pajak adalah pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa
dan memutuskan sengketa pajak.
 Pengadilan Pajak dalam hal gugatan memeriksa dan memutuskan sengketa atas
pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan pembetulan atau keputusan lainnya.
Gugatan Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap:
o Pelaksana Surat Paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, atau
pengumuman lelang.
o Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan.
o Keputusan pembetulan yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak.
4. Pihak-pihak yang mengajukan keberatan ;
a. Bagi WP Badan oleh Pengurus.
b. Bagi WP Orang Pribadi oleh WP yang bersangkutan.
c. orang/dipungut oleh pihak ketiga.
5. Definisi sengketa pajak, banding dan gugatan ;
 Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak
atau penanggung pajak deangan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan
berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Hal 13
 Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung
pajak terhadap suatau keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan peraturan
perundang-undangan pajak yang berlaku.
 Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan Wajib Pajak atau penanggung pajak
terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan
gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Hal 14
DAFTAR PUSTAKA
Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Edisi ke-5. Jakarta: Salemba Empat

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2004 tentang Pengadilan Pajak

Hal 15

Anda mungkin juga menyukai