Anda di halaman 1dari 14

KODE ETIK AKUNTAN DAN PENEGAKANNYA

PENGERTIAN KODE ETIK


Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas
menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional.
Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan
dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
 
KODE ETIK ATURAN PROFESI AKUNTANSI IAI
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi
seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia
usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung-jawab profesionalnya. .
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada
kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi:
- Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
- Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh
pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
- Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan
diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
- Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka
etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
1. Prinsip Etika
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan
berlaku bagi seluruh anggota
2. Aturan Etika
Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota
Himpunan yang bersangkutan.
3. Interpretasi Aturan Etika.
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang
dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa
dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan
Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan
dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik
akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap
pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik
sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari
Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973,
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi
akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986, 1994, dan
terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam
kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.

PRINSIP ETIKA PROFESI IKATAN AKUNTAN INDONESIA


Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi
anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi
yang disyaratkan oleh hukum clan peraturan.
Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan
profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini
memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan
dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk
berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi
 Prinsip Pertama – Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan
dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan
sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat,
dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua
anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
 Prinsip Kedua – Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada
publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari
profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai,
investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepacla obyektivitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini
menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik
didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara
keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam
menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi
tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi
benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa
apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa
terlayani dengan sebaik-baiknya.
Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien
individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti
standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik.

Contoh:
1. auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan
yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan
kepada pemegang saham untuk memperoleh modal
2. auditor intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian internal yang baik
untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada
pihak luar. 
Prinsip Ketiga – Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan
patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh
dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja
dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan
prinsip.
Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan,
standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus
menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa
yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya.
Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan
etika. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-
hatian profesional.
Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan
dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang
memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota
bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas
dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan
etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap
faktor-faktor berikut:
 Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima
tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu
obyektivitasnya.
 Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana
tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus
digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin
atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.
 Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk
melanggar obyektivitas harus dihindari.
 Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terlibat dalam
pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.
 Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang
dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan
profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka.
Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka
ternoda.
Prinsip Kelima – Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak
menggambarkan dirinya memilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam
semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya
untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan
memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi
profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:
 Pencapaian Kompetensi Profesional.
Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum
yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam
subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola
pengembangan yang normal untuk anggota.
 Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan
peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional
anggota. Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus
mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan
akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang
relevan. Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan
terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan
standar nasional dan internasional.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan
pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa
dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi
anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada
pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung-jawab untuk menentukan
kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang
diperlukan memadai untuk tanggung-jawab yang harus dipenuhinya.
Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab
profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab
profesi kepada publik.
Prinsip Keenam – Kerahasiaan
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien
atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban
kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja
berakhir.
Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak
boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan
yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk
pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar
profesional.
Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh
mana informasi rahasia dapat diungkapkan.
1. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh
penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya
dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
2. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana anggota diharuskan
oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah:untuk menghasilkan
dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum; danuntuk mengungkapkan adanya
pelanggaran hukum kepada publik.
3. Ketika ada kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkan: untuk mematuhi
standar teknis dan aturan etika; untuk melindungi kepentingan profesional anggota dalam
sidang pengadilan; untuk menaati peneleahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau
badan profesionallainnya; dan untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI
atau badan pengatur.
 Prinsip Ketujuh – Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku
yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.
 Prinsip Kedelapan – Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar profesional yang hams ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan
pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
PRINSIP-PRINSIP FUNDAMENTAL ETIKA IFAC
1. Integritas
Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan
bisnis dan profesionalnya.
2. Objektivitas 
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh   membiarkan    terjadinya bias,
konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang lain sehinggamengesampingkan
pertimbangan bisnis dan profesional.
3. Kompetensi profesional dan kehati-hatian
Seorang akuntan profesionalmempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan
keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk
menjaminseorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten
yangdidasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorangakntan
profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional haus
bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesionaldan teknik yang berlaku
dalam memberikan jasa profesional.
4. Kerahasiaan
Seorang akuntan profesional harus menghormati kerhasiaaninformasi yang diperolehnya
sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnisserta tidak boleh mengungapkan
informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izinyng enar dan spesifik, kecuali terdapat
kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya.
5. Perilaku Profesional
Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang
relevan dan harus menghindari tindakan yang dapatmendiskreditkan profesi.

HUKUMAN KODE ETIK


Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang mengacu pada UU no 5 tahun 2011 tentang
Praktek Akuntan Publik memuat 7 jenis sanksi administratif yang akan dikenakan kepada
akuntan publik(AP), kantor akuntan publik (KAP) serta cabang KAP. Adapun ketujuh sanksi
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu
Jika AP melakukan pelanggaran ringan sebagaimana ketentuan Pasal 13, 17, 19, 25, 27,
32, 34, 35 UU No. 5 tahun 2011 dan melakukan pelanggaran terhadap SPAP (Standar
Profesi Akuntan Publik) dan kode etik yang tidak berpengaruh terhadap laporan
keuangan yang diterbitkan.
2. Sanksi tertulis
Dikenakan pada pelanggaran sedang. AP dan KAP tersebut melanggar ketentuan Pasal 4,
30 ayat (1) huruf a, b, f, Pasal 31 dan melakukan pelanggaran SPAP serta kode etik yang
berpengaruh terhadap laporan yang diterbitkan namun tidak signifikan.
3. Sanksi Pembatasan Pemberian Jasa kepada entitas tertentu, seperti bank dan pasar modal
Jika AP dan KAP melakukan pelanggaran cukup berat. Pelanggaran yang dimaksud, jika
AP dan KAP melanggar SPAP dan kode etik yang berpengaruh terhadap laporan yang
diterbitkan.
4. Pembatasan pemberian jasa tertentu.
AP atau KAP tersebut tidak diperbolehkan memberikan jasa tertentu, seperti jasa audit
umum atas laporan keuangan selama 24 bulan. Bila dalam kurun waktu 3 tahun
melakukan tindakan yang sama, AP dan KAP tersebut akan digolongkan melakukan
pelanggaran cukup berat.
5. Pembekuan izin
AP atau KAP yang dikenakan sanksi ini jika melakukan pelanggaran berat berupa
pelanggaran ketentuan Pasal 9, 28, 29, 30, ayat (1) huruf c, e, g, h, i UU no 5 tahun 2011
tentang Akuntan Publik dan melakukan pelanggaran terhadap SPAP serta kode etik yang
berpengaruh signifikan terhadap laporan keuangan. Sanksi pembekuan izin diberikan
paling banyak 2 kali dalam waktu 48 bulan, namun jika masih melakukan hal yang sama
maka akan dikenakan sanksi pelanggaran berat, izinnya akan dicabut.
6. Pencabutan izin
Jika AP atau KAP melakukan pelanggaran sangat berat yaitu melanggar Pasal 30 ayat (1)
huruf d, j UU Akuntan Publik dan melakukan pelanggaran SPAP serta kode etik yang
berpengaruh sangat signifikan terhadap laporan yang di terbitkan.
7. Sanksi denda
Telah berlaku lebih dahulu dengan di keluarkannya PP no 1 tahun 2013 tentang PNBP
(pendapatan Negara bukan pajak) di lingkungan Kementerian Keuangan.
KODE ETIK BPK
IMPLEMENTASI KODE ETIK

Bagian Kesatu
Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya
Selaku Individu dan Anggota Masyarakat

Pasal 6
(1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib:
a. mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia;
b. menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup bermasyarakat;
c. bersikap jujur dan bertingkah laku sopan; dan
d. menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat.
(2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:
a. menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis;
b. memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain dan/atau masyarakat;
c. melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara; dan
d. melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan memanfaatkan
status dan kedudukannya baik langsung maupun tidak langsung.

Bagian Kedua
Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya
Selaku Warga Negara

Pasal 7
(1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib:
a. mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
c. menjaga nama baik, citra, dan kehormatan bangsa dan negara.
(2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:
a. menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik
Indonesia dan organisasi lain yang menimbulkan keresahan masyarakat; dan
b. menjadi perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan pemerintah.

Bagian Ketiga
Anggota BPK selaku Pejabat Negara

Pasal 8
(1) Anggota BPK selaku Pejabat Negara wajib:
a. melaksanakan sumpah atau janji yang diucapkan ketika mulai memangku jabatannya;
b. menjaga rahasia negara atau rahasia jabatan;
c. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau
golongan;
d. menghindari terjadinya benturan kepentingan;
e. menunjukkan sikap kemandirian dalam pengambilan keputusan;
f. bertanggung jawab, konsisten, dan bijak; dan
g. menerapkan secara maksimal prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
(2) Anggota BPK selaku Pejabat Negara dilarang:
a. memanfaatkan status, kedudukan, dan peranannya selaku pejabat negara untuk
kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
b. memanfaatkan hasil pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau
golongan;
c. memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau
golongan;
d. menjalankan pekerjaan dan profesi lain yang dapat mengganggu independensi,
integritas, dan profesionalismenya selaku Anggota BPK;
e. mengungkapkan temuan pemeriksaan yang masih dalam proses penyelesaian kepada
pihak lain di luar BPK;
f. mempublikasikan hasil pemeriksaan sebelum diserahkan kepada lembaga perwakilan;
g. memberikan asistensi dan jasa konsultasi terhadap kegiatan entitas yang menjadi
obyek pemeriksaan; dan
h. memerintahkan dan/atau mempengaruhi dan/atau mengubah temuan pemeriksaan,
opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta
dan/atau bukti-bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, sehingga temuan
pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak
obyektif.

Bagian Keempat
Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara

Pasal 9
(1) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara wajib:
a. bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif, dan konsisten dalam
mengemukakan pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan;
b. menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan;
c. mampu mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling mempercayai
untuk mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas;
d. menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas pemeriksaan,
menghindari terjadinya benturan kepentingan;
e. menyampaikan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai dengan
prosedur kepada Pimpinan BPK;
f. melaksanakan tugas pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan
standar dan pedoman yang telah ditetapkan;
g. memberikan kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk menanggapi temuan dan
kesimpulan pemeriksaan serta mencantumkannya dalam laporan hasil pemeriksaan;
h. meningkatkan pengetahuan dan keahliannya; dan
i. melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan.
(2) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang:
a. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan;
b. menyalahgunakan dan melampaui wewenangnya baik sengaja atau karena
kelalaiannya;
c. menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang,
dan/atau golongan;
d. memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya
untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
e. memaksakan kehendak pribadi kepada pihak yang diperiksa;
f. menjadi anggota/pengurus partai politik;
g. menjadi pengurus yayasan, dan/atau badan-badan usaha yang kegiatannya dibiayai
anggaran negara;
h. memberikan asistensi atau jasa konsultasi atau menjadi narasumber dalam bidang
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
i. mendiskusikan pekerjaannya dengan pihak yang diperiksa di luar kantor BPK atau di
luar kantor atau area kegiatan obyek yang diperiksa;
j. melaksanakan pemeriksaan terhadap pejabat pengelola keuangan negara yang
memiliki hubungan pertalian darah dan semenda sampai derajat ketiga;
k. melaksanakan pemeriksaan pada obyek dimana Pemeriksa pernah bekerja selama 2
(dua) tahun terakhir;
l. merubah tujuan dan lingkup pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam program
pemeriksaan tanpa persetujuan Penanggung Jawab Pemeriksaan;
m. mengungkapkan laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaan kepada
media massa dan/atau pihak lain, tanpa ijin atau perintah dari Anggota BPK;
n. mengubah temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini,
kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta
dan/atau bukti bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan
rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan
o. mengubah dan/atau menghilangkan bukti hasil pemeriksaan.

HUKUMAN KODE ETIK


Bagian Kesatu
Tingkat dan Jenis Hukuman

Pasal 10
(1) Jenis hukuman bagi Anggota BPK berupa:
a. peringatan tertulis; atau
b. pemberhentian dari keanggotaan BPK.
(2) Hukuman tersebut pada ayat (1) ditetapkan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik yang
disahkan melalui Sidang Pleno BPK.

(3) Tingkat dan jenis hukuman bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya berupa:
a. hukuman ringan berupa teguran tertulis dan dicatat dalam Daftar Induk Pegawai
(DIP);
b. hukuman sedang yang terdiri dari:
1. penangguhan kenaikan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun;
2. penurunan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun; atau
3. diberhentikan sementara sebagai peran Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun;
c. hukuman berat yang terdiri dari:
1. diberhentikan sementara sebagai Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun, paling
lama 5 (lima) tahun; atau
2. diberhentikan sebagai Pemeriksa.
(4) Hukuman tambahan berupa pengembalian uang dan/atau barang dan fasilitas lainnya
yang telah diperoleh secara tidak sah dan/atau pengurangan penghasilan yang diterima.
(5) Data dan informasi yang diperoleh selama penelitian dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan jenis hukuman.

Anda mungkin juga menyukai