Anda di halaman 1dari 28

ETIKA DAN TATA KELOLA

2.1 Pengertian Etika


Pengertian Etika adalah suatu norma atau aturan yang dipakai sebagai
pedoman dalam berperilaku di masyarakat bagi seseorang terkait dengan sifat baik dan
buruk.
Ada juga yang menyebutkan pengertian etika adalah suatu ilmu tentang kesusilaan dan
perilaku manusia di dalam pergaulannya dengan sesama yang menyangkut prinsip dan
aturan tentang tingkah laku yang benar. Dengan kata lain, etika adalah kewaijban dan
tanggungjawab moral setiap orang dalam berperilaku di masyarakat.
Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “Ethikos”
yang artinya timbul dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini etika memiliki sudut pandang
normatif dimana objeknya adalah manusia dan perbuatannya. Pengertian Etika Menurut
Para Ahli Agar kita lebih memahami apa arti etika, maka kita dapat merujuk pada
pendapat para ahli. Berikut ini adalah pengertian etika menurut para ahli:

1. Soergarda Poerbakawatja
Menurut Soergarda Poerbakawatja, pengertian etika adalah suatu ilmu yang
memberikan arahan, acuan, serta pijakan kepada suatu tindakan manusia.
2. H. A. Mustafa
Menurut H. A. Mustafa, pengertian etika adalah ilmu yang menyelidiki terhadap
suatu perilaku yang baik dan yang buruk dengan memerhatikan perbuatan
manusia sejauh apa yang diketahui oleh akan serta pikiran manusia.
3. K. Bertens
Menurut K. Bertens, definisi etika adalah nilai dan norma moral yang menjadi
suatu acuan bagi umat manusia secara baik secara individual atau kelompok
dalam mengatur semua tingkah lakunya.
4. DR. James J. Spillane SJ
Menurut DR. James, etika adalah memperhatikan suatu tingkah laku manusia di
dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan moral. Etika lebih
mengarah ke penggunaan akal budi dengan objektivitas guna menentukan benar
atau salahnya serta tingkah laku seseorang terhadap lainnya.

Fungsi Etika
1. Tempat untuk mendapatkan orientasi kritis yang berhadapan dengan berbagai
suatu moralitas yang membingungkan.
2. Untuk menunjukan suatu keterampilan intelektual yakni suatu keterampilan untuk
berargumentasi secara rasional dan kritis.
3. Untuk Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil suatu sikap yang wajar
dalam suasana pluralisme.

2.2 Kode Etik Akuntan Profesional


Sebagai salah satu profesi yang sangat penting dalam dunia ekonomi, wajib
hukumnya memahami kode etik untuk menjaga mutu dan kepercayaan para pengguna
jasa. Kode etik profesi akuntan terdapat pada etika profesi akuntansi yang mengatur
kaidah serta norma dalam lingkup profesional. Etika profesi akuntansi yaitu suatu ilmu
yang membahas perilaku atau perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat
dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai akuntan.
Seperti yang disebutkan di atas, etika ini mengatur bagaimana seorang akuntan
melakukan pekerjaannya. Tanpa kode etik, seorang akuntan dapat saja langsung
diberhentikan. Dalam profesi akuntansi, skandal yang bertentangan dengan kode etik
merupakan masalah besar. Itulah sebabnya Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI)
mengeluarkan kode etik yang harus dipatuhi oleh akuntan.
Terdapat delapan prinsip dasar etika profesi akuntansi yang harus dipahami oleh setiap
akuntan yang menjalankan pekerjaannya.
1. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesi yang baik
dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk
menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi

2
sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga,
anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum. Dalam upaya
memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaan, akuntan profesional
sangat tidak dianjurkan mencemarkan nama baik profesi. Akuntan wajib
mempunyai sikap jujur dan dapat dipercaya.

2. Tanggung Jawab Profesi


Seorang akuntan dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional,
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional terhadap
semua kegiatan yang dilaksanakannya. Anggota memiliki tanggung jawab
kepada pemakai jasa mereka dan tanggung jawab untuk bekerja sama dengan
sesama anggota demi mengembangkan profesi akuntansi serta memelihara
kepercayaan masyarakat. Semua usaha tersebut diperlukan untuk memelihara
dan meningkatkan tradisi profesi.

3. Standar Teknis
Setiap kegiatan harus mengikuti standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan
berkewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa, selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Standar
teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of
Accountants, badan pengatur dan pengaturan perundang-undangan yang
relevan.

4. Kepentingan Publik
Anggota akuntan profesional berkewajiban untuk bertindak dalam rangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik serta menunjukkan
sikap profesionalisme. Salah satu ciri dari profesi adalah penerimaan tanggung
jawab kepada publik. Profesi akuntan juga memegang peranan penting di
masyarakat. Arti publik dari profesi akuntan meliputi klien, pemerintah, pemberi

3
kredit dan pegawai. Investor, dunia bisnis dan pihak-pihak yang bergantung
kepada integritas dan objektivitas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi
bisnis dengan tertib. Oleh karena itu, seorang akuntan harus selalu bertindak
sesuai dengan koridor pelayanan publik untuk menjaga kepercayaan mereka.

5. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

6. Kerahasiaan
Mengingat akuntan adalah profesi yang berhubungan langsung dengan data
keuangan, maka sudah sepatutnya harus mampu memegang prinsip
kerahasiaan. Prinsip kerahasiaan mengharuskan setiap akuntan untuk tidak
melakukan hal berikut ini.
a. Mengungkapkan informasi rahasia yang diperolehnya dari hubungan
profesional dan hubungan bisnis pada pihak di luar kantor akuntan atau
organisasi tempat akuntan bekerja tanpa diberikan kewenangan yang
memadai dan spesifik, terkecuali jika mempunyai hak dan kewajiban secara
hukum atau profesional untuk mengungkapkan kerahasiaan tersebut.
b. Menggunakan informasi rahasia untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga.
Informasi yang diperoleh baik melalui hubungan profesional maupun
hubungan bisnis.

7. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Objektivitas adalah

4
suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka serta bebas dari benturan kepentingan atau di
bawah pengaruh pihak lain.

8. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional


Kompetensi adalah salah satu penjamin mutu dan kualitas layanan dari seorang
profesional di bidang jasa. Prinsip kompetensi dan kehati-hatian professional
mengharuskan setiap anggota akuntan untuk:
a. Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk
menjamin pemberi kerja (klien menerima layanan yang profesional dan
kompeten.)
b. Bertindak tekun dan cermat sesuai teknis dan profesional yang berlaku ketika
memberikan jasa profesional.
Etika profesi dalam bidang akuntansi sangat perlu diperhatikan oleh setiap
akuntan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini dilakukan untuk
memenuhi tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang akuntan yang
profesional. Dengan memahami etika profesi dengan baik, maka akuntan
seharusnya dapat bekerja dengan maksimal, salah satunya dengan membuat
laporan keuangan yang terperinci.
Dalam rangka meningkatkan kualitas profesi akuntan, IAI dalam kongres
VIII telah merumuskan Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru. Kode Etik ini
mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan
lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya.

Penegakan Etika Profesi Akuntan di Indonesia.


Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang–kurangnya enam unit
organisasi, yaitu:
1. Kantor Akuntan Publik.

5
Ketaatan terhadap kode etik adalah tanggung jawab pimpinan KAP dimana
anggota itu bekerja. Managing partner dan partner serta manager KAP
melaksanakan pengawasan terhadap ditaatinya perilaku ini.

2. Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik – IAI.


Di lingkungan Kompartemen Akuntan Publik, usaha pengawasan ini diwujudkan
dalam bentuk “Peer Review” yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Seksi
Pengendalian Mutu di lingkungan kepengurusan IAI di Kompartemen tersebut.
Pengawasan oleh Unit Peer Review yang khusus dibentuk untuk mengawasi
sesama KAP sampai saat ini belum pernah terlaksana.

3. Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik – IAI.


Badan ini merupakan unit organisasi yang melaksanakan peradilan pada tingkat
pertama terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anggota IAI
kompartemen akuntan pendidik.

4. Dewan Pertimbangan Profesi IAI.


Dewan ini berfungsi sebagai peradilan tingkat banding untuk kasus-kasus yang
telah diputuskan hukumnya berdasar keputusan pada tingkat Badan Pengawas
Profesi. Dewan ini melaksanakan peradilan untuk kasus-kasus pelanggaran
lainnya yang tidak berkaitan dengan akuntan publik.

5. Departemen Keuangan RI.


yaitu: Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, misalnya Direktorat Pembinaan
Akuntan dan Jasa Penilai. Ia sebagai pemberi ijin praktek Akuntan Publik.
Pengawasan yang dilakukannya pada umumnya untuk menilai apakah KAP yang
diberi ijin telah melaksanakan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan
keputusan Menteri Keuangan tentang perijinan pembukaan KAP (SK Menkeu
43/KMK 017/1997) tanggal 27 Januari 1997 tentang jasa akuntan publik.

6. BPKP.

6
Berdasarkan Keppres 31/th 1983, wewenangnya adalah melaksanakan
pengawasan terhadap KAP. Dalam melaksanakan tugasnya, BPKP melakukan
evaluasi tentang kepatuhan KAP terhadap perizinan yang diberikan dan
terhadap pelaksanaan tugas profesional akuntan publik.

Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik


diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal ini
tercermin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang
berbunyi:
 Setiap anggota harus selalu mempertahankan nama baik profesi dan etika
profesi serta hukum negara di mana ia melaksanakan tugasnya.
 Setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan obyektifitas
dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia
akan bertindak jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan
obyektifitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan / permintaan
pihak tertentu / kepentingan pribadinya.
Selanjutnya dalam pasal 2 ayat (1) b disebutkan bahwa: “Jika seorang
anggota mempekerjakan staf dan ahlinya untuk pelaksanaan tugas
profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka keterikatan akuntan pada
Kode Etik. Dan ia tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara
keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk bertindak sesuai Kode Etik. Jika ia
memiliki ahli lain untuk memberi saran / bila merekomendasikan ahli lain itu
kepada kliennya”.

2.3 Etika dalam Pelaporan Korporat


Etika Dalam Penyusunan Laporan Keuangan
Agar pembaca laporan keuangan memperoleh gambaran yang jelas, maka laporan
keuangan yang disusun harus didasarkan pada prinsip akuntansi yang lazim, dan di
Indonesia prinsip akuntansi disusun oleh Ikatan Akutansi Indonesia. Unsur penyajian
laporan keuangan yang layak terdiri dari empat kategori, yaitu:

7
a. Misstate (kecenderungan untuk melakukan salah saji dalam laporan keuangan)
Kecenderungan bagi setiap perusahaan di Indonesia yang sering mengalami
kesulitan dalam menyajikan laporan keuangan yang baik dan sesuai dengan standar
akuntansi merupakan sesuatu problematika tersendiri. Dan hal ini merupakan sesuatu
kondisi yang ada korelasinya memiliki keterkaitan antara penyusunan laporan
keuangan dan sikap serta perilaku baik para penyaji maupun penggunanya.
Hal ini memunculkan semacam kode etik yang terbentuk secara prosedural dan
sistematis yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwewenang, yaitu IAI (Ikatan
Akuntan Indonesia). Namun demikian masih terdapat perbedaan-perbedaan persepsi
tentang penyajian laporan keuangan yang terbentuk dari sikap dan perilaku masing-
masing individu. Oleh karena itu sifat manusia yang cenderung memiliki
ketidakterikatan tentang suatu pemikiran. Bahkan di dalam naungan perusahaan yang
sama pun akan terjadi perbedaan sikap dan persepsi diantara individu-individu yang
berkepentingan terhadap penyajian laporan keuangan.

b. Disclosure (Pengungkapan Laporan Keuangan)


Laporan keuangan merupakan komponen sentral dari pelaporan keuangan dan
memegang peran penting dalam mengkomunikasikan efek dari bergbagai transaksi
serta kejadian-kejadian ekonomi lain bagi para pengambil keputusan. Untuk itu laporan
keuangan harus dapat menyediakan informasi mengenai perusahaan dan operasinya
kepada pihak yang berkepentingan sebagai basis dalam pengambilan keputusan yang
disajikan secara berfariasi sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang tercakup.
Variasi tersebut antara lain meliputi informasi mengenai laba atau rugi terhadap
investasi untuk mengidentifikasikan hubungan-hubungan informasi tersebut, maka
diperlukan analisis data yang dingkapkan dalam perhitungan laporan laba rugi, neraca,
laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan tersebut sebagai komponen
laporan keuangan.

c. Cost & Benefit (beban persahaan untuk melakukan pengungkapan)


Laporan keuangan merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi
selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan itu sendiri dibuat oleh pihak

8
manajemen yang memiliki tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang
dibebankan sehingga menghasilkan informasi bagi pihak-pihak terkait. Adanya laporan
keuangan sangat membantu setiap pihak yang berkepentingan demi mencapai tujuan.

d. Responsibility (tanggung jawab dalam penyajian laoran keuangan yang informatif


bagi penggunanya)
Menurut IAI, Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan
keuangan. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Laporan keuangan disusun untuk tujuan memenuhi kebutuhan bersama
sebagian besar pemakai. Namun demikian laporan keuangan tidak menyediakan
semua informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan ekonomi secara
umum menggambarkan pengaruh keuangan informasi dari kejadian masa lalu dan tidak
diwajibkan menyediakan informasi non keuangan.
Pihak manajemen harus bertanggung jawab atas apa yang dilaporkan dalam
laporan keuangan artinya pihak manajemen harus membuat laporan itu sesuai dengan
kenyataan sebenarnya sehingga laporan keuangan itu memberikan informasi yang
dapat dipercaya bagi penggunanya.

Laporan korporat adalah salah satu hasil pekerjaan Akuntan Profesional di


Bisnİs. Laporan korporat tersebut dijadikan acuan oleh berbagaİ pemangku
kepentingan, seperti investor, kreditur, pemilik, pemerintah, dan pemangku kepentingan
lainnya. Laporan korporat dapat menyajikan informasi keuangan atau İnformasİ
manajemen, sepertİ laporan keuangan, diskusi dan analisis manajemen, laporan
keberlanjutan, laporan tata kelola, proyeksi, dan lainnya.
Menurut Kode Etik Akuntan Profesional, seksi 3002.2, Akuntan Profesional di
Bisnis bertanggung jawab baik sendiri maupun bersama dengan pihak lain dalam
menyusun dan melaporkan informasi keuangan dan informasi lain, yang dijadikan
acuan oleh organisasi tempatnya bekerja dan pihak ketiga. Seksi 320.1 lebih lanjut
mengatur bahwa Akuntan Profesional di Bisnis menyusun atau menyajikan informasi

9
tersebut secara wajar, jujur, dan sesuai dengan standar profesional yang berlaku,
sehingga dapat dimengeni dalam konteks pelaporannya. Khusus terkait dengan laporan
keuangan, seksi 320.2 menegaskan bahwa Akuntan Profesional di Bisnis yang memiliki
tanggung jawab dalam menyusun atau menyetujui laporan keuangan untuk tujuan
umum, harus meyakini bahwa laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan
standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Seksi 320.3 menyebutkan tiga langkah rasional untuk memelihara informasi yang
menjadi tanggung jawabnya, yaitu:
1. Menjelaskan dengan gamblang mengenai sifat sebenarnya dari transaksi
bisnis, aset, atau liabilitas;
2. Mengklasifikasikan dan mencatat informasi secara tepat waktu dan dengan
cara yang tepat; dan
3. Menyajikan fakta secara akurat dan lengkap dalam semua hal yang material.

Ancaman yang Mempengaruhi Kepatuhan pada Prinsip Dasar Etika


1. Ancaman kepentingan pribadi.
Sebagai contoh, bonus kinerja akuntan yang dikaitkan dengan kinerja
keuangan perusahaan dapat menjadi ancaman kepentingan pribadi karena
keadaan tersebut dapat mempengaruhi akuntan untuk melaporkan kinerja
keuangan yang tinggi agar kepentingan pribadinya untuk memperoleh bonus
terpenuhi, walaupun kinerja keuangan yang dilaporkan tersebut tidak sesuai
dengan kenyataan.
2. Ancaman telaah pribadi.
Sebagai contoh, penggabungan fungsi penyusunan pengendalian internal
untuk pelaporan keuangan dengan audit internal dapat menjadi ancaman
telaah pribadi karena pada saat auditor internal melakukan audit atas
kecukupan pengendalian internal untuk pelaporan keuangan, auditor internal
melakukan reviu atas pekerjaan yang dilakukan oleh rekannya di unit yang
sama.
3. Ancaman adovaksi.

10
Sebagai contoh, ketika laporan korporat menjadi komponen penting dari
rencana aksi korporasi maka keadaan tersebut dapat menjadi ancaman
advokasi karena akuntan mungkin berupaya menyajikan informasi positif dan
menyembunyikan informasi negatif dalam laporan korporat tersebut.
4. Ancaman kedekatan.
Sebagai contoh, hubungan keluarga/kekerabatan antara akuntan yang
mereviu dan menyusun laporan dapat menjadi ancaman karena akuntan
yang mereviu dapat terlalu mudah menerima hasil pekerjaan penyusun
laporan.
5. Ancaman intimidasi.
Sebagai contoh, jika kepala divisi pelaporan keuangan perusahaan
mendapat ancaman pemecatan dari direktur keuangan jika menampilkan
informasi yang sesungguhnya.
6. Ancaman yang berasal dari kepentingan keuangan.
Kepentingan keuangan tersebut dapat berasal dari program kompensasi
atau insentif, atau mungkin mengetahui kepentingan keuangan dari anggota
keluarga batih atau keluarga sedarah dan semenda. Tekanan atasan atau
rekan kerja dapat meningkatkan ancaman kepentingan pribadi yang muncul
dari program kompensasi atau insentif tersebut. Kepentingan keuangan ini
dapat mendorong Akuntan Profesional di Bisnis melakukan manipulasi atau
menggunakan informasi rahasia bagi keuntungan pribadi atau orang Iain.

Mitigasi Permasalahan Etika dalam Pelaporan Korporat


Akuntan Profesional perlu merancang dan mengevaluasi perlindungan untuk
memitigasi ancaman dan solusi jika terdapat permasalahan etika dalam pelaporan
korporat.
Langkah yang perlu dilakukan Oleh Akuntan Profesional menurut Kode Etik
Akuntan Profesioal seksi 320.7 adalah sebagai berikut:
1. Akuntan Profesional di Bisnis harus menolak untuk, atau tetap dikaitkan
dengan, informasi yang dianggap menyesatkan jika tidak mungkin mengurangi
ancaman sampai ke tingkat yang dapat diterima.

11
2. Akuntan Profesional di Bisnis segara mengambil langkah-langkah supaya
tidak dikaitkan dengan informasi yang menyesatkaan sesaat menyadari
bahwa ia terkait dengan infromasi yang menyesatkan tersebut.
3. Akuntan Profesional di Bisnis perlu mempertimbangkan untuk memperoleh
nasihat hukum dan mengundurkan diri dalam menentukan ada tidaknya
persyaratan untuk melaporan keadaan informasi menyesatkan kepada pihak
di luar organisasi.
Khusus terkait ancaman kepentingan keuangan, seksi 340.4 menyebutkan bahwa
contoh perlindungan yang dapat dilakukan termasuk:

1. Kebijakan dan prosedur dari komite yang independen dari manajemen dalam
menentukan tingkat atau bentuk remunerasi manajemen senior.

2. Mengungkapkan semua kepentingan yang relevan dari setiap program


pemberian atau perdagangan saham yang dimiliki oleh pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola organisasi di tempat bekerja, sesuai
dengan kebijakan internal organisasi.

3. Berkonsultasi, jika tepat, dengan atasan di dalam organisasi tempat bekerja.

4. Berkonsultasi, jika tepat, dengan pihak yang bertanggung jawab atas tata
kelola organisasi tempat bekerja atau dengan IAL

5. Prosedur audit internal dan eksternal.

6. Memutakhirkan pendidikan atas persoalan etika, pembatasan hukum, dan


peraturan Iain sehubungan dengan perdagangan orang dalam (insider
trading).

RESOLUSI KONFLIK ETIS


Dalam menerapkan Standard of Ethical Conflict, akuntan mungkin menghadapi
permasalahan dalam mengidentifikasi perilaku yang tidak etis atau dalam
menyelesaikan konflik etika. Apabila dihadapkan dengan isu etika, akuntan harus
mengikuti kebijakan organisasi yang telah ada sebagai arahan dalam menyelesaikan.

12
Jika kebijakan yang ada tidak menyelesaiakan konflik etika, akuntan dapat
mempertimbangkan tindakan-tindakan sebagai berikut:
a. Mendiskusikan permasalahan tersebut dengan immediate supervisor, kecuali
apabila kelihatannya immediate supervisor tersebut juga terlibat, maka akuntan
harus menyajikannya ke tingkat manajemen yang lebih tinggi
b. Jika penyelesaian yang memuaskan tidak dapat dicapai, setelah permasalahan
tersebut disajikan, permasalahan tersebut seharusnya diserahkan ke tingkat
manajemen yang lebih tinggi;
c. Jika immediate supervisor adalah CEO atau yang setingkat maka pihak lain yang
memiliki kewenangan review adalah komite audit, komite eksekutif, komisaris,
badan perwalian atau pemilik;
d. Kontak dengan tingkat manajemen yang lebih tinggi dari immediate supervisor
harus dilakukan atas sepengetahuan immediate supervisor dengan asumsi
immediate supervisor tidak terlibat;
e. Kecuali diwajibkan oleh hukum, mengkomunikasi kepada pihak lain yang tidak
dipekerjakan adalah tidak pantas;
f. Menjelaskan konsep yang relevan lewat diskusi rahasia dengan penasehat yang
objektif untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik atas tahapan tindakan
yang mungkin dilakukan;
g. Konsultasi dengan pengacara perusahaan tentag hak dan kewajiban yang terkait
dengan konflik etika;
h. Jika tingkat konflik etika masih ada setelah berkonsultasi dengan seluruh tingkat
manajemen dalam melakukan review secara internal, dan mungkin tidak ada lagi
sumber lain yang dapat digunakan, maka tidak ada pilihan selain mengundurkan
diri dari organisasi dan menyerahkan memorandum kepada perwakilan
organisasi;
i. Setelah mengundurkan diri, tergantung pada sifat dari konflik etika, maka
akuntan diperbolehkan memberitahukan kepada pihak lain tentang konflik etika
tersebut.

2.4 Pengertian Tata Kelola Perusahaan

13
Sampai saat ini para ahli tetap menghadapi kesulitan dalam mendefinisikan
Good Corporate Governance (GCG) yang dapat mengakomodasikan berbagai
kepentingan. Tidak terbentuknya definisi yang akomodatif bagi semua pihak yang
berkepentingan dengan GCG disebabkan karena cakupan GCG yang lintas sektoral.
GCG dapat didekati dengan berbagai disiplin ilmu antara lain ilmu makro ekonomi, teori
organisasi, teori informasi, akuntansi, keuangan, manajemen, psikologi, sosiologi dan
politik (Turnbul , 1977).
Terdapat beragam definisi dari tata kelola perusahaan atau Corporate
Governance (CG). Definisi awal CG disebutkan dalam laporan yang dihasilkan oleh
Committee on the Financial Aspects of Corporate Governance yang diketuai oleh
Adrian Cadbury (sehingga disebut juga Cadbury Committee). Pada laporan tahun 1992
tersebut, CG didefinisikan sebagai sistem yang mengarahkan dan mengelola
perusahaan.
Definisi yang hampir sama disampaikan Intemational Finance Corporation (IFC),
yaitu CG sebagai struktur dan proses untuk mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan (IFC, 2010). Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD) memberikan definisi yang lebih detil. Menurut OECD, CG melibatkan
serangkaian hubungan antara manajemen, dewan, pemegang saham, dan pemangku
kepenting lain perusahaan (OECD, 2015). CG juga menyediakan struktur di mana
tujuan perusahaan ditetapkan, dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan
memantau kinerja ditentukan (OECD, 2015).
Definisi GCG menurut Bank Dunia (World Bank) adalah aturan, standar dan
organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direktur dan
manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta pertanggung
jawabannya kepada investor (pemegang saham dan kreditur).
Di Indonesia, salah satu definisi CG tertuang di Keputusan Menteri Badan Usaha
Milik Negara Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktik Good
Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). CG didefinisikan
sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan Oleh organ BUMN untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan

14
stakeholder Iainnya, berdasarkan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Dalam
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-Ol/MBU/2011 tentang Penerapan Tata
Keloia Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance atau GCG) pada Badan
Usaha Milik Negara, GCG didefinisikan yaitu sebagai prinsip-prinsip yang mendasari
suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan etika berusaha.
Tujuan utama dari GCG adalah untuk menciptakan sistem pengendaliaan dan
keseimbangan (check and balances) untuk mencegah penyalahgunaan darisumber
daya perusahaan dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan.
Terdapat juga definisi yang disampaikan oleh beberapa peneliti, Shleifer dan
Vishny (1997) yang mendefinisikan CG sebagai mekanisme yang digunakan Oleh
pemberi modal perusahaan untuk memastikan mereka memperoleh imbal hasil dari
investasi yang telah dilakukannya.
Berdasarkan berbagai definisi CG di atas, dapat disimpulkan bahwa CG terkait
dengan beberapa aspek berikut:
1. CG merupakan sistem (struktur dan proses/mekanisme) pengelolaan
(mengarahkan dan mengendalikan) per-usahaan;
2. Struktur dan proses tersebut melibatkan manajemen (eksekutiO, dewan
pengawas, pemegang saham, dan pemangku kepentingan Iainnya;
3. Struktur dan proses tersebut berupaya mewujudkan keseimbangan
kewenangan antar organ; dan
4. Struktur dan proses tersebut tunduk terhadap peraturan
perundangundangan dan etika berusaha; serta pada akhirnya
5. Tujuan dari CG adalah mewujudkan nilai bagi pemegang saham dengan
tetap memperhatikan kepentingan pemangku kepentingan lainnya.
Tata kelola organisasi secara baik apakah dilihat dalam konteks mekanisme
mekanisme internal organisasi ataupun mekanisme eksternal organisasi. Mekanisme
internal lebih fokus kepada bagaimana pimpinan suatu organisasi mengatur jalannya
organisasi sesuai dengan prinsipprinsip diatas sedangkan mekanisme eksternal lebih
menekankan kepada bagaimana interaksi organisasi dengan pihak eksternal berjalan
secara harmoni tanpa mengabaikan pencapaian tujuan organisasi.

15
Hubungan Good Corporate Governance (GCG) dengan Etika Profesi Akuntansi.
Profesi akuntansi merupakan sebuah profesi yang menyediakan jasa atestasi
maupun non-atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi kode etik yang ada.
Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi
dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan
integritas.
Banyak kasus-kasus yang melibatkan peran akuntan serta adanya statement
yang mengatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya terjadinya krisis ekonomi
Indonesia adalah profesi akuntan. Akuntan publik bahkan dituduh sebagai pihak yang
paling besar tanggungjawabnya atas kemerosotan perekonomian Indonesia. Statement
ini muncul karena begitu besarnya peran akuntan dalam masyarakat bisnis.

2.5 Prinsip Tata Kelola


Dalam rangka menjaga kepentingan seluruh stakeholder dan meningkatkan nilai
bagi pemegang saham, selama ini Perseroan telah menerapkan Tata Kelola
Perusahaan (Good Corporate Governance) yang baik dalam kegiatan usahanya.
Perseroan memiliki komitmen untuk senantiasa berperilaku dengan memperlihatkan
etika bisnis dan transparan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Mekanisme Tata Kelola Perusahaan sangat berpengaruh terhadap penetapan
dan pencapaian tujuan, pembentukan serta pengembangan budaya kerja di lingkungan
Perseroan. Bagi Perseroan, implementasi Tata Kelola Perusahaan dalam proses bisnis
merupakan pijakan kokoh untuk mewujudkan visi dan misi Perseroan. Prinsip-prinsip
Tata Kelola Perusahaan menjadi perangkat standar yang bertujuan memperbaiki citra,
efisiensi, efektifitas dan tanggung-jawab sosial Perseroan.
Pedoman Umum Tata Kelola Perseroan yang Baik yang ditetapkan oleh Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang menerapkan lima pilar dasar GCG,
Transperancy (Keterbukaan), Accountability (Akuntabilitas), Responsibility
(Pertanggungjawaban), Independency (Independensi), Fairness (Kesertaan dan
Kewajaran) – TARIF, merupakan prinsip yang dipegang oleh Perseroan.

16
1. Keterbukaan
Sebagai perusahaan publik, Perseroan wajib menjaga obyektivitas dalam
menjalankan kegiatan usahanya dengan cara menyediakan materi informasi yang
relevan kepada para pemegang saham dan pemangku kepentingan. Perseroan juga
harus memastikan ketersediaan informasi yang tepat waktu, memadai, jelas, akurat,
serta mudah diakses.
Penyampaian berbagai laporan rutin merupakan kewajiban bagi Perseroan
publik, diantaranya laporan keuangan interim, laporan keuangan tengah tahunan,
laporan keuangan tahunan yang diaudit, laporan tahunan, dan laporan insidentil dimana
di dalamnya termasuk hal yang terkait dengan aksi koporasi, transaksi afiliasi, maupun
transaksi material. Seluruhnya dalam bentuk paparan publik, dan juga melalui media
massa. Selain itu, Perseroan harus menyediakan website resmi Perseroan sebagai
salah satu sarana yang dapat diakses khalayak umum untuk memperoleh laporan
tahunan Perseroan.

2. Akuntabilitas
Perseroan sebagai perusahaan publik menerapkan pilar akuntabilitas sebagai
bentuk pertanggungjawaban Perseroan kepada para pemegang saham dan pemangku
kepentingan untuk menunjukan pengelolaan Perseroan dilakukan dengan benar,
terukur, dan sesuai kepentingan Perseroan, tanpa mengesampingkan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan.
Dalam penerapannya, penetapan kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban masingmasing bagian dalam Perseroan, sama pentingnya
dengan memastikan bahwa semua bagian dalam Perseroan dan karyawan memiliki
kompetensi yang memadai, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab, serta perannya
dalam kegiatan usaha Perseroan.
Setiap karyawan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam program
pelatihan dan seminar, baik di dalam maupun di luar Perseroan, untuk pengembangan
kompetensinya. Tidak hanya berhenti di sana, hasil pengembangan tersebut wajib
diterapkan dan disebarkan bagi karyawan lainnya agar selalu ada peningkatan dan

17
penyempurnaan dalam setiap aspek dalam Perseroan. Penerapan sistem oleh
Perseroan sehubungan dengan penghargaan bagi karyawan berprestasi dan sanksi
bagi karyawan yang melanggar, merupakan salah satu upaya Perseroan untuk secara
objektif menguji akuntabilitasnya. Perseroan juga telah memiliki komite dan satuan kerja
yang mengawasi dan mengendalikan internal Perseroan yang bertanggung jawab
langsung kepada Dewan Komisaris dan Direksi. Hal ini untuk memastikan bahwa setiap
bagian di dalam Perseroan menjalankan peran dan fungsinya dengan baik.

3. Pertanggungjawaban
Sebagai perusahaan, Perseroan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan
usahanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepatuhan
Perseroan terhadap peraturan perundang-undangan ini menjamin kenyamanan para
pelanggan Perseroan dalam menikmati layanan. Di sisi lain, Perseroan dapat
menjalankan kegiatan usahanya dengan lancar dan mencapai kesinambungan
usahanya. Untuk memastikan pelaksanaan ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku, salah satu langkah Perseroan adalah dengan memiliki
Sekretaris Perusahaan yang bekerjasama dengan Divisi Hukum Perseroan (Corporate
Legal Division). Langkah ini dipandang perlu setiap dan seluruh kegiatan Perseroan
dipastikan sesuai dengan Anggaran Dasar, Peraturan Perseroan, dan peraturan-
peraturan di bidang pasar modal. Perseroan menekankan penerapan prinsip
kehatihatian dalam setiap aktivitasnya.
Dalam menjalankan usahanya, Perseroan melakukan fungsinya sebagai
penyedia lapangan kerja bagi masyarakat. Program tanggung jawab sosial (Corporate
Social Responsibility –CSR) yang dijalankan Perseroan juga ditujukan bagi masyarakat,
terutama mereka yang berdomisili di sekitar tempat kegiatan usaha Perseroan. Dengan
demikian, Perseroan dapat menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang
bermanfaat.

4. Independensi
Sebagai upaya mewujudkan independensi, Perseroan telah menunjuk beberapa
pihak independen yang memiliki reputasi tinggi untuk duduk dalam Dewan Komisaris

18
dan Direksi, serta memberikan peran yang maksimal bagi Komite Audit Perseroan
dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya kegiatan usaha Perseroan. Langkah
Perseroan tersebut untuk memastikan Pilar Independensi diterapkan dalam
pengelolaan Perseroan, sehingga tidak saling mendominasi, tidak terpengaruh oleh
kepentingan tertentu, serta bebas dari berbagai kepentingan, dalam pengambilan
keputusan akan selalu obyektif dan menghasilkan output yang optimal bagi
kepentingan pemegang saham, pemangku kepentingan, dan para karyawan. Tentu
saja, prinsip independensi ini dengan mempertimbangkan masukan pendapat atau
saran dari konsultan hukum, sumber daya manusia, dan konsultan independen lainnya.

5. Kesetaraan dan Kewajaran


Pilar kelima dari Pedoman Umum Tata Kelola Perseroan yang Baik yang ditetapkan
oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Kesetaraan dan Kewajaran
diterapkan Perseroan, diantaranya Perseroan senantiasa memberikan kesempatan
yang wajar kepada setiap pihak untuk mengakses informasi Perseroan sesuai dengan
prinsip keterbukaan (transparency) dalam lingkup kedudukan masing-masing pihak,
sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan oleh otoritas pasar modal,
komunitas pasar modal, dan pemangku kepentingan kepada Perseroan. Prinsip
kesetaraan juga diterapkan oleh Perseroan untuk setiap individu yang kompeten serta
berkemauan dan berdedikasi tinggi untuk berkarya demi kemajuan Perseroan.
Perkembangan karir masing-masing karyawan Perseroan tidak dibedakan berdasarkan
suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik. Perseroan senantiasa menjaga
dan memperhatikan keseimbangan antara hak dan kewajiban karyawan secara adil dan
wajar.
Selain itu, salah satu prinsip dasar tata kelola perusahaan yang banyak menjadi
acuan berbagai negara dan perusahaan, termasuk di Indonesia, adalah prinsip-prinsip
tata kelola yang disusun oleh OECD. Pada tahun 2015, OECD menerbitkan G20/OECD
Principles of Corporate Governance. Prinsip-prinsip tata kelola OECD pertama kali
disusun pada tahun 1999 dan dimutakhirkan terakhir kalinya pada tahun 2004 (sebelum
diterbitkan versi 2015). Dalam G20/OECD Principles of Corporate Governance terdapat
enam prinsip tata kelola perusahaan yang baik, yaitu:

19
a) Ensuring the basis for an effective corporate governance framework
Prinsip pertama menyatakan bahwa untuk menciptakan tata kelola perusahaan
yang baik, maka kerangka tata kelola perusahaan harus mendorong terciptanya
pasar yang transaparan dan wajar, serta alokasi sumber daya yang efisien.
Kerangka tata kelola perusahaan harus konsisten dengan peraturan perundang-
undangan dan mendukung sistem pengawasan dan penegakan hukum yang
efektif.
b) The rights and equitable treatment of shareholders and key ownership
functions
Prinsip kedua menyatakan bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus
melindungi dan memfasilitasi pelaksanaan hak-hak pemegang saham dan
memastikan perlakuan yang adil bagi semua kelompok pemegang saham,
termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Semua pemegang saham
harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif atas
pelanggaran hak-hak mereka. Prinsip kedua ini menekankan pada perlindungan
kepada hak-hak pemegang saham dan perlakuan yang adil kepada kelompok-
kelompok pemegang saham.
c) Institutional investors, stock markets, and intermediaries
Prinsip ketiga menyatakan bahwa tata kelola perusahaan harus memberikan
insentif yang efektif di seluruh rantai investasi dan mendorong pasar modal
berfungsi dengan cara yang berkontribusi terhadap tata kelola perusahaan yang
baik. Prinsip ketiga ini terkait dengan peran pihak-pihak yang terlibat dalam
pasar modal dalam mendorong tata kelola perusahaan yang baik.
d) The role of stakeholders in corporate governance
Prinsip keempat menyatakan bahwa kerangka dan tata kelola perusahaan harus
mengakui hak-hak pemangku kepentingan yang ditetapkan oleh hukum atau
melalui kesepakatan bersama, dan mendorong kerjasama aktif antara
perusahaan dan pemangku kepentingan dalam menciptakan kemakmuran,
pekerjaan, dan keberlanjutan perusahaan yang sehat secara finansial. Prinsip ini
menekankan pada peran pemangku kepentingan selain pemegang saham.
e) Disclosure and transparency

20
Prinsip kelima menyatakan bahwa kerangka kerja tata kelola perusahaan harus
memastikan bahwa pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dilakukan untuk
semua hal yang material terkait perusahaan, termasuk kondisi keuangan, kinerja,
kepemilikan, dan tata kelola perusahaan. Prinsip kelima ini menekankan pada
pengungkapan dan transparansi infomasi yang diharapkan menurunkan
informasi asimetris antara manajemen dan pemangku kepentingan, khususnya
pemegang saham.
f) The responsibility of the board
Prinsip keenam menyatakan bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus
memastikan adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan manajemen
oleh dewan yang efektif, serta pertanggungjawaban dewan kepada perusahaan
dan pemegang saham. Prinsip ini menekankan pada pentingnya organ dewan
dan organ pendukungnya.

2.6 Tanggung Jawab Dewan


 Dewan Komisaris memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa
Perusahaan memiliki fungsi pengelolaan arsip dan dokumen yang efektif serta
memberikan pengawasan dan penasihatan dalam implementasinya;
 Direksi bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan suatu panduan
yang lebih terperinci mengenai pengelolaan arsip dan dokumen dalam bentuk
Kebijakan Umum, SOP dan Work Instruction serta memastikan implementasinya
dapat dilakukan secara konsisten;
 Untuk memperkecil risiko kemungkinan terjadinya penyimpangan atas Kebijakan
Pengelolaan Arsip dan Dokumen, diperlukan mekanisme pengendalian yang
efektif serta menjalankan program sosialisasi yang berkesinambungan mengenai
Kebijakan Pengelolaan Arsip dan Dokumen;
 Dalam upaya penegakan kepatuhan terhadap Kebijakan Pengelolaan Arsipdan
Dokumen, pihak terkait bertanggung jawab atas kepatuhan terhadap Kebijakan
Pengelolaan Arsip dan Dokumen termasuk menyelesaikan setiap konflik yang
timbul;

21
 Setiap Pegawai yang berkepentingan wajib melaksanakan Kebijakan Umum,
SOP dan Work Instruction terkait fungsi pengelolaan arsip dan dokumen;
 Melakukan review secara berkala Kebijakan Pengelolaan Arsip dan Dokumen,
pelaksanaan review dapat berkoordinasi atau melibatkan pihak pihak lain yang
diperlukan;

2.7 Pengungkapan dan Transparansi


Pengertian Transparansi
Bushman & Smith (2003, p. 76) mendefinisikan transparansi perusahaan
sebagai ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang dapat dipercaya
mengenai kinerja perusahaan dalam suatu periode yang terkait, posisi keuangan,
kesempatan investasi, pemerintah, nilai dan risiko perusahaan dagang yang bersifat
umum. Dalam tingakatan negara, Bushman, Piotroski, dan Smith (2004)
mengidentifikasikan dua jenis transparansi perusahaan yaitu transparansi keuangan
dan transparansi pemerintah. Transparansi keuangan tingkat negara disusun
berdasarkan intensitas pelaporan perusahaan, waktu pelaporan, jumlah analisis, dan
media penyebarannya.

Pengungkapan dalam Laporan Perusahaan


Sumber utama tekanan untuk meningkatkan pengungkapan laporan keuangan
adalah dari komunitas keuangan dan investasi. Perusahaan Multinasional dan badan
pengaturan standar Negara dengan pasar modal yang berkembang pesat, sepeti
Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan Jepang, telah memberi perhatian lebih
terhadap dorongan dari pihak – pihak tersebut.
Dorongan untuk Pengungkapan Informasi
Perusahaan Multinasional sepanjang menyangkut aturan yang ternyata
meningkatkan persyaratan untuk pengungkapan informasi diputuskan dengan
pengaturan badan dan standar perwakilan pada tingkat pemerintahan dan professional.
Cepatnya permintaan informasi untuk tujuan penanaman modal, perkembangan pasar
saham dan pembagian kepemilikan yang mendunia, dipadukan dengan
berkembangnya kekhawatiran terhadap perbedaan standar dan perlakuan akuntansi

22
dinegara berbeda, telah meningkatkan permintaan terhadap bertambahnya
pengungkapan akuntansi untuk peningkatan kualitas maupun perbandingan laporan
Perusahaan Multinasioal.

Mengkomunikasikan kepada Pengguna


Pertumbuhan saat ini mengindikasikan banyak pengguna informasi keuangan
yang tidak bisa membaca atau mengerti isi laporan, terutama investor dari kalangan
awam akuntansi. Pengguna langsung yang jumlahnya relatif kecil, yang memiliki
kemampuan dan pengalaman untuk memahami laporan keuangan. Banyak investor
dan pemegang saham tidak membuat keputusan investasi sendiri tetapi bergantung
pada saran dari para ahli. Sebuah perusahaan analisis komprehensif tidak hanya
mengharuskan penggunaan informasi keuangan, tetapi data tambahan, serta untuk
menilai tren saat ini dan masa depan. Pada pusat, Perusahaan Multinasional sangat
kompleks, dan begitu pula dengan laporan perusahaannya.

Pentingnya Pengungkapan Informasi


Meskipun tidak ada keraguan tentang pentingnya pengukuran dari isu-isu
akuntansi, pentingnya informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan dan
laporan perusahaan dengan semakin diakui oleh perusahaan multinasional. Informasi
ini memberikan masukan penting bagi analisis keuangan proses evaluasi kualitas laba
dan posisi keuangan, baik saat ini dan masa yang akan datang. Pada saat yang sama,
kebutuhan ini harus ditimbang terhadap kepentingan analis, investor, dan masyarakat
dalam transparansi usaha multinasional. Dengan adanya pengungkapan informasi,
maka perusahaan dapat menyampaikan kebijaksanaan dan informasi mengenai
orientasi perusahaan dimasa yang akan datang. Diakui secara umum, bahwa biaya
dalam penyediaan informasi tidak boleh melebihi keuntungan yang diperoleh oleh
pengguna informasi. Perlunya perusahaan multinasional dalam memelihara
kepercayaan diri usahanya dalam area sensitif dan untuk menghindari bahaya dalam
persaingan, harus dicantumkan dalam akun-akun perusahaan. Dalam prakteknya,
muncul anggapan bahwa semakin spesifik, semakin berorientasi ke depan dan semakin

23
kuantitatif suatu informasi yang diusulkan untuk diungkapkan, maka semakin pekalah
Kinerja perusahaan ke arah pencegahan.

Insentif Manajerial Untuk Mengungkapkan Informasi.


Manajemen secara sukarela memberikan informasi dan respon terhadap
peraturan. Penelitian oleh Meek dan Gray (1989) dan lain-lain telah menunjukkan,
misalnya, bahwa pengungkapan sukarela yang akan datang adalah ketika perusahaan
berkompetisi untuk pembiayaan dari investor, khususnya dalam konteks lintas batas.
Dimana pemerintah dan Perusahaan yang berusaha mempengaruhi lingkungan di
mana MNE beroperasi, ada juga yang akan berpengaruh kuat pada MNE untuk
memberikan informasi. Faktor-faktor kompleks yang mempengaruhi pengungkapan
perusahaan, ditunjukkan dalam figure berikut ini:

a. Biaya Infomasi Produksi


Pengungkapan informasi memerlukan biaya keuangan langsung. Perusahaan
multinasional mengerti dan enggan untuk mendatangkan peningkatan biaya kecuali
mereka diminta untuk melakukannya atau potensi keuntungan melebihi perkiraan biaya.
Biaya langsung adalah nilai sumber daya yang digunakan dalam pengumpulan dan
pengolahan informasi serta dalam mengaudit dan mengkomunikasikan. Biaya langsung
seperti pengungkapan informasi akan bergantung pada struktur internal MNE dan
informasi yang dihasilkan dalam rangka untuk mengelola struktur ini.

b. Kerugian Kompetitif dari Pengungkapan     


Dalam beberapa keadaan pengungkapan informasi bisa merugikan Perusahaan
Multinasional. karena informasi akan dapat diakses oleh siapa saja sehingga pesaing
juga dapat mengetahui informasi tersebut. Informasi yang memungkinkan perusahaan
pesaing untuk meningkatkan kekayaan mereka dengan menggunakan informasi ini.

c. Perilaku Manajerial untuk Pengungkapan Sukarela


Tambahan permintaan pengungkapan informasi datang dari organisasi internasional
(khususnya PBB, OECD, Uni Eropa, dan IASB), pemerintah dan masyarakat dimana

24
Perusahaan Multinasional beroperasi. Namun, pertumbuhan globalisasi dari pasar
modal menunjukkan adanya tekanan pasar yang signifikan untuk tambahan informasi
mengenai operasi Perusahaan Multinasional serta adanya prospek dan kekhawatiran
mengenai koordinasi internasional dari peraturan pasar modal. Tekanan ini membuat
manajemen harus menimbang biaya dan manfaat dari pengungkapan informasi secara
sukarela.

d. Praktek Pengungkapan Perusahaan


Praktek pengungkapan secara sukarela oleh Perusahaan Multinasional, sebuah studi
oleh Meek, Roberts, dan Gray (1995) menguji faktor-faktor yang mempengaruhi
pengungkapan sukarela pada 226 Perusahaan Multinasional dari Amerika Serikat,
Inggris, dan negara-negara benua Eropa. Pengungkapan telah diteliti dan
diklasifikasikan menjadi tiga jenis : strategi, nonfinansial, dan financial. Melihat faktor
yang mempengaruhi pengungkapan informasi secara sukarela, dukungan statistik
ditemukan untuk ukuran perusahaan, status daftar perusahaan internasional, asal
negara atau kawasan. MNE terbesar adalah perusahaan yang menentukan
kecendrungan dalam memberikan keterbukaan informasi non financial dan financial. 

2.8 Evaluasi Mekanisme Tata Kelola


Tahap evaluasi adalah tahap yang dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu
untuk mengukur sejauh mana efektifitas GCG yang telah dilakukan. Tahap ini bisa
dibantu oleh pihak independen untuk melakukan audit implementasi dan scoring atas
praktik GCG yang telah dilaksanakan. Banyak perusahaan konsultan yang dapat
memberikan jasa audit dan scoring tersebut. Evaluasi dalam bentuk assessment, audit
atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatory seperti yang diterapkan dalam
lingkungan BUMN. Evaluasi ini membantu perusahaan/organisasi dalam memetakan
kembali kondisi, situasi, dan pencapaian perusahaan/organisasi dalam implementasi
GCG dalam rangka upaya perbaikan di masa depan, termasuk upaya-upaya perbaikan
berdasarkan rekomendasi dari tim penilai/scoring pelaksanaan GCG seperti point
diatas.

25
Penerapan GCG di Indonesia
Berdasarkan laporan World Competitiveness Report yang dirilis Mei 2005,
Indonesia berada pada urutan ke 59 dari 60 negara yang disurvei mengenai budaya
perusahaan/organisasi di negara-negara tersebut yang mendukung penerapan GCG
secara baik. Berdasarkan kajian Pricewaterhouse Coopers yang dimuat dalam Report
on Institutional Investor Survey (2002) mengenai transparansi dan keterbukaan,
Indonesia berada di urutan paling bawah bersama China dan India dengan nilai 1,96.
Persepsi investor terhadap resiko tidak dijalankannya GCG di Indonesia lebih baik jika
dibanding survey tahun 2000. Tetapi kita masih dibawah Singapura (3,62), Thailand
(2,62), Malaysia (2,19).
Di tahun 2003 indeks corporate governance Indonesia naik jika dibanding tahun
1998 (2,88) menjadi 3,2. Tetapi dibawah Singapura (7,7/penurunan), Malaysia
(5,5/penurunan), Thailand (4,6/penurunan) dan dibawah Filipina (3,7). Tahun 2004,
Indonesia menjadi 4,0; Singapura (7,5); Malaysia (6,0); Thailand (5,3); Filipina (5,0).
Bobot penilaian dilakukan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
GCG didalam perusahaan/organisasi dinegara tersebut; pengaruh dari luar
perusahaan/organisasi, seperti budaya masyarakat, hubungan dengan lembaga lain,
misal lembaga penegak hukum (60%) dan faktor dari dalam perusahaan/organisasi itu
sendiri (40%).
Dalam rangka upaya peningkatan GCG di indonesia, kementrian BUMN tahun
1999 menetapkan agenda penerapan GCG di Indonesia, yaitu: menetapkan kebijakan
nasional, menyempurnakan kerangka nasional dan membangun inisiatif sektor swasta.
Dalam kerangka regulasi, Bapepam bersama dengan self-regulated organization (SRO)
yang didukung oleh Bank Dunia dan ADB telah membuat beberapa proyek GCG.
Bapepam memastikan bahwa berbagai ketentuan dan peraturan yang ada terus
menerus disempurnakan dan pelanggaran yang terjadi akan mendapat sanksi sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Seiring dengan proyek-proyek seperti ini, kementrian
BUMN telah mengembangkan kerangka untuk implementasi GCG
Undang-undang dan perangkat hukum yang ada terus diperbaiki dalam rangka
reformasi dibidang hukum yang juga sesuai dengan penerapan/praktik GCG seperti :
diberlakukannya UU tentang Bank Indonesia tahun 1998, UU anti korupsi tahun 1999,

26
UU BUMN dan privatisasi BUMN tahun 2003. Dibentuk pula pengadilan niaga yang
sudah ada sejak 1997 dan pembentukan badan arbitrasi pasar modal tahun 2001.
Adanya IKAI, asosiasi untuk para anggota komite audit. Adanya LAPPI (Lembaga
Advokasi, Proxi, dan Perlindungan Investor ), yang merupakan tempat berbagi
pengalaman dalam shareholders activism, dengan misi utama melindungi kepentingan
para pemegang saham minoritas.
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance yang diawal tahun 2005
diubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance telah menerbitkan pedoman
GCG pada maret 2001. Pedoman tersebut diikuti dengan terbitnya Pedoman GCG
Perbankan Indonesia, Pedoman untuk Komite Audit, dan Pedoman untuk Komisaris
Independen tahun 2004. Semuanya sebagai acuan dalam implementasi GCG.
Implementasi GCG di lingkungan BUMN, adanya kewajiban memiliki statement
of corporate intent (SCI), yang merupakan komitmen perusahaan terhadap pemegang
saham dalam bentuk suatu kontrak yang menekankan pada strategi dan upaya
manajemen dan didukung oleh dewan komisaris dalam mengelola perusahaan. Terkait
dengan SCI, direksi diwajibkan menandatangani appointment agreements yang
merupakan komitmen direksi untuk memenuhi fungsi-fungsi dan kewajiban yang
diembannya. Indikator kinerja para direksi terlihat pada reward and punishment system
dengan meratifikasi UU BUMN.
Regulasi yang dikeluarkan Bursa Efek Jakarta (BEJ) mewajibkan seluruh
perusahaan yang tercatat melaksanakan GCG. Untuk meningkatkan perlindungan bagi
investor/pemegang saham di perusahaan terbuka. Implementasi ini juga mendorong
tumbuhnya mekanisme check and balance di lingkungan manajemen khususnya dalam
memberi perhatian kepada kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya. Hal ini terkait erat dengan hak pemegang saham pengendali yang berwenang
mengangkat komisaris dan direksi dan dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan.
Disamping perlindungan investor, BEJ juga mewajibkan sistem yang menjamin
transparansi dan akuntabilitas dalam transaksi bisnis antar perusahaan dalam satu grup
yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan. Adanya komisaris independen,
komite audit, dan sekretaris perusahaan merupakan bentuk penerapan akuntabilitas
dalam rangka memperoleh persetujuan publik dalam transaksi.

27
Komisaris independen tidak memiliki afiliasi dengan pemegang saham, direksi, dan
komisaris; tidak menjabat direksi di perusahaan terafiliasi; memahami berbagai regulasi
yang terkait dengan kegiatan perusahaan.
Batas waktu penyerahan laporan tahunan perusahaan di pasar modal yang
dahulu 120 hari telah diubah menjadi 90 hari.
GCG di lingkungan perbankan: diatur dalam UU no 10 tahun 1998 tentang Perbankan,
yang didalamnya diatur ketentuan yang terkait dengan GCG yang berkaitan dengan
governance structure, governance process, dan governance outcome. Governance
structure; Pertama, adanya uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang
menjamin adanya kompetensi dan integritas manajemen perbankan terhadap pemilik,
pemegang saham pengendali, dewan komisaris, direksi, dan pejabat eksekutif bank
dalam pengelolaan bank. Kedua, independensi manajemen bank, dimana anggota
dewan komisaris dan direksi tidak boleh memiliki hubungan kekerabatan atau
hubungan financial dengan dewan komisaris atau direksi atau menjadi pemegang
saham pengendali di perusahaan lain. Ketiga, adanya ketentuan bagi direktur kepatutan
dan peningkatan fungsi audit bank publik, yang bertanggungjawab atas kepatuhan bank
terhadap regulasi yang ada. Ini juga bagian dari standar penerapan fungsi internal audit
bank publik.

28

Anda mungkin juga menyukai