Anda di halaman 1dari 40

Fraud Prevention

Disusun Oleh :

1. Mita Wahyu Waluyo 17062020013


2. Arief Rachman 17062020030

PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2018

BAB I
Pendahuluan

Margaret bekerja di suatu bank, selama hampir 30 tahun Margaret telah menjadi
pegawai yang jujur dan terpercaya. Selama 3 tahun sebelum masuk masa pensiun Margaret
melakukan penggelapan (fraud) uang perusahaan dengan jumlah lebih dari $600.000.
Tindakan penggelapan ini baru diketahui setelah Margaret pensiun.
Ketika kasus ini diketahui publik perusahaan atau bank tempat Margaret dulu bekerja
menerima dampak dari penggelapan yang dilakukan Margaret. Banyak nasabah bank tersebut
pindah ke bank lain dan hilang rasa kepercayaan nasabah ke bank tersebut, kepercayaan
pegawai terhadap perusahaan juga mulai menurun, dan akibat kasus ini perusahaan harus
diperiksa oleh pihak yang berwajib. Dan untuk Margaret, rumah dan aset yang dimiliki
olehnya disita, bahkan dana pensiunan yang dimiliki oleh suaminya yang tidak ikut terlibat
disita untuk menutupi kerugian yang disebabkan oleh Margaret. Margaret disidang atas
tuduhan penggelapan dan dihukum selama satu tahun. Margaret juga diwajibkan untuk
mengganti semua kerugian yang diakibatkan oleh tindakannya. Seluruh keluarga dan teman
Margaret kini menjauhi Margaret tidak ada yang mau menolong Margaret.
Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada pemenang ketika suatu fraud
itu terjadi, baik pelaku dan korban akan sama-sama rugi. Rugi yang diderita oleh pelaku dan
korban fraud akan lebih besar daripada uang yang digelapkan.
Jadi jelas ketika fraud terjadi maka akan timbul biaya atau kerugian yang lebih besar
dibandingkan jumlah uang yang digelapkan. Agar fraud tidak terjadi maka perusahaan harus
melakukan pencegahan fraud (preventing fraud).
Hampir semua orang dapat melakukan fraud. Orang yang berada pada suatu
lingkungan yang memiliki integritas yang jelek, kontrol yang kurang, dan tekanan sangat
tinggi, orang cenderung akan melakukan fraud.
Untuk dapat mengurangi resiko fraud di lingkungan pekerjaan atau di suatu organisasi
atau perusahaan ada beberapa cara yaitu dengan, menciptakan budaya jujur, terbuka dan
pendampingan dan menciptakan sistem yang mengeliminasi kesempatan fraud dan
menciptakan ekseptasi bahwa perbuatan fraud akan dihukum.

BAB II
Tinjauan Pustaka

Pencegahan Kecurangan
Pencegahan kecurangan adalah cara paling efektif biaya untuk mengurangi kerugian
dari kecurangan. Ketika kecurangan telah dilakukan, maka tidak ada pemenang. Pelaku kalah
– mereka akan mengalami konsekuensi legal dan hinaan. Mereka harus melakukan
pembayaran ganti rugi dan pajak, dan mereka menghadapi pinalti keuangan dan konsekuensi
lainnya. Korban kalah – asetnya dicuri dan mereka sekarang harus membayar fee legal,
kehilangan waktu, publisitas negatif, dan konsekuensi berlawanan lainnya. Organisasi dan
individual yang memasang tindakan pencegahan kecurangan proaktif menemukan bahwa
tindakan tersebut menghasilkan deviden besar. Karena investigasi kecurangan mungkin
sangat mahal, maka pencegahan adalah hal penting.
Seperti dicatat dibab sebelumnya, orang-orang melakukan kecurangan karena tiga
faktor : (1) tekanan yang dirasakan, (2) kesempatan yang dirasakan dan (3) beberapa cara
untuk merasionalkan kecurangan sebagai sesuatu yang dapat diterima. Kami kemudian
menyampaikan skala yang menunjukkan bahwa faktor-faktor ini berbeda dalam intensitasnya
dari contoh ke contoh. Ketika tekanan dan kesempatan yang dirasakan adalah tinggi, maka
orang tersebut membutuhkan sedikit rasionalisasi untuk melakukan kecurangan. Ketika
tekanan dan kesempatan yang dirasakan adalah rendah, seseorang membutuhkan lebih
banyak rasionalisasi. Sayangnya, kadang-kadang tekanan dan/atau kemampuan rasionalisasi
sangat tinggi sehingga tidak masalah seberapa keras perusahaan mencegah kecurangan,
pencurian masih terjadi. Sesungguhnya kecurangan seringkali tidak mungkin untuk dicegah,
khususnya secara efektif biaya. Yang dapat diharapkan perusahaan adalah meminimkan biaya
kecurangan.
Organisasi tertentu mempunyai level kecurangan pegawai secara signifikan lebih
tinggi dan lebih rentan terhadap pelaporan keuangan curang. Penelitian secara konsisten
menunjukkan bahwa hampir seluruh organisasi mempunyai satu tipe kecurangan ataupun tipe
lainnya. Hanya organisasi yang secara hati-hati mengkaji resiko kecurangan dan melakukan
langkah-langkah proaktif untuk menciptakan bentuk lingkungan yang benar akan mampu
mencegah kecurangan.
Pencegahan kecurangan meliputi dua aktivitas fundamental: (1) menciptakan dan
mempertahankan budaya kejujuran dan integritas, dan (2) menilai resiko kecurangan dan
mengembangkan respon kongkrit untuk meminimkan resiko dan mengeliminasi kesempatan.

Menciptakan Budaya Kejujuran Dan Integritas


Terdapat beberapa cara untuk menciptakan sebuah budaya : (1) menegaskan bahwa
manajemen puncak menjadi model perilaku yang tepat.(2) Mengangkat bentuk pegawai yang
benar. (3) mengkomunikasikan pengharapan di seluruh organisasi dan meminta konfirmasi
tertulis periodik tentang penerimaan pengharapan tersebut. (4) Menciptakan lingkungan kerja
positif. Dan (5) mengembangkan dan mempertahankan kebijakan-kebijakan efektif untuk
menghukum pelaku ketika terjadi kecurangan.

Untuk menciptakan budaya jujur, terbuka, dan pendampingan diperlukan pula 3 faktor
pendukung utama:
1. Mempekerjakan orang yang jujur dan memberikan pelatihan kewaspadaan terhadap fraud
Untuk menilai seseorang jujur atau tidak memang sangat sulit. Hal yang bisa
dilakukan antara lain dengan menyeleksi latar belakang para pelamar. Para pelamar
dengan masalah judi, ketergantungan alkohol, ketergantungan narkotika, dan masalah
keuangan akan menjadi tolak ukur yang cukup membantu. Sekalipun akhirnya diterima,
setidaknya perusahaan telah mempunyai data yang cukup untuk melakukan tindakan
antisipatif. Memastikan apa yang ditulis para palamar dalam CV mereka adalah hal
mutlak yang harus dilakukan saat perekrutan, mungkin akan menambah waktu dan biaya,
namun impliaski jangka panjang jika hal ini tidak dilakukan justru lebih merugikan.
Selain itu proses wawancara yang baik juga penting dalam hal menempatkan orang yang
tepat di tempat yang tepat, bisa saja karena faktor lingkungan kerja yang tidak pas atau
bidang pekerjaan tidak sesuai kompetensi mambuat karyawan tidak betah dan tertekan
dan meningkatkan peluang kecurangan. Jika hal ini tidak mampu dilakukan oleh staf
perusahaan, maka perusahaan dapat menunjuk konsultan untuk menyeleksi karyawan
baru. Bahkan terdapat perusahaan yang memberikan karyawan barunya pelatihan tentang
penyalahgunaan dan kecurangan dan membekali merak dengan kartu kecil yang dapat
disimpan di saku dengan tujuan jika menemukan ketikberesan atau kecurangan dengan
melakukan 4 hal : Berbicara dengan supevisor atau manajemen, menghubungi keamanan
perusahaan, menghubungi internal audit, dan Menghubungi call center / hotline number.
2. Menciptakan lingkungan kerja yang positif.
Lingkungan kerja yang positif bukan terjadi secara instan, namun membutuhkan
proses yang panjang dengan pembentukan budaya organisasi secara turun temurun.
Meskipun ada organisasi yang sejak berdirinya mempunyai komitmen yang kuat untuk
membentuk budaya organisasi yang baik sehingga tercipta lingkungan kerja yang baik
pula. Terdapat 3 elemen penting dalam lingkungan kerja yang positif antara lain:
 Menciptakan ekspektasi tentang kejujuran dan mempunyai pengelolaan yang baik
(good governance) atas organisasi. Dalam hal ini bisa diterapkan dengan menciptakan
aturan etik dalam organisasi dan berlaku baik bagi manajemen tingkat atas hingga
bawah.
 Keterbukaan akses atas kebijakan, melibatkan seluruh pihak dan dengan kolektifitas
diharapkan adanya konsensus
 Mempunyai personel yang baik dan prosedur operasi yang baik
Penelitian menunjukkan kombinasi personel yang baik dengan prosedur yang baik
akan menentukan tinggi rendahnya tingkat kecurangan. Ketidakpastian keberlangsungan
kerja misalnya, akan meningkatkan risiko perbuatan Fraud.
3. Menyediakan program pendampingan karyawan untuk membantu karyawan mengatasi
tekanan yang dialaminya.
Hal ini dilakukan dengan mengimplementasikan Employee Assitance Programs
(EAPs). Dengan implementasi ini diharapkan akan membantu karyawan mengatasi
tekanan kerja. Dimana dalam segitiga Fraud disebutkan salah satu faktor yang
menyebabkan Fraud adalah adanya tekanan. Di program ini juga diberikan konseling,
team building, pemecahan konflik, assesment, bagaimana menaggapi kritik, dan banyak
hal lain terkait masalah psikologi pekerja.

Penelitian dalam pengembangan moral secara kuat menunjukkan bahwa kejujuran


diperkuat ketika contoh yang benar diberikan – kadang-kadang disebut sebagai ‘nana di
puncak’. Manajemen tidak dapat bertindak dalam satu cara dan mengharapkan lainnya dalam
organisasi untuk berperilaku secara berbeda. manajemen harus memperkuat aksinya di mana
perilaku tidak jujur, dipertanyakan atau tidak etis tidak akan ditoleransi. Elemen kedua adalah
mengangkat pegawai yang benar. Orang-orang tidak sama-sama jujur atau mereka tidak
menggunakan kode etik pribadi yang sama-sama berkembang dengan baik. Sesungguhnya,
penelitian menunjukkan bahwa banyak orang-orang, ketika dihadapkan dengan tekanan dan
kesempatan signifikan, akan berperilaku secara tidak jujur daripada menghadapi konsekuensi
negatif dari perilaku jujur (contohnya kehilangan reputasi atau penghargaan diri, kegagalan
untuk memenuhi kuota atau pengharapan, exposure kinerja yang tidak memadai,
ketidakmampuan untuk membayar hutang dan sebagainya). Jika sebuah organisasi berhasil
dalam mencegah kecurangan, seharusnya mempunyai kebijakan-kebijakan pengangkatan
efektif yang membedakan antara individual sangat etis dan tidak terlalu etis, khususnya
ketika mereka direkrut untuk posisi resiko tinggi. Prosedur pengangkatan proaktif meliputi
sesuatu seperti melakukan investigasi latar belakang tentang pegawai prospektif, melalui
pemeriksaan referensi dan mempelajari bagaimana untuk menginterpretasikan respon untuk
menyelidiki tentang kandidat, dan menguji atribut kejujuran dan lainnya.
Elemen penting ketiga – mengkomunikasikan pengharapan – meliputi (1)
mengidentifikasi nilai dan etika yang tepat, (2) pelatihan kesadaran kecurangan yang
membantu pegawai memahami problem potensial yang mereka hadapi dan bagaimana
memecahkan atau melaporkannya, dan (3) mengkomunikasikan hukuman konsisten kepada
pelanggar. Agar kode perilaku efektif, mereka harus ditulis dan dikomunikasikan kepada
pegawai, vendor, dan konsumen. Mereka juga harus dikembangkan berdasarkan kebutuhan
pegawai dan manajemen mereka sendiri. Meminta pegawai untuk mengkonfirmasi dalam
tulisan bahwa mereka memahami pengharapan organisasi akan menciptakan budaya
kejujuran. Sesungguhnya, banyak organisasi menemukan bahwa konfirmasi tertulis tahunan
sangat efektif dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan sebelum mereka menjadi besar.
Hukuman terhadap kecurangan harus dikomunikasikan secara jelas oleh manajemen puncak
ke seluruh organisasi. Contoh, pernyataan kuat dari tindakan tidak jujur tidak akan ditoleransi
dan pelanggar akan dipecat dan dituntut berdasarkan hukum yang berlaku akan membantu
mencegah kecurangan.
Elemen keempat dalam menciptakan budaya yang mengendalikan kejujuran
melibatkan mengembangkan lingkungan kerja yang positif. Penelitian menunjukkan bahwa
kecurangan terjadi tidak terlalu sering ketika pegawai mempunyai rasa memiliki organisasi
dibandingkan ketika mereka melakukan disalahgunakan, diancam, atau diabaikan. Faktor-
faktor yang berhubungan dengan level kecurangan tinggi karena kurangnya lingkungan kerja
positif adalah sebagai berikut:
1. Manajemen puncak tidak peduli atau perhatian terhadap perilaku yang tepat
2. umpan balik negatif dan kurangnya pengakuan terhadap kinerja kerja
3. ketidakadilan yang dirasakan dalam organisasi
4. manajemen otokratis bukannya partisipatif
5. loyalitas organisasional rendah
6. pengharapan anggaran tidak masuk akal
7. bayaran sangat rendah
8. kesempatan pelatihan dan promosi buruk
9. absenteeism atau turnover tinggi
10. kurangnya tanggung jawab organisasional yang jelas
11. Praktek komunikasi buruk di dalam organisasi.
Elemen penting terakhir adalah kebijakan-kebijakan organisasi untuk menangani
kecurangan ketika terjadi. Tidak masalah seberapa baik mengembangkan budaya kejujuran
dan integritas dalam organisasi, masih memungkinkan terjadi beberapa kecurangan.
Bagaimanakah organisasi bereaksi terhadap kecurangan mengirim sinyal kuat yang
mempengaruhi tingkat kecurangan terjadi di masa yang akan datang. Sebuah kebijakan
efektif untuk menangani kecurangan memastikan bahwa fakta diselidiki secara mendalam,
perusahaan dan tindakan konsisten diberikan kepada pelaku, resiko dan kontrol dinilai dan
diperbaiki, dan komunikasi dan pelatihan dilakukan secara berkesinambungan.

Menciptakan Sistem yang Mengeliminasi Kesempatan Fraud dan Menciptakan


Ekspektasi Bahwa Perbuatan Fraud akan Dihukum

Mengharap seluruh individu untuk jujur rasanya adalah hal yang sangat sulit, yang
bisa dilakukan adalah menciptakan:

1. Pengendalian Internal yang baik dan memadai

Pengendalian internal membantu usaha manajemen mewujudkan budaya yang


mengedepankan etik, kejujuran dan integritas. Umumnya digunakan definisi dari COSO
untuk mendiskripsikan kerangka konseptual dari Pengendalian Internal antara lain:
 Lingkungan Pengendalian
 Filosofi manajemen dan gaya operasi
 Integritas
 Nilai-nilai etika
 Komitmen terhadap kompetensi
 Aktivitas Pengendalian
 Preventive
 Detective
 Penilaian Risiko
 Pemisahan tugas
 Otorisasi
 Kontrol fisik
 Pengecekan independen
 Dokumentasi
 Komunikasi dan Informasi
 Monitoring
2. Mengurangi kolusi dalam organisasi maupun pihak terkait lainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa 29% kecurangan dilakukan secara kolusi, dan jenis
inilah yang paling sulit dideteksi karena ada unsur saling melindungi masing-masing
pihak. Kolusi bisa terjadi dengan klien, pemasok maupun pihak lain. Beberapa hal yang
menyebabkan terjadinya kolusi:
 Kompleksitas bisnis yang makin meningkat, sehingga semakin membutuhkan
spesialisasi
 Frekuensi pertemuan dengan klien dan pemasok yang sangat sering
3. Menciptakan wistle blowing system
Ada beberapa sistem ini tidak efektif antara lain:
 Tidak dilindunginya rahasia pelapor
 Kultur organisasi
 Kebijakan perusahaan
 Kewaspadaan yang rendah

Sistem wistle blowing tetap penting untuk diterapkan, karena 80% Fraud sebenarnya
diketemukan oleh karyawan sendiri, namun mereka terkadang ragu melaporkan dengan
berbagai alasan. Yang perlu dibangun sendiri adalah sistem wistle blowing yang baik yang
ditandai dengan :

 Dilindunginya privasi pelapor


 Dapat melaporkan ke lembaga independen di luar perusahaan
 Akses yang mudah, misalnya call center, sms center, hotline dll
 Adanya tindak lanjut
4. Menciptakan ekspekatsi atas hukuman terhadap tindakan fraud.
Bukan bermaksud menakut-nakuti, namun hal ini perlu dilakukan karena secara sadar
maupun tidak secara alamiah manusia akan berfikir lebih ketika akan melakukan sesuatu
yang dia mengetahui risikonya.

5. Adanya audit yang proaktif


Meskipun dalam penelitian kegiatan audit hanya dapat mendeteksi sedikit kecurangan
dibandingkan sistem wistle blowing, namun audit mempunyai beberapa keunggulan
antara lain:
 Audit mempunyai akses yang lebih luas terhadap laporan manejemen, sehingga
meskipun secara kuantitas kasus kecurangan yang ditemukan lebih kecil, namun
mempunyai nilai nominal yang besar.
 Audit dilakukan lembaga dan orang independen yang mempunyai kompetensi
Beberapa hal terkait audit yang perlu diperhatikan adalah :
 Mengidentifikasi kemungkinan risiko fraud
 Mengidentifikasi setiap gejala fraud dari kasus yang ditemukan
 Mendesain program audit untuk setiap gejala fraud
 Menginvestigasi setiap fraud yang dapat diidentifikasi

Menilai Dan Mengurangi Resiko Kecurangan


Tidak ada kecurangan yang dilakukan oleh manajemen puncak demi kepentingan
organisasi atau kecurangan yang dilakukan terhadap organisasi akan terjadi tanpa adanya
kesempatan, sebagaimana ditunjukkan oleh bab 2. Organisasi dapat mengeliminasi
kesempatan dengan (1) secara akurat mengidentifikasi sumber-sumber dan mengukur resiko
(2) mengimplementasikan kontrol Detektif dan prefentif yang tepat, (3) menciptakan
penyebaran pemantauan oleh pegawai, dan (4) memasang pemeriksaan independen, termasuk
fungsi-fungsi audit efektif.
Mengidentifikasi sumber-sumber dan mengukur resiko berarti bahwa organisasi
membutuhkan sebuah proses di mana mendefinisikan area dengan resiko terbesar dan
mengevaluasi dan menguji kontrol yang meminimkan resiko tersebut. Dalam
mengidentifikasi resiko, organisasi harus mempertimbangkan karakteristik organisasional,
industri dan negara spesifik yang mendorong dan menghalangi kecurangan.
Resiko yang melekat dalam lingkungan organisasi dapat dialamatkan dengan sistem
kontrol yang tepat. Ketika resiko telah dinilai, maka organisasi dapat mengidentifikasi proses,
kontrol dan prosedur lainnya yang dapat meminimkan resiko. Sistem internal yang tepat
meliputi lingkungan kontrol yang berkembang dengan baik, sistem akuntansi yang efektif dan
prosedur kontrol yang tepat.
Penelitian telah menunjukkan bahwa pegawai dan manajer – bukan auditor –
mendeteksi sebagian besar kecurangan. Oleh karena itu, pegawai dan manajer harus diajarkan
bagaimana untuk mengawasi dan mengenali kecurangan. Untuk melibatkan pegawai dalam
seluruh proses pemantauan penting, sediakan protocol untuk komunikasi. Protocol tersebut
menjelaskan detail siapa pegawai yang harus melaporkan kecurigaan kecurangan dan apakah
bentuk komunikasi yang harus dilakukan. Protocol tersebut harus rahasia dan menekankan
bahwa retribusi tidak akan ditoleransi. Organisasi yang serius terhadap Pencegahan
kecurangan harus mempermudah pegawai dan manajer untuk maju dan harus mengganjar
(tidak menghukum) untuk melakukan itu.

Pendeteksian Kecurangan
Ketika kecurangan dilakukan oleh pemilik organisasi kecil, yang melakukan
akuntansi sendiri, seperti pada kasus ini, maka kecurangan tidak dapat dicegah. Jika pemilik
melakukan kecurangan, tidak ada orang lain yang dapat menghentikannya. Tetapi, penekanan
dalam situasi ini pada pendeteksian kecurangan.
Karena sebagian besar kecurangan naik secara dramatis seiring waktu, sangat penting
bahwa kecurangan, ketika terjadi, dideteksi lebih awal. Pendeteksian melibatkan langkah-
langkah dan aksi yang digunakan untuk mengungkap kecurangan. Ini tidak memasukkan
investigasi yang dilakukan untuk menentukan motif, seberapa besar, metode penggelapan,
atau elemen-elemen pencurian lainnya. Seperti yang akan anda temukan dalam bab
selanjutnya, kecurangan berbeda dengan kejahatan lain di mana kejadian kejahatan dapat
dikenali secara mudah. Karena kecurangan jarang jelas, satu tugas yang paling sulit adalah
menentukan apakah ini benar-benar terjadi.
Pendeteksian biasanya dimulai ketika pegawai, manajer atau korban melihat ‘bendera
merah’, symptom seperti gangguan dalam trend angka, atau aset hilang yang menunjukkan
sesuatu mencurigakan. Sayangnya, bendera merah tidak selalu berarti kecurangan telah
terjadi. Terdapat dua cara utama untuk mendeteksi kecurangan : (1) menurut kesempatan dan
(2) secara proaktif mencari dan mendorong pengenalian symptom awal. Di masa lalu,
sebagian besar kecurangan dideteksi karena kecelakaan. Sayangnya, pada saat pendeteksian
kecurangan terjadi, kecurangan sudah terjadi ketika um kerugian cukup besar. Dalam
sebagian besar kasus, individual dalam organisasi korban kecurangan curiga bahwa
kecurangan terjadi tetapi tidak sampai diangkat karena mereka tidak yakin, tidak ingin secara
salah menuduh seseorang, tidak tahu bagaimana melaporkan kecurangan, dan ketakutan
dijuluki whistleblower (pengadu).
Baru-baru ini, organisasi telah mengimplementasikan sejumlah inisiatif untuk lebih
baik dalam mendeteksi kecurangan. Barangkali inisiatif pendeteksian paling umum adalah
mengetahui hotline di mana pegawai, rekan kerja, dan orang lain dapat menelepon secara
anonim. Beberapa hotline dipertahankan di dalam perusahaan, dan lainnya outsoured kepada
organisasi independen. (Asosiasi pemeriksa kecurangan bersertifikat misalnya, memberikan
pelayanan hotline berbasis fee). Organisasi yang memasang hotline sekarang mendeteksi
banyak kecurangan yang sebelumnya tidak terdeteksi, tetapi juga membayar harga dalam
melakukan itu. Tidak mengejutkan, banyak panggilan tidak melibatkan kecurangan. Beberapa
adalah olok-olok, beberapa dimotivasi oleh dendam, marah, atau keinginan untuk
membahayakan organisasi atau individual; dan beberapa bendera merah masuk akal yang
disebabkan oleh faktor-faktor selain kecurangan.
Kecuali untuk hotline, organisasi baru-baru ini telah melakukan usaha pendeteksian
proaktif serius. Kemajuan dalam teknologi sekarang memungkinkan organisasi menganalisis
dan menggali database untuk mencari bendera merah. Bank misalnya, menggunakan software
yang mengidentifikasi kecurigaan kiting. Program ini mengarahkan perhatian bank terhadap
konsumen yang mempunyai volume transaksi tinggi dalam periode waktu pendek.
Perusahaan asuransi menggunakan program ini untuk mengkaji klaim di dalam periode
singkat setelah pembelian asuransi. Beberapa program secara sistematis mengidentifikasi
bentuk kecurangan yang mungkin terjadi dengan mengkatalogkan bermacam-macam
symptom yang dihasilkan kecurangan, dan kemudian membangun query real time ke dalam
sistem komputer untuk mencari symptom ini. Penelitian pendeteksian kecurangan, sebagian
besar teknik pencarian dengan menggunakan komputer, sekarang dilakukan oleh akademisi
dan penyelidik lain. Seseorang yang benar-benar serius tertarik dalam memahami dan
melawan kecurangan harus mengikuti penelitian ini.

Investigasi Kecurangan
Setidaknya ada tiga alasan mengapa auditor harus menentukan apakah klien overstate
revenue. Pertama, pemegang saham perusahaan akan menghadapi kerugian signifikan. Kedua
kegagalan auditor untuk mengungkap overstatement dapat mengarahkan mereka kepada aksi
legal (dan konsekuensi menghasilkan kerugian). Terakhir, dan barangkali yang terpenting,
sebuah overstatement terhadap revenue mengekspos integritas manajemen kepada keraguan
serius bahwa perusahaan menjadi ‘tidak dapat diaudit’.
Kedua situasi tersebut menciptakan ‘predikasi kecurangan’. Predikasi merujuk pada
lingkungan yang, bila digunakan secara keseluruhan, akan menghasilkan profesional hati-
hati, profesional, percaya sebuah kecurangan sudah terjadi, sedang terjadi atau akan terjadi.
Investigasi kecurangan harus tidak dilakukan tanpa predikasi. Sebuah dugaan kecurangan
terhadap pihak lain tidak perlu, tetapi harus ada dasar yang memadai memperhatikan bahwa
kecurangan sedang terjadi. Ketika predikasi muncul, dalam kasus ini, investigasi biasanya
dilakukan untuk menentukan apakah kecurangan terjadi ataukah tidak, sebagaimana halnya
siapa, mengapa, bagaimana, kapan dan di mana elemen-elemen kecurangan terjadi. Tujuan
dari investigasi adalah menemukan kebenaran – menentukan apakah symptom benar-benar
menampilkan kecurangan atau apakah mereka menampilkan kesalahan tidak disengaja atau
faktor-faktor lain. Investigasi kecurangan adalah sebuah masalah yang kompleks dan sangat
sensitif. Jika investigasi awal dilakukan, reputasi individual tidak bersalah bisa tercoreng,
pihak-pihak yang salah tidak terdeteksi dan bebas mengulangi aksinya, dan entitas yang
dilanggar mungkin tidak mempunyai informasi untuk digunakan dalam mencegah dan
mendeteksi insiden serupa atau memulihkan kerugian.

Pendekatan Terhadap Investigasi Kecurangan


Investigasi harus dengan persetujuan manajemen. Karena mereka mungkin agak
mahal, investigasi harus dilakukan hanya ketika tidak alasan untuk percaya bahwa
kecurangan sudah terjadi (ketika predikasi muncul). Pendekatan investigasi berbeda-beda,
walaupun sebagian besar penyelidik menggunakan wawancara.
Investigasi kecurangan dapat diklasifikasikan menurut tipe bukti yang dihasilkan atau
elemen-elemen kecurangan. Empat tipe bukti yang dikumpulkan dalam investigasi
kecurangan adalah sebagai berikut:
1. Bukti Testimonial, di mana dikumpulkan dari individual. Teknik investigasi
khusus yang digunakan untuk mengumpulkan bukti testimoni adalah wawancara,
interogasi, dan pengujian kejujuran.
2. Bukti dokumenter, di mana dikumpulkan dari paper, komputer, dan sumber
tertulis atau tercetak lainnya. Beberapa ekonomi yang paling umum untuk
mengumpulkan bukti ii meliputi pengkajian dokumen, pencarian catatan publik,
audit, pencarian komputer, perhitungan kekayaan bersih, dan analisis pernyataan
keuangan.
3. Bukti fisik meliputi sidik jari, bekas ban, senjata, kekayaan yang dicuri,
identifikasi angka atau tanda dari obyek yang dicuri, dan bukti nampak lain yang
dapat dihubungkan dengan aksi. Pengumpulan bukti fisik seringkali melibatkan
analisis forensik oleh ahli.
4. Observasi pribadi melibatkan bukti yang dikumpulkan oleh penyelidik itu
sendiri, termasuk invigilasi, pengawasan, operasi terbuka, dan lain-lain.
Banyak profesional lain merujuk kepada mengklasifikasikan pendekatan penyelidikan
yang tepat didasarkan pada tiga elemen kecurangan, sebagaimana ditunjukkan oleh segitiga
pada halaman selanjutnya.
Investigasi pencurian melibatkan usaha untuk menangkap pelaku dalam aksinya dan
usaha pengumpulan informasi. Investigasi penyembunyian berfokus kepada pencatatan,
dokumen, program komputer dan server, dan tempat lain di mana pelaku mungkin mencoba
menyembunyikan kekurangannya. Investigasi konversi melibatkan pencarian cara di mana
pelaku telah membelanjakan aset yang dicuri. Sebuah teknik investigasi keempat melibatkan
teknik investigative, metode penyelidikan, memperhatikan seluruh pendekatan ketika
diaplikasikan pada seluruh elemen-elemen ini. demikian, pendekatan untuk
mengklasifikasikan teknik penyelidikan disebut dengan segitiga kecurangan plus pendekatan
penyelidikan.

Melakukan Investigasi Kecurangan


Anda harus mengingat bahwa investigasi kecurangan adalah pengalaman traumatis
bagi setiap orang yang terlibat, termasuk pelaku. Seperti disampaikan sebelumnya, sebagian
besar pelaku adalah pelaku pertama kali yang mempunyai reputasi bagus di tempat kerja,
dalam masyarakat, keluarga dan gereja. Kadang-kadang, mengakui bahwa mereka diselidiki
untuk kecurangan atau melakukan kecurangan lebih menakutkan bagi mereka. Perhatikan
berita kematian berikut.
Mempertahankan etika tinggi dalam melakukan investigasi juga penting. setidaknya,
investigasi kecurangan harus dilakukan sebagai berikut:
1. Mereka harus dilakukan hanya untuk ‘membangun kebenaran terhadap masalah
yang dipertanyakan.
2. Individual yang melakukan investigasi harus berpengalaman dan obyektif. Jika
individual tersebut tidak bekerja secara hati-hati untuk memilih kata-kata guna
menjelaskan insiden atau tidak mempertahankan perspektif netral, obyektivitas
mereka segera menjadi kecurigaan di mata manajemen dan pegawai. Investigator
harus tidak pernah langsung melompat ke kesimpulan.
3. Beberapa hipotesis investigator tentang apakah seseorang melakukan kecurangan
atau tidak harus dilindungi secara tepat ketika membahas kemajuan investigasi d
orang lain. Walaupun investigator bagus seringkali membentuk opini awal atau
kesan, mereka harus secara obyektif menilai setiap bagian informasi didasarkan
pada fakta yang diketahui dan bukti harus selalu dirahasiakan dalam investigasi.
4. investigator harus memastikan bahwa mereka yang perlu tahu (contohnya
manajemen) diberitahukan aktivitas-aktivitas investigasi dan setuju terhadap
teknik dan investigasi yang dilakukan.
5. investigator yang baik harus memastikan bahwa seluruh informasi yang
dikumpulkan selama penyelidikan diperkuat secara independen dan ditentukan
secara faktual benar. Kegagalan untuk memperkuat bukti adalah kesalahan umum
dari investigasi tidak berpengalaman.
6. investigasi harus berhati-hati untuk menghindari teknik penyelidikan yang
meragukan. Investigator berpengalaman memastikan bahwa teknik yang
digunakan secara ilmiah dan legal kuat dan wajar. Kedalaman dan keuletan adalah
teknik yang tidak diragukan lagi untuk menghasilkan kesimpulan sukses.
7. investigator harus melaporkan seluruh fakta secara adil dan obyektif. Komunikasi
melalui bentuk investigasi, dari tahap awal sampai laporan akhir, harus dikontrol
secara hati-hati untuk menghindari opini dan fakta tak jelas. komunikasi, termasuk
laporan penyelidikan, harus tidak hanya memasukkan informasi yang diperoleh
untuk menunjukkan kesalahan, tetapi juga memasukkan fakta dan informasi yang
mungkin membebaskan dari tuduhan. Kelalaian dan kegagalan untuk
mendokumentasikan informasi adalah cacat investigative yang serius, dengan
potensial konsekuensi serius.

Aksi Legal
Satu keputusan utama dari perusahaan, stakeholder dan lainnya harus ditentukan
ketika kecurangan sudah diketahui dan apa tindakan selanjutnya yang harus diambil.
mengapa kecurangan terjadi harus selalu ditentukan, dan kontrol atau tindakan lainnya untuk
mencegah atau menghalangi kejadian ulang harus diimplementasikan. Pertanyaan yang
seringkali menyulitkan dan lebih besar yang harus dialamatkan adalah apakah tindakan legal
yang harus dilakukan dengan melihat pada pelakunya.
Sebagian besar organisasi dan korban kecurangan lainnya biasanya membuat satu dari
tiga pilihan berikut : (1) tidak melakukan tindakan legal, (2) melakukan pemulihan perdata
dan/atau (3) melakukan tindakan pidana terhadap pelaku, di mana kadang-kadang dilakukan
untuk mereka oleh agensi-agensi penegak hukum. walaupun kita mengalamatkan hukum
perdata dan pidana di bab 1, dan akan berfokus pada aksi legal dalam bab mendatang, tepat
menjelaskan secara singkat di sini review pro dan kontra masing-masing dari alternatif
tersebut.

Aksi Perdata
Sebagaimana ditunjukkan oleh bab 1, tujuan dari aksi perdata adalah mengembalikan
uang atau aset lainnya dari pelaku dan lainnya yang berhubungan dengan kecurangan. Aksi
perdata jarang dalam kasus kecurangan pegawai (karena pelaku biasanya sudah
menggunakan uang), tetapi lebih umum ketika kecurangan melibatkan organisasi lain. vendor
yang menyuap pegawai perusahaan seringkali menjadi target aksi perdata oleh perusahaan
korban, khususnya jika kerugian tinggi. Dengan cara yang sama, stakeholder dan kreditor
yang menderita kerugian dari kecurangan manajemen hampir selalu menuntut bukan saja
pelaku, tetapi biasanya auditor dan lainnya yang berhubungan dengan perusahaan. pengacara
penuntut biasanya lebih dari sekedar mau untuk mewakili pemegang saham dalam class
action, tuntutan hukum dengan fee kontingen.

Aksi Pidana
Aksi pidana hanya dapat dilakukan oleh agensi-agensi perundang-undangan atau
penegakan hukum. organisasi yang memutuskan untuk melakukan aksi pidana terhadap
pelaku harus bekerja dengan agensi-agensi federal negara bagian atau lokal untuk membuang
pegawai mereka atau pelaku lainnya dituntut. Pelaku mungkin diminta untuk masuk e dalam
perjanjian restitusi untuk membayar kembali uang yang dicuri untuk periode waktu tertentu.
Pinalti pidana yang dilakukan untuk kecurangan menjadi semakin umum. Eksekutif corporate
yang melakukan kecurangan seringkali diberi vonis 10 tahun dan diperintahkan untuk
membayar denda sama dengan jumlah yang digelapkan. Namun demikian jauh lebih sulit
melakukan dakwaan pidana daripada mendapatkan keputusan dalam kasus perdata.
Sementara hanya jumlah bukti lebih besar (lebih dari 50%) dibutuhkan untuk memenangkan
kasus perdata, dakwaan hanya akan sukses jika terdapat bukti ‘di luar keraguan yang masuk
akal; bahwa pelaku ‘secara sengaja’ mencuri uang atau aset lain.

Fraud-Specific Internal Control


Semua pengendalian dapat digolongkan dalam pengendalian intern aktif dan
pengendalian intern pasif. Kata kunci untuk pengendalian intern aktif adalah to prevent,
mencegah. Kata kunci untuk pengendalian intern pasif adalah to deter, mencegah karena
konsekuensinya terlalu besar, membuat jera. Kalau PBB atau Lembaga Pengawas Atom dunia
mengunjungi negara-negara nuklir untuk inspeksi instalasi nuklir mereka , ini adalah
pengawasan aktif, tetapi dua adikuasa (Amerika Serikat dan Unisoviet )yang berlomba-lomba
membuat senjata nuklir ukuran besar di zaman perang dingin, tidak bermaksud menggunakan
senjata itu. Senjata ini adalah untuk men-deter lawan menggunakannya; konsekuensinya
terlalu besar.

Pengendalian Intern Aktif


Pengendalian Intern adalah pengendalian intern yang dilakukan secara aktif. Aktif
biasanya merupakan bentuk pengendalian intern yang paling banyak di terapkan
Sarana–sarana Pengendalian Intern Aktif yang sering di pakai pada umumnya sudah
dikenal dalam sistem akuntansi, meliputi:
 Tandatangan
Tanda tangan merupakan sarana Pengendalian Intern Aktif karena dokumen yang
seharusnya ditandatangani tetapi belum ditandatangani adalah tidak sah. Asumsinya tanpa
tandatangan apa musti dilaksanakan tidak dapat terlaksana (pembayaran,transfer,dll).
Masalahnya adalah bahwa mereka yang perlu mengetahui benar tidaknya tandatangan (1)
bukan ahli membaca tandatangan atau tulisan tangan; (2) tidak mempunyai kesempatan
yang cukup untuk mempelajari tandatangan yang ada pada dokumen yang bersangkutan;
(3) tidak mempunyai sample tandatangan untuk mengetahui otentik/tidaknya tandatangan;
(4) tandatangannya sendiri tidak mempunyai “titik-titik” yang memungkinkan analisis
tandatangan yang memadai dan (5) tidak mempunyai pengetahuan mengenai siapa yang
berhak menandatangani.
 Tandatangan kaunter (countersigning)
Pembubuhan lebih dari satu tandatangan dianggap lebih aman, khususnya bagi pihak
ketiga atau pihak diluar perusahaan atau lembaga yang berangkutan. Anggapannya adalah
penandatanganan lainnya mengawasi rekannya. Dalam fraud, memalsu lebih dari satu
tandatangan tidak lebih sukar dari memalsukan satu tandatangan.
 Password dan PIN (Personnel Identification Numbers )
Sarana ini menjadi popular ketika manusia berinteraksi dengan komputer. Tanpa
password atau PIN, seseorang tidak bisa mengakses apa yang diinginkannya.karena itu
password atau PIN dianggap sarana dalam Pengendalian Intern Aktif. Kuncinya adalah
kerahasiaan. Masalahnya, orang mencatat password atau PIN-nya. Catatan ini “bisa
ditemukan” oleh pelaku fraud. Lebih dari itu ada kecenderungan orang “meminjamkan”
password atau PIN kepada rekannya.
 Pemisahan tugas
Pemisahan tugas menghndari seseorang dapat melaksanakan sendiri seluruh transaksi.
Merupakan bagian dari Pengendalian Intern Aktif karena secara teoritis pelaku fraud yang
bertindak seorang diri tidak dapat melaksanakan fraudnya. Latar belakang pemikirannya
orang-orang yang tugasnya dipisahkan, tidak bersekongkol.
 Pengendalian asset secara fisik
Pengendalian asset secara fisik pada dasarnya mengatur gerak-gerik barang (masuk,
keluar, dan penyimpanannya) memerlukan otorisasi. Di sini justru titik lemahnya.
Dokumen dan tandatangan mudah dipalsukan.
 Pengendalian persediaan secara real time (Real-time inventory control)
Ini adalah perpetual inventory yang mengikuti pergerakan persediaan secara on time.
Persediaan diberi bar code atau bahkan ditanam dengan radio chip yang merekam
keberadaannya. Keuntungan nyatanya adalah pencatatan menjadi akurat. Kelemahannya
sistem automatisasi juga mudah dimanipulasi.
 Pagar, gembok, dan semua bangunan dan penghalang fisik
Perlindungan melalui pembatasan akses terhadap harta berharga sangat popular. Harga
peralatan canggih yang mahal seringkali memberi rasa aman yang palsu.
 Pencocokkan dokumen
Pencocokkan antara order pembelian, dokumen penerimaan barang, dan nota tagihan
mencoba menghindari selisih-selisih dan kerugian bagi perusahaan.
 Formulir yang sudah dicetak nomornya (Pre-numbered accountable forms)
Mencegah penggunaan formulis berganda, bahwa formulir digunakan sesuai urutan dan
gagasannya sangat sederhana.

Pengendalian Intern Pasif


Dalam Pengendalian Intern Pasif dari permukaan kelihatan tidak ada pengamanan
namun ada peredam yang membuat pelanggar atau pelaku fraud jera. Peredam ini
diumumkan secara luas, dan sistemnya memastikan hal ini.
Perbedaan antara Pengendalian Intern Aktif dan Pengendalian Intern Pasif adalah:
a. Dalam hal biaya, Pengendalian Intern Aktif jauh lebih mahal dari Pengendalian Intern
Pasif.
b. Pengendalian Intern Aktif kasat mata atau dapat diduga dan dapat ditembus. Pengendalian
Intern Pasif dilain pihak tidak kasat mata dan tidak dapat diduga (orang yang tertangkap
tangan seolah-olah mendapat lotere atau terkutuk) dan karenanya tidak terelakkan. Dalam
Pengendalian Intern Pasif pertanyaannya adalah seberapa nekadnya si calon pelaku.
Beberapa bentuk lain dari Pengendalian Intern Pasif meliputi :
 Pengendalian yang khas untuk masalah yang dihadapi (Customized Controls)
Sebenarnya customized controls merupakan hasil dari berpikir positif, ketika
Pengendalian Intern Aktif tidak memberikan pemecahan. Contohnya dari suatu lembaga
di Amerika. Secara tidak sengaja terungkap fraud yang dilakukan suatu kontraktor. Ia
hanya mengecat satu kali (satu lapisan cat) tetapi menagih kepada lembaga ini seolah-
olah menagih mengecat dua kali, karenanya lembaga tersebut mempertimbangkan
Pengendalian Intern Aktif yang mana mengeluarkan biaya yang sangat tinggi. Kegagalan
Pengendalian Intern Aktif memberi solusi, menyebabkan seseorang yang berfikir positif
menemukan jawaban yang brilian. Setiap pengecatan pertama selesai, kontraktor juga
memberi lapisan tipis dengan warna terang lalu melaksanakan pengecatan kedua dan
biayanya tidak seberapa.

Pengendalian Intern Pasif ini Customized untuk masalah yang dihadapi.


 Jejak Audit (Audit Trails)
Sistem yang dikomputerisasi seringkali menggunakan Pengendalian Intern Pasif,
karena ada jejak-jejak atau perubahan dalam catatan, yang ditinggalkan atau terekam
dalam sistem. Ini akan menjadi Pengendalian Intern Pasif yang efektif apabila jejak-jejak
yang berupa fraud dapat menunjuk kepada pelakunya.
 Audit yang fokus (Focused Audits)
Focused audit adalah audit terhadap hal-hal tertentu yang sangat khusus, yang
berdasarkan pengalaman rawan dan sering dijadikan sasaran fraud. Mungkin ada petunjuk
tentang profile tertentu, apakah dari perbuatannya atau jenis transaksinya.
Secara psikologis, focused audits juga memberi kesan “jangan coba-coba lakukan hal
itu”, selalu ketahuan deh!
 Pengintaian atas kegiatan kunci (surveillance Of Key Activities)
Pengintaian bisa dilakukan denga bermacam-macam cara, mulai dari kamera video
yang merekam kegiatan di suatu ruangan sampai ruang kaca dengan cermin satu arah.
Surveillance juga dapat dilakukan dalam jaringan computer, dari waktu ke waktu untuk
melihat kegiatan pegawai yang memanfaatkan fasilitas kantor.

 Pemindahan tugas (Rotation Of Key Personnel)


Rotasi karyawan kunci merupakan Pengendalian Intern Pasif yang efektif kalau
kehadirannya merupakan persyaratan utama dalam melakukan fraud. Seorang supervisor
di bank harus ada di bank kalau ia menyelewengkan uang pelanggab yang mendapat
kesan bahwa itu transaksi bank yang sah. Kalau ia harus mengambil cuti dan tugasnya
diambil alih oleh rekannya, mekanisme pengawasannya berjalan tanpa biaya tambahan.
Setidaknya ada 3 (tiga) jenis fraud, yaitu yang melibatkan :
1. Pihak internal, yaitu pegawai maupun manajemen.
2. Pihak eksternal, yaitu customer dan pihak ketiga lainnya.
3. Kerjasama, yaitu fraud yang dilakukan oleh pihak eksternal dan internal secara
bersama-sama.

Teori GONE (Greed, Opportunity, Needs, Exposures) sebagai 4 (empat) faktor yang
mendorong terjadinya fraud. Menurutnya mustahil terjadi fraud apabila keempat faktor
tersebut tidak muncul pada saat yang bersamaan. Untuk mengantisipasi terjadinya fraud,
penilaian individu sangat penting terutama pada saat rekrutmen. Oleh sebab itu, Amien sangat
menyarankan dilakukannya background check untuk mencari tahu perilaku orang yang
bersangkutan di tempat kerja terdahulu dan di lingkungannya. Beberapa hal yang perlu dicari
tahu untuk dketahui seperti financial condition, jumlah investasi, besarnya loan yang dimiliki
dan lain sebagainya.
Untuk mengendalikan fraud, tidak bisa dijamin tidak terjadinya fraud dengan menyewa
orang ketiga atau konsultan, karena kendali sepenuhnya dalam mengeliminir terjadinya fraud
justru ada di tangan manajemen. Menurutnya langkah-langkah mengantisipasi fraud ada 3
(tiga), yaitu :
1. Proactive, yaitu langkah untuk merubah value dan mindset demi mencapai integritas
dan profesionalisme.
2. Preventive, yaitu langkah untuk mendisain dan mengimplementasikan sistem dan
prosedur yang dapat mencegah fraud.
3. Detective, yaitu langkah investigasi. Langkah ini dilakukan setelah terjadinya fraud.
Hal yang biasanya terjadi dalam mengantisipasi fraud adalah :
1. Kita tidak mengalokasikan sumber daya kita untuk pencegahan, seperti misalnya
asesmen terhadap resiko terjadinya fraud dan memahami dampak fraud.
2. Yang kita lakukan biasanya adalah setelah fraud baru dilakukan investigasi.
3. Investigasi dilakukan oleh investigator yang tidak kompeten, sehingga yang sering
terjadi adalah barang atau alat bukti terkontaminasi (sering terjadi pada barang bukti
berupa file dalam computer) dan kasus tidak cukup kuat menunjukkan bukti
terjadinya fraud.
4. Dampak resiko yang sama tetap terjadi secara berkelanjutan.
Untuk menghadapi dan mengantisipasi fraud sebaiknya :
1. Pahami fraud.
2. Bayangkan diri anda sebagai calon pelaku fraud, peluang apa yang ada yang dapat
dimanfaatkan untuk melakukan fraud.
3. Pahami teknologi dan teknik untuk membuktikan terjadinya fraud.

Menurut Dr. Donald R. Cressey yang terkenal dengan teori ‘fraud triangle‘, seseorang
melakukan fraud (kecurangan) karena:
1. mengalami tekanan secara sosial atau finansial
2. adanya kesempatan untuk melakukan fraud tanpa takut ketahuan
3. adanya rasionalisasi atau justifikasi untuk melakukan fraud
Menurut ACFE, pencegahan fraud dalam laporan keuangan sebaiknya difokuskan fokus
pada:
Mengurangi tekanan situasional yang dapat mengarah ke terjadinya fraud
 Tidak membuat target keuangan yang sangat sulit tercapai
 Membuat kebijakan dan prosedur akuntansi yang jelas tanpa adanya klausul
pengecualian
 Menghilangkan kendala operasional yang berdampak pada efektivitas kinerja
keuangan, seperti batasan working capital, volume produksi yang berlebihan, atau
kendala-kendala inventori
Mengurangi timbulnya kesempatan untuk melakukan fraud
 Melakukan pencatatan akuntansi secara akurat dan lengkap
 Melakukan pengawasan atas transaksi bisnis dan hubungan interpersonal antara
supplier, konsumen, karyawan bagian pembelian, bagian penjualan, dan bagian
keuangan
 Membuat sistem keamanan fisik untuk menjaga aset-aset perusahaan
 Memisahkan fungsi (segregation of duties) agar kontrol atas suatu transaksi tidak
terpusat pada satu orang
 Menjaga data karyawan masuk-keluar dengan akurat, termasuk melakukan
background checks terhadap karyawan baru
 Memperkuat fungsi pengawasan untuk memastikan prosedur akuntansi dilaksanakan
dengan tepat
Memperkuat integritas karyawan
 Manajemen harus menunjukkan keteladanan dalam kejujuran
 Kebijakan perusahaan harus memisahkan secara jelas apa saja yang dianggap perilaku
yang benar atau jujur, dan mana yang tidak
 Perusahaan harus mempunyai kebijakan akuntansi yang jelas untuk isu-isu pencatatan
akuntansi yang masih kontroversial
 Perusahaan harus mempunyai dan mengkomunikasikan dengan baik mengenai
kebijakan tertulis mengenai konsekuensi atas setiap pelanggaran fraud atau korupsi
yang terjadi

14 Pedoman Pencegahan Penipuan Dasar


Berdasarkan Dirty Deeds, oleh Mel Duvall, dan diterbitkan di Pitney Bowes
Magazine, Jan / Februari 2003. 14 Pedoman Pencegahan Penipuan Dasar :
1. Periksa referensi dari setiap calon karyawan.
2. Setiap biaya, atau tagihan, harus memiliki pesanan pembelian ditandatangani oleh
orang otorisasi pembelian.
3. Tetapkan batas untuk jumlah orang yang dapat mengotorisasi pembelian
4. Tetapkan batas satu dolar dengan jumlah setiap orang dapat otorisasi.
5. Secara pribadi menjaga kontrol atas cek kosong.
6. Gunakan nomor berurutan meninjau pemeriksaan dan pengecekan secara berkala
untuk memastikan tidak ada nomor yang hilang.
7. Hanya Anda atau orang yang berwenang secara khusus dapat menandatangani cek.
8. Bank telah dikirimkan kepada Anda pada alamat yang berbeda dari kantor sehingga
Anda dapat memeriksa pernyataan sebelum orang lain tidak.
9. Jika pembayaran dilakukan untuk vendor asing, hubungi vendor dan memverifikasi
pembelian.
10. Orang yang menyimpan buku-buku tidak boleh orang yang mendamaikan pernyataan.
11. Orang yang membuka surat dan menyiapkan tiket deposit tidak boleh orang yang
menyimpan buku-buku.
12. Melakukan audit kejutan kas kecil.
13. Melakukan audit kejutan penggajian mendaftar. Periksa keakuratan tarif per jam dan
jam kerja. Memastikan tidak ada karyawan fiktif.
14. Jika seorang karyawan tidak melakukan penipuan, tekan biaya.
Masalah-masalah seperti banyak terjadi di dalam suatu organisasi, apabila tidak
tertangani secara baik dengan suatu program yang baik akan menjadi potensi kecurangan
terjadi.
Untuk menekan praktik kecurangan seharusnya ada semacam program yang
terstruktur serta tertata baik. Tujuan utamanya adalah mencegah dan mendeteksi kecurangan
serta melakukan langkah penyelamatan dari kerugian yang tidak diinginkan. Tujuan
berikutnya adalah untuk membantu manajemen untuk mencapai target financial.
Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan adanya standar yang harus dipahami dan
dipatuhi oleh segenap manajemen dan karyawan. Standar ini meliputi adanya ;
a) Organisasi : Adanya aturan, responsibilitas dan akuntabilitas untuk pencegahan
dan mendeteksi kecurangan serta langkah recovery atas kerugian dan harus jelas
didefinisikan serta dikomunikasikan kepada semuanya level.
b) Policy : Adanya kebijakan dan standar dibuat untuk semua risiko kecurangan.
c) Perbaikan : Bisnis harus belajar dari kesalahan yang terjadi.
d) Pengetahuan : Adanya transfer dan penyebaran pengetahuan yang merupakan suatu
best practice agar pihak-pihak di bank punya pemahaman dan pengetahuan bahwa
kecurangan itu buruk dan harus diberantas.
e) Manajemen Risiko: Kelengkapan dan konsitensi dalam proses untuk mengukur,
mengendalikan dan melaporkan risiko-risiko kecurangan merupakan bagian yang
integral dari operasional bisnis perbankan yang dilakukan.
f) Solusi: Adanya contact point untuk peningkatan dan mendalami issue kecurangan
g) Kultur: Harus ada upaya peningkatan perhatian terhadap kecurangan melalui
pelatihan, serta adanya penghargaan pada yang berprestasi serta sanksi pada yang
bersalah.
h) Keputusan: Mengidentifikasi risiko untuk memperkirakan keputusan yang tepat dari
tiap tingkatan manajemen
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 3 (1), 2015, 586-602

PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR INTERNAL TERHADAP


PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN KECURANGAN (FRAUD) (Survey
pada BUMN yang Berkantor Pusat di Kota Bandung)

Mimin Widaningsih
Desy Nur Hakim
(Universitas Pendidikan Indonesia)

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh profesionalisme
auditor internal terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan (fraud) pada
BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif asosiatif. Data yang digunakan
adalah data primer yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner pada
Sembilan BUMN yang Berkantor Pusat di Kota Bandung. Penelitian ini
menggunakan pengujian statistik non – parametris yaitu dengan Spearman Rank
dengan Software SPSS 20.0 for Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya pengaruh profesionalisme
auditor internal terhadap pencegahan fraud adalah sebesar 40,07%, dan sisanya
sebesar 59,93% dapat dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diteliti. Dan
besarnya pengaruh profesionalisme auditor internal terhadap pendeteksian
kecurangan adalah sebesar 37,33%, sisanya sebesar 62,67% dapat dipengaruhi
oleh variabel lainnya yang tidak diteliti.

Kata kunci: Profesionalisme auditor internal, pencegahan kecurangan


(fraud), pendeteksian kecurangan (fraud)

PENDAHULUAN
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku
kegiatan ekonomi yang penting di dalam perekonomian nasional, yang bersama-
sama dengan pelaku ekonomi lain yaitu swasta (besar-kecil, domestik-asing) dan
koperasi, yang merupakan perwujudan dari bentuk bangun demokrasi ekonomi
yang akan terus kita kembangkan secara bertahap dan berkelanjutan. Sebagai
salah satu pelaku kegiatan ekonomi, keberadaan BUMN memiliki peran yang
tidak kecil guna ikut mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana
diamanatkan oleh UUD 1945. (indonesia.go.id, 2010)
Dari penjelasan di atas sudah seharusnya BUMN memberikan pemasukan
pada kas Negara atas laba yang diterimanya. Namun sayangnya, beberapa BUMN
justru malah memberikan kerugian pada Negara. Pada tahun 2012 Menteri BUMN
Dahlan Iskan menjelaskan mengenai Kerugian keenam belas BUMN yang
diperkirakan hampir mencapai Rp 1,5 triliun atau Rp 1.492.499.880.000,00.
MIMIN WIDANINGSIH & DESY NUR HAKIM/ Pengaruh Profesionalisme
Auditor Internal Terhadap Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan
(Fraud)

Adapun, sebanyak 125 BUMN lainnya mendapatkan laba. Hal ini dijelaskan pada
Paparan Kinerja BUMN 2012. (sindonews.com, 28 Desember 2012).
Mirisnya di sisi lain kerugian – kerugian yang dialami oleh beberapa
BUMN ini berasal dari penyimpangan keuangan. Penelaahan BAKN terhadap
hasil pemeriksaan BPK semester I periode 2013 sedikitnya menemukan 510 kasus
penyimpangan keuangan negara, antara lain sebanyak 234 kasus terkait
kelemahan Sistem Pengendalian Internal (SPI), dan 276 kasus terkait
ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundangan-undangan.
(hukumonline.com, 20 November 2013)
Menurut Fajri, Direktur Riset dan Pengembangan POLIGG (Policy and
Law Institute for Good Governance) (2011) pada beberapa BUMN terlihat bahwa
terjadi kerjasama sistemik melakukan rekayasa keuangan yang dilakukan karena
lemahnya fungsi internal kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pihak-pihak yang
melakukan internal kontrol mulai dari Dewan Komisaris sampai dengan Internal
Audit tidak melakukan fungsinya dengan baik. (hrcentro.com, 2011)
Sedangkan Kepala BPKP, Mardiasmo, menyampaikan bahwa beberapa
penyimpangan BUMN yang sering terjadi saat ini terkait akuntabilitas keuangan
dapat dikurangi atau dicegah bila Auditor Internal berperan lebih efektif. Untuk
itu, Auditor Internal agar selalu menjaga integritas dan secara berkesinambungan
meningkatkan kompetensinya serta selalu siap berada di depan dan menjadi mitra
yang profesional. (bpkp.go.id, 2011).
Profesionalisme merupakan suatu kredibilitas yang dimiliki auditor
internal yang mana merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam pengawasan
perusahaan. Dengan adanya sikap profesionalisme dari auditor internal,
diharapkan dapat diambil langkah untuk mendeteksi juga mengantisipasi setiap
tindakan penyimpangan yang mungkin bisa terjadi. Saran dan sikap korektif dari
auditor internal akan sangat membantu untuk mencegah kejadian penyimpangan
terulang lagi dalam perusahaan dan menjadi baham penindakan bagi karyawan
yang melakukan penyimpangan.
Sehingga dari fenomena-fenomena tersebut dapat kita lihat adanya suatu
masalah pada penanganan kecurangan (fraud) yang menarik untuk diteliti. Penulis
menduga terdapat suatu pengaruh positif dari profesionalisme auditor internal
dalam pencegahan dan pendeteksian kecurangan, hal ini juga didukung oleh
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eka Putri Pertiwi (2010) dengan judul
“Analisis Pengaruh Komponen Keahlian Internal Auditor terhadap Pendeteksian
dan Pencegahan Kecurangan (fraud) di Inspektorat Jendral Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh positif dari komponen keahlian internal auditor Inspektorat Jenderal
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia terhadap pendeteksian dan
pencegaham kecurangan (fraud). Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti
lebih lanjut dalam penelitian yang dilakukan terhadap 9 BUMN yang berpusat di
Kota Bandung, mengingat BUMN yang berpusat di Kota Bandung dapat
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 3 (1), 2015, 586-602

mewakili 7 dari 16 sektor usaha BUMN seperti industri pengolahan, logistik dan
jasa, sarana angkutan dan pariwisata, telekomunikasi, perkebunan, industri
strategis dan juga konstruksi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut; (1) Bagaimana
Profesionalisme Auditor Internal pada BUMN yang berkantor pusat di Kota
Bandung; (2) Bagaimana upaya pencegahan fraud pada BUMN yang berkantor
pusat di Kota Bandung; (3) Bagaimana upaya pendeteksian fraud pada BUMN
yang berkantor pusat di Kota Bandung; (4) Apakah ada pengaruh positif dari
profesionalisme auditor internal terhadap pencegahan kecurangan (fraud) pada
BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung; dan (5) Apakah ada pengaruh
positif dari profesionalisme auditor internal terhadap pendeteksian kecurangan
(fraud) pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung.

KAJIAN PUSTAKA
Setiap organisasi tentu saja mempunyai tujuannya sendiri, dimana pada
dasarnya semua organisasi ingin memakmurkan organisasinya dan seluruh
anggotanya. Seiring berkembangnya usaha atau bisnis suatu organisasi, maka
pada saat itu pula bertambah keterbatasan organisasi untuk melakukan
pengawasan atas aktivitas sehari-harinya.
Maka dari itu dibentuklah suatu pengendalian internal yang ditujukan
untuk memastikan bahwa aktivitas perusahaan sudah berjalan efektif dan efisien.
Menurut Arens (2008: hlm. 370) “Sistem pengendalian internal terdiri atas
kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian
yang layak bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya”.
Namun meskipun sistem pengawasan ini sudah dirancang sedemikian rupa
namun hingga saat ini masih banyak ditemukan kecurangan-kecurangan dalam
organisasi, contohnya saja pada BUMN, beberapa media melansir bahwa kerugian
yang dialami oleh BUMN rata – rata disebabkan oleh tindak kecurangan yang
muncul akibat lemahnya pengendalian internal pada BUMN. Memang tidak dapat
kita pungkiri bahwa tidak ada organisasi yang terbebas dari fraud, karena
permasalahannya ada pada manusia, yang biasa kita dengar dengan “The man
behind the gun”. Baik atau buruknya suatu organisasi sangat tergantung pada
sumber daya manusia di dalamnya. Dalam melaksanakan pengendalian atau
pengawasan ini, organisasi atau perusahaan memberikan tugas dan kewenangan
pada audit internal untuk memantau dan melakukan penilaian atas pengendalian
internal sehingga tujuan perusahaan dapat terpenuhi. Menurut Hiro Tugiman
(1997: hlm. 11) “Internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi
penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan
mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan”.

588 | Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan


Vol.3 | No.1 | 2015
MIMIN WIDANINGSIH & DESY NUR HAKIM/ Pengaruh Profesionalisme
Auditor Internal Terhadap Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan
(Fraud)

Seorang auditor internal yang professional akan selalu berusaha untuk


mencapai hasil terbaik dalam segala hal yang ia kerjakan. Maka auditor internal
yang memiliki sikap profesionalisme akan melaksanakan tugasnya dalam
pelaksanaan audit internal dengan baik. (Asikin, 2006). Sedangkan dari sisi lain,
Amin Widjaja Tunggal (2012: hlm. 59) menjelaskan terdapat tiga unsur untuk
mencegah dan mendeteksi fraud, yaitu; (1) Budaya jujur dan etika yang tinggi; (2)
Tanggung jawab manajemen untuk mengevaluasi resiko fraud; (3) Pengawasan
oleh komite audit.
Kecurangan (fraud) memang tidak cukup ditangani hanya dengan
dilakukannya pencegahan, namun fraud juga harus dideteksi sedini mungkin.
Maka dari itu kontribusi dari audit internal sangat dibutuhkan dalam hal ini.
Kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian audit internal dan
setiap auditor internal. Dan pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan
haruslah menugaskan orang – orang yang secara bersama atau keseluruhan
memiliki pengetahuan, kemampuan dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan
untuk mrlaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.
Penelitian mengenai pengaruh profesionalisme auditor internal pernah
dilakukan oleh Eka Putri Pertiwi (2010) dengan judul penelitian “Analisis
Pengaruh Komponen Keahlian Internal Auditor terhadap Pendeteksian dan
Pencegahan Kecurangan (fraud) di Inspektorat Jendral Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia” dimana poin – poin Profesionalisme auditor termasuk
kedalamnya, penelitian ini menunjukkan bahwa komponen keahlian internal
auditor berpengaruh positif terhadap pendeteksian dan pencegahan fraud pada
Insp ektorat Jendral Kementrian Perdagangan Republik Indonesia
Berdasarkan pada latar belakang dan rumusan masalah yang telah
dijelaskan sebelumnya maka penulis merumuskan hipotesis atas penelitian ini
sebagai berikut : “Terdapat pengaruh positif dari profesionalisme auditor
internal terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan (fraud)” Metode
Penelitian
Berdasarkan judul yang telah dikemukakan sebelumnya yaitu “Pengaruh
Profesionalisme Auditor Internal terhadap Pencegahan dan Pendeteksian
Kecurangan (Fraud), maka terdapat tiga variabel yang akan diuji dalam penelitian
ini, yaitu : (1) Profesionalisme Auditor Internal sebagai variabel independen (X);
(2) Pencegahan Kecurangan sebagai variabel dependen pertama (Y1); (3)
Pendeteksian Kecurangan sebagai variabel dependen kedua (Y2).
Berikut adalah tabel operasionalisasi variabel untuk penelitian ini.
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 3 (1), 2015, 586-602

Tabel 1
Operasionalisasi Variabel Penelitian

Variabel Dimensi Indikator Skala Instrumen

Variabel 1. Independensi a. Independensi auditor Ordinal Kuesioner


bebas (X) dan internal No. 1,2
Profesionalis Objektivitas b. Objektivitas auditor
me Auditor internal
Internal 3,4,5,6
2. Keahlian dan a. Pengetahuan, keahlian,
Sumber : kecermatan kompetensi lainnya
International profesional b. Mematuhi standar audit
Professional c. Ketelitian profesional
Practices d. Pendidikan berkelanjutan
Framework 7,8
(2012: hlm. 3 3. Tujuan,
- 8) kewenangan a. Fungsi audit internal di
dan dalam organisasi
tanggung b. Kewenangan dalam
jawab mengakses informasi

9,10
4. Program a. Penetapan Quality
Quality Assurance
Assurance b. Peningkatan yang
dan berkelanjutan (Continous
peningkatan Improvement)
jaminan
fungsi audit
internal
Variabel 1. Penetapan a. Menetapkan kebijakan 1,2
terikat (Y1) kebijakan anti fraud
Pencegahan anti fraud b. Adanya komitmen antara
Kecurangan manajemen dan para
(Fraud) karyawan Perusahaan
untuk melaksanakan
Sumber : kegiatan anti fraud
Pusdiklatwas
BPKP a. Terdapat prosedur Ordinal
(2008:3) penanganan pencegahan 3,4
2. Prosedur fraud secara tertulis dan
MIMIN WIDANINGSIH & DESY NUR HAKIM/ Pengaruh Profesionalisme
Auditor Internal Terhadap Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan
(Fraud)

pencegahan baku
baku b. Memproses dan menindak
pelaku fraud
5,6
2.1Pengendalian a. Pengendalian intern
intern b. Pemisahan fungsi yang
Perusahaan menciptakan kondisi
7,8
saling cek antar fungsi
2.2 Prosedur a. Menerapkan sistem reviu
mencegah dalam sistem komputer
fraud secara b. Menerapkan prosedur
otomatis dalam dalam sistem untuk
sistem melaporkan fraud
9
3. Organisasi
a. Unit Audit Internal
Perusahaan mempunyai
tanggung jawab untuk
melakukan evaluasi
berkala atas aktivitas
organisasi secara
berkesinambungan 10,11
4. Teknik
pegendalian a. Terdapat pembagian tugas
yang jelas sehingga tidak
ada satu orang pun yang
menguasai seluruh aspek
dari suatu transaksi
b. Pengawasan
c. Kontrol memadai untuk
media pendukung
operasional 12,13
5. Kepekaan
terhadap a. Memiliki staf
fraud berpengalaman,
khususnya staf yang peka
terhadap sinyal-sinyal
fraud
b. Melakukan interview
mendalam pada saat
menyeleksi calon
karyawan
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 3 (1), 2015, 586-602

c. Mewajibkan cuti tahunan


bagi para karyawannya
d. Melakukan rotasi pegawai
secara periodik

Pendeteksian 1. Audit a. Pemetaan (Mapping) Ordinal 1,2,3


Kecurangan Berbasis disini bertujuan untuk
(Fraud) (Y2) Risiko mengidentifikasi titik-titik
kritis risiko terjadinya
Sumber : tindak kecurangan.
Valery G b. Pengamatan (Observing)
Kumaat bertujuan untuk
(2011:157) memperdalam semua titik-
titik risiko berdasarkan
situasi aktual dilapangan.
c. Verifikasi Transaksi dan
Analisis Data (Verifying &
Analyzing) bertujuan
untuk mempertegas
kesimpulan adanya tindak
kecurangan
2. Jaringan
Informan a. Komunikasi Informal 4,5
(Audit Audit dengan Pihak
Intelligence) Internal dimana
komunikasi dalam suasana
formal merupakan bagian
yang tidak terpisahkan
bagi korp audit, baik
secara verbal maupun
tertulis.

b. Media Audit untuk


Menerima
Masukan/Pengaduan
dimana Strategi “Audit
Centre” ini merupakan
pelengkap dari
pengembangan informasi
informal.
Terdapat 10 BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung. Namun hanya
9 BUMN yang dapat dijadikan populasi, karena PT KAI tidak berkenan untuk

592 | Jurnal Riset Akuntansi dan


Keuangan Vol.3 | No.1 | 2015
MIMIN WIDANINGSIH & DESY NUR HAKIM/ Pengaruh Profesionalisme
Auditor Internal Terhadap Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan
(Fraud)

diteliti dikarenakan banyaknya permintaan pengisian kuesioner di waktu yang


bersamaan. Berikut adalah nama – nama serta jumlah Staff Satuan Pengawasan
Intern (SPI) BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung :

Tabel 2
Perusahaan BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung
No. Nama BUMN Sektor Jumlah Staff SPI
1 PT Bio Farma Aneka Industri 13
2 PT Dirgantara Indonesia Industri Strategis 15
3 PT Indah Karya Konstruksi 6
4 PT Inti Telekomunikasi 10
5 PT Kereta Api Indonesia Sarana Angkutan -
6 PT Len Industri Telekomunikasi 6
7 PT Perkebunan Nusantara VIII Perkebunan 15
8 PT Pindad Industri Strategis 8
9 PT Pos Indonesia Logistik dan Jasa 15
10 PT Telkom Tbk Telekomunikasi 50
Total 138
Sumber: data primer (diolah kembali)
Adapun dalam penelitian ini digunakan Proportionate Stratified Random
Sampling. Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah Staff Satuan
Pengawasan Intern (SPI) BUMN yang berpusat di Kota Bandung yang berjumlah
57. Angka ini didapatkan dari perhitungan dengan rumus slovin, yaitu sebagai
berikut :

n=

n= = 57

Kererangan :
n : Besaran sampel
N: Besaran populasi
E: Nilai kritis (batasan ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketelitian
penarikan sampel) yaitu 10%

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran Profesionalisme Auditor Internal pada BUMN yang Berkantor
Pusat di Kota Bandung
Secara keseluruhan rekapitulasi jawaban untuk variabel Profesionalisme
Auditor Internal pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung adalah
sebagai berikut :
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 3 (1), 2015, 586-602

Tabel 3
Rekapitulasi Jawaban Variabel Profesionalisme Auditor Internal
Skor Skor
Variabel Indikator Persentase Kategori
Item Tertinggi
Independensi dan Sangat
488 570 85.61%
Objektivitas Baik
Kemampuan dan
950 1140 83.33% Baik
Keahlian Profesional
Profesionalisme
Tujuan, Wewenang Sangat
Auditor 521 570 91.40%
dan Tanggung Jawab Baik
Internal
Program Quality
Assurance dan
457 570 80.18% Baik
Program
Pengembangan
Sangat
Total 2416 2850 84.77%
Baik
(Sumber: Data primer diolah)
Berdasarkan tabel diatas total skor yang diperoleh dari rekapitulasi
jawaban untuk variabel Profesionalisme Auditor Internal adalah 2416.
Adapun untuk mendeskripsikan variabel X yaitu Profesionalisme Auditor
Internal pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung dilakukan cara
perbandingan dengan total skor tertinggi seperti berikut ini:

Maka angka 84.77% adalah termasuk pada kategori Sangat Baik. Sehingga
dapat diketahui bahwa Profesionalisme Auditor Internal BUMN yang berpusat di
Kota Bandung mempunyai profesionalisme yang Sangat Baik dengan memenuhi
empat dimensi yaitu independensi dan objektivitas (independence and
objectivity), keahlian dan kecermatan professional (proficiency and due
professional care), tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab (purpose, authority,
and responsibility), dan yang terakhir program quality assurance dan peningkatan
jaminan fungsi audit internal (quality assurance and improvement program).
Sedangkan secara keseluruhan rekapitulasi jawaban untuk variabel
Pencegahan Kecurangan (Fraud) pada BUMN yang berkantor pusat di Kota
Bandung adalah sebagai berikut :
MIMIN WIDANINGSIH & DESY NUR HAKIM/ Pengaruh Profesionalisme
Auditor Internal Terhadap Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan
(Fraud)

Tabel 4
Rekapitulasi Jawaban Variabel Pencegahan Kecurangan (Fraud)
(Sumber: Data primer diolah)
Skor Skor Persent Katego
Variabel Indikator
Item Tertinggi ase ri
Penetapan Kebijakan Sangat
481 570 84.39%
Anti Fraud Baik
Prosedur Pencegahan
1334 1710 78.01% Baik
Baku
Pencegahan
Organisasi 237 285 83.16% Baik
Kecurangan
Teknik Pengendalian 447 570 78.42% Baik
Kepekaan terhadap
427 570 74.91% Baik
Fraud
78.97
Total 2926 3705 Baik
%
Berdasarkan tabel diatas total skor yang diperoleh dari rekapitulasi
jawaban untuk variabel pencegahan kecurangan (fraud) adalah 2926.
Adapun untuk mendeskripsikan variabel Y1 yaitu pencegahan kecurangan
(fraud) pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung dilakukan cara
perbandingan dengan total skor tertinggi seperti berikut ini:

Maka angka 78.97% adalah termasuk pada kategori Baik. Sedangkan


secara keseluruhan rekapitulasi jawaban untuk variabel Pendeteksian Kecurangan
(Fraud) pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung adalah sebagai
berikut :
Tabel 5
Rekapitulasi Jawaban Variabel Pendeteksian Kecurangan (Fraud)
Skor Skor
Variabel Indikator Persentase Kategori
Item Tertinggi
Audit Berbasis
699 855 81.75% Baik
Pendeteksian Risiko
Kecurangan Audit
463 570 81.23% Baik
Intelligence
Total 1162 1425 81.54% Baik
(Sumber: Data primer diolah)
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 3 (1), 2015, 586-602

Berdasarkan tabel diatas total skor yang diperoleh dari rekapitulasi


jawaban untuk variabel pendeteksian kecurangan (fraud) adalah 1162. Adapun
untuk mendeskripsikan variabel Y2 yaitu pendeteksian kecurangan (fraud) pada
BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung dilakukan cara perbandingan
dengan total skor tertinggi seperti berikut ini:

Maka angka 81.54% adalah termasuk pada kategori Baik.

Analisis Korelasi
Pada penelitian ini analisis korelasi antara variabel X dan variabel Y1 serta
variabel X dan variabel Y2 menggunakan analisis korelasi Spearman Rank dengan
menggunakan Software SPSS 20.0 for Windows. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh dan signifikansi variabel independen terhadap variabel
dependen dengan menggunakan rata – rata perolehan skor dari setiap perusahaan.
Adapun hasil perhitungannya akan ditampilkan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 12
Hasil Perhitungan Korelasi Spearman Rank
Correlations
X Y1 Y2
Correlation Coefficient 1.000 .633 .611
X Sig. (2-tailed) . .067 .081
N 9 9 9
*
Correlation Coefficient .633 1.000 .686
Spearman's rho Y1 Sig. (2-tailed) .067 . .041
N 9 9 9
*
Correlation Coefficient .611 .686 1.000
Y2 Sig. (2-tailed) .081 .041 .
N 9 9 9
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 12, diperoleh nilai korelasi


Spearman Rank sebesar 0.633 atau 63,3% untuk hubungan profesionalisme
auditor internal terhadap pencegahan kecurangan. Sedangkan untuk hubungan
profesionalisme auditor internal terhadap pendeteksian kecurangan diperoleh nilai
korelasi Spearman Rank sebesar 0.611 atau 61,6%. Hubungan profesionalisme
auditor internal terhadap pencegahan kecurangan memiliki nilai korelasi 0.633,
yang berada pada interval koefisien 0.60 – 0.799 atau tergolong memiliki
hubungan positif yang kuat. Sedangkan untuk hubungan profesionalisme auditor
internal dengan pendeteksian kecurangan yang mempunyai nilai koefisien korelasi

596 | Jurnal Riset Akuntansi dan


Keuangan Vol.3 | No.1 | 2015
MIMIN WIDANINGSIH & DESY NUR HAKIM/ Pengaruh Profesionalisme
Auditor Internal Terhadap Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan
(Fraud)

0.611, berada pada interval koefisien 0.60 – 0.799 atau tergolong memiliki
hubungan positif yang kuat.
Dari kedua perhitungan diatas, dapat dimengerti pula bahwa nilai
signifikansi dari pengujian yang pertama, yaitu X terhadap Y1 atau
profesionalisme auditor internal terhadap pencegahan fraud adalah 0.067.
Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya, yaitu jika
signifikansinya kurang dari 0.10 maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang mana hal
ini berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara profesionalisme
auditor dengan pencegahan kecurangan (fraud) pada BUMN yang berkantor pusat
di Kota Bandung. Sedangkan untuk perhitungan korelasi yang kedua yaitu
hubungan profesionalisme auditor internal dengan pendeteksian kecurangan
(fraud), dapat kita lihat bahwa hasil uji signifikansinya adalah 0,081 atau kurang
dari 0,10 sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, artinya
terdapat hubungan yang signifikan antara profesionalisme auditor terhadap
pendeteksian kecurangan (fraud) pada BUMN yang berkantor pusat di Kota
Bandung.
Sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh profesionalisme auditor
internal terhadap pencegahan kecurangan (fraud) juga pengaruh profesionalisme
auditor internal terhadap pendeteksian kecurangan (fraud) pada BUMN yang
berkantor pusat di Kota Bandung, dilakukan uji koefisien determinasi dengan
rumus sebagai berikut :
1. Pengaruh profesionalisme auditor internal tehadap pencegahan kecurangan
2
KD = r x 100%
2
= (0.633) X 100%
= 40.07%
Koefisien determinasi dari hasil perhitungan didapat sebesar 40.07%. Hal
ini menunjukkan bahwa Profesionalisme Auditor Internal berpengaruh
positif sebesar 40.07% terhadap Pencegahan Kecurangan pada BUMN
yang berkantor pusat di Kota Bandung, sedangkan sisanya sebesar 59.93%
dapat dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diteliti.

2. Pengaruh profesionalisme auditor internal terhadap pendeteksian kecurangan


2
KD = r x 100%
2
= (0.611) X 100%
= 37.33%
Koefisien determinasi dari hasil perhitungan didapat sebesar 37.33%. hal
ini menunjukkan bahwa Profesionalisme Auditor Internal berpengaruh
positif sebesar 37.33% terhadap Pendeteksian Kecurangan pada BUMN
yang berkantor pusat di Kota Bandung, sedangkan sisanya sebesar 62.67%
dapat dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diteliti.
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 3 (1), 2015, 586-602

Pengaruh Profesionalisme Auditor Internal terhadap Pencegahan dan


Pendeteksian Kecurangan (Fraud) (Survey pada BUMN yang Berkantor
Pusat di Kota Bandung)
Profesionalisme auditor internal merupakan kunci sukses dalam
menjalankan suatu perusahaan, auditor internal yang memiliki sifat
profesionalisme akan menjalankan tugas – tugasnya dengan baik. Termasuk pula
tugasnya untuk membantu manajemen dalam mencegah dan mendeteksi
kecurangan (fraud) yang terjadi di lingkungan perusahaan. Berdasarkan
perhitungan analisis korelasi dengan bantuan Software SPSS 20.00 for Windows
terhadap kuesioner yang disebar kepada sembilan BUMN yang berkantor pusat di
Kota Bandung, dapat disimpulkan bahwa Profesionalisme Auditor Internal
berhubungan positif dan signifikan dengan pencegahan kecurangan, begitu pula
hubungannya dengan pendeteksian kecurangan. Sedangkan besarnya pengaruh
positif dari profesionalisme auditor internal terhadap pencegahan kecurangan
adalah sebesar 40.07%, dan sisanya sebesar 59.93% dapat dipengaruhi oleh
variabel lainnya yang tidak diteliti seperti perekrutan staf secara seksama,
integritas budaya dan pencegahan kerugian dalam organisasi serta pengauditan
secara teratur terhadap transaksi – transaksi oleh audit internal. Kemudian
besarnya pengaruh positif dari profesionalisme auditor internal terhadap
pendeteksian kecurangan adalah sebesar 37.33%, sisanya sebesar 62.67% dapat
dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diteliti seperti budaya jujur, etika
yang tinggi, tanggung jawab manajemen untuk mengevaluasi risiko serta faktor
lain yang ada di pihak pelaku.

SIMPULAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh
profesionalisme auditor internal terhadap pencegahan dan pendeteksian
kecurangan (fraud) yang dilakukan pada sembilan BUMN yang berkantor pusat di
Kota Bandung, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung memiliki profesionalisme
auditor internal yang sangat baik. Hal ini dapat kita lihat berdasarkan pada
hasil olah kuesioner dengan dimensi independensi dan objektivitas
(independence and objectivity), keahlian dan kecermatan professional
(proficiency and due professional care), tujuan, kewenangan, dan
tanggung jawab (purpose, authority, and responsibility), dan yang terakhir
program quality assurance dan peningkatan jaminan fungsi audit internal
(quality assurance and improvement program).
2. Upaya pencegahan kecurangan (fraud) pada BUMN yang berkantor pusat
di Kota Bandung tergolong pada kategori Baik. Hal ini berdasarkan pada
hasil olah kuesioner yang merujuk pada dimensi – dimensi seperti

598 | Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan


Vol.3 | No.1 | 2015
MIMIN WIDANINGSIH & DESY NUR HAKIM/ Pengaruh Profesionalisme
Auditor Internal Terhadap Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan
(Fraud)

Penetapan Kebijakan Anti fraud, Prosedur Pencegahan Baku, Organisasi,


Teknik Pengendalian dan Kepekaan terhadap Fraud.
3. Upaya pendeteksian kecurangan (fraud) pada BUMN yang berkantor pusat
di Kota Bandung tergolong pada kategori Baik. Hal ini sesuai dengan hasil
olah kuesioner yang berdasarkan pada dimensi Audit Berbasis Risiko dan
Jaringan Informan (Audit Intelligence).
4. Terdapat pengaruh positif yang signifikan dari profesionalisme auditor
internal terhadap pencegahan kecurangan pada BUMN yang berkantor
pusat di Kota Bandung yaitu sebesar 40.07%
5. Terdapat pengaruh positif yang signifikan dari profesionalisme auditor
internal terhadap pendeteksian kecurangan pada BUMN yang berkantor
pusat di Kota Bandung yaitu sebesar 37.33%
Saran
Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan dengan judul
pengaruh Profesionalisme Auditor Internal terhadap Pencegahan dan Pendeteksian
Kecurangan (Fraud) (Survey pada BUMN yang Berkantor Pusat di Kota
Bandung), penulis mengajukan beberapa saran guna untuk meningkatkan
pencegahan dan pendeteksian kecurangan serta menambah kesempurnaan
penelitian selanjutnya :
1. Untuk BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung :
a. Dimensi Program Quality Assurance dan peningkatan jaminan
fungsi audit internal dari variabel Profesionalisme Auditor Internal
memiliki persentase terrendah. Karena itu, Satuan Pengawasan
Intern (SPI) pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung
disarankan untuk meningkatkan penyampaian perbaikan kinerja
pada manajemen, hal ini penting untuk memastikan bahwa
kegiatan audit internal sudah sesuai dengan aturan serta efisien.
b. Dimensi Kepekaan terhadap Fraud dari variabel pencegahan
kecurangan memiliki persentase terrendah. Penulis menyarankan
agar BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung meningkatkan
“SILA” atau sikap Suspicious, Inquistive, Logical and Analytical
Mind, sehingga Staff Satuan Pengawasan Intern akan lebih peka
terhadap sinyal – sinyal fraud.
c. Dimensi Pengembangan Jaringan Informan (Audit Intelligence)
dari variabel pendeteksian kecurangan memiliki persentase
terrendah. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar Satuan
Pengawasan Intern pada BUMN yang berkantor pusat di Kota
Bandung meningkatkan komunikasi informal dengan pihak
internal guna mendapatkan informasi yang lebih luas dan juga
mengoptimalkan media audit secara berkesinambungan.
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 3 (1), 2015, 586-602

2. Peneliti Selanjutnya
a. Menambahkan variabel independen lain seperti kompetensi atau
independensi auditor internal.
b. Menambah sampel penelitian, pada penelitian ini sampel hanya
terbatas pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung, guna
meningkatkan kualitas hasil penelitian, penulis menyarankan untuk
dilakukan penelitian pada BUMN se-Jawa Barat atau se-Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Airin N. A & Armanto W. (2014). Pengaruh Audit Internal terhadap
Pendeteksian dan Pencegahan Fraud (Kecurangan Akuntansi) (Suatu
Studi pada PT KTM). Jakarta: Universitas Binus
Amrizal. (2004). Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan oleh Auditor. Jakarta
Arens, Alvin A. (2008). Auditing dan Jasa Assurance. Edisi Keduabelas. Jakarta:
Erlangga
Bachtiar, Asikin. (2006). Pengaruh Sikap Profesionalisme Internal Auditor
Terhadap Peranan Internal Auditor Dalam Pengungkapan Temuan Audit.
Jurnal Bisnis, Manajemen dan ekonomi, volume 7 nomor 3 Februari 2006.
ASH. (2013). Tidak Semua Kerugian BUMN Jadi Kerugian Negara. [Online].
Diakses dari
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt522708e1d18de/tidak-semua
kerugian-bumn-jadi-kerugian-negara
Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan. (2008). Fraud Auditing. Edisi
kelima. Bogor: Pusdiklatwas BPKP.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (2011). Audit Internal Harus
Siap Untuk Selalu Berada di Depan Menjadi Mitra yang Profesional.
[Online]. diakses dari :
http://www.bpkp.go.id/dan/berita/read/7275/30/auditor-internal-harus-
siap-untuk-selalu-berada-di-depan-dan-menjadi-mitra-yang-
profesional.bpkp
Badan Pemeriksa Keuangan. (2012). Warta BPK Edisi Kaleidoskop 2012. Jakarta:
Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pemeriksa Keuangan. (2013). BPK Audit Subsidi BUMN. [Online].
Diakses dari : http://www.bpk.go.id/news/bpk-audit-subsidi-bumn
Evi, H. (2013). Pengaruh Profesionalisme Auditor Intenal terhadap Pendeteksian
Fraud Assets Missappropriation. (Skripsi). Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung
Fajri, Mohamad. (2011). Kasus Waskita dan Kelemahan Implementasi GCG di
indonesia. [Online] diakses dari :
http://www.hrcentro.com/artikel/kasus_waskita_dan_kelemahan_impleme
ntasi_gcg_indonesia_090927.html

600 | Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan Vol.3 | No.1 |


2015
MIMIN WIDANINGSIH & DESY NUR HAKIM/ Pengaruh Profesionalisme
Auditor Internal Terhadap Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan
(Fraud)

Hartadi, Bambang. (1999). Sistem Pengendalian Intern: Dalam Hubungannya


dengan Manajemen dan Audit. Yogyakarta : BPFE
Hery. 2010. Potret Audit Internal. Bandung: Alfabeta.
H. S. Hadibroto dan Oemar Witarsa. (1985). Sistem Pengawasan Intern. Jakarta:
LPFE. Universitas Indonesia
Husaini. (2009). Komite Audit & Audit Internal: Integritas Pengawasan
Korporasi. Bandung: UNPAD Press
Ikatan Akuntan Publik. (2001). Standar Profesi Akuntan Publik. Jakarta: Salemba
Empat
IIA. (2012). International Professional Practices Framework. The Institute of
Internal Auditor Inc. USA
Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2010). BUMN. [Online].
Diakses dari http://www.indonesia.go.id/in/bumn
Kumaat, Valery G. (2011). Internal Audit. Jakarta: Erlangga.
Mulyadi. (2009). Auditing. Jakarta: Salemba Empat
Michael Agustinus. (2012). 2012, 16 BUMN catat kerugian Rp 1,5 T. [Online].
Diakses dari http://ekbis.sindonews.com/read/701543/34/2012-16-bumn-
catat-kerugian-rp1-5-t-1356680359
Misbahol Munir. (2012). Pengendalian Intern Buruk Penyebab BUMN Korup.
[Online]. Diakses dari
http://ekbis.sindonews.com/read/658966/33/pengendalian-intern-buruk-
penyebab bumn-korup-1342420267
Pertiwi, Eka Putri. (2010). Analisis Pengaruh Komponen Keahlian Internal
Auditor terhadap Pendeteksian dan Pencegahan Kecurangan (fraud)
di Inspektorat Jenderal Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
(Skripsi). Universitas Syarif Hidayatullah, Jakarta
Rading et al. (2007). Internal Auditing: Assurance & Consulting Services. The
IIA Research Foundation
Ratna, A. (2013). Pengaruh Audit Internal terhadap Pencegahan dan
Pendeteksian Fraud (Kecurangan) (Suatu Studi pada Gabungan
Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GPKRI) Jawa Barat). (Skripsi).
Universitas Pasundan, Bandung.
Sawyer, Lawrence. (2009). Audit Internal. Jakarta: Salemba Empat
Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
_______ (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
_______ (2010). Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
_______ (2012). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan keenam belas. Bandung:
Alfabeta.
________ (2012). Statistika untuk Penelitian. Cetakan kedua puluh. Bandung:
Alfabeta.
________ (2013). Statistik Nonparametris. Bandung: Alfabeta
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 3 (1), 2015, 586-602

Sukirno. (2014). Laba 20 Emiten BUMN Merosot Jadi Rp 37,21 Triliun. [Online].
Diakses dari http://market.bisnis.com/read/20140826/192/252459/laba-20-
emiten-bumn-merosot-jadi-rp3721-triliun
Soerjono, Soekanto. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rajawali
Synthia, D. (2014). Pengaruh Peran Auditor Internal terhadap Efektivitas
Pengendalian Internal pada Bank Perkreditan Syariah di Jawa Barat.
(Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Tunggal, Amin Widjaja. (2012) The fraud Audit Mencegah dan Mendeteksi
Kecurangan Akuntansi. Jakarta: Harvarindo
Tugiman, Hiro. (1997). Standar Profesional Audit Internal. Yogyakarta: Kanisius
Tugiman, Hiro. (2003). Standar Profesional Audit Internal. Yogyakarta: Kanisius
Tugiman, Hiro. (2006). Standar Profesional Audit Internal. Yogyakarta: Kanisius
Umar, Husen. (2008). Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
BAB III
REVIEW JURNAL
Judul Penelitian : PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR INTERNAL
TERHADAP PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN KECURANGAN (FRAUD)

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh profesionalisme


auditor internal terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan (fraud) pada BUMN yang
berkantor pusat di Kota Bandung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif asosiatif.

Latar Belakang : Keberadaan BUMN memiliki peran yang tidak kecil guna ikut
mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Jadi
sudah seharusnya BUMN memberikan pemasukan pada kas Negara atas laba yang
diterimanya. Namun sayangnya, beberapa BUMN justru malah memberikan kerugian pada
Negara. Pada tahun 2012 Menteri BUMN Dahlan Iskan menjelaskan mengenai Kerugian
keenam belas BUMN yang diperkirakan hampir mencapai Rp 1,5 triliun. Mardiasmo,
menyampaikan bahwa beberapa penyimpangan BUMN yang sering terjadi saat ini terkait
akuntabilitas keuangan dapat dikurangi atau dicegah bila Auditor Internal berperan lebih
efektif. Profesionalisme merupakan suatu kredibilitas yang dimiliki auditor internal yang
mana merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam pengawasan perusahaan. Dengan adanya
sikap profesionalisme dari auditor internal, diharapkan dapat diambil langkah untuk
mendeteksi juga mengantisipasi setiap tindakan penyimpangan yang mungkin bisa terjadi.
Sehingga dari fenomena tersebut dapat kita lihat adanya suatu masalah pada penanganan
kecurangan (fraud) yang menarik untuk diteliti.

Metodologi :
 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Peneliti menggunakan Profesionalisme auditor internal sebagai variabel independenya


serta menggunakan pencegahan dan pendeteksian kecurangan (Fraud) sebagai
variabel dependen
 Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan pengujian statistik non – parametris yaitu dengan


Spearman Rank dengan Software SPSS 20.0 for Windows.
Hasil : Besarnya pengaruh positif dari profesionalisme auditor internal terhadap pencegahan
kecurangan adalah sebesar 40.07%, dan sisanya sebesar 59.93% dapat dipengaruhi oleh
variabel lainnya yang tidak diteliti seperti perekrutan staf secara seksama, integritas budaya
dan pencegahan kerugian dalam organisasi serta pengauditan secara teratur terhadap transaksi
– transaksi oleh audit internal. Kemudian besarnya pengaruh positif dari profesionalisme
auditor internal terhadap pendeteksian kecurangan adalah sebesar 37.33%, sisanya sebesar
62.67%

Kesimpulan : Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung memiliki profesionalisme auditor internal
yang sangat baik.
2. Upaya pencegahan kecurangan (fraud) pada BUMN yang berkantor pusat di Kota
Bandung tergolong pada kategori Baik
3. Upaya pendeteksian kecurangan (fraud) pada BUMN yang berkantor pusat di Kota
Bandung tergolong pada kategori Baik
4. Terdapat pengaruh positif yang signifikan dari profesionalisme auditor internal
terhadap pencegahan kecurangan pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung
yaitu sebesar 40.07%
5. Terdapat pengaruh positif yang signifikan dari profesionalisme auditor internal
terhadap pendeteksian kecurangan pada BUMN yang berkantor pusat di Kota Bandung
yaitu sebesar 37.33%
Namun dari penelitian diatas dapat dilihat hanya menggunakan 1 variabel dependen sebgai
alat uji dan itu kurang relevan, dapat dilihat dari penelitian ini bahwa ada sekitar 59%
variabel lain yang tidak di teliti yang dapat untuk mengukur pencegahan kecurangan dan
sekitar 62% variabel lain untuk mengukur pendeteksian kecurangan, sehingga apabila
variabel lain digunakan untuk mengukur maka akan terlihat lebih jelas faktor faktor lain yang
dapat mepengaruhi pencegahan dan juga pendeteksian kecurangan pada BUMN.
BAB IV
Kesimpulan

Kecurangan bermula dari yang kecil, kemudian membesar dan pada akhirnya akan
mencelakakan. Untuk itu perlu ada semacam program yang terstruktur serta tertata baik
menekan praktik kecurangan. Tujuan utamanya mencegah dan mendeteksi kecurangan
serta melakukan langkah penyelamatan dari kerugian yang tidak diinginkan.
Pengendalian Intern adalah suatu sistem dengan proses dan prosedur yang
bertujuan khusus, dirancang dan dilaksanakan untuk tujuan utama, kalau bukan satu-
satunya tujuan untuk mencegah dan menghalangi (dengan membuat jera) terjadinya
fraud.
Pengendalian Intern dibagi 2 yakni :
a. Pengendalian intern aktif
b. Pengendalian intern pasif

Anda mungkin juga menyukai