1. Pengertian Etika
Wiley (1995) menyebutkan bahwa etika terkait dengan moral, kewajiban, tanggung
jawab, dan keadilan sosial. Les Montja (2016) menyebutkan etika atau filosofi moral adalah
sebuah prinsip filosofis kolektif yang mencakup konsep definisi, argumen, serta rekomendasi
tentang perilaku yang dianggap baik dan buruk.
Ada beberapa teori etika yang menjelaskan apakah suatu perilaku atau keputusan
telah dilakukan secara etis atau tidak, yaitu teori relativitas (relativism theory), teori utilatarian
(utilitarianism theory), teori egoisme (egoism theory), teori deontologi (deontology theory),
teori perintah Tuhan (the divine command theory), dan teori etika kebajikan (virtue ethics
theory) (Al-Aidaros, Shamsudin, dan Idris, 2013). Teori etika membantu dalam merencanakan
dan mengambil keputusan atau melakukan tindakan, terutama jika dihadapkan pada
permasalahan/konflik/dilema etika. Salah satu unsur penting dalam pengambilan keputusan
terkait dilema etika tersebut adalah adanya panduan yang menjadi acuan, yaitu kode etik
profesi.
Laporan korporat adalah salah satu hasil pekerjaan Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis.
Laporan korporat tersebut dijadikan acuan oleh berbagai pemangku kepentingan, seperti
investor, kreditur, pemilik, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya. Laporan korporat
dapat menyajikan informasi keuangan atau informasi manajemen, seperti laporan keuangan,
diskusi dan analisis manajemen, laporan keberlanjutan, laporan tata kelola, proyeksi, dan
lainnya.
Akuntan Profesional di Bisnis dapat menghadapi ancaman yang memengaruhi kepatuhannya
pada prinsip dasar etika. Ancaman tersebut dapat dikategorikan sebagai ancaman kepentingan
pribadi, ancaman telaah pribadi, ancaman advokasi, ancaman kedekatan, ancaman intimidasi.
Khusus terkait ancaman kepentingan keuangan, contoh perlindungan yang dapat dilakukan
termasuk kebijakan, dan prosedur dari komite yang independen dalam remunerasi manajemen
senior, mengungkapkan semua kepentingan yang relevan dari setiap program pemberian atau
perdagangan saham yang dimiliki oleh pihak yang bertanggung jawab atas tata Kelola
organisasi di tempat bekerja, sesuai dengan kebijakan internal organisasi, berkonsultasi, jika
tepat, dengan atasan di dalam organisasi tempat bekerja, berkonsultasi, jika tepat, dengan pihak
yang bertanggung jawab atas tata kelola organisasi tempat bekerja atau dengan IAI, prosedur
audit internal dan eksternal, memutakhirkan pendidikan atas persoalan etika.
Dalam G20/OECD Principles of Corporate Governance terdapat enam prinsip Tata Kelola
perusahaan yang baik, yaitu:
I. Ensuring the basis for an effective corporate governance framework
Untuk menciptakan tata kelola perusahaan yang baik, maka kerangka tata kelola perusahaan
harus mendorong terciptanya pasar yang transaparan dan wajar, serta alokasi sumber daya yang
efisien. Kerangka tata Kelola perusahaan harus konsisten dengan peraturan perundang-
undangan dan mendukung sistem pengawasan dan penegakan hukum yang efektif.
II. The rights and equitable treatment of shareholders and key ownership functions
Prinsip kedua ini menekankan pada perlindungan kepada hak-hak pemegang saham dan
perlakuan yang adil kepada kelompok-kelompok pemegang saham. Kerangka tata kelola
perusahaan harus melindungi dan memfasilitasi pelaksanaan hak-hak pemegang saham,
memastikan perlakuan yang adil bagi semua kelompok pemegang saham, termasuk pemegang
saham minoritas & asing. Semua pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk
mendapatkan ganti rugi yang efektif atas pelanggaran hak-hak mereka.
Prinsip-prinsip GCG OECD menjadi salah satu sumber referensi Pedoman Umum
Good Corporate Governance Indonesia yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG). Namun karena Pedoman Umum GCG Indonesia diterbitkan pada tahun
2006 dan belum dimutakhirkan kembali, maka pedoman tersebut belum mengakomodasi
perubahan terakhir pada prinsip OECD tahun 2015. Secara keseluruhan prinsip GCG
mempengaruhi tindakan/aktivitas perusahaan, termasuk kegiatan pelaporan korporat, dan
terdapat beberapa prinsip yang secara langsung terkait dengan pelaporan korporat, yaitu:
Prinsip kelima GCG OECD tentang pengungkapan dan transparansi serta asas
transparansi pada Pedoman Umum GCG Indonesia, terkait mekanisme pelaporan
korporat
Prinsip keenam GCG OECD tentang peran dewan serta organ perusahaan pada
Pedoman Umum GCG Indonesia, terkait struktur organ tata kelola pelaporan korporat.
Prinsip-prinsip GCG di atas menjadi referensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam
merumuskan prinsip-prinsip GCG yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) OJK Nomor
32/SEOJK.04/2015 tentang Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka, yaitu sebagai berikut:
a. Meningkatkan nilai penyelenggaraan RUPS.
b. Meningkatkan kualitas komunikasi Perusahaaan Terbuka dengan pemegang saham atau
investor.
c. Memperkuat keanggotaan dan komposisi dewan komisaris.
d. Meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris.
e. Memperkuat keanggotaan dan komposisi direksi.
f. Meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi.
g. Meningkatkan aspek tata kelola perusahaan melalui partisipasi pemangku kepentingan.
h. Meningkatkan keterbukaan informasi.
Salah satu wujud pelaksanaan prinsip GCG dalam pelaporan korporat adalah penerapan
pengendalian internal atas pelaporan keuangan atau Internal Control over Financial Reporting
(ICFR). ICFR adalah pengendalian yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai
(reasonable assurance) bahwa laporan keuangan perusahaan adalah andal dan disusun sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku. Konsep dasar tata kelola pelaporan korporat
mencakup:
1. Keberadaan dan kepatuhan terhadap standar/pedoman yang berkualitas tinggi
2. Keberadaan prosedur baku dalam melaksanakan seluruh proses terkait pelaporan
korporat, termasuk:
3. Penilaian terhadap risiko yang mungkin dihadapi dan pengendalian internal atas risiko
4. Kompetensi sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pelaporan korporat
5. Dukungan sistem dan teknologi informasi dalam memproses data dan menghasilkan
laporan
6. Keberadaan struktur organisasi dan sistem pengawasan yang melibatkan business
process owner, audit internal, dan dewan komisaris melalui komite audit, dan asurans
independen oleh auditor eksternal.
Konsep dasar tata kelola ini dapat diterapkan untuk pelaporan keuangan, dan seluruh jenis
laporan korporat yang dihasilkan perusahaan, seperti laporan tata kelola, laporan keberlanjutan,
dan laporan tahunan.
Untuk perusahaan terbuka, peran direksi dan dewan pengawas (dewan komisaris) dalam tata
kelola perusahaan juga diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 33/POJK.04/2014 tentang
Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik. Dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawab tersebut, direksi memiliki kewenangan menjalankan pengurusan sesuai dengan
kebijakan yang dipandang tepat, sesuai dengan maksud tujuan dalam anggaran dasar (pasal
14). Pada pasal 15, direksi juga memiliki kewenangan mewakili perusahaan di dalam dan luar
pengadilan, kecuali direksi berperkara dengan perusahaan.
Dapat disimpulkan dari Pedoman Umum GCG Indonesia, peran dewan dalam tata kelola
pelaporan korporat (khususnya pelaporan keuangan) adalah untuk memastikan bahwa laporan
keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Peran
dewan dalam tata kelola pelaporan korporat, khususnya laporan keuangan, secara struktur
ditunjukkan oleh keberadaan dewan komisaris, dibantu oleh komite audit, sebagai pengawas
atas proses dan produk pelaporan. Sementara itu, secara mekanisme, peran dewan dalam tata
kelola pelaporan korporat ditunjukan oleh tugas, tanggung jawab, dan kewenangan dewan
komisaris dan komite audit, serta hubungan kedua organ tersebut dengan manajemen, auditor
internal, dan auditor eksternal.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU
PT), Bagian Kedua, Pasal 66 ayat (1), mewajibkan direksi untuk menyampaikan laporan
tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh dewan komisaris, dalam jangka waktu paling
lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir. Ayat (2)-nya menyebutkan
bahwa laporan tahunan tersebut harus memuat sekurang-kurangnya:
1. Laporan keuangan
2. Laporan mengenai kegiatan Perseroan
3. Laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan
4. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha
Perseroan
5. Laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh dewan komisaris selama
tahun buku yang baru lampau
6. Nama anggota direksi dan anggota dewan komisaris
7. Gaji dan tunjangan bagi anggota direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi
anggota dewan komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.
Dalam kerangka tata kelola pelaporan korporat, perusahaan harus memperhatikan prinsip
pengungkapan dan transparansi dengan menaati kewajiban pengungkapan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta mempertimbangkan untuk mengungkapkan informasi
lain yang dinilai relevan bagi para pemangku kepentingan. Pengungkapan dan transparansi
tersebut harus disertai dengan keandalan, keakuratan, ketepatan waktu, serta kemudahan akses
yang efisien oleh para pemangku kepentingan.
Instrumen penilaian ini dibangun dengan merujuk pada prinsip-prinsip GCG menurut OECD
dan merupakan inisiatif bersama kementerian keuangan negara-negara ASEAN. Selain itu
melibatkan lembaga di masing-masing negara yang berperan sebagai pemeringkat. Indonesia
dalam hal ini diwakili oleh Indonesian Institute for Corporate Dicretorship (IICD).
(www.theacmf.org)
Untuk BUMN terdapat instrumen penilaian GCG yang ditetapkan dalam Keputusan Sekretaris
Kementerian BUMN, yaitu Nomor: SK-16/S.MBU/2012. Surat keputusan tersebut mengatur
tentang indikator/parameter penilaian dan evaluasi atas penerapan GCG pada BUMN.
Penilaian dan evaluasi Tata Kelola harus dilakukan secara berkala. Hal ini ditujukan untuk
menjaga pelaksanaan GCG yang berkelanjutan. Metode yang digunakan dianjurkan
untukmenggunakan gabungan beberapa metode agar penilaian lebih komprehensif.