Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Setiap profesi pasti memiliki sebuah etika atau hal-hal yang
harus di patuhi. Dengan adanya etika setiap tindakan atau
perbuatan yang akan dilakukan harus dipikirkan terlebih dahulu
agar dalam bertindak tidak semena-mena. Di dalam akuntansi juga
memiliki etika yang harus di patuhi oleh setiap anggotanya. Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan
aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan
publik,

bekerja

pemerintah,

di

maupun

lingkungan
di

dunia

lingkungan

usaha,

dunia

pada

pendidikan

instansi
dalam

pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.


Tujuan

profesi

akuntansi

adalah

memenuhi

tanggung-

jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai


tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan
publik. Sedangkan Profesi itu sendiri mengandung arti suatu bidang
yang sedang dijalankan oleh seseorang. Sebuah etika profesi
mengambil peranan penting dalam kebenaran dan kejujuran atas
kegiatan yang dilakukan. Hal ini mencetuskan adanya pembuatan
kode etik dalam suatu profesi, sehingga cakupannya dapat diterima
secara luas oleh semua yang menggeluti profesi itu.
Tetapi karena zaman yang semakin maju hal ini memberikan
dampak yang negatif pula. Banyak kasus-kasus penyimpangan kode
etik profesi yang kian banyak terjadi. Padahal telah dijabarkan
secara jelas mengenai kode etik dalam suatu profesi yang telah
disepakati.

BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN PROFESI AKUNTAN
Menurut

International

Federation

of

Accountants

(dalam Regar,2003) yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah


semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian dibidang
akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan
intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau
dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai
pendidik.
Dalam arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup pekerjaan
yang dilakukan oleh akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya
terdiri

dari

pekerjaan

konsultan manajemen.

audit,

Profesi

akuntansi,

Akuntan

pajak

biasanya

dan

dianggap

sebagai salah satu bidang profesi seperti organisasi lainnya. Supaya


dikatakan profesi

ia harus memiliki beberapa syarat sehingga

masyarakat sebagai objek dan sebagai pihak yang memerlukan


profesi, mempercayai hasil kerjanya
Kode Etik Profesi Akuntansi (sebelumnya disebut Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus
diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI
(sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan
Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAPI
maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor
Akuntan Publik (KAP).
Tujuan

profesi

akuntansi

adalah

memenuhi

tanggung-

jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai


tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan

publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan


dasar yang harus dipenuhi Kredibilitas, Profesionalisme, Kualitas
Jasa, dan Kepercayaan.

JENIS-JENIS AKUNTAN DI INDONESIA


1. Akuntan Publik
Akuntan Publik adalah seorang praktisi dan gelar profesional
yang diberikan kepada akuntan di Indonesia yang telah
mendapatkan

izin

dari

Menteri

Keuangan

RI

untuk

memberikan jasa audit umum dan review atas laporan


keuangan, audit kinerja dan audit khusus lainnya seperti jasa
konsultasi,

jasa

kompilasi,

berhubungan dengan
mengenai

praktek

dan

jasa-jasa

akuntansi

Akuntan

di

dan

lainnya

yang

keuangan.Ketentuan

Indonesia

diatur

dengan

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 yang mensyaratkan


bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang
telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan
telah terdaftar pada Departemen keuanganR.I. Untuk dapat
menjalankan profesinya sebagai akuntan publik di Indonesia,
seorang akuntan harus lulus dalam ujian profesi yang
dinamakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) dan kepada
lulusannya

berhak

memperoleh

sebutan

Bersertifikat

Akuntan Publik (BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh Ikatan


Akuntan

Indonesia.

Sertifikat

Akuntan

Publik

tersebut

merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan


izin

praktik

sebagai

Akuntan

Publik

dari

Departemen

Keuangan.
2. Akuntan Pemerintah
Akuntan Pemerintah, adalah akuntan yang bekerja pada

badan-badan pemerintah seperti di departemen, BPKP dan


BPK, Direktorat Jenderal Pajak dan lain-lain.
3. Akuntan Pendidik
Akuntan Pendidik, adalah akuntan yang bertugas dalam
pendidikan akuntansi yatu mengajar, menyusun kurikulum
pendidikan akuntansi dan melakukan enelitian di bidang
akuntansi.
4. Akuntan Manajemen/PerusahaanAkuntan Manajemen, adalah
akuntan

yang

bekerja

dalam

suatu

perusahaan

atau

organisasi. Tugas yang dikerjakan adalah penyusunan sistem


akuntansi, penyusunan laporan akuntansi kepada pihak intern
maupun

ekstern

perusahaan,

penyusunan

anggaran,

menangani masalah perpajakan dan melakukan pemeriksaan


intern.

PENGERTIAN KODE ETIK


Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional
tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik,
dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik
menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa
yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaikbaiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan
melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai
berikut :
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional,
setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral

dan

profesional

dalam

semua

kegiatan

yang

dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting
dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota
mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa

profesional

mereka.

Anggota

harus

selalu

sama

dengan

sesama

bertanggungjawab

untuk

anggota

mengembangkan

untuk

memelihara

kepercayaan

bekerja

juga

profesi

masyarakat

dan

akuntansi,
menjalankan

tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri.


Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara
dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak
dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan

publik,

dan

menunjukan

komitmen

atas

profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah


penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan
memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik
dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit,
pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis
dan

keuangan,

obyektivitas

dan

dan

pihak

integritas

lainnya

bergantung

akuntan

dalam

kepada

memelihara

berjalannya fungsi bisnis secara tertib.


Kepentingan
masyarakat

publik
dan

didefinisikan

institusi

yang

sebagai

dilayani

kepentingan

anggota

secara

keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan


tingkah

laku

mempengaruhi

akuntan

dalam

kesejahteraan

menyediakan

ekonomi

jasanya

masyarakat

dan

negara.
3. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari
timbulnya

pengakuan

profesional.

Integritas

merupakan

kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan


patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan
yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain,
bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan

rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik


tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat

menerima

kesalahan

yang

tidak

disengaja

dan

perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima


kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari
benturan

kepentingan

dalam

pemenuhan

kewajiban

profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai
atas

jasa

yang

diberikan

anggota.

Prinsip

obyektivitas

mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur


secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari
benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan
harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai
situasi.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
dengan

berhati-hati,

kompetensi

dan

ketekunan,

serta

mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan


dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan
untuk

memastikan

bahwa

klien

atau

pemberi

kerja

memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang


paling mutakhir.
Hal

ini

kewajiban

mengandung
untuk

sebaik-baiknya

arti

bahwa

melaksanakan
sesuai

dengan

jasa

anggota

mempunyai

profesional

kemampuannya,

dengan
demi

kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung


jawab profesi kepada publik.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi
yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak

boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut


tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban
profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar
profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan
bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas
kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di
mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota

mempunyai

kewajiban

untuk

menghormati

kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang


diperoleh

melalui

jasa

profesional

yang

diberikannya.

Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan


antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku professional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi.
Kewajiban

untuk

menjauhi

tingkah

laku

yang

dapat

mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai


perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak
ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat
umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota

mempunyai

kewajiban

untuk

melaksanakan

penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut


sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.Standar
teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota
adalah

standar

yang

dikeluarkan

oleh

Ikatan

Akuntan

Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan

pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.

PERUMUSAN DAN KODE ETIK PROFESI AKUNTAN DI


INDONESIA
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik
Akuntan Indonesia. Draft Kode Etik Akuntan Indonesia sudah disusun
jauh sebelum kongres IAI yang pertama, namun baru disahkan
untuk pertama kalinya pada kongres IAI yang kedua dalam bulan
Januari 1972 dan mengalami perubahan dan penyesuaian dalam
setiap kongres. Sampai dengan tahun 1998, di Indonesia telah
diadakan beberapa kali pergantian Kode Etik. Kode Etik Akuntan
Indonesia yang pertama lahir dari konggres IAI III pada tanggal 2
Desember 1973. Kode Etik ini 90 % merupakan Kode Etik AICPA
yang berlaku di Amerika Serikat saat itu.
Kode Etik yang ke dua sebenarnya belum pernah disahkan
oleh IAI karena sangat kontroversial. Ciri khusus dari Kode Etik ini
adalah Kode Etik ini bukan saja untuk Akuntan Publik tetapi juga
untuk Akuntan Manajemen, Akuntan Pemerintah dan Akuntan
Pendidik.
Kode Etik yang ke tiga disahkan dalam konggres IAI V di
Surabaya pada tanggal 20-30 Agustus 1986. Menurut Harahap
(1991), Kode Etik ini lahir antara dua kutub ide yang berkembang.
Kutub pertama menghendaki agar Kode Etik hanya mengatur profesi
Akuntan Publik saja, sedangkan kutub yang lain menghendaki agar
Kode Etik mengatur semua akuntan berregister tanpa kecuali di
manapun ia berkiprah. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan
dalam konggres IAI VIII bahwa Kode Etik IAI dimaksudkan sebagai
panduan dan aturan bagi seluruh anggota baik yang berpraktik
sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada
instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam
pemenuhan tanggung jawab profesionalnya. Keempat kalinya, Kode
Etik IAI dirumuskan dalam kongres IAI VI ditambah dengan
masukan-masukan yang diperoleh dari seminar sehari.
Dalam rangka meningkatkan kualitas profesi akuntan, IAI

dalam kongres VIII telah merumuskan Kode Etik Akuntan Indonesia


yang baru. Kode Etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan
dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum
menjadi anggota IAI di sisi lainnya.

PENEGAKAN

ETIKA

PROFESI

AKUNTAN

DI

dilaksanakan

oleh

INDONESIA
Di

Indonesia,

sekurangkurangnya

penegakan

Kode

enam

organisasi,

unit

Etik

yaitu

(Prosiding

Kongres VIII, 1998)


1. Kantor Akuntan Publik.
Ketaatan terhadap kode etik adalah tanggung jawab pimpinan
KAP dimana anggota itu bekerja. Managing partner dan
partner

serta

manager

KAP

melaksanakan

pengawasan

terhadap ditaatinya perilaku ini.


2. Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik IAI.
Di

lingkungan

Kompartemen

Akuntan

Publik,

usaha

pengawasan ini diwujudkan dalam bentuk "Peer Review" yang


penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Seksi Pengendalian
Mutu

di

lingkungan

kepengurusan

IAI

di

Kompartemen

tersebut.
3. Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik IAI.
Badan ini merupakan unit organisasi yang melaksanakan
peradilan

pada

tingkat

pertama

terhadap

pelanggaran-

pelanggaran yang dilakukan oleh anggota IAI kompartemen


akuntan pendidik.
4. Dewan Pertimbangan Profesi IAI.
Dewan ini berfungsi sebagai peradilan tingkat banding untuk
kasus-kasus

yang

telah

diputuskan

hukumnya

berdasar

keputusan pada tingkat Badan Pengawas Profesi. Dewan ini


melaksanakan

peradilan

untuk

kasus-kasus

pelanggaran

lainnya yang tidak berkaitan dengan akuntan publik.

5. Departemen Keuangan RI. yaitu:


Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, misalnya Direktorat
Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai. Ia sebagai pemberi ijin
praktek Akuntan Publik. Pengawasan yang dilakukannya pada
umumnya untuk menilai apakah KAP yang diberi ijin telah
melaksanakan
dengan

ketentuan-ketentuan

keputusan

Menteri

yang

Keuangan

berhubungan

tentang

perijinan

pembukaan KAP (SK Menkeu 43/KMK 017/1997) tanggal 27


Januari 1997 tentang jasa akuntan publik.

6. BPKP.
Berdasarkan

Keppres

adalah melaksanakan

31/th

1983,

pengawasan

wewenangnya

terhadap KAP. Dalam

melaksanakan tugasnya, BPKP melakukan evaluasi tentang


kepatuhan

KAP

terhadap

perizinan

yang

diberikan

dan

terhadap pelaksanaan tugas profesional akuntan publik.


Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap
Kode Etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para
anggota dan pimpinan KAP.

KASUS
Lahir di Malang, Jawa Timur, sosok Dhana Widyatmika
Merthana adalah pegawai Direktorat Jendral Pajak Indonesia. Pria
kelahiran Maret 1974 ini memang sudah menunjukkan ketertarikan
tinggi

terhadap

dunia

keuangan,

ekonomi,

dan

utamanya,

perpajakan. Dhana, demikian pria kelahiran 1974 ini biasa dipanggil,


menuntaskan kuliah di salah satu institusi pendidikan keuangan
paling bergengsi, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara atau STAN dan
melanjutkan pendidikan tingginya di bawah Program Studi Ilmu
Administrasi, FISIP UI.
Dhana mulai bekerja di Ditjen Pajak pada tahun 1996. Karirnya
berkembang terus. Pada 2011, berdasarkan Surat Keputusan (SK)
Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Dhana Widyatmika menjabat
sebagai Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak
Penanaman Modal Asing Enam.
Di Ditjen Pajak, pangkat Dhana Widyatmika merupakan PNS
golongan III/c dengan pangkat penata. Pada 12 Juli 2011, Dhana
Widyatmika dipindahkan dari Kantor Pelayanan Pajak Penanaman
Modal Asing Enam ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua.
Pada 2012 silam, nama Dhana menjadi bahan perbincangan
karena kasus korupsi yang dilakukannya. Dhana menjadi tersangka

korupsi, terkait pengelapan pajak dan kepemilikan rekening gendut.


Walau statusnya masih menjadi PNS dengan golongan III/c dengan
pangkat penata, kekayaan Dhana mencapai Rp 60 miliar.
Direktur

Jenderal

Pajak

(Dirjen

Pajak)

Fuad

Rahmany

mengungkapkan 'The Next Gayus' ini tidak lagi menjadi pegawai


pajak. Karena, atas keinginannya sendiri Dhana Widyatmika ini
meminta

pindah

ke

instansi

lain. Mantan

pegawai

Direktorat

Jenderal Pajak Dhana Widyatmika dituntut hukuman 12 tahun


penjara untuk tiga perbuatan pidana oleh jaksa penuntut umum
(JPU) Kejaksaan Agung. Selain hukuman penjara, majelis hakim
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi diminta menjatuhi hukuman
membayar denda Rp 1 miliar dan subsider kurungan enam
bulan. Dhana dianggap terbukti melakukan tiga perbuatan pidana.
Pertama, tindak pidana korupsi menerima gratifikasi berupa
uang senilai Rp 2,75 miliar. Perbuatan pertama Dhana tersebut
diuraikan jaksa dalam dakwaan primer dan subsider. Dakwaan
primer memuat Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP, sedangkan
dakwaan subsidernya memuat Pasal 11 undang-undang yang sama.
Menurut jaksa, pada 11 Januari 2006, Dhana menerima uang dari
Herly Isdiharsono senilai Rp 3,4 miliar yang ditransfer ke rekening
Bank Mandiri Cabang Nindya Karya, Jakarta. Penerimaan uang 3,4
miliar itu berkaitan dengan penerimaan melawan hukum, yaitu
mengurangi kewajiban pajak PT Mutiara Virgo. Kemudian, sebanyak
Rp 1,4 miliar dari uang tersebut digunakan Dhana untuk membayar
rumah atas nama Herly Isdiharsono. Sedangkan sisanya, Rp 2 miliar,
dipakai untuk kepentingan pribadi Dhana. Adapun Herly ikut
ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Atas bantuan para pegawai
pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya membayar Rp 30 miliar dari
nilai Rp 128 miliar yang seharusnya. Adapun total uang yang
dikucurkan PT Mutiara Virgo melalui direkturnya, Jhonny Basuki, ke
para pegawai pajak tersebut mencapai Rp 20,8 miliar. Kejaksaan
Agung pun menetapkan Jhonny sebagai tersangka kasus ini.

Kemudian, pada 10 Oktober 2007, Dhana kembali menerima uang


gratifikasi senilai Rp 750 juta dari pencairan cek perjalanan di Bank
Mandiri Cabang Nindya Karya.
Kedua, Dhana terbukti melakukan tindakan korupsi yang
merugikan negara senilai Rp 1,2 miliar. Dhana terbukti melakukan
atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum untuk
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara. Dakwaan primer memuat Pasal
2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Subsider, memuat Pasal 3 juncto Pasal 18 UU
Tipikor. Atau, dakwaan kedua, dua, primer yang memuat Pasal 12
Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan
subsidernya memuat Pasal 12 huruf g undang-undang yang sama.
Menurut tim JPU Kejaksaan Agung, Dhana bersama-sama dengan
Salman Magfiron sengaja menggunakan data eksternal sebagai
dasar perhitungan pajak PT Kornet Trans Utama, sehingga pajak
yang harus dibayarkan perusahaan tersebut menjadi lebih tinggi.
Dhana dan Salman pun mengadakan pertemuan dengan Direktur PT
Kornet Trans Utama, Lee Jung Ho atau Mr Leo, yang intinya
menawarkan bantuan untuk mengurangi nilai pajak yang harus
dibayarkan perusahaan tersebut dengan meminta imbalan Rp 1
miliar. Namun, permintaan imbalan tersebut diacuhkan PT Kornet.
Perusahaan itu kemudian mengajukan keberatan melalui Pengadilan
Pajak yang hasilnya memenangkan PT Kornet. Atas kemenangan
perusahaan tersebut, Dhana dianggap merugikan negara Rp 1,2
miliar atau paling setidak-tidaknya Rp 241.000.
Ketiga, terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang,
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor
8 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang. Menurut jaksa, Dhana menerima uang dari tindak pidana
korupsi yang selanjutnya secara bertahap ditransaksikan dengan
maksud untuk menyembunyikan asal-usul hartanya.
Sebelumnya, dalam dakwaan, Dhana terancam maksimal 20

tahun

penjara.

memberatkan

Jaksa
dan

mengatakan,

meringankan

terdapat

hal-hal

Dhana. Adapun

hal

yang
yang

meringakan karena berusia relatif muda sehingga diharapkan


memperbaiki perbuatan. Dhana akan mengajukan nota pembelaan
atau pleidoi. Dhana Widyatmika akan mengajukan sendiri dan
penasihat hukum juga akan mengajukan sendiri. Majelis hakim
memberikan waktu satu minggu untuk mempersiapkan pleidoi.
Sidang lanjutan akan dilaksanakan Senin 29 Oktober 2012.

ANALISIS

Kasus penyelewengan dana oleh Dhana Widyatmika sudah


jelas sangat merugikan negara.

Kasus ini membuktikan bahwa lemahnya perhatian yang


dilakukan

oleh

pihak

berwenang

terhadap

kasus

pajak

sebelumya.

Dalam kasus ini juga Dhana banyak melakukan pelanggaran


terhadap kode etik profesi akuntan.
1. Kode etik yang pertama yaitu tentang tanggung jawab
profesi dengan menerima gratifikasi dari sejumlah pihak
dengan menggelapkan pajak.
2. Kode etik yang kedua yaitu tentang kepentingan publik
dan objektifitas. Hal ini ditunjukkan bahwa Dhana
terbukti

melakukan

atau

turut

serta

melakukan

perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri


sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara.

Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para


pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak
dapat merusak etika profesi.

Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi-segi


negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas

yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi

dan

sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata


masyarakat.
Prinsip Etika Profesi Akuntan:
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional
setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral

dan

profesional

dalam

semua

kegiatan

yang

dilakukannya.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak
dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan

publik,

dan

menunjukkan

komitmen

atas

profesionalisme.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik,
setiap

anggota

harus

memenuhi

tanggung

jawab

profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.


4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari
benturan

kepentingan

dalam

pemenuhan

kewajiban

profesionalnya.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
tkngan

kehati-hatian,

kompetensi

dan

ketekunan,

serta

mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan


dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan
untuk

memastikan

bahwa

klien

atau

pemberi

kerja

memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten


berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang
paling mutakhir.

6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas
iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak
boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut
tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban
profesional atau hokum untuk mengungkapkannya
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota

mempunyai

kewajiban

untuk

melaksanakan

penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut


sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kasus Dhana sudah jelas sangat merugikan Negara hingga
milyaran rupiah. Terdakwa Dhana Widyatmika telah mengambil
keuntungan dari para wajib pajak, melakukan korupsi dan pencucian
uang, penyalahgunaan tugas dan wewenang selaku pemeriksa
pajak yaitu pada proses pemeriksaan pajak sampai pengajuan
keberatan ke pengadilan pajak sesuai pasal 2, 3, 12e dan 12g
undang-undang Tindak Pidana Korupsi serta pasal 3 UU Tindak
Pidana Pencucian Uang.

SOLUSI
Menurut Wakil Ketua Komisi XI (Komisi Keuangan) DPR RI
Harry Azhar Azis memiliki solusi dengan mengungkapkan sistem
pengawasan internal Ditjen Pajak harus dibuat terukur dan fokus
yang mana harus dibangun model whistle blower (WB) dan diberi
insentif bagi WB berupa reward and punishment yang harus
dijalankan dengan ketat. Titik-titik lemah di unit-unit pajak harus
diperkuat pengawasannya dan karena itu remunerasi harus mampu
mengukur berapa peningkatan moralitas dan produktifitas pegawai
pajak. Jika hal itu dijalankan dengan baik maka dimasa depan kasus
Gayus dan Dhana Widyatmika ini tidak akan terjadi lagi karena
dengan terbangunnya sistem pengawasan itu dapat dideteksi gejala
penyimpangan dari awal ( early warning system ).

Anda mungkin juga menyukai