PENDAHULUAN
1
menyesatkan. Adanya desakan pergantian auditor dan besarnya fee yang ditawarkan
dapat melemahkan tingkat independensi auditor. Posisi auditor di sini sangatlah
dilematis karena mereka dituntut untuk memenuhi keinginan klien tetapi
kadangkala hal itu melanggar standar profesi sebagai acuan kerja yang ada.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, penulis tertarik
untuk menyusun makalah The World Top 10 Business Scandal—Enron
Corporation untuk lebih memahami tentang contoh kasus audit yang meliputi
sebuah entitas bisnis dalam kaitannya dengan etika profesional profesi akuntan
publik.
2
1.3.3 Memahami faktor-faktor dari sisi kelemahan akuntansi yang mendorong
terciptanya skandal pelaporan yang menyimpang dari prinsip akuntansi oleh
Enron Corporation.
1.3.4 Menganalisa skandal akuntansi Enron Corporation ditinjau dari sudut
pandang prinsip auditing dan etika profesional yang merupakan kode etik
profesi akuntan publik.
1.3.5 Memahami dampak-dampak yang timbul setelah adanya kasus Enron
Corporation terhadap tata kelola, manajemen, dan profesi akuntan publik itu
sendiri.
1.3.6
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
nilai. Masing-masing orang memiliki perangkat nilai, sekalipun tidak dapat
diungkapkan secara eksplisit.
Etika atau ethics merupakan peraturan-peraturan yang dirancang untuk
mempertahankan suatu profesi pada tingkat yang bermatabat, mengarahkan anggota
profesi dalam hubungannya satu dengan yang lain, dan memastikan kepada publik
bahwa profesi akan mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi (Sunyoto, 2014:
30).
5
dan standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam
melaksanakan audit.
c. Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi
sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan
kepentingan.
d. Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para auditor
profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil
keputusan-keputusan sulit.
6
g. Menghormati privasi orang lain. Komputasi dan teknologi komunikasi
memungkinkan pengumpulan dan pertukaran informasi pribadi pada skala yang
belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah peradaban.
h. Kepercayaan. Prinsip kejujuran meluas ke masalah kerahasiaan informasi setiap
kali salah satu telah membuat janji eksplisit untuk menghormati kerahasiaan
atau, secara implisit, saat informasi pribadi tidak secara langsung berkaitan
dengan pelaksanaan tugas seseorang.
Prinsip etika profesi akuntan menurut IAI dalam Sanjaya: 2014 antara lain:
a. Tanggung jawab profesi. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral
dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
b. Kepentingan publik. Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak
dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
c. Integritas. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap
anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas
setinggi mungkin.
d. Obyektivitas. Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
e. Kompetensi dan kehati-hatian profesional. Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
f. Kerahasiaan. Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau
kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
g. Perilaku profesional. Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi.
7
h. Standar teknis. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan
dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
8
Kode etik yang digunakan oleh para profesional beranjak dari bentuk
pertanggungjawaban profesi kepada masyarakat. Akuntan sebagai sebuah profesi
juga tidak terlepas dari pertanggungjawaban kepada masyarakat. Akuntan di dalam
aktivitas auditnya banyak hal yang harus dipertimbangkan, karena dalam diri
auditor mewakili banyak kepentingan yang melekat dalam proses audit (built-in
conflict of interest). Konflik dalam sebuah audit akan berkembang pada saat
auditor mengungkapkan informasi tetapi informasi tersebut oleh klien tidak ingin
dipublikasikan kepada umum. Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika
auditor diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi dan
integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi di sisi lainnya.
Karena auditor seharusnya secara sosial juga bertanggung jawab kepada
masyarakat dan profesinya dari pada mengutamakan kepentingan dan pertimbangan
pragmatis pribadi atau kepentingan ekonomis semata, sehingga seringkali auditor
dihadapkan kepada masalah dilema etika dalam pengambilan keputusannya
(Freedom: 2012).
Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat,
sehingga menimbulkan ketergantungan dalam hal tanggung-jawab akuntan
terhadap kepentingan publik. Kepentingan Publik merupakan kepentingan
masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan
ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Terdapat beberapa
contoh dilema etika dalam profesi audit menurut Freedom: 2012 antara lain:
a. Bernegosiasi dengan klien yang mengancam untuk mencari auditor baru jika
perusahaannya tidak memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian, jelas
merupakan contoh dilema etika karena pendapat seperti ini belum memuaskan.
b. Memutuskan apakah akan menegur supervisor yang telah lebih saji dalam
material nilai pendapatan departemen untuk mendapatkan bonus yang lebih
besar merupakan dilema etika yang sulit.
c. Melanjutkan bergabung di perusahaan dan memperlakukan pegawai dan
pelanggan secara tidak jujur merupakan dilema moral.
9
2.6 Lapping dan Kitting
Istilah Lapping dapat diartikan sebagai suatu ketidakberesan yang
dilakukan dengan sengaja untuk menyalahgunakan penerimaan kas untuk
sementara waktu atau secara permanen. Lapping dapat dilakukan kalau seseorang
memiliki wewenang menerima kas dan menyelenggarakan buku piutang. Auditor
harus menilai kemungkinan terjadinya lapping dengan memperoleh pemahaman
tentang pemisahan tugas dalam penerimaan dan pencatatan penagihan dari
pelanggan. Adapun tanda-tanda lapping antara lain kesalahan penagihan yang
berlebihan, perputaran piutang yang lambat, writeoffs piutang yang berlebihan,
keterlambatan dalam posting pembayaran pelanggan,akun tentang rincian piutang
tidak sama dengan buku besar, penurunan pembayaran piutang, serta banyaknya
keluhan dari pelanggan. Adapun beberapa prosedur audit untuk menemukan
lapping antara lain melakukan konfirmasi piutang usaha, makukan penghitungan
kas secara mendadak, dan membandingkan rincian jurnal penerimaan kas dengan
rincian slip setoran harian (Sanjaya: 2014).
Menurut kamus audit, kitting merupakan transfer uang dari satu
bank ke bank yang lain dan pembukuan transfer yang tidak semestinya
sehingga jumlah yang dibukukan sebagai aktiva di dalam kedua akun
itu; praktek ini digunakan dengan penyelewengan guna menyembunyikan defalkasi
kas. Kiting yang mungkin ketika kelemahan pengendalian internal mengizinkan
satu orang untuk masalah dan memeriksa catatan atau kolusi ada antara dua orang
yang bertanggung jawab atas dua fungsi. Kiting terjadi ketika cek ditarik pada satu
bank disimpan di bank lain dan tidak ada catatan terbuat dari pencairan terhadap
saldo bank pertama. Kitting terdeteksi dengan mempersiapkan jadwal transfer bank,
yang merupakan dokumen yang disiapkan oleh auditor untuk merekam semua
transfer antar rekening bank perusahaan selama beberapa hari sebelumnya, dan
beberapa hari setelah akhir tahun tanggal transfer dicairkan di bank dan tanggal
mereka dicatat dalam buku dasarnya auditor memeriksa apakah deposit dan
penarikan dicatat dalam periode akuntansi yang sama. Kitting ditunjukkan ketika
tanggal distempel oleh bank penerima mendahului tanggal pencairan dicatat
(Sanjaya: 2014).
10
BAB III
PEMBAHASAN
11
secara online memasarkan produk energi secara elektronik lewat website. Dalam
sekejap, EOL berhasil melaksanakan transaksi senilai $335 milyar pada tahun 2000.
Pada Januari 2000, Enron mengumumkan sebuah rencana besar yang amat
ambisius untuk membangun jaringan elektronik broadbrand yang berkecepatan
tinggi (high speed broadbrand) dengan kapasitas jaringan penjualan brandwidth
untuk melakukan penjualan gas serta listrik. Enron membiayai ratusan juta dollar
guna melaksanakan program ini. Walaupun keuntungannya belum nampak, namun
harga saham Enron di Wall Street melonjak menjadi $40, bahkan meningkat
menjadi $90,56, sehingga Enron dinyatakan oleh majalah Fortune maupun media
lain sebagai “one of the most admired and innovative companies in the world”
(Djohan: 2008).
12
terlampau besar, sehingga memunculkan kurangnya independensi dalam proses
pengauditan laporan keuangan Enron. Sehingga, pada tahun 2002 perusahaan ini
secara sukarela menyerahkan izin praktiknya sebagai Kantor Akuntan Publik
setelah dinyatakan bersalah dan terlibat dalam skandal Enron dan menyebabkan
85.000 orang kehilangan pekerjaannya (Isanty: 2016).
13
kata lain, telah terjadi sebuah kolusi tingkat tinggi antara manajemen Enron, analis
keuangan, para penasihat hukum, dan auditornya. Belakangan diketahui bahwa
auditor Enron, Arthur Andersen kantor Hudson, telah ikut membantu proses
rekayasa keuangan tingkat tinggi itu (Sanjaya: 2014).
14
Dewan Direksi Enron gagal melidungi pemegam saham Enron dan
memberikan konstribusi pada kejatuhan perusahaan publik terbesar ke tujuh
di AS, dengan membiarkan Enron terlibat dalam praktik akuntansi beresiko
tinggi, konflik transaksi kepentingan yang tidak pantas, pengungkapan
kegiatan penghancuran dokumen penting, dan kompensasi eksekutif yang
berlebihan. Dewan mengetahui hal ini tetapi lebih memilih untuk menutup
mata dan merugikan pemegang saham, karyawan, dan rekan bisnis.
Karyawan Enron
Enron memaksa karyawan dalam hal pengelolaan dana pensiun, di mana
diharuskan pembelian saham perusahaan sebagai dana pensiun, karyawan
percaya atas reputasi perusahaan. Tujuan Enron adalah menaikan harga
saham perusahaan dengan cara ini. Dan pada saat masa jatuhnya enron, para
ekskutif yang terlebih dahulu tahu telah menjual sahamnya, sedangkan
karyawan hanya dapat menjual saham sampai pada harga 26 sen.
Sheron Wattkins
Sherron adalah seorang akuntan profesional yang kompeten dan telah bekerja
untuk Arthur Andersen selama bertahun-tahun sebelum bergabung dengan
Enron. Dia mengeluhkan praktik akuntansi agresif yang dilakukan oleh
Enron. Ketika Lay tidak merespon surat yang ia tulis, Sharron pun
memberikan kesaksian di depan komte penyelidikan. Seandainya ada anggota
dewan yang mendengarkan kekhawatirannya mengenai Enron, mungkin
tindakan pencegahan dapat dilakukan.
b. Pihak dari KAP Arthur Andersen
Peran KAP Arhur Andersen dalam skandal Enron antara lain sebagai eksternal
auditor Enron, sebagai konsultan akuntansi dan manajemen berkaitan dengan
pengakuan SPE, sebagai internal auditor Enron, sebagai konsultan perpajakan
Enron, dan sebagai penasihat dari pengungkapan masalah keuangan. Budaya
internal KAP Arthur Andersen didorong oleh keinginan untuk mendapatkan
penghasilan, sehingga Enron adalah salah satu sumber kekayaan KAP.
Mengingat fakta ini, AA dan personelnya dihadapkan pada beberapa konflik
kepentingan, yang mungkin telah dilanggar dan melemahkan tekad mereka
untuk bertindak dalam hubungan fidusia mereka sebagai auditor, termasuk
15
mengaudit kerja mereka sendiri sebagai konsultan SPE, menyebabkan
kurangnya objektivitas, serta kepentingan diri sendiri berperang melawan
kepentingan umum yang mengarah ke keinginan untuk memuaskan manajemen
Enron. David B. Duncan menjadi karyawan Andersen selama 20 tahun, ia
bertanggung jawab atas Enron sejak 1997, ia dibayar lebih dari $1 juta. David
dipecat dari Andersen pada Januari 2002 dan dibebankan hukuman karena telah
memerintahkan staff Andersen untuk menghancurkan lebih dari 1 ton dokumen
yang berkaitan dengan Enron. Pada 9 April 2002, David mengaku bersalah
dengan hukuman maksimum 10 tahun.
c. Pihak-pihak luar lain yang terlibat
Securities and Exchange Commission (US SEC)
SEC juga harus bertanggungjawab pada kasus ini karena mereka memberikan
persetujuan kepada Skilling dan Andrew Fastow untuk menggunakan metode
akuntansi yang menguntungkan bagi mereka. Dalam hal ini seharusnya SEC
tidak menyetujui hal tersebut, karena hanya akan menguntungkan beberapa
pihak saja, dan pihak lainnya akan dirugikan dengan diperbolehkannya
penggunaan metode tersebut.
Mitra kerja
Mitra kerja dan konsumen Enron dirugikan dalam hal ini, sebut saja
Blockbuster. Begitupun dengan pemasok dan kreditor yang bekerja sama
dengan Enron.
Investor
Sebagai hasil dari skandal Enron, investor baik pribadi maupun kelompok,
kehilangan jutaan dollar karena mereka mendapatkan informasi yang salah
mengani kinerja keuangan perusahaan, semua pemegang saham kehilangan
uang yang telah mereka investasikan setelah Enron jatuh bangkrut.
White House
Skandal ini semakin rumit dengan ditengarainya keterlibatan banyak pejabat
tinggi gedung putih dan politisi di Senat Amerika Serikat yang pernah
menerima kucuran dana politik dari perusahaan ini. Akibat pertalian semacam
itu, banyak orang curiga pemerintahan Bush dan para politisi telah dan akan
16
memberikan perlakuan istimewa, baik dalam bisnis Enron selama ini maupun
dalam proses penyelamatan perusahaan itu.
Jaksa Penuntut Enron dan Departement of Justice
Penuntutan terhadap Enron (yang seringkali diprakarsai oleh SEC) telah
menyebabkan peningkatan ekspektasi kinerja dan agresivitas kejaksaan, di
mana penjahat kelas eksekutif dicurigai. Eliot Spitzer (Attoney General for
The Northen District of Illinnois) dan Patrick J. Fitzgerald (US Attorney for
the Nothern District of Illinois) muncul sebagai jaksa umum dengan ikon
“anjing penyerang” yang mengejar setiap eksekutif Enron dengan penuh
semangat. Spitzer lebih mengutamakan penjahat selebriti dan eksekutif senior
sebagai contoh bagi orang lain, terutamaa saat SEC lambat untuk bertindak.
17
kontrak jangka panjang tersebut seringkali dipertanyakan. Dengan adanya
kesulitan untuk penerapan matching principle antara profit dan cash, telah
memberikan laporan yang menyesatkan bagi investor. Unrealized gains and
losses pada market value dari kontrak jangka panjang (yang tidak di-hedging)
kemudian dilaporkan sebagai bagian dari pendapatan tahunan pada saat
terjadinya. Sebagai contoh, Enron melakukan kontrak kerjasama dengan
Blockbuster Video pada tahun 2000. Pilot Project tersebut terdapat di Portland,
Seattle dan Salt Lake City. Berdasarkan proyek tersebut Enron kemudian
mengakui estimasi profit sebesar $ 110 juta walaupun berbagai kalangan
mempertanyakan keberlangsungan teknis dari proyek tersebut dan permintaan
pasar. Ketika jaringan tersebut gagal, Blockbuster menarik kerjasamanya dan
Enron tetap meneruskan untuk mengakui future profit walaupun kontrak tersebut
berakhir dengan kerugian.
b. Special Purpose Entities
Enron telah menggunakan ratusan special purpose entities sampai dengan tahun
2001 di mana kebanyakan SPE tersebut digunakan untuk mendanai pembelian
forward contract dengan produsen gas untuk menyuplai gas dalam sebuah
kontrak jangka panjang. Namun beberapa SPE kontroversial didesain secara
khusus untuk mendapatkan tujuan pelaporan keuangan yaitu memenuhi
ekspektasi investor. Sebagai contohnya, pada tahun 1997, Enron berkeinginan
untuk membeli kepemilikan dari beberapa joint venture, namun Enron tidak mau
memperlihatkan hutang miliknya yang digunakan untuk membiayai akuisisi
tersebut pada neraca perusahaan. Maka Enron menggunakan Chewco, sebuah
SPE yang dikontrol oleh Enron untuk menerbitkan hutang dengan Enron sebagai
penjamin untuk medapatkan kepemilikan pada joint venture seharga $ 383 juta.
Transaksi tersebut telah diatur sedemikian rupa sehingga Enron tidak harus
mengkonsolidasi Chewco ataupun joint venture tersebut pada laporan
keuangannya, sehingga Enron tidak perlu mengakui hutang pada
pembukuannya.
c. Penghindaran pajak
Beberapa Bank, KAP, bankir investasi, dan kantor pengacara bahkan politisi
diduga memberikan konsultasi mengenai penyembunyian pajak terstruktur pada
18
12 transaksi besar yang mencapai $2 miliar dari tahun 1995-2001. Manajemen
Enron menemukan bahwa transaksi pajak tidak hanya bisa menghemat pajak,
tetapi dapat digunakan untuk menciptakan laba dalam laporan keuangan. Secara
umum, empat strategi yang digunakan Enron dalam transaksi terstruktur tersebut
adalah:
Duplikasi kerugian ekonomi tunggal (mengurangi kerugian yang sama
sebanyak dua kali).
Pergeseran dari DPP aset tak tersusutkan (tidak kena pajak) menjadi suatu
aset tersusutkan (kena pajak).
Timbulnya biaya pemotongan pajak untuk pembayaran pokok.
Timbulnya biaya jasa bagi pihak yang memberikan bantuan untuk WP lain.
d. Budaya perusahaan, konflik kepentingan, whistle-blower
Banyak karyawan Enron mengetahui tentang kurangnya integritas dalam
transaksi SPE, tetapi hanya sedikit karyawan yang berani maju untuk
melaporkannya, dan Dewan Direksi Enron tidak mendengar keluhan mereka.
Kekurangan integritas pada budaya Enron berada dalam taraf yang cukup
menyedihkan. Salah satu teka-teki Enron yang tidak dijelaskan adalah mengapa
orang-orang yang memiliki interaksi berkelanjutan dengan anggota dewan
ternyata tidak maju untuk mengungkapkan kejanggalan tersebut. Jika mereka
memiliki loyalitas kepada perusahaan, seharusnya mereka melaporkan
kejanggalan SPE kepada anggota dewan. Kurangnya loyalitas ini ada
hubungannya dengan keinginan untuk memuaskan Fastow dan Lay yang
memberikan pengaruh signifikasn terhadap rencana insentif opsi saham enron.
e. Kegagalan fungsi dewan direksi
Dewan Direksi beroperasi di bawah undang-undang yang membebankan tugas
fidusia kepada mereka untuk bertindak dengan itikad baik, sewajarnya, dan
dalam kepentingan terbaik dari perusahaan dan pemegang sahamnya. Dalam
kerangka kerja tata kelola, Dewan Direksi Enron bertanggung jawab untuk
mengawasi lini bisnis Enron dan strategi untuk membiayainya. Salah satu bidang
usaha Enron, yaitu: bisnis perdagangan energi secara online, memerlukan akses
ke lini kredit yang luas. Pada saat yang sama, sifat dari bisnis ini menyebabkan
fluktuasi laba yang besar dari triwulan ke triwuan, sehingga mengarah pada
19
pendanaan berbiaya rendah. Semua anggota Dewan Direksi sangat menyadari
dan mendukung fokus Enron di peringkat kredit, arus kas dan beban utang.
Semua orang akrab dengan strategi “asset light”. Di sinilah titik di mana Dewan
Direksi Enron tidak menjalankan tugas fidusia, mereka hanya bertindak demi
kepentingan perusahaan bukan pemegang saham.
3.6 Analisis Kasus Enron Corporation Ditinjau dari Sudut Pandang Audit dan
Etika Profesional
Auditor independen bertanggung jawab memberikan assurance services.
Sementara manajeman, dibantu pengacara, penasihat keuangan, dan konsultan,
menyajikan informasi keuangan, sedangkan akuntan publik bertugas menilai
apakah informasi keuangan itu dapat dipercaya atau tidak. Dalam menjalankan
audit, akuntan wajib mendeteksi kemungkinan kecurangan dan kekeliruan yang
material. Penyimpangan (irregularities) dan kecurangan (fraud) akan dianggap
sebagai kelaziman. Kegagalan untuk bersikap obyektif dan independensi sama
artinya dengan hilangnya eksistensi profesi. Membenarkan, bahkan menutupi,
perilaku manajemen yang manipulatif jelas-jelas merupakan pengkhianatan
terhadap tugas profesi akuntan publik. Karena itu, sangat wajar jika, dalam kasus
Enron, auditor paling dipersalahkan karena telah gagal melindungi kepentingan
publik yang merupakan pemberi otoritas (Sanjaya: 2014).
Dalam kasus Enron, pihak manajemen Enron maupun Arthur Andersen
mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat. Tetapi demi
mempertahankan kepercayaan dari investor dan publik kedua belah pihak
merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron menjadi
hancur berantakan. Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik tidak hanya
melakukan manipulasi laporan keuangan, Andersen juga telah melakukan tindakan
yang tidak etis, dalam kasus Enron adalah dengan menghancurkan dokumen-
dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Arthur Andersen
memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke
permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun
penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus
ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas KAP Arthur
20
Andersen hancur. Di sini Andersen telah ingkar dari sikap profesionalisme sebagai
akuntan independen dengan melakukan tindakan menerbitkan laporan audit yang
salah dan meyesatkan (Sanjaya: 2014).
Kasus ini menyingkap kerjasama penipuan yang dilakukan Enron dengan
auditornya, yaitu KAP Andersen. KAP Andersen dinyatakan bersalah telah
bekerjasama dalam memalsukan laporan keuangan dan menghambat proses
penyelidikan dengan menghancurkan dokumen-dokumen yang digunakan untuk
menjalankan proses audit. Tindakan ini telah dianggap melanggar standar umum
audit yang kedua yaitu independensi, di mana seharusnya dalam semua hal yang
berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor. KAP Andersen juga dinyatakan bersalah telah
melanggar prinsip etika profesi akuntan di antaranya yaitu melanggar prinsip
integritas dan perilaku profesional. Perlu diketahui bahwa integritas merupakan
prinsip yang penting dan harus diterapkan dalam etika audit sebab merupakan
kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota
dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Sedangkan perilaku profesional
diterapkan agar setiap pelaku audit dapat berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat menghancurkan mana
baik profesi. Besarnya jumlah fee yang ditawarkan menyebabkan KAP Andersen
goyah dan mengabaikan prinsip integritas dan independen. Akhirnya, laporan audit
yang dihasilkan jauh dari kualitas yang seharusnya dan sebenarnya. Posisi auditor
sangat dilematis karena mereka dituntut untuk memenuhi keinginan klien namun di
sisi tindakan auditor dapat melanggar standar profesi sebagai acuan kerja mereka.
Dalih-dalih untuk menghasilkan laporan audit yang seharusnya dan sebenarnya,
KAP Andersen malah ikut terlibat melakukan tindakan kriminal. Akibatnya,
pemerintahan Amerika serikat melarang KAP Andersen dan Enron untuk
melakukan kontrak kerjasama dengan lembaga pemerintahan di Amerika. Selain itu
akibat pelanggaran prinsip profesional dan etika yang dilakukannya, KAP Andersen
dicabut kedudukannya dari predikat “ The Big Five” dan kehilangan integritasnya
di mata mayarakat (Rahayu: 2014).
Pelanggaran 5 prinsip tata kelola (Good Corporate Governance/
GCG)pada kasus Enron Corporation menurut Kurnia: 2014, antara lain
21
a. Transparansi (transparency). Berkaitan dengan kewajiban bagi para pengelola
untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan
penyampaian informasi. Keterbukaan dalam menyampaikan informasi juga
mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar dan
tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan. Dalam Skandal Enron
dimensi transparasi jelas dilanggar, hal ini dapat dilihat pada:
Pembentukan SPE dengan tujuan melebih-lebihkan laba, meningkatkan kas
dan menyembunyikan utang, menutup-nutupi kerugian terhadap investasi
saham Enron pada perusahaan lain.
Memberikan informasi kinerja perusahaan yang menyesatkan kepada investor
dan karyawan sehingga investor dan karyawan membeli saham Enron dalam
jumlah besar pada saat harga saham Enron tinggi, sebelum anjloknya harga
saham.
Tidak memasukan transaksi SPE dalam laporan konsolidasi Enron, sehingga
angka yang ada dalam neraca tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
Penghancuran dokumen terkait SPE sebanyak lebih dari 1 ton kertas dengan
tujuan menutup-nutupi kebenaran dan menghambat penyidikan
b. Akuntabilitas (accountability). Prinsip akuntabilitas adalah prinsip di mana para
pengelola berkewajiban untuk membina sistem akuntansi yang efektif untuk
menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan
kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertangungjawaban setiap organ sehingga
pengelolaan berjalan efektif. Dalam skandal Enron, pihak manajemen tidak
mengelola sistem akuntansi yang efektif sehingga menghasilkan laporan
keuangan yang tidak dapat dipercaya, hal ini dapat dicermati pada:
SEC membolehkan buah perusahaan untuk mengeluarkan pencatatan SPE
dari laporan keuangannya.
Melakukan skema prabayar, yakni mencatat transaksi prabayar dalam
pengiriman energi masa depan sebagai laba operasi dan arus kas saat ini,
bukan sebagai arus kas dari operasi pembiayaan.
Perhitungan pajak yang salah yaitu mengakui kerugian yang sama sebanyak
dua kali dan mencatatnya sebagai pendapatan; dan merubah dpp aset tak
tersusutkan menjadi aset tersusutkan (kena pajak).
22
Melakukan praktik asset light, yaitu menjual aset pembangkit listrik secara
langsung atau menjual kepentingan di dalamnya kepada investor secara
lansung, dan mencatat pendapatan tersebut sebagai laba dari hasil
“monetizing” dan “syndicating”
c. Responsibilitas (responsibility). Prinsip responsibilitas adalah prinsip di mana
para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan
dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud
kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggung jawab ada sebagai
konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang yang diberikan oleh para
pemangku kepentingan kepada para pengelola perusahaan. Skandal Enron
memberikan contoh pelanggaran tanggung jawab ini mempunyai dalam berbagai
dimensi, yaitu:
Dimensi ekonomi, Enron tidak bertanggungjawab untuk memberikan
keuntungan ekonomis bagi para pemangku kepentingan. Dimensi ini juga
melanggar prinsip fairness di mana tidak semua pemangku kepentingan
mendapatakan keuntungan ekonomis yang sama bahkan ada yang dirugikan.
Dimensi hukum, tanggung jawab manajemen Enron tidak diwujudkan dalam
bentuk ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Enron
melakukan ratusan transaksi yang melanggar hukum, mulai dari konspirasi,
penipuan, pemalsuan laporan, insider trading, penipuan pajak, pencucian
uang, dan penipuan sekuritas.
Dimensi moral, artinya sejauh mana wujud tanggung jawab tindakan
manajemen tersebut telah dirasakan keadilannya bagi semua pemangku
kepantingan. Selain itu kegiatan perusahaan Enron tidak menghormati nilai-
nilai dasar yang mendasari ketertarikan pemangku kepentingan (hypernorms)
sehingga saat mendekati detik-detik keterpurukan, Enron tidak mendapat
dukungan dari pemangku kepentingan selain dengan cara curang.
Dimensi spiritual, artinya sejauh mana tindakan manajemen telah mampu
mewujudkan akuntabilitas diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah
sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.
d. Independensi (independency). Independensi adalah keadaan di mana para
pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat professional, mandiri,
23
bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari tekanan atau pengaruh dari mana
pun yang bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-
prinsip pengelolaan yang sehat. Pelanggaran prinsip ini terjadi pada, sebagai
berikut:
Arthur Ardensen menyediakan setidaknya 5 layanan kepada Enron yaitu: (1)
sebagai auditor eksternal yang mengaudit kewajaran laporan keuangan Enron;
(2) sebagai konsultan akuntansi dan manajemen, termasuk saat transaksi SPE;
(3) sebagai penasihat perpajakan; (4) sebagai internal auditor Enron; (5)
sebagai penasihat masalah keuangan. Kelima layanan tersebut memiliki
fungsi yang saling bertabrakan bahkan tumpang tindih hingga menyebabkan
hilangnya objektivitas Arthur Andersen.
Banyaknya auditor Arthur Andersen yang kemudian pindah dan menjabat
sebagai eksekutif Enron.
SPE seharusnya dimiliki oleh pihak independen, tetapi SPE yang bertransaksi
dengan Enron adalah bentukan Fastow yang merupakan CFO Enron.
e. Kesetaraan (fairness). Perlakuan yang setara merupakan prinsip agar para
pengelola memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan merata,
baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal)
maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat dan yang
lainnya). Prinsip ini juga sangat erat dan tumpang tindih dengan prinsip
akuntabilitas dan tanggung jawab. Enron memperlakukan pemangku
kepentingannya dengan tidak adil, yaitu:
Karyawan memperkaya diri mereka sendiri tanpa persetujuan Dewan Direksi
(kompensasi berlebihan).
Konflik kepentingan yang tidak pantas, yaitu adanya insider trading di mana
Dewan Direksi menyetujui CFO untuk mengoperasikan dana ekuitas swasta
SPE LJM yang melakukan transaksi bisnis dengan Enron dan meperoleh
keuntungan dari biaya Enron.
Kegagalan tugas fidusida Dewan Direksi yaitu: gagal melindungi pemegang
saham Enron dari kegiatan yang tidak adil sehingga merugikan pemegang
saham, karyawan, dan rekan bisnis.
24
Memanipulas krisis listrik di California dan menerapkan skema prabayar dan
menetapkan harga listrik sangat tinggi sampai 9 kali lipat demi keuntungan
eksekutif Enron.
Karyawan diperlakukan tidak adil. Enron mengharuskan dana pensiun
karyawannya diubah dalam bentuk saham. Tujuan Enron adalah menaikan
harga saham perusahaan dengan cara ini. Dan pada saat masa jatuhnya enron,
para ekskutif yang terlebih dahulu tahu telah menjual sahamnya, sedangkan
karyawan hanya dapat menjual saham sampai pada harga 26 sen.
3.7 Dampak Kasus Enron Corporation Terhadap Tata Kelola, Manajemen, dan
Akuntan Publik
Meskipun sebelumnya telah ada upaya untuk memperkuat tata kelola dan
praktik akuntansi sebelum terjadinya skandal Enron, gaung reformasi atas tata
kelola baru terdengar keras setelah terjadi kemarahan publik atas skandal Enron
pada bulan Desember 2001. Namun, gagal karena tak lama setelah skandal Enron,
datang berita mengejutkan bahwa perusahaan raksasa WorldCom juga mengalami
kesulitas keuangan. Pengumuman oleh WorldCom tentang manipulasi laba
akuntansi secara besar-besaran telah memukul pasar modal, media dan juga politisi.
Maka pada 30 juli 2002 disahkanlah Sarbanes-Oxley Act (SOX), yaitu Undang-
undang baru yang mengatur reformasi tata kelola. Nama Sarbanes-Oxley sendiri
diambil dari dua orang politisi yang menjadi inisitor undang-undang tersebut. SOX
telah menciptakan sebuah kerangka kerja peraturan internasional bagi perusahaan
dalam mencari akses ke pasar modal AS dan auditornya. Demikian juga SOX
menetapkan kerangka kerja baru untuk profesi akuntansi AS yang menggantikan
pengaturan diri oleh profesi dengan Public Company Accounting Oversight Board
(PCAOB) (Kurnia: 2014).
Bencana keuangan sebelumnya, termasuk kegagalan tata kelola Enron,
Arthur Andersen, dan WorldCom, meningkatkan kesadaran di AS, Kanada,
Australia dan Inggris bahwa kerangka tata kelola harus diperbaiki. Secara khusus,
dalam rangka menghadapi krisis kredibilitas tata kelola dan mengembalikan
kepercayaan dalam sistem pasar modal. Perusahaan saat ini, tindakan yang
25
dibutuhkan untuk memenuhi harapan masyarakat menurut Kurnia: 2014, mencakup
hal-hal sebagai berikut:
a. Klarifikasi peran, tanggung jawab dan akuntabilitas dari dewan direksi,
subkomitenya, diri para direktur pribadi dan auditor.
b. Memastikan bahwa para direktur memiliki informasi yang cukup mengenai
rencana dan kegiatan perusahaan, kecukupan kebijakan dan pengendalian
internal untuk memastikan kepatuhan, dan kepatuhan aktual, termasuk
keprihatinan para whistle-blower.
c. Memastikan bahwa para direktur memiliki kompetensi keuangan yang memadai
dan keahlian lainnya yang diperlukan.
d. Memastikan bahwa laporan keuangan akurat, lengkap, dapat dipahami dan
transparan.
e. Memastikan bahwa standar akuntansi memadai untuk melindungi kepentingan
para investor.
Rancangan Undang-Undang diajukan oleh anggota senat Paul Sarbanes
dan Michael Oxley pada tanggal 30 Juli 2002 dan disahkan oleh Presiden Bush.
Ikthisar Sarbanes Oxley Act 2002 dalam Djohan: 2008 antara lain sebagai berikut:
a. Memberi kejelasan dan kepastian atas dewan pengawas independen yang
bertugas sepenuhnya untuk mengawasi pelaku pasar modal.
b. Menetapkan tanggung jawab baru terhadap komite audit dan pejabat perusahaan.
c. Menetapkan aturan dan keharusan baru untuk pelaporan perusahaan.
d. Mendefinisikan jasa non Audit yang dapat diberikan oleh KAP kepada Klien
Audit yaitu melarang KAP melakukan 8 jenis jasa audit kepada klien audit:
pembukuan, desain dan sistem informasi keuangan, jasa penilai, jasa aktuaris,
outsorcing jasa internal audit, fungsi manajemen SDM, broker pialang atau
penasehat investasi, jasa hukum dan jasa professional lainnya yang tidak
berhubungan dengan audit.
e. Memperberat hukuman atas kecurangan yang dilakukan perusahaan.
f. Mengharuskan adanya peraturan yang mengatur benturan kepentingan.
g. Meningkatkan secara signifikan tanggung jawab dan anggaran SEC.
h. Mengijinkan pemberian jasa lainnya dengan persetujuan terlebih dahulu dari
komite audit.
26
Dengan diterbitkan Undang-Undang Sarbanes Oxley, maka dampaknya
bagi manajemen menurut Djohan: 2008 antara lain:
a. Mengharuskan adanya sertifikasi CEO/CFO atas laporan berkala yang
disampaikan SEC.
b. Setiap laporan tahunan diharuskan untuk melampirkan laporan dari manajemen
mengenai penaksiran internal control.
c. Auditor independen diharuskan melakuakan atestasi dan melaporkan penaksiran
manajemen.
d. Pengungkapan yang harus dilakukan antara lain:
Keharusan bagi direktur, pejabat perusahaan dan pihak yang memiliki saham
perusahaan dengan jumlah minimum 10% untuk menyampaikan perubahan
ekuitas yang dimiliki.
Pengungkapan tambahan untuk off balance sheet dan kontijensi.
Pengungkapan oleh perusahaan secara real time.
Dengan diterbitkan Undang-Undang Sarbanes Oxley, maka dampaknya
bagi akuntan publik menurut Djohan: 2008 antara lain:
a. Membentuk Public Accounting Oversight Board (PCAOB) yang bertujuan untuk
mengawasi audit atas perusahaan publik dan melindungi kepentingan investor.
b. Melarang jasa non audit. Hukum secara spesifik telah melarang KAP untuk
melakukan 8 jenis jasa non audit.
c. Perputaran partner—pemimpin (lead) atau coordinating partner audit atau
concurring reviewer tidak dapat memberikan jasa audit kepada klien yang sama
lebih dari 5 tahun berturut-turut.
d. Laporan kepada komite audit—Auditor diharuskan untuk melaporkan kepada
komite audit perihal semua kebijakan akuntasi yang berlaku, perlakuan
informasi keuangan dan informasi penting lainnya yang telah didiskusikan
dengan manajemen.
e. Penugasan auditor dibutuhkan 1 tahun cooling of period.
27
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Pada kasus Enron Corporation, auditor telah melanggar kode etik profesi
akuntan publik di mana auditor telah memanipulasi laporan keuangan sehingga
laporan tersebut mencerminkan seolah-olah kinerja perusahaan sangat baik.
Padahal, jika diungkap fakta sebenarnya, perusahaan sebenarnya telah berada
diujung ambang kebangkrutan, di mana hutang perusahaan cukup besar yang
disembunyikan dengan menggunakan entitas bertujuan khusus. Hal ini terjadi
akibat ketidakindependenan auditor dalam pelaksanaan audit atas laporan keuangan
klien karena desakan konflik kepentingan antara pengungkapan yang objektif dan
mempertahankan klien potensial. Hal ini merupakan sebuah ketidakjujuran dan
kebohongan yang disebabkan oleh dilema etika yang dialami kantor akuntan
publik. Auditor juga melanggar kode etik profesionalisme sebagai akuntan
independen dikarenakan memusnahkan dokumen-dokumen penting yang
merupakan bukti audit yang relevan serta menciptakan laporan audit yang
menyesatkan. Perilaku tidak etis ini kemudian akhirnya menuju kehancuran
perusahaan korporat terebut dan menyisakan kerugian bagi berbagai pihak di
samping proses peradilan dan tuntutan hukum.
4.2 SARAN
Agar kasus serupa dengan kasus Enron Corporation tidak terulang
kembali dalam perusahaan dan kemudian merugikan berbagai pihak yang terlibat,
maka penulis menyarankan kepada perusahaan agar di dalam memilih untuk
menempatkan sumber daya manusia, terutama pihak manajemen yang akan
memegang kendali dalam perusahaan, tidak hanya memperhatikan segi
kemampuannya saja, tetapi juga memperhatikan pula kepribadiannya dalam etika
bisnis agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan prinsip etika dan
peraturan yang berlaku.
Kasus skandal Enron Corporation dapat dijadikan pelajaran berharga
bagi dunia bisnis di seluruh dunia. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan agar
28
tidak terjebak dalam kasus seperti Enron Corporation antara lain sebagai berikut:
a. Menjunjung tinggi nilai-nilai spiritualitas dan etika agar setiap perilaku
senantiasa berpijak untuk kebaikan semua.
b. Jangan melakukan hal yang dapat merugikan orang banyak untuk memperkaya
diri sendiri.
c. Kantor Akuntan Publik (KAP) seharusnya menjunjung tinggi kejujuran dan
profesionalitas, mematuhi kode etik menggunakan prinsip akuntansi berterima
umum, dan menjaga integritas profesi serta tidak merangkap jabatan sekaligus.
29
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A, dkk. 2008. Auditing dan Jasa Assurance, Pendekatan Terintegrasi,
Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Sunyoto, Danang. 2014. Auditing Pemeriksaan Akuntansi. Yogyakarta: CAPS.
Situs web:
Djohan. 2008. Tragedi Enron Corporation. Tersedia di
http://the-johan.blogspot.co.id/2008/10/tragedi-enron-corporation.html. Diakses
pada tanggal 08 Oktober 2016.
Freedom, Mariani. 2012. Seminar Kasus Audit “Dilema Etika dalam Profesi Audit.
Tersedia di http://anhyfreedom.blogspot.co.id/2012/12/seminar-kasus-audit.html.
Diakses pada tanggal 09 Oktober 2016.
Hasan, Agus. 2015. Analisis Kasus Korupsi Enron. Tersedia di
http://agushasan17.blogspot.co.id/2015/02/analisis-kasus-korupsi-enron.html.
Diakses pada tanggal 08 Oktober 2016.
Isanty, Meity. 2016. Analisis Kasus Enron Corporation. Tersedia di
http://akuntansimaster.blogspot.co.id/2016/06/analisis-kasus-enron-
coorporation.html. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2016.
Kurnia, Ahmad. 2014. Analisis Prinsip Good Corporate Studi Kasus Enron Corp.
Tersedia di http://teknikkepemimpinan.blogspot.co.id/2014/07/analisis-prinsip-
good-corporate.html. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2016.
Rahayu, Sri. 2014. Analisis Peranan Etika Auditor Terhadap Standar Umum Audit
dalam Menentukan Kualitas Laporan Audit. Tersedia di http://srirahayu-
myblog.blogspot.co.id/2014/11/analisa-peranan-etika-auditor-terhadap.html.
Diakses pada tanggal 09 Oktobeer 2016.
Sanjaya, Hendy Wira. 2014. Tugas Softskill Studi Kasus “Perusahaan Enron”. Tersedia
di http://hwira.blogspot.co.id/2014/11/tugas-softskill-studi-kasus-
perusahaan.html. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2016.