Anda di halaman 1dari 10

ETIKA

1. Pengertian Etika
Wiley (1995) menyebutkan bahwa etika terkait dengan moral, kewajiban, tanggung
jawab, dan keadilan sosial. Les Montja (2016) menyebutkan etika atau filosofi moral adalah
sebuah prinsip filosofis kolektif yang mencakup konsep definisi, argumen, serta rekomendasi
tentang perilaku yang dianggap baik dan buruk.
Ada beberapa teori etika yang menjelaskan apakah suatu perilaku atau keputusan
telah dilakukan secara etis atau tidak, yaitu teori relativitas (relativism theory), teori utilatarian
(utilitarianism theory), teori egoisme (egoism theory), teori deontologi (deontology theory),
teori perintah Tuhan (the divine command theory), dan teori etika kebajikan (virtue ethics
theory) (Al-Aidaros, Shamsudin, dan Idris, 2013). Teori etika membantu dalam merencanakan
dan mengambil keputusan atau melakukan tindakan, terutama jika dihadapkan pada
permasalahan/konflik/dilema etika. Salah satu unsur penting dalam pengambilan keputusan
terkait dilema etika tersebut adalah adanya panduan yang menjadi acuan, yaitu kode etik
profesi.

2. Kode Etik Akuntan Indonesia


Kode etik adalah nilai-nilai yang disepakati sebagai acuan perilaku baik atau buruk.
Akuntan sebagai suatu profesi juga memiliki kode etik profesi. Kode etik profesi akuntan
secara internasional mengacu pada kode etik untuk akuntan profesional (Code of Ethics for
Professional Accountants) yang ditetapkan oleh International Ethics Standards Board for
Accountants (IESBA) yang dibentuk oleh International Federation of Accountants (IFAC).
Di Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) bersama dengan Institut Akuntan
Publik Indonesia (IAPI, dan Institut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI) telah mengesahkan
Kode Etik Akuntan Indonesia pada tanggal 18 November 2019 dan berlaku efektif 1 Juli 2020.
Kode Etik Akuntan Indonesia ini merupakan adopsi dari Handbook of the Code of Ethics for
Professional Accountans 2018 Edition yang dikeluarkan oleh IESBA-IFAC. Kode Etik
Akuntan Profesional yang diterbitkan IAI terdiri dari tiga bagian yaitu:
1. Bagian 1: Kepatuhan Terhadap Kode Etik
2. Bagian 2: Akuntan yang Bekerja di Bisnis
3. Bagian 3: Akuntan yang Berpraktik Melayani Publik
4. Bagian 4A: Independensi Dalam Perikatan Audit dan Perikatan Reviu
5. Bagian 4B: Independensi Dalam Perikatan Asurans Selain Perikatan Audit dan Perikatan
Reviu
3. Etika dalam Pelaporan Korporat
Kode Etik Akuntan Profesional dalam perlaporan korporat terdiri atas empat bagian.
Bagian 1 menetapkan kepatuhan terhadap kode etik. Prinsip dasar etika profesional bagi
Akuntan Profesional dan memberikan kerangka konseptual yang akan diterapkan Akuntan
Profesional dalam:
a) Mengidentifikasi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika
b) Mengevaluasi signifikansi ancaman tersebut
c) Menerapkan perlindungan yang tepat untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman
tersebut sampai ke tingkat yang dapat diterima.
Bagian 2 dan 3 menjelaskan penerapan kerangka konseptual pada situasi tertentu. Akuntan
Profesional mematuhi prinsip dasar etika berikut ini:
A. Integritas, yaitu bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis.
B. Objektivitas, yaitu tidak membiarkan bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang
tidak semestinya dari pihak lain, yang dapat mengesampingkan pertimbangan
professional atau bisnis.
C. Kompetensi dan kehati-hatian profesional, yaitu menjaga pengetahuan dan keahlian
profesional pada tingkat yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi
kerja akan menerima jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan
praktik, peraturan, dan teknik mutakhir, serta bertindak sungguh-sungguh dan sesuai
dengan teknik dan standar profesional yang berlaku.
D. Kerahasiaan, yaitu menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil
hubungan profesional dan bisnis dengan tidak mengungkapkan informasi tersebut
kepada pihak ketiga.
E. Perilaku Profesional, yaitu mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan
menghindari perilaku apa pun yang mengurangi kepercayaan kepada profesi Akuntan
Profesional.

Laporan korporat adalah salah satu hasil pekerjaan Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis.
Laporan korporat tersebut dijadikan acuan oleh berbagai pemangku kepentingan, seperti
investor, kreditur, pemilik, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya. Laporan korporat
dapat menyajikan informasi keuangan atau informasi manajemen, seperti laporan keuangan,
diskusi dan analisis manajemen, laporan keberlanjutan, laporan tata kelola, proyeksi, dan
lainnya.
Akuntan Profesional di Bisnis dapat menghadapi ancaman yang memengaruhi kepatuhannya
pada prinsip dasar etika. Ancaman tersebut dapat dikategorikan sebagai ancaman kepentingan
pribadi, ancaman telaah pribadi, ancaman advokasi, ancaman kedekatan, ancaman intimidasi.

4. Mitigasi Permasalahan Etika dalam Pelaporan Korporat


Langkah pertama yang perlu dilakukan oleh Akuntan Profesional menurut Kode Etik
Akuntan Indonesia dalam memitigasi ancaman dan solusi jika terdapat permasalahan etika
dalam pelaporan korporat adalah sebagai berikut:
1. Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis harus menolak untu dikaitkan dengan informasi
yang dianggap menyesatkan jika tidak mungkin mengurangi ancaman sampai ke tingkat yang
dapat diterima.
2. Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis segara mengambil langkah-langkah supaya
tidak dikaitkan dengan informasi yang menyesatkaan sesaat menyadari bahwa ia terkait dengan
infromasi yang menyesatkan tersebut.
3. Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis perlu mempertimbangkan untuk memperoleh
nasihat hukum dan mengundurkan diri dalam menentukan ada tidaknya persyaratan untuk
melaporan keadaan informasi menyesatkan kepada pihak di luar organisasi.

Khusus terkait ancaman kepentingan keuangan, contoh perlindungan yang dapat dilakukan
termasuk kebijakan, dan prosedur dari komite yang independen dalam remunerasi manajemen
senior, mengungkapkan semua kepentingan yang relevan dari setiap program pemberian atau
perdagangan saham yang dimiliki oleh pihak yang bertanggung jawab atas tata Kelola
organisasi di tempat bekerja, sesuai dengan kebijakan internal organisasi, berkonsultasi, jika
tepat, dengan atasan di dalam organisasi tempat bekerja, berkonsultasi, jika tepat, dengan pihak
yang bertanggung jawab atas tata kelola organisasi tempat bekerja atau dengan IAI, prosedur
audit internal dan eksternal, memutakhirkan pendidikan atas persoalan etika.

TATA KELOLA PERUSAHAAN


1. Pengertian Tata Kelola Perusahaan
Di Indonesia, salah satu definisi CG tertuang di Keputusan Menteri Badan Usaha
Milik Negara Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate
Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). CG didefinisikan sebagai suatu proses
dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berdasarkan peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika. Berdasarkan defisininya, CG terkait dengan beberapa aspek
berikut:
 CG merupakan sistem (struktur dan proses/mekanisme) pengelolaan (mengarahkan dan
mengendalikan) perusahaan
 Struktur dan proses tersebut melibatkan manajemen (eksekutif), dewan pengawas,
pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya
 Struktur dan proses tersebut berupaya mewujudkan keseimbangan kewenangan antar
organ
 Struktur dan proses tersebut tunduk terhadap peraturan perundang-undangan dan etika
berusaha, serta pada akhirnya
 Tujuan dari CG adalah mewujudkan nilai bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan kepentingan pemangku kepentingan lainnya.

2. Prinsip Tata Kelola Perusahaan


Salah satu prinsip dasar tata kelola perusahaan yang banyak menjadi acuan berbagai
negara dan perusahaan, termasuk di Indonesia, adalah prinsip-prinsip tata kelola yang disusun
oleh OECD. Prinsip-prinsip tata kelola OECD pertama kali disusun pada tahun 1999 dan
dimutakhirkan terakhir kalinya pada tahun 2004 (sebelum diterbitkan versi 2015).

Dalam G20/OECD Principles of Corporate Governance terdapat enam prinsip Tata Kelola
perusahaan yang baik, yaitu:
I. Ensuring the basis for an effective corporate governance framework
Untuk menciptakan tata kelola perusahaan yang baik, maka kerangka tata kelola perusahaan
harus mendorong terciptanya pasar yang transaparan dan wajar, serta alokasi sumber daya yang
efisien. Kerangka tata Kelola perusahaan harus konsisten dengan peraturan perundang-
undangan dan mendukung sistem pengawasan dan penegakan hukum yang efektif.

II. The rights and equitable treatment of shareholders and key ownership functions
Prinsip kedua ini menekankan pada perlindungan kepada hak-hak pemegang saham dan
perlakuan yang adil kepada kelompok-kelompok pemegang saham. Kerangka tata kelola
perusahaan harus melindungi dan memfasilitasi pelaksanaan hak-hak pemegang saham,
memastikan perlakuan yang adil bagi semua kelompok pemegang saham, termasuk pemegang
saham minoritas & asing. Semua pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk
mendapatkan ganti rugi yang efektif atas pelanggaran hak-hak mereka.

III. Institutional investors, stock markets, and other intermediaries


Prinsip ketiga menyatakan bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus memberikan insentif
yang efektif di seluruh rantai investasi dan mendorong pasar modal berfungsi dengan cara yang
berkontribusi terhadap tata kelola perusahaan yang baik. Prinsip ketiga ini terkait dengan peran
dari pihak-pihak yang terlibat dalam pasar modal dalam mendorong tata kelola perusahaan
yang baik.

IV. The role of stakeholders in corporate governance


Prinsip keempat menyatakan bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus mengakui hak-hak
pemangku kepentingan yang ditetapkan oleh hukum atau melalui kesepakatan bersama, dan
mendorong kerjasama aktif antara perusahaan dan pemangku kepentingan dalam menciptakan
kemakmuran, pekerjaan, dan keberlanjutan perusahaan yang sehat secara finansial. Ini
menekankan pada peran pemangku kepentingan selain pemegang saham.

V. Disclosure and transparancy


Prinsip kelima ini menekankan pada pengungkapan dan transparansi informasi yang
diharapkan menurunkan informasi asimetris antara manajemen dan pemangku kepentingan,
khususnya pemegang saham. Kerangka kerja tata kelola perusahaan harus memastikan bahwa
pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dilakukan untuk semua hal yang material terkait
perusahaan, termasuk kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola perusahaan.

VI. The responsibility of the board


Prinsip ke enam ini menekankan pada pentingnya peran organ dewan dan organ pendukungnya.
Kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan adanya pedoman strategis perusahaan,
pengawasan manajemen oleh dewan yang efektif, serta pertanggungjawaban dewan kepada
perusahaan dan pemegang saham.

Prinsip-prinsip GCG OECD menjadi salah satu sumber referensi Pedoman Umum
Good Corporate Governance Indonesia yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG). Namun karena Pedoman Umum GCG Indonesia diterbitkan pada tahun
2006 dan belum dimutakhirkan kembali, maka pedoman tersebut belum mengakomodasi
perubahan terakhir pada prinsip OECD tahun 2015. Secara keseluruhan prinsip GCG
mempengaruhi tindakan/aktivitas perusahaan, termasuk kegiatan pelaporan korporat, dan
terdapat beberapa prinsip yang secara langsung terkait dengan pelaporan korporat, yaitu:
 Prinsip kelima GCG OECD tentang pengungkapan dan transparansi serta asas
transparansi pada Pedoman Umum GCG Indonesia, terkait mekanisme pelaporan
korporat
 Prinsip keenam GCG OECD tentang peran dewan serta organ perusahaan pada
Pedoman Umum GCG Indonesia, terkait struktur organ tata kelola pelaporan korporat.

Prinsip-prinsip GCG di atas menjadi referensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam
merumuskan prinsip-prinsip GCG yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) OJK Nomor
32/SEOJK.04/2015 tentang Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka, yaitu sebagai berikut:
a. Meningkatkan nilai penyelenggaraan RUPS.
b. Meningkatkan kualitas komunikasi Perusahaaan Terbuka dengan pemegang saham atau
investor.
c. Memperkuat keanggotaan dan komposisi dewan komisaris.
d. Meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris.
e. Memperkuat keanggotaan dan komposisi direksi.
f. Meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi.
g. Meningkatkan aspek tata kelola perusahaan melalui partisipasi pemangku kepentingan.
h. Meningkatkan keterbukaan informasi.

Salah satu wujud pelaksanaan prinsip GCG dalam pelaporan korporat adalah penerapan
pengendalian internal atas pelaporan keuangan atau Internal Control over Financial Reporting
(ICFR). ICFR adalah pengendalian yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai
(reasonable assurance) bahwa laporan keuangan perusahaan adalah andal dan disusun sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku. Konsep dasar tata kelola pelaporan korporat
mencakup:
1. Keberadaan dan kepatuhan terhadap standar/pedoman yang berkualitas tinggi
2. Keberadaan prosedur baku dalam melaksanakan seluruh proses terkait pelaporan
korporat, termasuk:
3. Penilaian terhadap risiko yang mungkin dihadapi dan pengendalian internal atas risiko
4. Kompetensi sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pelaporan korporat
5. Dukungan sistem dan teknologi informasi dalam memproses data dan menghasilkan
laporan
6. Keberadaan struktur organisasi dan sistem pengawasan yang melibatkan business
process owner, audit internal, dan dewan komisaris melalui komite audit, dan asurans
independen oleh auditor eksternal.

Konsep dasar tata kelola ini dapat diterapkan untuk pelaporan keuangan, dan seluruh jenis
laporan korporat yang dihasilkan perusahaan, seperti laporan tata kelola, laporan keberlanjutan,
dan laporan tahunan.

3. Tanggung Jawab Dewan


Dalam prinsip keenam GCG OECB, peran dewan dalam tata kelola perusahaan, yaitu sebagai
berikut:
A. Seluruh anggota dewan wajib menjalankan duty of care (keputusan dewan senantiasa
didasarkan pada informasi yang memadai, berlandaskan itikad baik, penuh
pertimbangan dan kehati-hatian) dan duty of loyalty (loyalitas dewan kepada
perusahaan dan seluruh pemegang saham, bukan kepada kelompok pemegang saham
tertentu yang menjadi pengendali perusahaan) dalam menjalankan tugas fidusianya.
B. Dewan memperlakukan seluruh kelompok pemegang saham secara adil, terutama
ketika keputusan dewan mungkin memberikan dampak yang berbeda kepada kelompok
pemegang saham yang berbeda.
C. Dewan menjadi teladan penerapan standar etika yang tinggi dan senantiasa
menunjukkan perhatiannya terhadap kepentingan pemangku kepentingan.
D. Dewan menjalankan beberapa fungsi utama terkait aspek-aspek strategis perusahaan,
tata kelola, manajemen sumber daya manusia manajemen kunci/puncak, termasuk
aspek kinerja dan remunerasinya, organisasi dewan, konflik kepentingan, integritas
pelaporan keuangan, serta pengungkapan dan komunikasi perusahaan.
E. Dewan mampu melakukan penilaian independen yang obyektif.

Untuk perusahaan terbuka, peran direksi dan dewan pengawas (dewan komisaris) dalam tata
kelola perusahaan juga diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 33/POJK.04/2014 tentang
Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik. Dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawab tersebut, direksi memiliki kewenangan menjalankan pengurusan sesuai dengan
kebijakan yang dipandang tepat, sesuai dengan maksud tujuan dalam anggaran dasar (pasal
14). Pada pasal 15, direksi juga memiliki kewenangan mewakili perusahaan di dalam dan luar
pengadilan, kecuali direksi berperkara dengan perusahaan.

Dapat disimpulkan dari Pedoman Umum GCG Indonesia, peran dewan dalam tata kelola
pelaporan korporat (khususnya pelaporan keuangan) adalah untuk memastikan bahwa laporan
keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Peran
dewan dalam tata kelola pelaporan korporat, khususnya laporan keuangan, secara struktur
ditunjukkan oleh keberadaan dewan komisaris, dibantu oleh komite audit, sebagai pengawas
atas proses dan produk pelaporan. Sementara itu, secara mekanisme, peran dewan dalam tata
kelola pelaporan korporat ditunjukan oleh tugas, tanggung jawab, dan kewenangan dewan
komisaris dan komite audit, serta hubungan kedua organ tersebut dengan manajemen, auditor
internal, dan auditor eksternal.

4. Pengungkapan dan Transparansi


Pedoman Umum GCG Indonesia menjelaskan pedoman pokok pelaksanaan azas
transparansi sebagai berikut:
1. Penyediaan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat
diperbandingkan, serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan
haknya.
2. Informasi yang harus diungkapkan, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha
dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan komposisi pengurus,
pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota
Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan
lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal,
system dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang
dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
3. Prinsip keterbukaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan
kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan,
dan hak-hak pribadi
4. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada
pemangku kepentingan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU
PT), Bagian Kedua, Pasal 66 ayat (1), mewajibkan direksi untuk menyampaikan laporan
tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh dewan komisaris, dalam jangka waktu paling
lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir. Ayat (2)-nya menyebutkan
bahwa laporan tahunan tersebut harus memuat sekurang-kurangnya:
1. Laporan keuangan
2. Laporan mengenai kegiatan Perseroan
3. Laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan
4. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha
Perseroan
5. Laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh dewan komisaris selama
tahun buku yang baru lampau
6. Nama anggota direksi dan anggota dewan komisaris
7. Gaji dan tunjangan bagi anggota direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi
anggota dewan komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.

Dalam kerangka tata kelola pelaporan korporat, perusahaan harus memperhatikan prinsip
pengungkapan dan transparansi dengan menaati kewajiban pengungkapan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta mempertimbangkan untuk mengungkapkan informasi
lain yang dinilai relevan bagi para pemangku kepentingan. Pengungkapan dan transparansi
tersebut harus disertai dengan keandalan, keakuratan, ketepatan waktu, serta kemudahan akses
yang efisien oleh para pemangku kepentingan.

5. Evaluasi Mekanisme Tata Kelola Perusahaan


Salah satu tahapan yang perlu dilakukan agar pelaksanaan GCG dapat berjalan efektif
adalah melakukan penilaian sendiri atau dengan menggunakan jasa pihak eksternal yang
independen untuk memastikan penerapan GCG secara berkesinambungan. Hasil penilaian
tersebut diungkapkan dalam laporan tahunan dan dilaporkan dalam RUPS tahunan.
POJK Nomor 21/POJK.04/2015 juga mewajibkan Perusahaan Terbuka untuk
mengungkapkan tingkat penerapan Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka pada laporan
tahunan perusahaan. Hal ini berarti setiap tahun perlu dilakukan evaluasi tingkat penerapannya.
Evaluasi dapat dilakukan secara self-assessment oleh masing-masing organ atau dilakukan oleh
organ lain. Evaluasi juga dapat dilakukan dengan menggabungkan beberapa metode. Instrumen
penilaian yang digunakan juga dapat beragam misalnya menggunakan reviu dokumen
(dokumen publik dan/atau internal perusahaan), checklist self-assessment, kueisioner,
observasi, dan/atau wawancara. Sangat dianjurkan menggunakan gabungan beberapa
instrumen, dengan tetap memperhatikan unsur waktu dan biaya. Salah satu instrumen penilaian
praktik GCG yang saat ini banyak digunakan dan menjadi acuan, terutama di wilayan Asia
Tenggara, adalah Association of South East Asia Nations (ASEAN) Corporate Governance
Scorecard.

Instrumen penilaian ini dibangun dengan merujuk pada prinsip-prinsip GCG menurut OECD
dan merupakan inisiatif bersama kementerian keuangan negara-negara ASEAN. Selain itu
melibatkan lembaga di masing-masing negara yang berperan sebagai pemeringkat. Indonesia
dalam hal ini diwakili oleh Indonesian Institute for Corporate Dicretorship (IICD).
(www.theacmf.org)

Untuk BUMN terdapat instrumen penilaian GCG yang ditetapkan dalam Keputusan Sekretaris
Kementerian BUMN, yaitu Nomor: SK-16/S.MBU/2012. Surat keputusan tersebut mengatur
tentang indikator/parameter penilaian dan evaluasi atas penerapan GCG pada BUMN.
Penilaian dan evaluasi Tata Kelola harus dilakukan secara berkala. Hal ini ditujukan untuk
menjaga pelaksanaan GCG yang berkelanjutan. Metode yang digunakan dianjurkan
untukmenggunakan gabungan beberapa metode agar penilaian lebih komprehensif.

Anda mungkin juga menyukai