Disusun Oleh :
PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2018
BAB I
Pendahuluan
Margaret bekerja di suatu bank, selama hampir 30 tahun Margaret telah menjadi
pegawai yang jujur dan terpercaya. Selama 3 tahun sebelum masuk masa pensiun Margaret
melakukan penggelapan (fraud) uang perusahaan dengan jumlah lebih dari $600.000.
Tindakan penggelapan ini baru diketahui setelah Margaret pensiun.
Ketika kasus ini diketahui publik perusahaan atau bank tempat Margaret dulu bekerja
menerima dampak dari penggelapan yang dilakukan Margaret. Banyak nasabah bank tersebut
pindah ke bank lain dan hilang rasa kepercayaan nasabah ke bank tersebut, kepercayaan
pegawai terhadap perusahaan juga mulai menurun, dan akibat kasus ini perusahaan harus
diperiksa oleh pihak yang berwajib. Dan untuk Margaret, rumah dan aset yang dimiliki
olehnya disita, bahkan dana pensiunan yang dimiliki oleh suaminya yang tidak ikut terlibat
disita untuk menutupi kerugian yang disebabkan oleh Margaret. Margaret disidang atas
tuduhan penggelapan dan dihukum selama satu tahun. Margaret juga diwajibkan untuk
mengganti semua kerugian yang diakibatkan oleh tindakannya. Seluruh keluarga dan teman
Margaret kini menjauhi Margaret tidak ada yang mau menolong Margaret.
Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada pemenang ketika suatu fraud
itu terjadi, baik pelaku dan korban akan sama-sama rugi. Rugi yang diderita oleh pelaku dan
korban fraud akan lebih besar daripada uang yang digelapkan.
Jadi jelas ketika fraud terjadi maka akan timbul biaya atau kerugian yang lebih besar
dibandingkan jumlah uang yang digelapkan. Agar fraud tidak terjadi maka perusahaan harus
melakukan pencegahan fraud (preventing fraud).
Hampir semua orang dapat melakukan fraud. Orang yang berada pada suatu
lingkungan yang memiliki integritas yang jelek, kontrol yang kurang, dan tekanan sangat
tinggi, orang cenderung akan melakukan fraud.
Untuk dapat mengurangi resiko fraud di lingkungan pekerjaan atau di suatu organisasi
atau perusahaan ada beberapa cara yaitu dengan, menciptakan budaya jujur, terbuka dan
pendampingan dan menciptakan sistem yang mengeliminasi kesempatan fraud dan
menciptakan ekseptasi bahwa perbuatan fraud akan dihukum.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Pencegahan Kecurangan
Pencegahan kecurangan adalah cara paling efektif biaya untuk mengurangi kerugian
dari kecurangan. Ketika kecurangan telah dilakukan, maka tidak ada pemenang. Pelaku kalah
– mereka akan mengalami konsekuensi legal dan hinaan. Mereka harus melakukan
pembayaran ganti rugi dan pajak, dan mereka menghadapi pinalti keuangan dan konsekuensi
lainnya. Korban kalah – asetnya dicuri dan mereka sekarang harus membayar fee legal,
kehilangan waktu, publisitas negatif, dan konsekuensi berlawanan lainnya. Organisasi dan
individual yang memasang tindakan pencegahan kecurangan proaktif menemukan bahwa
tindakan tersebut menghasilkan deviden besar. Karena investigasi kecurangan mungkin
sangat mahal, maka pencegahan adalah hal penting.
Seperti dicatat dibab sebelumnya, orang-orang melakukan kecurangan karena tiga
faktor : (1) tekanan yang dirasakan, (2) kesempatan yang dirasakan dan (3) beberapa cara
untuk merasionalkan kecurangan sebagai sesuatu yang dapat diterima. Kami kemudian
menyampaikan skala yang menunjukkan bahwa faktor-faktor ini berbeda dalam intensitasnya
dari contoh ke contoh. Ketika tekanan dan kesempatan yang dirasakan adalah tinggi, maka
orang tersebut membutuhkan sedikit rasionalisasi untuk melakukan kecurangan. Ketika
tekanan dan kesempatan yang dirasakan adalah rendah, seseorang membutuhkan lebih
banyak rasionalisasi. Sayangnya, kadang-kadang tekanan dan/atau kemampuan rasionalisasi
sangat tinggi sehingga tidak masalah seberapa keras perusahaan mencegah kecurangan,
pencurian masih terjadi. Sesungguhnya kecurangan seringkali tidak mungkin untuk dicegah,
khususnya secara efektif biaya. Yang dapat diharapkan perusahaan adalah meminimkan biaya
kecurangan.
Organisasi tertentu mempunyai level kecurangan pegawai secara signifikan lebih
tinggi dan lebih rentan terhadap pelaporan keuangan curang. Penelitian secara konsisten
menunjukkan bahwa hampir seluruh organisasi mempunyai satu tipe kecurangan ataupun tipe
lainnya. Hanya organisasi yang secara hati-hati mengkaji resiko kecurangan dan melakukan
langkah-langkah proaktif untuk menciptakan bentuk lingkungan yang benar akan mampu
mencegah kecurangan.
Pencegahan kecurangan meliputi dua aktivitas fundamental: (1) menciptakan dan
mempertahankan budaya kejujuran dan integritas, dan (2) menilai resiko kecurangan dan
mengembangkan respon kongkrit untuk meminimkan resiko dan mengeliminasi kesempatan.
Untuk menciptakan budaya jujur, terbuka, dan pendampingan diperlukan pula 3 faktor
pendukung utama:
1. Mempekerjakan orang yang jujur dan memberikan pelatihan kewaspadaan terhadap fraud
Untuk menilai seseorang jujur atau tidak memang sangat sulit. Hal yang bisa
dilakukan antara lain dengan menyeleksi latar belakang para pelamar. Para pelamar
dengan masalah judi, ketergantungan alkohol, ketergantungan narkotika, dan masalah
keuangan akan menjadi tolak ukur yang cukup membantu. Sekalipun akhirnya diterima,
setidaknya perusahaan telah mempunyai data yang cukup untuk melakukan tindakan
antisipatif. Memastikan apa yang ditulis para palamar dalam CV mereka adalah hal
mutlak yang harus dilakukan saat perekrutan, mungkin akan menambah waktu dan biaya,
namun impliaski jangka panjang jika hal ini tidak dilakukan justru lebih merugikan.
Selain itu proses wawancara yang baik juga penting dalam hal menempatkan orang yang
tepat di tempat yang tepat, bisa saja karena faktor lingkungan kerja yang tidak pas atau
bidang pekerjaan tidak sesuai kompetensi mambuat karyawan tidak betah dan tertekan
dan meningkatkan peluang kecurangan. Jika hal ini tidak mampu dilakukan oleh staf
perusahaan, maka perusahaan dapat menunjuk konsultan untuk menyeleksi karyawan
baru. Bahkan terdapat perusahaan yang memberikan karyawan barunya pelatihan tentang
penyalahgunaan dan kecurangan dan membekali merak dengan kartu kecil yang dapat
disimpan di saku dengan tujuan jika menemukan ketikberesan atau kecurangan dengan
melakukan 4 hal : Berbicara dengan supevisor atau manajemen, menghubungi keamanan
perusahaan, menghubungi internal audit, dan Menghubungi call center / hotline number.
2. Menciptakan lingkungan kerja yang positif.
Lingkungan kerja yang positif bukan terjadi secara instan, namun membutuhkan
proses yang panjang dengan pembentukan budaya organisasi secara turun temurun.
Meskipun ada organisasi yang sejak berdirinya mempunyai komitmen yang kuat untuk
membentuk budaya organisasi yang baik sehingga tercipta lingkungan kerja yang baik
pula. Terdapat 3 elemen penting dalam lingkungan kerja yang positif antara lain:
Menciptakan ekspektasi tentang kejujuran dan mempunyai pengelolaan yang baik
(good governance) atas organisasi. Dalam hal ini bisa diterapkan dengan menciptakan
aturan etik dalam organisasi dan berlaku baik bagi manajemen tingkat atas hingga
bawah.
Keterbukaan akses atas kebijakan, melibatkan seluruh pihak dan dengan kolektifitas
diharapkan adanya konsensus
Mempunyai personel yang baik dan prosedur operasi yang baik
Penelitian menunjukkan kombinasi personel yang baik dengan prosedur yang baik
akan menentukan tinggi rendahnya tingkat kecurangan. Ketidakpastian keberlangsungan
kerja misalnya, akan meningkatkan risiko perbuatan Fraud.
3. Menyediakan program pendampingan karyawan untuk membantu karyawan mengatasi
tekanan yang dialaminya.
Hal ini dilakukan dengan mengimplementasikan Employee Assitance Programs
(EAPs). Dengan implementasi ini diharapkan akan membantu karyawan mengatasi
tekanan kerja. Dimana dalam segitiga Fraud disebutkan salah satu faktor yang
menyebabkan Fraud adalah adanya tekanan. Di program ini juga diberikan konseling,
team building, pemecahan konflik, assesment, bagaimana menaggapi kritik, dan banyak
hal lain terkait masalah psikologi pekerja.
Mengharap seluruh individu untuk jujur rasanya adalah hal yang sangat sulit, yang
bisa dilakukan adalah menciptakan:
Sistem wistle blowing tetap penting untuk diterapkan, karena 80% Fraud sebenarnya
diketemukan oleh karyawan sendiri, namun mereka terkadang ragu melaporkan dengan
berbagai alasan. Yang perlu dibangun sendiri adalah sistem wistle blowing yang baik yang
ditandai dengan :
Pendeteksian Kecurangan
Ketika kecurangan dilakukan oleh pemilik organisasi kecil, yang melakukan
akuntansi sendiri, seperti pada kasus ini, maka kecurangan tidak dapat dicegah. Jika pemilik
melakukan kecurangan, tidak ada orang lain yang dapat menghentikannya. Tetapi, penekanan
dalam situasi ini pada pendeteksian kecurangan.
Karena sebagian besar kecurangan naik secara dramatis seiring waktu, sangat penting
bahwa kecurangan, ketika terjadi, dideteksi lebih awal. Pendeteksian melibatkan langkah-
langkah dan aksi yang digunakan untuk mengungkap kecurangan. Ini tidak memasukkan
investigasi yang dilakukan untuk menentukan motif, seberapa besar, metode penggelapan,
atau elemen-elemen pencurian lainnya. Seperti yang akan anda temukan dalam bab
selanjutnya, kecurangan berbeda dengan kejahatan lain di mana kejadian kejahatan dapat
dikenali secara mudah. Karena kecurangan jarang jelas, satu tugas yang paling sulit adalah
menentukan apakah ini benar-benar terjadi.
Pendeteksian biasanya dimulai ketika pegawai, manajer atau korban melihat ‘bendera
merah’, symptom seperti gangguan dalam trend angka, atau aset hilang yang menunjukkan
sesuatu mencurigakan. Sayangnya, bendera merah tidak selalu berarti kecurangan telah
terjadi. Terdapat dua cara utama untuk mendeteksi kecurangan : (1) menurut kesempatan dan
(2) secara proaktif mencari dan mendorong pengenalian symptom awal. Di masa lalu,
sebagian besar kecurangan dideteksi karena kecelakaan. Sayangnya, pada saat pendeteksian
kecurangan terjadi, kecurangan sudah terjadi ketika um kerugian cukup besar. Dalam
sebagian besar kasus, individual dalam organisasi korban kecurangan curiga bahwa
kecurangan terjadi tetapi tidak sampai diangkat karena mereka tidak yakin, tidak ingin secara
salah menuduh seseorang, tidak tahu bagaimana melaporkan kecurangan, dan ketakutan
dijuluki whistleblower (pengadu).
Baru-baru ini, organisasi telah mengimplementasikan sejumlah inisiatif untuk lebih
baik dalam mendeteksi kecurangan. Barangkali inisiatif pendeteksian paling umum adalah
mengetahui hotline di mana pegawai, rekan kerja, dan orang lain dapat menelepon secara
anonim. Beberapa hotline dipertahankan di dalam perusahaan, dan lainnya outsoured kepada
organisasi independen. (Asosiasi pemeriksa kecurangan bersertifikat misalnya, memberikan
pelayanan hotline berbasis fee). Organisasi yang memasang hotline sekarang mendeteksi
banyak kecurangan yang sebelumnya tidak terdeteksi, tetapi juga membayar harga dalam
melakukan itu. Tidak mengejutkan, banyak panggilan tidak melibatkan kecurangan. Beberapa
adalah olok-olok, beberapa dimotivasi oleh dendam, marah, atau keinginan untuk
membahayakan organisasi atau individual; dan beberapa bendera merah masuk akal yang
disebabkan oleh faktor-faktor selain kecurangan.
Kecuali untuk hotline, organisasi baru-baru ini telah melakukan usaha pendeteksian
proaktif serius. Kemajuan dalam teknologi sekarang memungkinkan organisasi menganalisis
dan menggali database untuk mencari bendera merah. Bank misalnya, menggunakan software
yang mengidentifikasi kecurigaan kiting. Program ini mengarahkan perhatian bank terhadap
konsumen yang mempunyai volume transaksi tinggi dalam periode waktu pendek.
Perusahaan asuransi menggunakan program ini untuk mengkaji klaim di dalam periode
singkat setelah pembelian asuransi. Beberapa program secara sistematis mengidentifikasi
bentuk kecurangan yang mungkin terjadi dengan mengkatalogkan bermacam-macam
symptom yang dihasilkan kecurangan, dan kemudian membangun query real time ke dalam
sistem komputer untuk mencari symptom ini. Penelitian pendeteksian kecurangan, sebagian
besar teknik pencarian dengan menggunakan komputer, sekarang dilakukan oleh akademisi
dan penyelidik lain. Seseorang yang benar-benar serius tertarik dalam memahami dan
melawan kecurangan harus mengikuti penelitian ini.
Investigasi Kecurangan
Setidaknya ada tiga alasan mengapa auditor harus menentukan apakah klien overstate
revenue. Pertama, pemegang saham perusahaan akan menghadapi kerugian signifikan. Kedua
kegagalan auditor untuk mengungkap overstatement dapat mengarahkan mereka kepada aksi
legal (dan konsekuensi menghasilkan kerugian). Terakhir, dan barangkali yang terpenting,
sebuah overstatement terhadap revenue mengekspos integritas manajemen kepada keraguan
serius bahwa perusahaan menjadi ‘tidak dapat diaudit’.
Kedua situasi tersebut menciptakan ‘predikasi kecurangan’. Predikasi merujuk pada
lingkungan yang, bila digunakan secara keseluruhan, akan menghasilkan profesional hati-
hati, profesional, percaya sebuah kecurangan sudah terjadi, sedang terjadi atau akan terjadi.
Investigasi kecurangan harus tidak dilakukan tanpa predikasi. Sebuah dugaan kecurangan
terhadap pihak lain tidak perlu, tetapi harus ada dasar yang memadai memperhatikan bahwa
kecurangan sedang terjadi. Ketika predikasi muncul, dalam kasus ini, investigasi biasanya
dilakukan untuk menentukan apakah kecurangan terjadi ataukah tidak, sebagaimana halnya
siapa, mengapa, bagaimana, kapan dan di mana elemen-elemen kecurangan terjadi. Tujuan
dari investigasi adalah menemukan kebenaran – menentukan apakah symptom benar-benar
menampilkan kecurangan atau apakah mereka menampilkan kesalahan tidak disengaja atau
faktor-faktor lain. Investigasi kecurangan adalah sebuah masalah yang kompleks dan sangat
sensitif. Jika investigasi awal dilakukan, reputasi individual tidak bersalah bisa tercoreng,
pihak-pihak yang salah tidak terdeteksi dan bebas mengulangi aksinya, dan entitas yang
dilanggar mungkin tidak mempunyai informasi untuk digunakan dalam mencegah dan
mendeteksi insiden serupa atau memulihkan kerugian.
Aksi Legal
Satu keputusan utama dari perusahaan, stakeholder dan lainnya harus ditentukan
ketika kecurangan sudah diketahui dan apa tindakan selanjutnya yang harus diambil.
mengapa kecurangan terjadi harus selalu ditentukan, dan kontrol atau tindakan lainnya untuk
mencegah atau menghalangi kejadian ulang harus diimplementasikan. Pertanyaan yang
seringkali menyulitkan dan lebih besar yang harus dialamatkan adalah apakah tindakan legal
yang harus dilakukan dengan melihat pada pelakunya.
Sebagian besar organisasi dan korban kecurangan lainnya biasanya membuat satu dari
tiga pilihan berikut : (1) tidak melakukan tindakan legal, (2) melakukan pemulihan perdata
dan/atau (3) melakukan tindakan pidana terhadap pelaku, di mana kadang-kadang dilakukan
untuk mereka oleh agensi-agensi penegak hukum. walaupun kita mengalamatkan hukum
perdata dan pidana di bab 1, dan akan berfokus pada aksi legal dalam bab mendatang, tepat
menjelaskan secara singkat di sini review pro dan kontra masing-masing dari alternatif
tersebut.
Aksi Perdata
Sebagaimana ditunjukkan oleh bab 1, tujuan dari aksi perdata adalah mengembalikan
uang atau aset lainnya dari pelaku dan lainnya yang berhubungan dengan kecurangan. Aksi
perdata jarang dalam kasus kecurangan pegawai (karena pelaku biasanya sudah
menggunakan uang), tetapi lebih umum ketika kecurangan melibatkan organisasi lain. vendor
yang menyuap pegawai perusahaan seringkali menjadi target aksi perdata oleh perusahaan
korban, khususnya jika kerugian tinggi. Dengan cara yang sama, stakeholder dan kreditor
yang menderita kerugian dari kecurangan manajemen hampir selalu menuntut bukan saja
pelaku, tetapi biasanya auditor dan lainnya yang berhubungan dengan perusahaan. pengacara
penuntut biasanya lebih dari sekedar mau untuk mewakili pemegang saham dalam class
action, tuntutan hukum dengan fee kontingen.
Aksi Pidana
Aksi pidana hanya dapat dilakukan oleh agensi-agensi perundang-undangan atau
penegakan hukum. organisasi yang memutuskan untuk melakukan aksi pidana terhadap
pelaku harus bekerja dengan agensi-agensi federal negara bagian atau lokal untuk membuang
pegawai mereka atau pelaku lainnya dituntut. Pelaku mungkin diminta untuk masuk e dalam
perjanjian restitusi untuk membayar kembali uang yang dicuri untuk periode waktu tertentu.
Pinalti pidana yang dilakukan untuk kecurangan menjadi semakin umum. Eksekutif corporate
yang melakukan kecurangan seringkali diberi vonis 10 tahun dan diperintahkan untuk
membayar denda sama dengan jumlah yang digelapkan. Namun demikian jauh lebih sulit
melakukan dakwaan pidana daripada mendapatkan keputusan dalam kasus perdata.
Sementara hanya jumlah bukti lebih besar (lebih dari 50%) dibutuhkan untuk memenangkan
kasus perdata, dakwaan hanya akan sukses jika terdapat bukti ‘di luar keraguan yang masuk
akal; bahwa pelaku ‘secara sengaja’ mencuri uang atau aset lain.
Teori GONE (Greed, Opportunity, Needs, Exposures) sebagai 4 (empat) faktor yang
mendorong terjadinya fraud. Menurutnya mustahil terjadi fraud apabila keempat faktor
tersebut tidak muncul pada saat yang bersamaan. Untuk mengantisipasi terjadinya fraud,
penilaian individu sangat penting terutama pada saat rekrutmen. Oleh sebab itu, Amien sangat
menyarankan dilakukannya background check untuk mencari tahu perilaku orang yang
bersangkutan di tempat kerja terdahulu dan di lingkungannya. Beberapa hal yang perlu dicari
tahu untuk dketahui seperti financial condition, jumlah investasi, besarnya loan yang dimiliki
dan lain sebagainya.
Untuk mengendalikan fraud, tidak bisa dijamin tidak terjadinya fraud dengan menyewa
orang ketiga atau konsultan, karena kendali sepenuhnya dalam mengeliminir terjadinya fraud
justru ada di tangan manajemen. Menurutnya langkah-langkah mengantisipasi fraud ada 3
(tiga), yaitu :
1. Proactive, yaitu langkah untuk merubah value dan mindset demi mencapai integritas
dan profesionalisme.
2. Preventive, yaitu langkah untuk mendisain dan mengimplementasikan sistem dan
prosedur yang dapat mencegah fraud.
3. Detective, yaitu langkah investigasi. Langkah ini dilakukan setelah terjadinya fraud.
Hal yang biasanya terjadi dalam mengantisipasi fraud adalah :
1. Kita tidak mengalokasikan sumber daya kita untuk pencegahan, seperti misalnya
asesmen terhadap resiko terjadinya fraud dan memahami dampak fraud.
2. Yang kita lakukan biasanya adalah setelah fraud baru dilakukan investigasi.
3. Investigasi dilakukan oleh investigator yang tidak kompeten, sehingga yang sering
terjadi adalah barang atau alat bukti terkontaminasi (sering terjadi pada barang bukti
berupa file dalam computer) dan kasus tidak cukup kuat menunjukkan bukti
terjadinya fraud.
4. Dampak resiko yang sama tetap terjadi secara berkelanjutan.
Untuk menghadapi dan mengantisipasi fraud sebaiknya :
1. Pahami fraud.
2. Bayangkan diri anda sebagai calon pelaku fraud, peluang apa yang ada yang dapat
dimanfaatkan untuk melakukan fraud.
3. Pahami teknologi dan teknik untuk membuktikan terjadinya fraud.
Menurut Dr. Donald R. Cressey yang terkenal dengan teori ‘fraud triangle‘, seseorang
melakukan fraud (kecurangan) karena:
1. mengalami tekanan secara sosial atau finansial
2. adanya kesempatan untuk melakukan fraud tanpa takut ketahuan
3. adanya rasionalisasi atau justifikasi untuk melakukan fraud
Menurut ACFE, pencegahan fraud dalam laporan keuangan sebaiknya difokuskan fokus
pada:
Mengurangi tekanan situasional yang dapat mengarah ke terjadinya fraud
Tidak membuat target keuangan yang sangat sulit tercapai
Membuat kebijakan dan prosedur akuntansi yang jelas tanpa adanya klausul
pengecualian
Menghilangkan kendala operasional yang berdampak pada efektivitas kinerja
keuangan, seperti batasan working capital, volume produksi yang berlebihan, atau
kendala-kendala inventori
Mengurangi timbulnya kesempatan untuk melakukan fraud
Melakukan pencatatan akuntansi secara akurat dan lengkap
Melakukan pengawasan atas transaksi bisnis dan hubungan interpersonal antara
supplier, konsumen, karyawan bagian pembelian, bagian penjualan, dan bagian
keuangan
Membuat sistem keamanan fisik untuk menjaga aset-aset perusahaan
Memisahkan fungsi (segregation of duties) agar kontrol atas suatu transaksi tidak
terpusat pada satu orang
Menjaga data karyawan masuk-keluar dengan akurat, termasuk melakukan
background checks terhadap karyawan baru
Memperkuat fungsi pengawasan untuk memastikan prosedur akuntansi dilaksanakan
dengan tepat
Memperkuat integritas karyawan
Manajemen harus menunjukkan keteladanan dalam kejujuran
Kebijakan perusahaan harus memisahkan secara jelas apa saja yang dianggap perilaku
yang benar atau jujur, dan mana yang tidak
Perusahaan harus mempunyai kebijakan akuntansi yang jelas untuk isu-isu pencatatan
akuntansi yang masih kontroversial
Perusahaan harus mempunyai dan mengkomunikasikan dengan baik mengenai
kebijakan tertulis mengenai konsekuensi atas setiap pelanggaran fraud atau korupsi
yang terjadi
Mimin Widaningsih
Desy Nur Hakim
(Universitas Pendidikan Indonesia)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh profesionalisme
auditor internal terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan (fraud) pada
BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif asosiatif. Data yang digunakan
adalah data primer yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner pada
Sembilan BUMN yang Berkantor Pusat di Kota Bandung. Penelitian ini
menggunakan pengujian statistik non – parametris yaitu dengan Spearman Rank
dengan Software SPSS 20.0 for Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya pengaruh profesionalisme
auditor internal terhadap pencegahan fraud adalah sebesar 40,07%, dan sisanya
sebesar 59,93% dapat dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diteliti. Dan
besarnya pengaruh profesionalisme auditor internal terhadap pendeteksian
kecurangan adalah sebesar 37,33%, sisanya sebesar 62,67% dapat dipengaruhi
oleh variabel lainnya yang tidak diteliti.
PENDAHULUAN
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku
kegiatan ekonomi yang penting di dalam perekonomian nasional, yang bersama-
sama dengan pelaku ekonomi lain yaitu swasta (besar-kecil, domestik-asing) dan
koperasi, yang merupakan perwujudan dari bentuk bangun demokrasi ekonomi
yang akan terus kita kembangkan secara bertahap dan berkelanjutan. Sebagai
salah satu pelaku kegiatan ekonomi, keberadaan BUMN memiliki peran yang
tidak kecil guna ikut mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana
diamanatkan oleh UUD 1945. (indonesia.go.id, 2010)
Dari penjelasan di atas sudah seharusnya BUMN memberikan pemasukan
pada kas Negara atas laba yang diterimanya. Namun sayangnya, beberapa BUMN
justru malah memberikan kerugian pada Negara. Pada tahun 2012 Menteri BUMN
Dahlan Iskan menjelaskan mengenai Kerugian keenam belas BUMN yang
diperkirakan hampir mencapai Rp 1,5 triliun atau Rp 1.492.499.880.000,00.
MIMIN WIDANINGSIH & DESY NUR HAKIM/ Pengaruh Profesionalisme
Auditor Internal Terhadap Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan
(Fraud)
Adapun, sebanyak 125 BUMN lainnya mendapatkan laba. Hal ini dijelaskan pada
Paparan Kinerja BUMN 2012. (sindonews.com, 28 Desember 2012).
Mirisnya di sisi lain kerugian – kerugian yang dialami oleh beberapa
BUMN ini berasal dari penyimpangan keuangan. Penelaahan BAKN terhadap
hasil pemeriksaan BPK semester I periode 2013 sedikitnya menemukan 510 kasus
penyimpangan keuangan negara, antara lain sebanyak 234 kasus terkait
kelemahan Sistem Pengendalian Internal (SPI), dan 276 kasus terkait
ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundangan-undangan.
(hukumonline.com, 20 November 2013)
Menurut Fajri, Direktur Riset dan Pengembangan POLIGG (Policy and
Law Institute for Good Governance) (2011) pada beberapa BUMN terlihat bahwa
terjadi kerjasama sistemik melakukan rekayasa keuangan yang dilakukan karena
lemahnya fungsi internal kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pihak-pihak yang
melakukan internal kontrol mulai dari Dewan Komisaris sampai dengan Internal
Audit tidak melakukan fungsinya dengan baik. (hrcentro.com, 2011)
Sedangkan Kepala BPKP, Mardiasmo, menyampaikan bahwa beberapa
penyimpangan BUMN yang sering terjadi saat ini terkait akuntabilitas keuangan
dapat dikurangi atau dicegah bila Auditor Internal berperan lebih efektif. Untuk
itu, Auditor Internal agar selalu menjaga integritas dan secara berkesinambungan
meningkatkan kompetensinya serta selalu siap berada di depan dan menjadi mitra
yang profesional. (bpkp.go.id, 2011).
Profesionalisme merupakan suatu kredibilitas yang dimiliki auditor
internal yang mana merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam pengawasan
perusahaan. Dengan adanya sikap profesionalisme dari auditor internal,
diharapkan dapat diambil langkah untuk mendeteksi juga mengantisipasi setiap
tindakan penyimpangan yang mungkin bisa terjadi. Saran dan sikap korektif dari
auditor internal akan sangat membantu untuk mencegah kejadian penyimpangan
terulang lagi dalam perusahaan dan menjadi baham penindakan bagi karyawan
yang melakukan penyimpangan.
Sehingga dari fenomena-fenomena tersebut dapat kita lihat adanya suatu
masalah pada penanganan kecurangan (fraud) yang menarik untuk diteliti. Penulis
menduga terdapat suatu pengaruh positif dari profesionalisme auditor internal
dalam pencegahan dan pendeteksian kecurangan, hal ini juga didukung oleh
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eka Putri Pertiwi (2010) dengan judul
“Analisis Pengaruh Komponen Keahlian Internal Auditor terhadap Pendeteksian
dan Pencegahan Kecurangan (fraud) di Inspektorat Jendral Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh positif dari komponen keahlian internal auditor Inspektorat Jenderal
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia terhadap pendeteksian dan
pencegaham kecurangan (fraud). Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti
lebih lanjut dalam penelitian yang dilakukan terhadap 9 BUMN yang berpusat di
Kota Bandung, mengingat BUMN yang berpusat di Kota Bandung dapat
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 3 (1), 2015, 586-602
mewakili 7 dari 16 sektor usaha BUMN seperti industri pengolahan, logistik dan
jasa, sarana angkutan dan pariwisata, telekomunikasi, perkebunan, industri
strategis dan juga konstruksi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut; (1) Bagaimana
Profesionalisme Auditor Internal pada BUMN yang berkantor pusat di Kota
Bandung; (2) Bagaimana upaya pencegahan fraud pada BUMN yang berkantor
pusat di Kota Bandung; (3) Bagaimana upaya pendeteksian fraud pada BUMN
yang berkantor pusat di Kota Bandung; (4) Apakah ada pengaruh positif dari
profesionalisme auditor internal terhadap pencegahan kecurangan (fraud) pada
BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung; dan (5) Apakah ada pengaruh
positif dari profesionalisme auditor internal terhadap pendeteksian kecurangan
(fraud) pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung.
KAJIAN PUSTAKA
Setiap organisasi tentu saja mempunyai tujuannya sendiri, dimana pada
dasarnya semua organisasi ingin memakmurkan organisasinya dan seluruh
anggotanya. Seiring berkembangnya usaha atau bisnis suatu organisasi, maka
pada saat itu pula bertambah keterbatasan organisasi untuk melakukan
pengawasan atas aktivitas sehari-harinya.
Maka dari itu dibentuklah suatu pengendalian internal yang ditujukan
untuk memastikan bahwa aktivitas perusahaan sudah berjalan efektif dan efisien.
Menurut Arens (2008: hlm. 370) “Sistem pengendalian internal terdiri atas
kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian
yang layak bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya”.
Namun meskipun sistem pengawasan ini sudah dirancang sedemikian rupa
namun hingga saat ini masih banyak ditemukan kecurangan-kecurangan dalam
organisasi, contohnya saja pada BUMN, beberapa media melansir bahwa kerugian
yang dialami oleh BUMN rata – rata disebabkan oleh tindak kecurangan yang
muncul akibat lemahnya pengendalian internal pada BUMN. Memang tidak dapat
kita pungkiri bahwa tidak ada organisasi yang terbebas dari fraud, karena
permasalahannya ada pada manusia, yang biasa kita dengar dengan “The man
behind the gun”. Baik atau buruknya suatu organisasi sangat tergantung pada
sumber daya manusia di dalamnya. Dalam melaksanakan pengendalian atau
pengawasan ini, organisasi atau perusahaan memberikan tugas dan kewenangan
pada audit internal untuk memantau dan melakukan penilaian atas pengendalian
internal sehingga tujuan perusahaan dapat terpenuhi. Menurut Hiro Tugiman
(1997: hlm. 11) “Internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi
penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan
mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan”.
Tabel 1
Operasionalisasi Variabel Penelitian
9,10
4. Program a. Penetapan Quality
Quality Assurance
Assurance b. Peningkatan yang
dan berkelanjutan (Continous
peningkatan Improvement)
jaminan
fungsi audit
internal
Variabel 1. Penetapan a. Menetapkan kebijakan 1,2
terikat (Y1) kebijakan anti fraud
Pencegahan anti fraud b. Adanya komitmen antara
Kecurangan manajemen dan para
(Fraud) karyawan Perusahaan
untuk melaksanakan
Sumber : kegiatan anti fraud
Pusdiklatwas
BPKP a. Terdapat prosedur Ordinal
(2008:3) penanganan pencegahan 3,4
2. Prosedur fraud secara tertulis dan
MIMIN WIDANINGSIH & DESY NUR HAKIM/ Pengaruh Profesionalisme
Auditor Internal Terhadap Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan
(Fraud)
pencegahan baku
baku b. Memproses dan menindak
pelaku fraud
5,6
2.1Pengendalian a. Pengendalian intern
intern b. Pemisahan fungsi yang
Perusahaan menciptakan kondisi
7,8
saling cek antar fungsi
2.2 Prosedur a. Menerapkan sistem reviu
mencegah dalam sistem komputer
fraud secara b. Menerapkan prosedur
otomatis dalam dalam sistem untuk
sistem melaporkan fraud
9
3. Organisasi
a. Unit Audit Internal
Perusahaan mempunyai
tanggung jawab untuk
melakukan evaluasi
berkala atas aktivitas
organisasi secara
berkesinambungan 10,11
4. Teknik
pegendalian a. Terdapat pembagian tugas
yang jelas sehingga tidak
ada satu orang pun yang
menguasai seluruh aspek
dari suatu transaksi
b. Pengawasan
c. Kontrol memadai untuk
media pendukung
operasional 12,13
5. Kepekaan
terhadap a. Memiliki staf
fraud berpengalaman,
khususnya staf yang peka
terhadap sinyal-sinyal
fraud
b. Melakukan interview
mendalam pada saat
menyeleksi calon
karyawan
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 3 (1), 2015, 586-602
Tabel 2
Perusahaan BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung
No. Nama BUMN Sektor Jumlah Staff SPI
1 PT Bio Farma Aneka Industri 13
2 PT Dirgantara Indonesia Industri Strategis 15
3 PT Indah Karya Konstruksi 6
4 PT Inti Telekomunikasi 10
5 PT Kereta Api Indonesia Sarana Angkutan -
6 PT Len Industri Telekomunikasi 6
7 PT Perkebunan Nusantara VIII Perkebunan 15
8 PT Pindad Industri Strategis 8
9 PT Pos Indonesia Logistik dan Jasa 15
10 PT Telkom Tbk Telekomunikasi 50
Total 138
Sumber: data primer (diolah kembali)
Adapun dalam penelitian ini digunakan Proportionate Stratified Random
Sampling. Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah Staff Satuan
Pengawasan Intern (SPI) BUMN yang berpusat di Kota Bandung yang berjumlah
57. Angka ini didapatkan dari perhitungan dengan rumus slovin, yaitu sebagai
berikut :
n=
n= = 57
Kererangan :
n : Besaran sampel
N: Besaran populasi
E: Nilai kritis (batasan ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketelitian
penarikan sampel) yaitu 10%
Tabel 3
Rekapitulasi Jawaban Variabel Profesionalisme Auditor Internal
Skor Skor
Variabel Indikator Persentase Kategori
Item Tertinggi
Independensi dan Sangat
488 570 85.61%
Objektivitas Baik
Kemampuan dan
950 1140 83.33% Baik
Keahlian Profesional
Profesionalisme
Tujuan, Wewenang Sangat
Auditor 521 570 91.40%
dan Tanggung Jawab Baik
Internal
Program Quality
Assurance dan
457 570 80.18% Baik
Program
Pengembangan
Sangat
Total 2416 2850 84.77%
Baik
(Sumber: Data primer diolah)
Berdasarkan tabel diatas total skor yang diperoleh dari rekapitulasi
jawaban untuk variabel Profesionalisme Auditor Internal adalah 2416.
Adapun untuk mendeskripsikan variabel X yaitu Profesionalisme Auditor
Internal pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung dilakukan cara
perbandingan dengan total skor tertinggi seperti berikut ini:
Maka angka 84.77% adalah termasuk pada kategori Sangat Baik. Sehingga
dapat diketahui bahwa Profesionalisme Auditor Internal BUMN yang berpusat di
Kota Bandung mempunyai profesionalisme yang Sangat Baik dengan memenuhi
empat dimensi yaitu independensi dan objektivitas (independence and
objectivity), keahlian dan kecermatan professional (proficiency and due
professional care), tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab (purpose, authority,
and responsibility), dan yang terakhir program quality assurance dan peningkatan
jaminan fungsi audit internal (quality assurance and improvement program).
Sedangkan secara keseluruhan rekapitulasi jawaban untuk variabel
Pencegahan Kecurangan (Fraud) pada BUMN yang berkantor pusat di Kota
Bandung adalah sebagai berikut :
MIMIN WIDANINGSIH & DESY NUR HAKIM/ Pengaruh Profesionalisme
Auditor Internal Terhadap Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan
(Fraud)
Tabel 4
Rekapitulasi Jawaban Variabel Pencegahan Kecurangan (Fraud)
(Sumber: Data primer diolah)
Skor Skor Persent Katego
Variabel Indikator
Item Tertinggi ase ri
Penetapan Kebijakan Sangat
481 570 84.39%
Anti Fraud Baik
Prosedur Pencegahan
1334 1710 78.01% Baik
Baku
Pencegahan
Organisasi 237 285 83.16% Baik
Kecurangan
Teknik Pengendalian 447 570 78.42% Baik
Kepekaan terhadap
427 570 74.91% Baik
Fraud
78.97
Total 2926 3705 Baik
%
Berdasarkan tabel diatas total skor yang diperoleh dari rekapitulasi
jawaban untuk variabel pencegahan kecurangan (fraud) adalah 2926.
Adapun untuk mendeskripsikan variabel Y1 yaitu pencegahan kecurangan
(fraud) pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung dilakukan cara
perbandingan dengan total skor tertinggi seperti berikut ini:
Analisis Korelasi
Pada penelitian ini analisis korelasi antara variabel X dan variabel Y1 serta
variabel X dan variabel Y2 menggunakan analisis korelasi Spearman Rank dengan
menggunakan Software SPSS 20.0 for Windows. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh dan signifikansi variabel independen terhadap variabel
dependen dengan menggunakan rata – rata perolehan skor dari setiap perusahaan.
Adapun hasil perhitungannya akan ditampilkan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 12
Hasil Perhitungan Korelasi Spearman Rank
Correlations
X Y1 Y2
Correlation Coefficient 1.000 .633 .611
X Sig. (2-tailed) . .067 .081
N 9 9 9
*
Correlation Coefficient .633 1.000 .686
Spearman's rho Y1 Sig. (2-tailed) .067 . .041
N 9 9 9
*
Correlation Coefficient .611 .686 1.000
Y2 Sig. (2-tailed) .081 .041 .
N 9 9 9
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
0.611, berada pada interval koefisien 0.60 – 0.799 atau tergolong memiliki
hubungan positif yang kuat.
Dari kedua perhitungan diatas, dapat dimengerti pula bahwa nilai
signifikansi dari pengujian yang pertama, yaitu X terhadap Y1 atau
profesionalisme auditor internal terhadap pencegahan fraud adalah 0.067.
Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya, yaitu jika
signifikansinya kurang dari 0.10 maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang mana hal
ini berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara profesionalisme
auditor dengan pencegahan kecurangan (fraud) pada BUMN yang berkantor pusat
di Kota Bandung. Sedangkan untuk perhitungan korelasi yang kedua yaitu
hubungan profesionalisme auditor internal dengan pendeteksian kecurangan
(fraud), dapat kita lihat bahwa hasil uji signifikansinya adalah 0,081 atau kurang
dari 0,10 sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, artinya
terdapat hubungan yang signifikan antara profesionalisme auditor terhadap
pendeteksian kecurangan (fraud) pada BUMN yang berkantor pusat di Kota
Bandung.
Sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh profesionalisme auditor
internal terhadap pencegahan kecurangan (fraud) juga pengaruh profesionalisme
auditor internal terhadap pendeteksian kecurangan (fraud) pada BUMN yang
berkantor pusat di Kota Bandung, dilakukan uji koefisien determinasi dengan
rumus sebagai berikut :
1. Pengaruh profesionalisme auditor internal tehadap pencegahan kecurangan
2
KD = r x 100%
2
= (0.633) X 100%
= 40.07%
Koefisien determinasi dari hasil perhitungan didapat sebesar 40.07%. Hal
ini menunjukkan bahwa Profesionalisme Auditor Internal berpengaruh
positif sebesar 40.07% terhadap Pencegahan Kecurangan pada BUMN
yang berkantor pusat di Kota Bandung, sedangkan sisanya sebesar 59.93%
dapat dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diteliti.
SIMPULAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh
profesionalisme auditor internal terhadap pencegahan dan pendeteksian
kecurangan (fraud) yang dilakukan pada sembilan BUMN yang berkantor pusat di
Kota Bandung, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung memiliki profesionalisme
auditor internal yang sangat baik. Hal ini dapat kita lihat berdasarkan pada
hasil olah kuesioner dengan dimensi independensi dan objektivitas
(independence and objectivity), keahlian dan kecermatan professional
(proficiency and due professional care), tujuan, kewenangan, dan
tanggung jawab (purpose, authority, and responsibility), dan yang terakhir
program quality assurance dan peningkatan jaminan fungsi audit internal
(quality assurance and improvement program).
2. Upaya pencegahan kecurangan (fraud) pada BUMN yang berkantor pusat
di Kota Bandung tergolong pada kategori Baik. Hal ini berdasarkan pada
hasil olah kuesioner yang merujuk pada dimensi – dimensi seperti
2. Peneliti Selanjutnya
a. Menambahkan variabel independen lain seperti kompetensi atau
independensi auditor internal.
b. Menambah sampel penelitian, pada penelitian ini sampel hanya
terbatas pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung, guna
meningkatkan kualitas hasil penelitian, penulis menyarankan untuk
dilakukan penelitian pada BUMN se-Jawa Barat atau se-Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Airin N. A & Armanto W. (2014). Pengaruh Audit Internal terhadap
Pendeteksian dan Pencegahan Fraud (Kecurangan Akuntansi) (Suatu
Studi pada PT KTM). Jakarta: Universitas Binus
Amrizal. (2004). Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan oleh Auditor. Jakarta
Arens, Alvin A. (2008). Auditing dan Jasa Assurance. Edisi Keduabelas. Jakarta:
Erlangga
Bachtiar, Asikin. (2006). Pengaruh Sikap Profesionalisme Internal Auditor
Terhadap Peranan Internal Auditor Dalam Pengungkapan Temuan Audit.
Jurnal Bisnis, Manajemen dan ekonomi, volume 7 nomor 3 Februari 2006.
ASH. (2013). Tidak Semua Kerugian BUMN Jadi Kerugian Negara. [Online].
Diakses dari
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt522708e1d18de/tidak-semua
kerugian-bumn-jadi-kerugian-negara
Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan. (2008). Fraud Auditing. Edisi
kelima. Bogor: Pusdiklatwas BPKP.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (2011). Audit Internal Harus
Siap Untuk Selalu Berada di Depan Menjadi Mitra yang Profesional.
[Online]. diakses dari :
http://www.bpkp.go.id/dan/berita/read/7275/30/auditor-internal-harus-
siap-untuk-selalu-berada-di-depan-dan-menjadi-mitra-yang-
profesional.bpkp
Badan Pemeriksa Keuangan. (2012). Warta BPK Edisi Kaleidoskop 2012. Jakarta:
Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pemeriksa Keuangan. (2013). BPK Audit Subsidi BUMN. [Online].
Diakses dari : http://www.bpk.go.id/news/bpk-audit-subsidi-bumn
Evi, H. (2013). Pengaruh Profesionalisme Auditor Intenal terhadap Pendeteksian
Fraud Assets Missappropriation. (Skripsi). Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung
Fajri, Mohamad. (2011). Kasus Waskita dan Kelemahan Implementasi GCG di
indonesia. [Online] diakses dari :
http://www.hrcentro.com/artikel/kasus_waskita_dan_kelemahan_impleme
ntasi_gcg_indonesia_090927.html
Sukirno. (2014). Laba 20 Emiten BUMN Merosot Jadi Rp 37,21 Triliun. [Online].
Diakses dari http://market.bisnis.com/read/20140826/192/252459/laba-20-
emiten-bumn-merosot-jadi-rp3721-triliun
Soerjono, Soekanto. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rajawali
Synthia, D. (2014). Pengaruh Peran Auditor Internal terhadap Efektivitas
Pengendalian Internal pada Bank Perkreditan Syariah di Jawa Barat.
(Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Tunggal, Amin Widjaja. (2012) The fraud Audit Mencegah dan Mendeteksi
Kecurangan Akuntansi. Jakarta: Harvarindo
Tugiman, Hiro. (1997). Standar Profesional Audit Internal. Yogyakarta: Kanisius
Tugiman, Hiro. (2003). Standar Profesional Audit Internal. Yogyakarta: Kanisius
Tugiman, Hiro. (2006). Standar Profesional Audit Internal. Yogyakarta: Kanisius
Umar, Husen. (2008). Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
BAB III
REVIEW JURNAL
Judul Penelitian : PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR INTERNAL
TERHADAP PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN KECURANGAN (FRAUD)
Latar Belakang : Keberadaan BUMN memiliki peran yang tidak kecil guna ikut
mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Jadi
sudah seharusnya BUMN memberikan pemasukan pada kas Negara atas laba yang
diterimanya. Namun sayangnya, beberapa BUMN justru malah memberikan kerugian pada
Negara. Pada tahun 2012 Menteri BUMN Dahlan Iskan menjelaskan mengenai Kerugian
keenam belas BUMN yang diperkirakan hampir mencapai Rp 1,5 triliun. Mardiasmo,
menyampaikan bahwa beberapa penyimpangan BUMN yang sering terjadi saat ini terkait
akuntabilitas keuangan dapat dikurangi atau dicegah bila Auditor Internal berperan lebih
efektif. Profesionalisme merupakan suatu kredibilitas yang dimiliki auditor internal yang
mana merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam pengawasan perusahaan. Dengan adanya
sikap profesionalisme dari auditor internal, diharapkan dapat diambil langkah untuk
mendeteksi juga mengantisipasi setiap tindakan penyimpangan yang mungkin bisa terjadi.
Sehingga dari fenomena tersebut dapat kita lihat adanya suatu masalah pada penanganan
kecurangan (fraud) yang menarik untuk diteliti.
Metodologi :
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Kesimpulan : Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung memiliki profesionalisme auditor internal
yang sangat baik.
2. Upaya pencegahan kecurangan (fraud) pada BUMN yang berkantor pusat di Kota
Bandung tergolong pada kategori Baik
3. Upaya pendeteksian kecurangan (fraud) pada BUMN yang berkantor pusat di Kota
Bandung tergolong pada kategori Baik
4. Terdapat pengaruh positif yang signifikan dari profesionalisme auditor internal
terhadap pencegahan kecurangan pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung
yaitu sebesar 40.07%
5. Terdapat pengaruh positif yang signifikan dari profesionalisme auditor internal
terhadap pendeteksian kecurangan pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung
yaitu sebesar 37.33%
Namun dari penelitian diatas dapat dilihat hanya menggunakan 1 variabel dependen sebgai
alat uji dan itu kurang relevan, dapat dilihat dari penelitian ini bahwa ada sekitar 59%
variabel lain yang tidak di teliti yang dapat untuk mengukur pencegahan kecurangan dan
sekitar 62% variabel lain untuk mengukur pendeteksian kecurangan, sehingga apabila
variabel lain digunakan untuk mengukur maka akan terlihat lebih jelas faktor faktor lain yang
dapat mepengaruhi pencegahan dan juga pendeteksian kecurangan pada BUMN.
BAB IV
Kesimpulan
Kecurangan bermula dari yang kecil, kemudian membesar dan pada akhirnya akan
mencelakakan. Untuk itu perlu ada semacam program yang terstruktur serta tertata baik
menekan praktik kecurangan. Tujuan utamanya mencegah dan mendeteksi kecurangan
serta melakukan langkah penyelamatan dari kerugian yang tidak diinginkan.
Pengendalian Intern adalah suatu sistem dengan proses dan prosedur yang
bertujuan khusus, dirancang dan dilaksanakan untuk tujuan utama, kalau bukan satu-
satunya tujuan untuk mencegah dan menghalangi (dengan membuat jera) terjadinya
fraud.
Pengendalian Intern dibagi 2 yakni :
a. Pengendalian intern aktif
b. Pengendalian intern pasif