Anda di halaman 1dari 7

ETIKA DAN TATA KELOLA

PENGANTAR
1. Akuntansi sebagai suatu profesi
Yang dimaksud dengan profesi Akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang
mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan Akuntan Publik,
Akuntan Intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, Akuntan yang
bekerja di pemerintah, dan Akuntan sebagai pendidik.

Dalam pengertiannya Profesi Akuntan adalah lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh Akuntan
sebagai Akuntan Publik yang lazimnya terdiri dari pekerjaan Audit, Akuntansi, Pajak dan
Konsultan Manajemen.

2. Etika dan Etika Profesi


- Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethikos” dan “ethos” yang bermakna adat
kebiasaan atau sesuatu yang lazim digunakan atau dilakukan. Secara keilmuan Etika
adalah ilmu tentang apa yg baik dan apa yg buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak).
- Etika Profesi (Akuntan) adalah nilai-nilai yang harus dimiliki oleh seorang Akuntan yaitu
Integritas, Kerjasama, Inovasi dan Simplisitas

TEORI ETIKA
a. Teori Relativitas, teori relativitas memandang etis atau tidaknya suatu perilaku atau keputusan
tergantung dari lingkungan atau lokasi perilaku atau keputusan tersebut dilakukan.
b. Teori Utilatarian, menurut teori utilitarian perilaku/keputusan yang etis adalah
perilaku/keputusan yang memberikan manfaat kepada lebih banyak pihak/orang.
c. Teori Egoisme, teori egoisme yang justru menilai baik atau buruknya berdasarkan besarnya
manfaat bagi pelaku/pengambil keputusan.
d. Teori Deontologi, teori deontologi tidak memperhatikan dampak suatu perilaku/keputusan
dalam menilai apakah perilaku/keputusan tersebut etis atau tidak etis.
e. Teori etika kebajikan, teori ini berbeda dari teori-teori lain yaitu lebih fokus pada nilai-nilai yang
harus dimiliki oleh seorang yang baik (pelaku)

Teori etika membantu dalam merencanakan dan mengambil keputusan atau melakukan tindakan,
terutama jika dihadapkan pada permasalahan/konflik/dilema etika. Dilema etika dapat disebabkan
oleh perbedaan nilai yang diyakini seseorang dengan keputusan yang harus diambilnya. Dilema etika
juga dapat terjadi ketika pengambilan suatu keputusan memiliki dampak yang saling bertolak
belakang kepada beberapa pihak.

Untuk memecahkan permasalahan/dilema etika diperlukan sebuah kerangka/model pengambilan


keputusan agar solusi/keputusan yang diambil konsisten.

Permasalahan etika tersebut juga dihadapi oleh akuntan. Akuntan mungkin dihadapkan pada dilema
antara pengungkapan kinerja keuangan perusahaan sesungguhnya dengan potensi kehilangan
bonus atau penurunan harga saham perusahaan akibat pengungkapan tersebut. Berbagai kasus
kecurangan pelaporan keuangan yang melibatkan profesi akuntan merupakan salah satu bukti
kegagalan akuntan dalam menyelesai kan permasalahan etika yang dihadapinya. Oleh sebab itu
akuntan perlu melakukan langkah-langkah pengambilan keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan pada saat menghadapi dilema etika. Salah satu unsur penting dalam
pengambilan keputusan terkait dilema etika tersebut adalah adanya panduan yang menjadi acuan,
yaitu kode etik profesi.

1
KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA

Kode etik adalah nilai-nilai yang disepakati dan dikodifikasi sebagai acuan perilaku baik atau buruk.
Kode etik melekat pada ruang lingkup yang diaturnya. Sebagai contoh, kode etik perusahaan adalah
nilai-nilai yang disepakati oleh insan perusahaan dan dikodifikasi menjadi acuan seluruh insan
perusahaan dalam bersikap dan bertindak. Demikian halnya dengan kode etik profesi, yaitu
merupakan nilai-nilai yang disepakati dan menjadi acuan seluruh insan profesi dalam menjalankan
profesinya.

Akuntan sebagai suatu profesi juga memiliki kode etik profesi. Kode etik profesi akuntan secara
internasional mengacu pada kode etik untuk akuntan profesional (Code of Ethics for Professional
Accountants) yang ditetapkan oleh Internationnal Ethics Standards Board for Accountants (IESBA)
yang dibentuk oleh International Federation of Accountants (IFAC). Di Indonesia, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) bersama dengan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI, dan Institut Akuntan
Manajemen Indonesia (IAMI) telah mengesahkan Kode Etik Akuntan Indonesia pada tanggal 18
November 2019 dan berlaku efektif 1 Juli 2020. Kode Etik Akuntan Indonesia ini merupakan adopsi
dari Handbook of the Code of Ethics for Professional Accountants 2018 Edition yang dikeluarkan oleh
IESBA-IFAC.

Kode Etik Akuntan Profesional yang diterbitkan IAI terdiri :


1. Bagian 1: Kepatuhan Terhadap Kode Etik
2. Bagian 2: Akuntan yang Bekerja di Bisnis
3. Bagian 3: Akuntan yang Berpraktik Melayani Publik
4. Bagian 4A: Independensi Dalam Perikatan Audit dan Perikatan Reviu
5. Bagian 4B: Independensi Dalam Perikatan Asuransi Selain Perikatan Audit dan Perikatan Reviu

ETIKA DALAM PELAPORAN KORPORAT

Kode etik untuk Akuntan Profesional diterapkan pada seluruh aktivitas Akuntan Profesional. Salah satu
aktivitas utama Akuntan Profesional adalah terkait dengan pelaporan korporat, baik Akuntan
Profesional di Praktik Publik (Kantor Akuntan), maupun Akuntan Profesional di Bisnis (Perusahaan).
Oleh sebab itu terdapat etika Akuntan Profesional dalam pelaporan korporat yang harus ditaati.

Kode Etik ini terdiri beberapa bagian.

Bagian 1 menetapkan kepatuhan terhadap kode etik. Prinsip perilaku profesional mensyaratkan
Akuntan untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Juga menetapkan prinsip
dasar etika profesional bagi Akuntan Profesional. Prinsip dasar etika profesional bagi Akuntan
Profesional dan memberikan kerangka konseptual yang akan diterapkan Akuntan Profesional dalam:
a. Mengidentifikasi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika;
b. Mengevaluasi signifikansi ancaman tersebut; dan
c. Menerapkan perlindungan yang tepat untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman tersebut
sampai ke tingkat yang dapat diterima. Perlindungan diperlukan ketika Akuntan Profesional
menentukan bahwa ancaman itu tidak berada pada tingkat yang mana pihak ketiga yang rasional
dan memiliki informasi yang cukup, berdasarkan semua fakta dan keadaan tertentu yang tersedia
bagi Akuntan Profesional pada saat itu, akan menyimpulkan bahwa kepatuhan pada prinsip dasar
etika tidak berkurang. Akuntan Profesional menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam
menerapkan kerangka konseptual ini.

Bagian 2 dan 3 menjelaskan penerapan kerangka konseptual pada situasi tertentu. Bagian tersebut
memberi contoh perlindungan yang mungkin tepat untuk mengatasi ancaman terhadap kepatuhan

2
pada prinsip dasar etika. Bagian tesebut juga menjelaskan situasi ketika tidak tersedia perlindungan
untuk mengatasi ancaman dan, sebagai akibatnya, keadaan atau hubungan yang menimbulkan
ancaman tersebut untuk dihindari. Bagian 2 berlaku bagi Akuntan yang Bekerja di Bisnis. Bagian 3
berlaku bagi Akuntan yang Berpraktik Melayani Publik. Bagian 3 mungkin juga relevan bagi Akuntan
Profesional di Praktik Publik untuk keadaan tertentu yang mereka hadapi.

Akuntan Profesional mematuhi prinsip dasar etika berikut ini:


a. Integritas, yaitu bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis.
b. Objektivitas, yaitu tidak membiarkan bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak
semestinya dari pihak lain, yang dapat mengesampingkan pertimbangan professional atau
bisnis.
c. Kompetensi dan kehati-hatian profesional, yaitu menjaga pengetahuan dan keahlian
profesional pada tingkat yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
akan menerima jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik,
peraturan, dan teknik mutakhir, serta bertindak sungguh-sungguh dan sesuai dengan teknik
dan standar profesional yang berlaku.
d. Kerahasiaan, yaitu menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil hubungan
profesional dan bisnis dengan tidak mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga
tanpa ada kewenangan yang jelas dan memadai, kecuali terdapat suatu hak atau kewajiban
hukum atau profesional untuk mengungkapkannya, serta tidak menggunakan informasi
tersebut untuk keuntungan pribadi Akuntan Profesional atau pihak ketiga.
e. Perilaku Profesional, yaitu mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan menghindari
perilaku apa pun yang mengurangi kepercayaan kepada profesi Akuntan Profesional.

Laporan korporat adalah salah satu hasil pekerjaan Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis.
Laporan korporat tersebut dijadikan acuan oleh berbagai pemangku kepentingan, seperti investor,
kreditur, pemilik, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya. Laporan korporat dapat
menyajikan informasi keuangan atau informasi manajemen, seperti laporan keuangan.

Menurut Kode Etik Akuntan Indonesia, seksi 200.2, Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis
bertanggung jawab baik sendiri maupun bersama dengan pihak lain dalam menyusun dan melaporkan
informasi keuangan dan informasi lain, yang dijadikan acuan oleh organisasi tempatnya bekerja dan
pihak ketiga. Akuntan Profesional yang bekerja di bisnis mungkin bertanggung jawab dalam
manajemen keuangan yang efektif dan memberi advis yang kompeten dalam berbagai perihal terkait
bisnis. Khusus terkait dengan laporan keuangan, seksi 320.2 menegaskan bahwa Akuntan Profesional
di Bisnis yang memiliki tanggung jawab dalam menyusun atau menyetujui laporan keuangan untuk
tujuan umum, harus meyakini bahwa laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan standar
akuntansi keuangan yang berlaku.

MITIGASI PERMASALAHAN ETIKA DALAM PELAPORAN KORPORAT

Akuntan Profesional perlu merancang dan mengevaluasi perlindungan untuk memitigasi ancaman dan
solusi jika terdapat permasalahan etika dalam pelaporan korporat. Langkah pertama yang perlu
dilakukan oleh Akuntan Profesional menurut Kode Etik Akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis harus menolak untuk, atau tetap dikaitkan dengan,
informasi yang dianggap menyesatkan jika tidak mungkin mengurangi ancaman sampai ke
tingkat yang dapat diterima.
2. Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis segara mengambil langkah-langkah supaya tidak
dikaitkan dengan informasi yang menyesatkaan sesaat menyadari bahwa ia terkait dengan
infromasi yang menyesatkan tersebut.

3
3. Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis perlu mempertimbangkan untuk memperoleh
nasihat hukum dan mengundurkan diri dalam menentukan ada tidaknya persyaratan untuk
melaporan keadaan informasi menyesatkan kepada pihak di luar organisasi.

Khusus terkait ancaman kepentingan keuangan, contoh perlindungan yang dapat dilakukan termasuk:
1. Kebijakan dan prosedur dari komite yang independen dari manajemen dalam menentukan
tingkat atau bentuk remunerasi manajemen senior.
2. Mengungkapkan semua kepentingan yang relevan dari setiap program pemberian atau
perdagangan saham yang dimiliki oleh pihak yang bertanggung jawab atas tata Kelola
organisasi di tempat bekerja, sesuai dengan kebijakan internal organisasi.
3. Berkonsultasi, jika tepat, dengan atasan di dalam organisasi tempat bekerja.
4. Berkonsultasi, jika tepat, dengan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola organisasi
tempat bekerja atau dengan IAI.

Contoh langkah yang dapat dilakukan Akuntan Profesional di Bisnis agar tidak dikaitkan dengan
informasi yang menyesaatkan adalah membuat pernyataan secara tertulis yang menjelaskan bahwa
Akuntan Profesional tidak terkait dan tidak bertanggung jawab atas informasi menyesatkan tersebut
dan menyampaikannya kepada pihak-pihak tertentu yang bertanggung jawab atas tata kelola.

Pada akhirnya Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis perlu memperhatikan keseluruhan Kode Etik
Akuntan Indonesia dalam memastikan tidak adanya pelanggaran etika dalam pe laporan korporat.
Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis harus mengidentifikasi dan mengevaluasi seluruh ancaman
terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika yang mungkin terjadi pada aktivitas pelaporan korporat.
Selanjutnya Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis melakukan langkah-langkah perlindungan
untuk menghilangkan ancaman tersebut atau menurunkannya sampai pada tingkat yang dapat
diterima. Jika upaya perlindungan tidak efektif dilakukan, maka Akuntan Profesional yang Bekerja di
Bisnis harus meng hindari keterlibatannya dalam aktivitas tersebut.

TATA KELOLA PERUSAHAAN

Terdapat beragam definisi dari tata kelola perusahaan atau Corporate Governance (CG). Definisi awal
CG disebutkan dalam laporan yang dihasilkan oleh Committee on the Financial Aspects of Corporate
Governance yang diketuai oleh Adrian Cadbury (sehingga disebut juga Cadbury Committee). Pada
laporan tahun 1992 tersebut, CG didefinisikan sebagai sistem yang mengarahkan dan mengelola
perusahaan.

Di Indonesia, salah satu definisi CG tertuang di Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor:
KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN). CG didefinisikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ
BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
lainnya, berdasarkan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Dalam Peraturan Menteri Negara
BUMN Nomor: PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good
Corporate Governance atau GCG) pada Badan Usaha Milik Negara, GCG didefinisikan yaitu sebagai
prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan etika berusaha.

PRINSIP TATA KELOLA PERUSAHAAN

Untuk melaksanakan tata kelola perusahaan dengan baik, terdapat prinsip-prinsip dasar yang perlu
dipatuhi. Salah satu prinsip dasar tata kelola perusahaan yang banyak menjadi acuan berbagai negara

4
dan perusahaan, termasuk di Indonesia, adalah prinsip-prinsip tata kelola yang disusun oleh OECD.
Pada tahun 2015, OECD menerbitkan G20/OECD Principles of Corporate Governance. Prinsip-prinsip
tata kelola OECD pertama kali disusun pada tahun 1999 dan dimutakhirkan terakhir kalinya pada tahun
2004 (sebelum diterbitkan versi 2015).

Dalam G20/OECD Principles of Corporate Governance terdapat enam prinsip tata Kelola perusahaan
yang baik, yaitu:
1. Ensuring the basis for an effective corporate governance framework Prinsip pertama
menyatakan bahwa untuk menciptakan tata kelola perusahaan yang baik, maka kerangka tata
kelola perusahaan harus mendorong terciptanya pasar yang transaparan dan wajar, serta
alokasi sumber daya yang efisien. Kerangka tata Kelola perusahaan harus konsisten de ngan
peraturan perundang-undangan dan mendukung sistem pengawasan dan penegakan hukum
yang efektif.
2. The rights and equitable treatment of shareholders and key ownership functions Prinsip kedua
menyatakan bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus melindungi dan memfasilitasi
pelaksanaan hak-hak pemegang saham dan memastikan perlakuan yang adil bagi semua
kelompok pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Semua
pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif atas
pelanggaran hak-hak mereka. Prinsip kedua ini menekankan pada perlindungan kepada hak-
hak pemegang saham dan perlakuan yang adil kepada kelompok-kelompok pemegang saham.
3. Institutional investors, stock markets, and other intermediaries Prinsip ketiga menyatakan
bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus memberikan insentif yang efektif di seluruh
rantai investasi dan mendorong pasar modal berfungsi dengan cara yang berkontribusi
terhadap tata kelola perusahaan yang baik. Prinsip ketiga ini terkait dengan peran dari pihak-
pihak yang terlibat dalam pasar modal dalam mendorong tata kelola perusahaan yang baik.
4. The role of stakeholders in corporate governance, Prinsip ini menyatakan bahwa kerangka
tata kelola perusahaan harus mengakui hak-hak pemangku kepentingan yang ditetapkan oleh
hukum atau melalui kesepakatan bersama, dan mendorong kerjasama aktif antara
perusahaan dan pemangku kepentingan dalam menciptakan kemakmuran, pekerjaan, dan
keberlanjutan perusahaan yang sehat secara finansial. Prinsip keempat ini menekankan pada
peran pemangku kepentingan selain pemegang saham.
5. Disclosure and transparency, Prinsip kelima menyatakan bahwa kerangka kerja tata kelola
perusahaan harus memastikan bahwa pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dilakukan
untuk semua hal yang material terkait perusahaan, termasuk kondisi keuangan, kinerja,
kepemilikan, dan tata kelola perusahaan. Prinsip kelima ini menekankan pada pengungkapan
dan transparansi informasi yang diharapkan menurunkan informasi asimetris antara
manajemen dan pemangku kepentingan, khususnya pemegang saham.
6. The responsibility of the board, Prinsip keenam atau prinsip terakhir menyatakan bahwa
kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan adanya pedoman strategis perusahaan,
pengawasan manajemen oleh dewan yang efektif, serta pertanggungjawaban dewan kepada
perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ke enam ini menekankan pada pentingnya peran
organ dewan dan organ pendukungnya.

Salah satu wujud pelaksanaan prinsip GCG dalam pelaporan korporat adalah penerapan pengendalian
internal atas pelaporan keuangan atau Internal Control over Financial Reporting (ICFR). ICFR adalah
pengendalian yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai (reasonable assurance) bahwa
laporan keuangan perusahaan adalah andal dan disusun sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpukan bahwa konsep dasar tata kelola pelaporan korporat
mencakup:

5
1. keberadaan dan kepatuhan terhadap standar/pedoman yang berkualitas tinggi;
2. keberadaan prosedur baku dalam melaksanakan seluruh proses terkait pelaporan korporat,
termasuk
3. penilaian terhadap risiko yang mungkin dihadapi dan pengendalian internal atas risiko
tersebut;
4. kompetensi sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pelaporan korporat;
5. dukungan sistem dan teknologi informasi dalam memproses data dan menghasilkan laporan;
serta
6. keberadaan struktur organisasi dan sistem pengawasan yang melibatkan business process
owner, audit internal, dan dewan komisaris melalui komite audit, dan asuransi independen
oleh auditor eksternal.

TANGGUNG JAWAB DEWAN

Seperti telah dijelaskan di atas, dalam prinsip-prinsip dasar CG, dewan memegang peranan penting
dalam tata kelola perusahaan. Peran dewan merupakan salah satu prinsip GCG OECD. Peran dewan
juga disebutkan dalam Pedoman Umum GCG Indonesia.

1. Seluruh anggota dewan wajib menjalankan duty of care dan duty of loyalty dalam
menjalankan tugas fidusianya. Duty of care mengandung makna tindakan/keputusan dewan
senantiasa didasarkan pada informasi yang memadai, berlandaskan itikad baik, serta
dilakukan dengan penuh pertimbangan dan kehati-hatian. Dewan perlu memastikan terdapat
sistem dalam perusahaan yang dapat memberikan informasi yang memadai, relevan, akurat,
dan tepat waktu.
2. Dewan memperlakukan seluruh kelompok pemegang saham secara adil, terutama ketika
keputusan dewan mungkin memberikan dampak yang berbeda kepada kelompok pemegang
saham yang berbeda.
3. Dewan menjadi teladan penerapan standar etika yang tinggi dan senantiasa menunjukkan
perhatiannya terhadap kepentingan pemangku kepentingan.
4. Dewan menjalankan beberapa fungsi utama terkait aspek-aspek strategis perusahaan, tata
kelola, manajemen sumber daya manusia manajemen kunci/puncak, termasuk aspek kinerja
dan remunerasinya, organisasi dewan, konflik kepentingan, integritas pelaporan keuangan,
serta pengungkapan dan komunikasi perusahaan.
5. Dewan mampu melakukan penilaian independen yang obyektif. Untuk itu dewan
mempertimbangkan independensi dewan dan kebutuhan organ pendukung. Dewan juga
wajib memiliki komitmen yang tinggi. Dewan juga perlu melakukan penilaian kinerja dewan
secara reguler.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran dewan dalam tata kelola pelaporan
korporat, khususnya laporan keuangan, secara struktur ditunjukkan oleh keberadaan dewan
komisaris, dibantu oleh komite audit, sebagai pengawas atas proses dan produk pelaporan. Sementara
itu, secara mekanisme, peran dewan dalam tata kelola pelaporan korporat ditunjukan oleh tugas,
tanggung jawab, dan kewenangan dewan komisaris dan komite audit, serta hubungan kedua organ
tersebut dengan manajemen, auditor intrenal, dan auditor eksternal.

PENGUNGKAPAN & TRANSPARASI

Secara teoritis pengungkapan dan transparansi bermanfaat untuk menurunkan informasi asimetris
antara pengurus perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya. Penurunan informasi asimetris
tersebut terjadi karena pengungkapan dan transparansi mendorong informasi yang tadinya hanya
dimiliki dan diketahui oleh pengurus (manajemen) perusahaan menjadi diketahui oleh publik.

6
Pedoman Umum GCG Indonesia menjelaskan pedoman pokok pelaksanaan azas transparansi sebagai
berikut:
1. Penyediaan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat
diperbandingkan, serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
2. Informasi yang harus diungkapkan, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan
strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan komposisi pengurus, pemegang saham
pe ngendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta
anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko,
sistem pengawasan dan pengendalian internal, system dan pelaksanaan GCG serta tingkat
kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
3. Prinsip keterbukaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan per
usahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
4. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada
pemangku kepentingan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kerangka tata kelola pelaporan korporat,
perusahaan harus memperhatikan prinsip pengungkapan dan transparansi dengan menaati kewajiban
pengungkapan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta mempertimbangkan untuk
mengungkapkan informasi lain yang dinilai relevan bagi para pemangku kepentingan. Peng ungkapan
dan transparansi tersebut harus disertai dengan keandalan, keakuratan, ketepatan waktu, serta
kemudahan akses yang efisien oleh para pemangku kepentingan.

EVALUASI MEKANISME TATA KELOLA PERUSAHAAN

Tata kelola mengandung unsur struktur dan mekanisme. Struktur dan mekanisme dapat berubah
karena ada perubahan pada proses bisnis internal dan/atau perubahan pada factor ekternal
organisasi. Struktur dan mekanisme juga sangat mungkin didesain secara bertahap sehingga
memerlukan perbaikan berkelanjutan. Oleh sebab itu tata kelola peru dievaluasi secara periodik.

Kebutuhan untuk melakukan evaluasi mekanisme tata kelola perusahaan juga disebutkan dalam
Pedoman Umum GCG Indonesia. Salah satu tahapan yang perlu dilakukan agar pelaksanaan GCG
dapat berjalan efektif adalah melakukan penilaian sendiri atau dengan menggunakan jasa pihak
eksternal yang independen untuk memastikan penerapan GCG secara berkesinambungan. Hasil
penilaian tersebut diungkapkan dalam laporan tahunan dan dilaporkan dalam RUPS tahunan.

Metode evaluasi mekanisme tata kelola tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara. Evaluasi
dapat dilakukan oleh perusahaan sendiri atau menggunakan pihak independen. Evaluasi dapat
dilakukan secara self-assessment oleh masing-masing organ atau dilakukan oleh organ lain. Evaluasi
juga dapat dilakukan dengan menggabungkan beberapa metode. Instrumen penilaian yang digunakan
juga dapat beragam misalnya menggunakan reviu dokumen (dokumen publik dan/atau internal
perusahaan), checklist self-assessment, kueisioner, observasi, dan/atau wawancara. Sangat
dianjurkan menggunakan gabungan beberapa instrumen, dengan tetap memperhatikan unsur waktu
dan biaya.

Disadurkan Kembali Oleh :


Nama : Abu Bakar Siddik
NPM : 01044822326003
Kelas PPAK regular sore tahun 2022/2023

Anda mungkin juga menyukai