FAKULTAS EKONOMI
2021
ETIKA PROFESI AKUNTAN
Berdasar pada keputusan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI))etika
profesi akuntansi ini meliputi semua kaidah dan norma yang mengatur hubungan antara akuntan
dengan sejawat, dengan auditor atau klien, ataupun dengan masyarakat. Etika Profesi Akuntansi
adalah Merupakan suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh
yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan. Menurut Billy, Perkembangan
Profesi Akuntan terbagi menjadi empat fase yaitu,
1. Pra Revolusi Industri
2. Masa Revolusi Industri tahun 1900
3. Tahun 1900 – 1930
4. Tahun 1930 – sekarang
Prinsip etika ini pun bertujuan untuk memandu para akuntan agar bisa menjalankan
tanggung jawab profesionalnya.
Berikut beberapa prinsip etika profesi akuntansi tersebut;
1) Tanggung Jawab Profesi
Dalam menjalankan tanggung jawabnya, seorang akuntan harus senantiasa berpijak pada
pertimbangan moral di setiap kegiatan/aktivitas yang dilakukan. Bagaimanapun, mereka
memiliki tanggung jawab tidak hanya pada pengguna jasa atau klien, tetapi juga pada
rekan sejawat dan masyarakat secara umum. Karenanya, pertimbangan moral menjadi
salah satu cara untuk menjaga kepercayaan dan mutu dari kinerja.
2) Kepentingan Publik
Sama halnya seperti profesi lain, akuntan juga memiliki tanggung jawab pelayanan
kepada publik. Publik di sini dapat diartikan sebagai pihak-pihak yang terlibat secara
langsung dan bergantung pada integritas seorang akuntan. Tak lain, demi terciptanya
stabilitas ekonomi bisnis yang sehat dan efisien. Sebut saja seperti; pemerintah, klien,
investor, pemberi kredit, atau bahkan masyarakat secara langsung. Karenanya, seorang
akuntan harus selalu bertindak dalam koridor pelayanan publik serta menjaga
kepercayaan mereka.
3) Integritas
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, demi menjaga kepercayaan publik seorang
akuntan haruslah dibekali dengan integritas yang tinggi. Dengan integritas ini, seseorang
akan senantiasa memberikan pelayanan dengan jujur tanpa ada unsur keuntungan pribadi.
Karena bagi mereka yang memiliki integritas tinggi, perbedaan dan kesalahan secara
tidak sengaja masih bisa ditoleransi, namun tidak dengan kecurangan.
4) Objektivitas
Selain harus mengedepankan kejujuran, seorang akuntan juga dituntut untuk objektif.
Dalam artian, mereka harus bebas dari berbagai benturan kepentingan yang berhubungan
dengan kewajiban profesionalnya. Etika profesi akuntansi dengan prinsip objektivitas ini
mengharuskan para akuntan untuk bersikap adil, tidak berprasangka, tidak memihak,
tidak di bawah pengaruh salah satu pihak, serta jujur secara intelektual.
5) Kerahasiaan
Mengingat akuntan adalah profesi yang berhubungan langsung dengan data keuangan,
mereka juga harus mampu memegang prinsip kerahasiaan. Dalam artian, tidak boleh
mengungkapkan informasi pada pihak mana pun, terlebih jika tanpa persetujuan atau
tanpa wewenang secara spesifik. Kecuali, jika memang
harus mengungkapkannya karena kewajiban hukum atau tanggung jawab profesional.
Selain itu, juga tidak dibenarkan untuk menggunakan informasi rahasia tersebut sebagai
sarana mendapatkan keuntungan bagi pribadi maupun pihak ketiga.
6) Kompetensi dan Kehati-hatian
Sebagai akuntan profesional, tentu kompetensi menjadi salah satu penjamin mutu dan
kualitas pelayanan. Mereka harus membekali diri dengan etika profesi akuntansi yang
satu ini, agar bisa memberi pelayanan terbaik untuk para pengguna jasa. Karenanya,
seorang akuntan harus selalu bersedia mengasah pengetahuan dan keahlian, serta
bertindak cermat dalam menjalankan jasa profesionalnya
7) Standar Teknis
Etika profesi akuntansi yang juga tak kalah penting adalah menjalankan tugas profesional
sesuai dengan standar teknis. Seorang akuntan memiliki kewajiban untuk mematuhi
standar teknis dan standar profesional yang telah ditetapkan oleh perundangan-undangan
yang relevan, ataupun yang telah dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan
Internasional Federation of Accountants
c) Etika bisnis di Bidang Produksi dan Pemasaran (Production and Marketing Ethics)
Hubungan yang dilakukan perusahaan dengan para pelanggannya dapat menimbulkan
berbagai permasalahan etika bisnis di bidang produksi dan pemasaran. Untuk melindungi
konsumen dari perlakuan yang tidak etis yang mungkin dilakukan oleh perusahaan, pemerintah
Indonesia telah memberlakukan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Undang-undang ini dijelaskan berbagai perbuatan yang dilarang dilakukan oleh
pelaku usaha. Antara lain, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang:
(1) Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyarakatkan dan
ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
(3) Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah hitungan menurut
ukuran yang sebenarnya.
(4) Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
Independensi
Ada dua jenis independensi yang dikenal, yaitu independensi dalam fakta (independence in
fact) dan independensi dalam penapilan (independence in appearance). Untuk independensi
dalam fakta, IFAC menggunakan istilah lain, yaitu independensi dalam pikiran
(independence in mind) yaitu sebagai berikut :
1. Independensi dalam pikiran ialah suatu keadaan pikiran yang memungkinkan
pengungkapan suatu kesimpulan tanpa terkena pengaruh yang dapat mengompromosikan
penilaian professional, memungkinkan seorang individu bertindak berdasarkan integritas,
serta menerapkan objectivitas dan skeptisme professional.
2. Independensi dalam penampilan adalah penghindaran fakta dan kondisi yang sedemikian
segnifikan sehingga pihak ketiga yang paham dan berfikir rasional dengan memiliki
pengetahuan akan semua informasi yang relevan, termasuk pencegahan yang diterapkan
akan tetap dapat menarik kesimpulan bahwa skpetisme professional, objectifitas, dan
integritas anggota firma, atau tim penjamin (assurance team) telah dikompromikan.
Prinsip-prinsip fundamental etika tidak dapat dinegosiasikan atau dikompromikan bila
seorang akuntan ingin menjaga citra profesinya yang luhur.
Ancaman terhadap independensi
Ancaman dalam independensi dapat berbentuk :
a. Kepentingan diri (self-interest) ialah wujud sifat yang lebih mengutamakan kepentingan
pribadi atau keluarga dibandingkan dengan kepentingan public yang lebih luas. Contoh
langsung ancaman kepentingan diri untuk akuntan public antara lain :
Kepentingan keuangan dalam perusahaan klien, atau kepentingan keuangan
bersama pada suatu perusahaan klien
Kekhawatiran berlebihan bila kehilangan suatu klien
b. Review diri (self-review). Contoh ancaman review diri untuk akuntan public antara lain
yaitu :
Temuan kesalahan material saat dilakukan evaluasi ulang.
Pelaporan operasi system keuangan setelah terlibat dalam perancangan dan
implementasi system tersebut.
Salah satu contohnya dalam akuntan bisnis yaitu keputusan bisnis atau data yang
sedang ditinjau oleh akuntan professional yang sama yang membuat keputusan
bisnis atau penyiapan data tersebut.
c. Advokasi (advocacy) ialah ancaman yang dapat timbul bila akuntan professional
mendukung suatu posisi atau pendapat sampai titik diaman objektifitas dapat
dikompromikan . contohnya yaitu :
Mempromosikan saham perusahaan public dari klien, dimana perusahaan tersebut
merupakan klien audit.
Bertindak sebagai pengacara (penasihat hukum) untuk klien penjaminan dalam
suatu litigasi atau perkara perselisihan dengan pihak ketiga.
d. Kekerabatan (familiarty) yaitu ancaman kekerabatan timbul dari kedekatan hubungan
sehingga akuntan professional menjadi terlalu bersimpati terhadap kepentingan orang lain
yang mempunyai hubungan dekat dengan akuntan tersebut. Contohnya langsung
ancaman kekeberatan untuk akuntan publik yaitu :
Anggota tim mempunyai hubungan keluarga dekat dengan seorang direktur atau
penjabat perusahaan klien
Anggota tim mempunyai hubungan keluarga dekat dengan seorang karyawan
klien yang memiliki jabatan yang berpengaruh langsung dan signifikan terhadap
pokok dari penugasan.
Prinsip-Prinsip Etika
Prinsip etika seorang auditor terdiri dari enam yaitu:
1. Rasa Tanggungjawab (Responsibility)
Mereka harus peka serta memiliki pertimbangan moral atas seluruh aktivitas yang mereka
lakukan
2. Kepentingan Publik
Auditor harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani
kepentingan orang banyak, menghargai kepercayaan public, serta menunjukan
komitmennya pada profesionalisme.
3. Integritas
Mempertahankan dan memperluas keyakinan public
4. Obyektifitas dan Independensi
Auditor harus mempertahankan obyektifitas dan terbebas dari konflik antar kepentingan
dan harus berada pada posisi yang independen
5. Due Care
Auditor harus selalu memperhatikan standar tekhnik dan etika profesi dengan
meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa, dan melaksanakan tanggung jawab sesuai
dengan kemampuan terbaiknya
6. Lingkup dan Sifat Jasa
Auditor yang berpraktik bagi public harus memperhatikan prinsip-prinsip pada kode etik
profesi dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang disediakan
Pandangan Mengenai Dilema Etika
Dilema pada pelaksanaan tugas sebagai akuntan publik, merupakan masalah sulit dimana
pada kondisi tersebut mengharuskan akuntan publik menentukan pilihan antara dua
kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan ; dalam hal ini
berarti situasi tersebut sulit dan membingungkan.
Sebetulnya antara auditor, akuntan publik dan pebisnis, ketiga pihak ini saling merupakan
partner kerja dan ada saling ketergantungan; disamping mereka banyak menghadapi dilema
etika, baik dalam karir maupun bisnis.
• Bernegosiasi dengan klien yang mengancam akan mencari auditor baru, kalau hasil
auditnya tidak memperoleh pendapat wajar tanpa pengeculian, jelas merupakan dilema
bagi auditor karena pendapat itu tidak sesuai dengan integritasnya.
• Memutuskan apakah akan menegur supervisornya yang telah melakukan “lebih saji
secara material” dari nilai pendapatan unit kerja akuntan independen untuk mendapatkan
bonus yang lebih besar merupakan dilema yang sulit.
Dilema pada pelaksanaan tugas sebagai akuntan publik, merupakan masalah sulit dimana
pada kondisi tersebut mengharuskan akuntan publik harus menentukan pilihan antara dua
kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan ; dalam hal ini
berarti situasi tersebut sulit dan membingungkan.
Contoh :
Contoh umum dari dilema etika dimana manajemen memerintahkan karyawan yang lebih
rendah posisinya untuk mencatat transaksi dalam cara yang salah. Sebagai contoh, sebuah
perusahaan pada tanggal 31 Desember akhir tahun kalender, menandatangani kontrak dengan
konsumen untuk memberikan jasa. Kontrak ini biasanya ditandatangani tanggal 1 Desember
untuk jangka waktu setahun. Prinsip-prinsip akuntansi akrual mewajibkan perusahaan untuk
mencatat pendapatan untuk satu bulan saja, yaitu Desember. Sisa pendapatan mesti diakui pada
laporan keuangan tahun depan. Namun, manajemen memerintahkan karyawan untuk mereka
mengakui seluruh nilai yang tercantum dalam kontrak pada bulan Desember untuk meningkatkan
pendapatan tahun berjalan. Harapannya manajemen menerima bonus karena peningkatan
pendapatan perusahaan dan bawahan menerima pengakuan dalam penilaian kinerja mendatang.
Solusi
Sayangnya, dilema etika, seperti contoh yang diberikan, sudah umum terjadi. Untuk
membantu mengekang keinginan melakukan praktek akuntansi yang agresif dan mengabaikan
perilaku beretika, sejumlah organisasi mewajibkan akuntan professional mereka mengambil
kursus pendidikan profesional etika secara berkelanjutan. Selain itu, sejumlah perusahaan
menetapkan sistem whistleblower Hotline untuk mendorong karyawan untuk menunjukkan
kejujuran dan integritas di tempat kerja.