Anda di halaman 1dari 7

ETIKA DAN TATA KELOLA

Disusun oleh:

Heni Hafizah

0104482236001

Dosen Pengajar :

Dr. Inten Meutia SE., M.Acc., Ak., CA., CSRS

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2023
ETIKA DAN TATA KELOLA
ETIKA
Pengertian Etika
Wiley (1995) menyebutkan bahwa etika terkait dengan moral, kewajiban, tanggung jawab, dan
keadilan sosial. Kata etika itu sendiri berasal dari kata dalam bahasa Yunani, yaitu “ethikos”
dan “ethos”, yang bermakna adat/kebiasaan atau sesuatu yang lazim digunakan/dilakukan
(Wiley, 1995). Sementara itu Christensen (1995) menggunakan definisi etika versi Will
Durant, yaitu studi tentang perilaku yang ideal. Les Montja (2016) menyebutkan etika atau
filosofi moral adalah sebuah prinsip filosofis kolektif yang mencakup konsep definisi,
argumen, serta rekomendasi tentang perilaku yang dianggap baik dan buruk.

Selain definisi yang beragam, isu terkait etika juga tidak selalu jelas dan mudah
untuk dipahami.Oleh sebab itu lahirlah beberapa teori etika yang menjelaskan apakah
suatu perilaku atau keputusan telah dilakukan secara etis atau tidak. Beberapa teori-teori
tersebut adalah teori relativitas (relativism theory), teori utilatarian (utilitarianism theory),
teori egoisme (egoism theory), teori deontologi (deontology theory), teori perintah Tuhan (the
divine command theory), dan teori etika kebajikan (virtue ethics theory) (Al-Aidaros,
Shamsudin, dan Idris,2013).

Teori-teori tersebut memiliki perspektif yang berbeda-beda sehingga suatu


perilaku atau keputusan dapat dinilai etis oleh satu teori namun dinilai tidak etis oleh teori lain.
Teori relativitas memandang etis atau tidaknya suatu perilaku atau keputusan tergantung dari
lingkungan atau lokasi perilaku atau keputusan tersebut dilakukan. Aliran consequentialist,
yaitu teori utilatarian dan teori egoisme, menilai benar atau salah dari dampak yang
ditimbulkan dari perilaku atau keputusan yang dilakukan/diambil. Menurut teori utilatarian,
perilaku/keputusan yang etis adalah perilaku/keputusan yang memberikan manfaat kepada
lebih banyak pihak/orang. Hal ini berbeda dengan teori egoisme yang justru menilai baik
atau buruknya berdasarkan besarnya manfaat bagi pelaku/pengambil keputusan

Kode Etik Akuntan Indonesia

Kode etik adalah nilai-nilai yang disepakati dan dimodifikasi sebagai acuan perilaku baik atau
buruk. Kode etik melekat pada ruang lingkup yang diaturnya.

Akuntan sebagai suatu profesi juga memiliki kode etik profesi. Kode etik profesi akuntan
secara internasional mengacu pada kode etik untuk akuntan profesional (Code of Ethics for
Professional Accountants) yang ditetapkan oleh Internationnal Ethics Standards Board for
Accountants (IESBA) yang dibentuk oleh International Federation of Accountants (IFAC). Di
Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) bersama dengan Institut Akuntan Publik
Indonesia(IAPI, dan Institut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI) telah mengesahkan Kode
Etik Akuntan Indonesia pada tanggal 18 November 2019 dan berlaku efektif 1 Juli 2020. Yang
merupakan adopsi dari Handbook of the Code of Ethics for Professional Accountans 2018
Edition yang dikeluarkan oleh IESBA-IFAC.
Etika dalam Pelaporan Korporat

Kode etik untuk Akuntan Profesional diterapkan pada seluruh aktivitas Akuntan
Profesional.Salah satu aktivitas utama Akuntan Profesional adalah terkait dengan pelaporan
korporat.

Kode Etik Akuntan Profesional dalam pelaporan korporat :

Bagian 1 menetapkan kepatuhan terhadap kode etik.


kerangka konseptual yang akan diterapkan Akuntan Profesional dalam:
a) Mengidentifikasi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika;
b) Mengevaluasi signifikansi ancaman tersebut; dan
c) Menerapkan perlindungan yang tepat untuk menghilangkan atau mengurangi
ancaman tersebut sampai ke tingkat yang dapat diterima.

Bagian 2 dan 3 menjelaskan penerapan kerangka konseptual pada situasi tertentu. Bagian
tersebut memberi contoh perlindungan yang mungkin tepat untuk mengatasi ancaman terhadap
kepatuhan pada prinsip dasar etika.

Bagian 2 berlaku bagi Akuntan yang Bekerja di Bisnis. Bagian 3 berlaku bagi Akuntan yang
Berpraktik Melayani Publik.

Akuntan Profesional mematuhi prinsip dasar etika berikut ini:


a) Integritas
b) Objektivitas
c) Kompetensi dan kehati-hatian profesional
d) Kerahasiaan
e) Perilaku Profesional

Bagian 4 Laporan korporat

Laporan korporat adalah salah satu hasil pekerjaan Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis.
Laporan korporat tersebut dijadikan acuan oleh berbagai pemangku kepentingan, seperti
investor, kreditur, pemilik, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya.

Menurut Kode Etik Akuntan Indonesia,


seksi 200.2, Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis bertanggung jawab baik sendiri
maupun bersama melaporkan informasi keuangan dan informasi lain, yang dijadikan acuan
oleh organisasi tempatnya bekerja dan pihak ketiga.

Seksi 240 secara khusus menjelaskan tentang kemungkinan ancaman terhadap kepatuhan
pada prinsip dasar etika yang berasal dari kepentingan keuangan Akuntan Profesional.

Seksi 270.3 memberikan beberapa contoh kepentingan keuangan yang dapat menjadi
ancaman kepentingan pribadi.
Seksi 270.3-A1 Akuntan mungkin menghadapi tekanan yang memunculkan ancaman
terhadap kepatuhan pada prinsip etika, misalnya ancaman intimidasi, ketika melakukan
aktivitas profesional

Seksi 270.3-A2 memberikan beberapa contoh yang mungkin mengakibatkan ancaman


terhadap pada prinsip dasar etika termasuk tekanan yang terkait dengan benturan
kepentingan yaitu tekanan dari anggota keluarga yang bertindak sebagai pemasok
organisasi tempatnya bekerja untuk memilih anggota keluarga daripada calon pemasok
lain.

Mitigasi Permasalahan Etika dalam Pelaporan Korporat

Langkah pertama yang perlu dilakukan oleh Akuntan Profesional menurut Kode Etik
Akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis harus menolak untuk, atau tetap
dikaitkan dengan, informasi yang dianggap menyesatkan jika tidak mungkin
mengurangi ancaman sampai ke tingkat yang dapat diterima.
2. Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis segara mengambil langkah-langkah
supaya tidak dikaitkan dengan informasi yang menyesatkaan sesaat menyadari bahwa
ia terkaitdengan infromasi yang menyesatkan tersebut.
3. Akuntan Profesional yang Bekerja di Bisnis perlu mempertimbangkan untuk
memperoleh nasihat hukum dan mengundurkan diri dalam menentukan ada tidaknya
persyaratan untuk melaporan keadaan informasi menyesatkan kepada pihak di luar
organisasi.

TATA KELOLA PERUSAHAAN

Pengertian Tata Kelola Perusahaan

Terdapat beragam definisi dari tata kelola perusahaan atau Corporate Governance (CG).
Definisi awal CG disebutkan dalam laporan yang dihasilkan oleh Committee on the Financial
Aspects of Corporate Governance yang diketuai oleh Adrian Cadbury (sehingga disebut juga
Cadbury Committee. Pada laporan tahun 1992 tersebut, CG didefinisikan sebagai sistem yang
mengarahkan dan mengelola perusahaan.Definisi yang hampir sama disampaikan
International Finance Corporation (IFC), yaitu CG sebagai struktur dan proses untuk
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (IFC, 2010). Organization for Economic Co-
operation and Development (OECD) memberikan definisi yang lebih detil. Menurut OECD,
CG melibatkan serangkaian hubungan antara manajemen, dewan, pemegang saham, dan
pemangku kepenting lain perusahaan (OECD, 2015).

Di Indonesia, salah satu definisi CG tertuang di Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara
Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada
Badan Usaha Milik Negara (BUMN). CG didefinisikan sebagai suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berdasarkan peraturan perundangan dan
nilai-nilai etika. Dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-01/MBU/2011 tentang
Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance atau GCG) pada
Badan Usaha Milik Negara, GCG didefinisikan yaitu sebagai prinsip-prinsip yang mendasari
suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan etika berusaha.
Prinsip Tata Kelola Perusahaan

Prinsip-prinsip tata kelola OECD pertama kali disusun pada tahun 1999 dan dimutakhirkan
terakhir kalinya pada tahun 2004 (sebelum diterbitkan versi 2015).

Dalam G20/OECD Principles of Corporate Governance terdapat enam prinsip tata Kelola
perusahaan yang baik, yaitu:
(1) Ensuring the basis for an effective corporate governance framework; (2) The rights and
equitable treatment of shareholders and key ownership functions;
(3) Institutional investors, stock markets, and other intermediaries;
(4) The role of stakeholders in corporate governance;
(5) Disclosure and transparancy; dan
(6) The responsibility of the board

Berikut akan diuraikan lebih jauh keenam prinsip tersebut:


1. Ensuring the basis for an effective corporate governance framework
Prinsip pertama menyatakan bahwa untuk menciptakan tata kelola perusahaan yang baik,
maka kerangka tata kelola perusahaan harus mendorong terciptanya pasar yang transaparan
dan wajar, serta alokasi sumber daya yang efisien. Kerangka tata Kelola perusahaan harus
konsisten de ngan peraturan perundang-undangan dan mendukung sistem pengawasan dan
penegakan hukum yang efektif.

2. The rights and equitable treatment of shareholders and key ownership functions

Prinsip kedua menyatakan bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus melindungi dan
memfasilitasi pelaksanaan hak-hak pemegang saham dan memastikan perlakuan yang adil
bagi semua kelompok pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing.
Semua pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang
efektif atas pelanggaran hak-hak mereka.

3. Institutional investors, stock markets, and other intermediaries


Prinsip ketiga menyatakan bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus memberikan insentif
yang efektif di seluruh rantai investasi dan mendorong pasar modal berfungsi dengan cara
yang berkontribusi terhadap tata kelola perusahaan yang baik. Prinsip ketiga ini terkait dengan
peran dari pihak-pihak yang terlibat dalam pasar modal dalam mendorong tata
kelola perusahaan yang baik.

4. The role of stakeholders in corporate governance


Prinsip keempat menyatakan bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus mengakui hak hak
pemangku kepentingan yang ditetapkan oleh hukum atau melalui kesepakatan bersama, dan
mendorong kerjasama aktif antara perusahaan dan pemangku kepentingan
menciptakan kemakmuran, pekerjaan, dan keberlanjutan perusahaan yang sehat secara
finansial. Prinsip keempat ini menekankan pada peran pemangku kepentingan selain
pemegang saham.

5. Disclosure and transparency


Prinsip kelima menyatakan bahwa kerangka kerja tata kelola perusahaan harus memastikan
bahwa pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dilakukan untuk semua hal yang
material terkait perusahaan, termasuk kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata
kelola perusahaan. Prinsip kelima ini menekankan pada pengungkapan dan transparansi
informasi yang diharapkan menurunkan informasi asimetris antara manajemen dan
pemangku kepentingan, khususnya pemegang saham.

6. The responsibility of the board


Prinsip keenam atau prinsip terakhir menyatakan bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus
memastikan adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan manajemen oleh dewan yang
efektif, serta pertanggungjawaban dewan kepada perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ke
enam ini menekankan pada pentingnya peran organ dewan dan organ

Tanggung Jawab Dewan

Beberapa sub-prinsip dari prinsip keenam GCG OECD menyebutkan dengan jelas peran-
peran dewan dalam tata kelola perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1. Seluruh anggota dewan wajib menjalankan duty of care dan duty of loyalty dalam
menjalankan tugas fidusianya. Duty of care mengandung makna tindakan/keputusan
dewan senantiasa didasarkan pada informasi yang memadai, berlandaskan itikad baik,
serta dilakukan dengan penuh pertimbangan dan kehati-hatian.
2. Dewan memperlakukan seluruh kelompok pemegang saham secara adil, terutamaketika
keputusan dewan mungkin memberikan dampak yang berbeda kepada kelompok
pemegang saham yang berbeda.
3. Dewan menjadi teladan penerapan standar etika yang tinggi dan senantiasa menunjukkan
perhatiannya terhadap kepentingan pemangku kepentingan.
4. Dewan menjalankan beberapa fungsi utama terkait aspek-aspek strategis perusahaan,tata
kelola, manajemen sumber daya manusia manajemen kunci/puncak, termasuk aspek
kinerja dan remunerasinya, organisasi dewan, konflik kepentingan, integritas pelaporan
keuangan, serta pengungkapan dan komunikasi perusahaan.
5. Dewan mampu melakukan penilaian independen yang obyektif. Untuk itu dewan
mempertimbangkan independensi dewan dan kebutuhan organ pendukung. Dewan juga
wajib memiliki komitmen yang tinggi. Dewan juga perlu melakukan penilaian kinerja
dewan secara reguler.
Pengungkapan dan Transparansi

Secara teoritis pengungkapan dan transparansi bermanfaat untuk menurunkan informasi


asimetris antara pengurus perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya. Pedoman Umum
GCG Indonesia menjelaskan pedoman pokok pelaksanaan azas transparansi sebagai berikut:
1. Penyediaan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat
diperbandingkan, serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan
haknya.
2. Informasi yang harus diungkapkan, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha
dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan komposisi pengurus,
pemegang saham pe ngendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota
Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan
lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, system
dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat
mempengaruhi kondisi perusahaan.
3. Prinsip keterbukaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan
kerahasiaan per usahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan,
dan hak-hak pribadi.
4. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada
pemangku kepentingan.

Hal serupa juga terkandung dalam Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka. Prinsip dasar
kedelapan, terkait keterbukaan informasi, adalah meningkatkan pelaksanaan keterbukaan
informasi.

Evaluasi Mekanisme Tata Kelola Perusahaan

Tata kelola mengandung unsur struktur dan mekanisme. Struktur dan mekanisme dapat
berubah karena ada perubahan pada proses bisnis internal dan/atau perubahan pada factor
ekternal organisasi. Struktur dan mekanisme juga sangat mungkin didesain secara bertahap
sehingga memerlukan perbaikan berkelanjutan. Oleh sebab itu tata kelola peru dievaluasi
secara periodik.

Kebutuhan untuk melakukan evaluasi mekanisme tata kelola perusahaan juga disebutkan
dalam Pedoman Umum GCG Indonesia. Salah satu tahapan yang perlu dilakukan agar
pelaksanaan GCG dapat berjalan efektif adalah melakukan penilaian sendiri atau dengan secara
berkesinambungan. Hasil penilaian tersebut diungkapkan dalam laporan tahunan dan
dilaporkan dalam RUPS tahunan.

POJK Nomor 21/POJK.04/2015 juga mewajibkan Perusahaan Terbuka untuk mengungkapkan


tingkat penerapan Pedoman Tata Kelola Perusahaan Terbuka pada laporan tahunan
perusahaan. Hal ini berarti setiap tahun perlu dilakukan evaluasi tingkat penerapannya. Untuk
perusahaan yang termasuk kategori Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Peraturan Menteri
Negara BUMN Nomor: PER-01/MBU/2011, mewajibkan setiap BUMN melakukan
penggukuran penerapan GCG dalam bentuk penilaian dan evaluasi secara periodik. Penilaian
adalah program untuk mengidentifikasi pelaksanaan GCG di BUMN melalui pengukuran
pelaksanaan dan penerapan GCG di BUMN yang dilaksanakan secara berkala setiap 2 (dua)
tahun.

Metode evaluasi mekanisme tata kelola tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Evaluasi dapat dilakukan oleh perusahaan sendiri atau menggunakan pihak independen. Salah
satu instrumen penilaian pratik GCG yang saat ini banyak digunakan dan menjadi acuan,
terutama di wilayan Asia Tenggara, adalah Association of South East Asia Nations (ASEAN)
Corporate Governance Scorecard.

Anda mungkin juga menyukai