PENDAHULUAN
Latar Belakang
dengan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan yang hebat. Kerusakan
lingkungan) tidak menurun bahkan cenderung meningkat. Hal ini terlihat pada
kehutanan, pertanian dan perikanan maupun pertambangan. Hal ini sebagai akibat
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang cenderung mengarah pada
kenyataannya malah jauh dari pengharapan. Kerusakan sumber daya alam dan
kedepan harus ditegaskan bahwa pendayaan sumber daya alam dan lingkungan
harus dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai
Konsep ini pada dasarnya mengandung aspek daya dukung lingkungan dan
Hal ini dapat terlihat dari pola perencanaan yang parsial atau fragmentatif.
yang memadai. Disamping itu, masih kentalnya aroma politik pada lembaga
dengan agenda politik kekuasaan. Sementara itu, lembaga yang bertugas untuk
menjabarkan program pembangunan nasional yang disusun oleh lembaga
legislatif juga masih belum dapat mengambil alih tugas pemaduan tersebut yang
yang baik. Hal ini terlihat dari tidak efisiennya lembaga perwakilan, korupsi, dan
belum berdayanya masyarakat. Hal ini karena belum terciptanya mekanisme yang
terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara
sungai di jawa barat yang hingga kini masih berada dalam tahap proses
TINJAUAN PUSTAKA
(Rangkuti,2000:27)2
2 (The Second UN Development Decade) yang dimulai pada tanggal 1 Juni 1970,
1
H.Abdurrahman, Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Indonesia, Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Tema Penegakkan
Hukum dalam Era Pembangunan Berkelanjutan. Denpasar 14-18 Juli 2003. Hal.2
2
Ibid., hal.4
ekologis, demi kelangsungan hidup manusia, secara khusus resolusi Sidang
Umum PBB No. 2657 (XXV) Tahun 1970 menugaskan kepada Panitia Persiapan
(Hardjasoemantri, 200:7).3
Konferensi Stocholm yang dapat dianggap sebagai dasar-dasar atau cikal bakal
pengaruh besar terhadap gerakan kesadaran lingkungan dunia. Hal ini dapat
PBB No. 2997 (XXVII) tertanggal 15 Desember 1972. Pentingnya Deklarasi PBB
konferensi ini dapat dilihat dari penilaian negara peserta yang mengatakan bahwa
law (Silalahi,1992:20).4
3
Ibid.,
4
Ibid.,hal.5
akan datang pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengkompromikan
berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan
yang saling bergantung dan memperkuat. Ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan satu
bertujuan agar dapat terus bertahan (bearable). Ketiga aspek yaitu aspek ekonomi,
istilah yang sering digunakan di Negara-negara barat. Istilah ini secara resmi
digunakan dalam Tap MPR No. IV /MPR/1999 tentang GBHN, sedangkan istilah
dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu
5
Ibid.,hal.5
Menurut Sonny Keraf, sejak tahun 1980-an agenda politik lingkungan
pertama istilah ini muncul dalam World Conservation Strategy dari the
International Union for the conservation of nature (1980), lalu dipakai oleh Lester
Future(1987). Tahun 1992 merupakan puncak dari proses politik, yang akhirnya
pada konferensi tingkat tinggi (KTT) Bumi di Rio de Jainero, Brazil, paradigm
Sidang Umum PBB Desember 1983 No. 38/161 dan dipimpin oleh Nyonya Gro
Harlem Bruntland (Norwegia) dan dr. Mansour Khalid (Sudan). Seorang anggota
2000 dan sesudahnya. WECD telah memberikan laporannya pada tahun 2000
yang diberi judul Our Common Future yang memuat banyak rekomendasi
laporan yang berjudul Our Common Future pada tahun 1987 (WECD 1987).
Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan judul Hari Depan
Kita Bersama 1988. salah satu tonggak penting yang di pancangkan oleh panitia
mencari pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa
yaitu : (1) Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of
natural resources; (2) Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; (3)
resource.
6
Ibid.,hal 10
7
Askar jaya, konsep pembangunan berkelanjutan. Makalah pengantar falsafah sains,
program s3 institut pertanian bogor. Bogor, 15 december 2004
Otonomi daerah merupakan pembagian dan pelimpahan kekuasan dari
telah memasuki era baru setelah pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Nomor 25 Tahun 1999 sehingga kedua UU tersebut kini tidak berlaku lagi.8
konteks otonomi daerah adalah Sumber Daya Alam (SDA). Hal ini penting karena
pengaturan yang jelas, maka kesejahteraan rakyat tidak akan terjamin karena
Penggunaan SDA yang tidak dapat habis seperti sinar matahari, angin, dan
manusia. Lain halnya dengan sumber daya yang tidak dapat diperbarui seperti gas
alam, minyak bumi, batubara, tembaga, aluminium, dan sumber daya lain yang
tidak dapat diperbarui dalam jangka waktu cepat, tentu akan secara langsung
8
Bewa ragawino. Makalah Desentralisasi dalam Kerangka Otonomi Daerah di Indonesia.
kaidah-kaidah lingkungan. Sehingga kerusakan lingkungan menjadi isu strategis
tahun 2009 tetang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau sering
antara pusat dan daerah dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
pemulihan
daerah yang tertuang dalam pasal 21 ayat 6 UU nomor 32 tahun 2004 yang
PEMBAHASAN
Bahasa Inggris, sustainable development. Salah satu faktor yang harus dihadapi
yang ada didalamnya. Ambang batas ini tidak absolut (mutlak) tetapi merupakan
batas yang luwes (flexible) yang bergantung pada teknologi dan sosial ekonomi
umat manusia. Hal ini bukan saja untuk kesejahteraan masyarakat secara
pengelolaan pembangunan yang ditugaskan (to do the thing right), tetapi juga
dituntut untuk mampu mengelolanya dengan suatu lingkup yang lebih menyeluruh
pencemaran air, sampah hingga kebakaran hutan. Kerusakan ini terjadi akibat
Sumber daya alam yang mencakup air, tanah, udara, hutan, kandungan
lainnya.
peningkatan kesejahteraan.
kepastian bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berlanjut untuk masa
dapat dimungkinkan untuk masa kini dan masa yang akan datang.
Bahan Kimia Berbahaya Industri di jawa barat. Padahal sungai terbesar di Jawa
Barat tersebut menjadi sumber air tak hanya untuk pertanian melainkan juga
Tentunya ini bukan hal membanggakan, terlebih jika pencemaran ini adalah ulah
sungai di Indonesia, khususnya Sungai Citarum sejak tahun 2011. Riset tentang
pencemaran bahan kimia berbahaya industri ini telah dimulai Green Peace sejak
menciptakan masa depan sungai-sungai dan masa depan Indonesia yang bebas
kimia berbahaya dibuang oleh Industri ke Sungai Citarum. Bahan-bahan kimia ini
hingga dapat sampai ke rantai makanan manusia) dan juga bersifat toksik yang
sampai kepada masyarakat lewat berbagai jalur; kontak langsung dengan air,
terhirup di udara, lewat air minum, atau lewat rantai makanan. Oleh Karena itu
ancaman pencemaran bahan kimia berbahaya beracun ini juga tidak dapat
dilokalisir hanya terbatas pada masyarakat DAS, akan tetapi lebih luas lagi.
Provinsi padat penduduk Jawa Barat dan Ibukota Jakarta, mirisnya daerah aliran
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat (BPLHD Jabar) juga
telah mengkonfirmasi bahwa limbah industri jauh lebih intens dalam hal
konsentrasi dan mengandung bahan-bahan berbahaya. Dimana sebanyak 48%
Ashov, terungkap jika hanya 47,2% industri di Kabupaten Bandung yang telah
Limbah). Sayangnya dari jumlah tersebut hanya 39,5% yang buangan limbah dari
IPAL nya telah memenuhi baku mutu. Menurutnya ini menunjukkan betapa
lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap industri. Selain itu sudah
sejak lama ada miskonsepsi umum bahwa IPAL bisa mengatasi semua jenis
polutan.
hingga lembaga greenpeace indonesia untuk mengatasi masalah ini antara lain :
sejak tahun 1989 sampai saat ini belum pernah memenuhi standar
dilakukan oleh para pemangku kepentingan dan tentunya diperlukan peran aktif
mengelola lingkungan. Pendekatan kebijakan atur dan awasi yang telah diterapkan
tanggapan yang cepat dan pasti atas pelanggaran yang ditemukan. Pendekatan
kebijakan atur dan awasi (ADA) yang efektif setidaknya mensyaratkan 3 hal
kemampuan untuk melakukan tanggapan yang cepat dan pasti (Swift & Sure
limbah melalui saluran illegal (saluran siluman) dengan cara membuang air
limbah di lokasi yang tidak ditentukan dalam izin, merupakan tindak pidana yang
penegakan hukum pidana. Oleh karena itu, seberapapun dan sebagus apapun
kebijakan serta program yang dibuat, tanpa ada penegakan hukum yang
diberlakukan secara tegas dan mengikat tanpa terkecuali, maka kebijakan tersebut
harus dimulai sejak awal perancangan produk dan proses, bukan diakhir pipa
digunakan pada seluruh siklus hidup produk/proses, lewat subtitusi dengan materi
yang aman. Subtitusi dan inovasi di bidangproduksi bersih tidak akan muncul
begitu saja di sektor industri tanpa dukungan dan desakan pemerintah serta publik.
aturan yang harus di sadari. Agar tidak terjadi ketimpangan yang akhirnya akan
merugikan lingkungan.