PENDAHULUAN
Latar Belakang
paling tidak sebelum terjadi krisis ekonomi, melaju dengan tingkat pertumbuhan hampir
ekonomi tersebut harus ditebus dengan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan yang hebat.
lingkungan) tidak menurun bahkan cenderung meningkat. Hal ini terlihat pada beberapa sektor
strategis di dalam pembangunan Indonesia seperti sektor kehutanan, pertanian dan perikanan
maupun pertambangan. Hal ini sebagai akibat pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
yang cenderung mengarah pada pola pengelolaan yang berorientasi jangka pendek.
Sumber daya alam dan lingkungan dijadikan sebagai tumpuan bagi pertumbuhan
Kalaupun ada kebijakan dan peraturan yang mengatur tentang keharusan untuk mengendalikan
dan melestarikan fungsi lingkungan, pada kenyataannya malah jauh dari pengharapan.
Kerusakan sumber daya alam dan lingkungan tersebut, diperkirakan akan diperburuk dengan
Untuk mengantisipasi keadaan yang lebih buruk, arah pembangunan kedepan harus
ditegaskan bahwa pendayaan sumber daya alam dan lingkungan harus dilakukan secara
terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya
1
dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta memperhatikan kelestarian
fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan. Dalam
Konsep ini pada dasarnya mengandung aspek daya dukung lingkungan dan solidaritas antar
generasi.
Kerusakan lingkungan dan sumber daya alam selain karena paradigma pembangunan
yang terlalu menekankan kepada pertumbuhan ekonomi juga karena lemahnya kapasitas lembaga
atau institusi pembangunan yang dimiliki. Hal ini dapat terlihat dari pola perencanaan yang
parsial atau fragmentatif. Lemahnya koordinasi antar departemen atau komponen pembangunan
pertumbuhan ekonomi, keseimbangan sosial dan keselarasan ekologi. Kondisi ini diperburuk lagi
pemerintah masih belum memiliki kemampuan perencanaan yang memadai. Disamping itu,
masih kentalnya aroma politik pada lembaga legislatif yang ada dapat mengakibatkan biasnya
pola perencanaan pembangunan dengan agenda politik kekuasaan. Sementara itu, lembaga yang
bertugas untuk menjabarkan program pembangunan nasional yang disusun oleh lembaga
legislatif juga masih belum dapat mengambil alih tugas pemaduan tersebut yang dapat
disebabkan karena sifat birokrasinya dan karena kurangnya pemahaman akan konsep
pembangunan berkelanjutan.
Permasalahan degradasi kualitas lingkungan dan sumber daya alam juga disebabkan
karena tidak terselenggaranya good governance atau kepemerintahan yang baik. Hal ini terlihat
dari tidak efisiennya lembaga perwakilan, korupsi, dan belum berdayanya masyarakat. Hal ini
2
karena belum terciptanya mekanisme yang dapat menjembatani kepentingan masyarakat, sektor
bisnis, dan pemerintah, terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan
bernegara untuk mencapai kesejahteraan dan kesetaraan, serta meningkatkan kualitas hidup
sangat diperlukan. Saluran yang ada dirasakan belum dapat mengartikulasikan kepentingan
stakeholders atau petaruh, selain belum responsif dalam menangani isu-isu pembangunan yang
kritis
Sebagai contoh permasalahan lingkungan yang menjadi korban dari kelalaian Indonesia
dalam pembangunan berkelanjutan adalah permasalahan sungai di jawa barat yang hingga kini
masih berada dalam tahap proses pembersihan. Dibutuhkan sebuah kerjasama yang baik antara
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
hidup dalam pelaksanaannya sudah menjadi topik pembicaraan dalam konferensi Stockholm
(UN Conference on the Human Environment) tahun 1972 yang menganjurkan agar pembangunan
dilaksanakan dengan memperhatikan faktor lingkungan (Soerjani, 1977: 66), 1 Menurut Sundari
Rangkuti, Konferensi Stocholm membahas masalah lingkungan serta jalan keluarnya, agar
development) (Rangkuti,2000:27)2
Decade) yang dimulai pada tanggal 1 Juni 1970, Sidang Umum PBB menyerukan untuk
meningkatkan usaha dan tindakan nasional serta Internasional guna menanggulangi “proses
pemerosotan kualitas lingkungan hidup” agar dapat diselamatkan keseimbangan dan keserasian
ekologis, demi kelangsungan hidup manusia, secara khusus resolusi Sidang Umum PBB No.
2657 (XXV) Tahun 1970 menugaskan kepada Panitia Persiapan untuk mencurahkan perhatian
1
H.Abdurrahman, “Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia”,
Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Tema Penegakkan Hukum dalam Era
Pembangunan Berkelanjutan. Denpasar 14-18 Juli 2003. Hal.2
2
Ibid., hal.4
4
berkembang” dengan menyesuaikan dan memperpadukan secara serasi kebijakan nasional di
bidang lingkungan hidup dengan rencana Pembangunan Nasional, berikut skala prioritasnya
(Hardjasoemantri, 200:7).3
Amanat inilah yang kemudian dikembangkan dan menjadi hasil dari Konferensi
Stocholm yang dapat dianggap sebagai dasar-dasar atau cikal bakal konsep “Pembangunan
lingkungan dunia. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan dan peningkatan perhatian terhadap
termasuk di Indonesia.
Semua keputusan Konferensi tersebut diatas, disyahkan oleh resolusi SU PBB No. 2997
(XXVII) tertanggal 15 Desember 1972. Pentingnya Deklarasi PBB tentang Lingkungan Hidup
Manusia bagi negara-negara yang terlibat dalam konferensi ini dapat dilihat dari penilaian negara
peserta yang mengatakan bahwa deklarasi dianggap sebagai “a first step in developing
mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”. Menurut Brundtland Report dari PBB [1987],
Menurut Laporan dari KTT Dunia [2005]., menjabarkan bahwa pembangunan berkelanjutan terdiri
dari tiga tiang utama yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan yang saling bergantung dan
3
Ibid.,
4
Ibid.,hal.5
5
memperkuat. Ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena ketiganya
menciptakan hubungan yang adil (equitable). Hubungan antara ekonomi dan lingkungan
bertujuan agar dapat terus bertahan (bearable). Ketiga aspek yaitu aspek ekonomi, sosial , dan
digunakan di Negara-negara barat. Istilah ini secara resmi digunakan dalam Tap MPR No. IV
Lingkungan Hidup” digunakan dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Selain itu juga dikenal ada lingkungan dan pembangunan, 1988:12) sedang sebelumnya
lebih popular digunakan sebagai istilah “Pembangunan yang berwawasan Lingkungan” sebagai
Menurut Sonny Keraf, sejak tahun 1980-an agenda politik lingkungan hidup mulai
dipusatkan pada paradigma pembangunan berkelanjutan. Mulai pertama istilah ini muncul dalam
World Conservation Strategy dari the International Union for the conservation of nature (1980),
lalu dipakai oleh Lester R. Brown dalam bukunya Building a Suistainable Society (1981). Istilah
tersebut kemudian menjadi sangat popular melalui laporan Bruntland, Our Common
Future(1987). Tahun 1992 merupakan puncak dari proses politik, yang akhirnya pada konferensi
tingkat tinggi (KTT) Bumi di Rio de Jainero, Brazil, paradigm aPembangunan Berkelanjutan di
terima sebagai sebuah agenda politik Pembangunan untuk semua Negara di dunia (Keraf,
2001:1,2002:166).
5
Ibid.,hal.5
6
Perkembangan kebijakan lingkungan hidup, menurut Koesnadi Hardjosoemantri,
didorong oleh hasil kerja World Commission on Environment and Development, disingkat
WECD. WECD dibentuk PBB memenuhi keputusan Sidang Umum PBB Desember 1983 No.
38/161 dan dipimpin oleh Nyonya Gro Harlem Bruntland (Norwegia) dan dr. Mansour Khalid
Salah satu tugas WECD adalah mengajukan strategi jangka panjang pengembangan
lingkungan menuju pembangunan yang berkelanjutan di tahun 2000 dan sesudahnya. WECD
telah memberikan laporannya pada tahun 2000 yang diberi judul “Our Common Future” yang
memuat banyak rekomendasi khusus untuk perubahan institusional dan perubahan hukum
menghasilkan laporan yang berjudul “Our Common Future” pada tahun 1987 (WECD 1987).
Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan judul “Hari Depan Kita Bersama”
1988. salah satu tonggak penting yang di pancangkan oleh panitia ini adalah agar pemahaman
tentang perlunya wawasan lingkungan dalam Pembangunan di praktekkan di semua sektor dan
Dalam laporan WECD “Our Common Future” ditemui sebuah rumusan tentang
“Suistainable Development is defined as development that meet the needs of the present
without comprosing the ability of future generations to meet their own needs”
kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan yang
berkelanjutan pada hekekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan antar generasi
6
Ibid.,hal 10
7
pada masa kini maupun masa mendatang.7 Menurut KLH (1990) pembangunan (yang pada
dasarnya lebih berorientasi ekonomi) dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria
yaitu : (1) Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of natural
resources; (2) Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; (3) Kegiatannya harus dapat
Otonomi daerah merupakan pembagian dan pelimpahan kekuasan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola daerahnya sesuai dengan potensi yang
dimiliki. Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru setelah pemerintah dan DPR
sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kedua UU otonomi daerah ini merupakan revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun
Hal yang perlu dicermati mengenai persoalan pengelolaan lingkungan dalam konteks
otonomi daerah adalah Sumber Daya Alam (SDA). Hal ini penting karena SDA merupakan
berbagai masalah lingkungan. Tanpa pengaturan yang jelas, maka kesejahteraan rakyat tidak
Penggunaan SDA yang tidak dapat habis seperti sinar matahari, angin, dan gelombang)
tidak mengurangi kemampuanya untuk mendukug kesejahteraan manusia. Lain halnya dengan
sumber daya yang tidak dapat diperbarui seperti gas alam, minyak bumi, batubara, tembaga,
7
Askar jaya, “konsep pembangunan berkelanjutan.” Makalah pengantar falsafah sains, program s3 institut
pertanian bogor. Bogor, 15 december 2004
8
Bewa ragawino. Makalah “Desentralisasi dalam Kerangka Otonomi Daerah di Indonesia”.
8
aluminium, dan sumber daya lain yang tidak dapat diperbarui dalam jangka waktu cepat, tentu
akan secara langsung mengurangi daya tahan dan mutu lingkungan. Daerah-daerah yang
mengandalkan sumber daya alam untuk pembangunan ekonomi seringkali tidak memperhatikan
kaidah-kaidah lingkungan. Sehingga kerusakan lingkungan menjadi isu strategis daerah kaitanya
Berbicara mengenai lingkungan hidup tidak bisa lepas dari UU nomor 32 tahun 2009
tetang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau sering disingkat dengan UUPLH.
Dimana dalam Undang-undang ini diatur kewenangan antara pusat dan daerah dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam regulasi ini dijelaskan bahwa
Pemerintah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah yang meliputi:
Daya Alam
lingkungan hidup. Namun, dalam kenyataanya hak dan kewajiban daerah yang tertuang dalam
pasal 21 ayat 6 UU nomor 32 tahun 2004 yang berbunyi “daerah mempunyai hak mendapatkan
9
bagi hasil dari penegelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah”.
10
BAB III
PEMBAHASAN
berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Salah satu faktor
Pada dasarnya konsep ini merupakan strategi pembangunan yang memberikan batasan
pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah dan sumberdaya yang ada didalamnya. Ambang batas
ini tidak absolut (mutlak) tetapi merupakan batas yang luwes (flexible) yang bergantung pada
teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfer
pemanfaatan ekosistem alamiah dengan cara tertentu sehingga kapasitas fungsionalnya tidak
rusak untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia. Hal ini bukan saja untuk
generasi mendatang. Dengan demikian diharapkan bahwa kita tidak saja mampu melaksanakan
pengelolaan pembangunan yang ditugaskan (to do the thing right), tetapi juga dituntut untuk
mampu mengelolanya dengan suatu lingkup yang lebih menyeluruh (to do the right thing)
11
Isu pembangunan berkelanjutan di Indonesia belum dapat di katakan berhasil karena
adanya berbagai kelalaian dalam hal lingkungan. Contohnya pencemaran air, sampah hingga
kebakaran hutan. Kerusakan ini terjadi akibat keinginan manusia untuk terus memenuhi
kenutuhan ekonominya hingga akhirnya melalaikan sebuah dimensi penting yaitu lingkungan
Sumber daya alam yang mencakup air, tanah, udara, hutan, kandungan
daya dapat menimbulkan beragam masalah, seperti polusi lingkungan, kerusakan sumber daya
melalui pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, efisiensi, dan memerhatikan
12
1. Menjamin Pemerataan dan Keadilan. Strategi pembangunan yang berwawasan lingkungan
dilandasi oleh pemerataan distribusi lahan dan faktor produksi, pemerataan kesempatan bagi
lingkungan. Pemeliharaan keanekaragaman hayati memiliki kepastian bahwa sumber daya alam
selalu tersedia secara berlanjut untuk masa kini dan masa yang akan datang.
keterkaitan yang kompleks antara manusia dengan lingkungan dapat dimungkinkan untuk masa
citarum)
menjadi. Contohnya, Pencemaran Sungai oleh Bahan Kimia Berbahaya Industri di jawa barat.
Padahal sungai terbesar di Jawa Barat tersebut menjadi sumber air tak hanya untuk pertanian
melainkan juga kebutuhan domestik dan industri. Tahun 2010, bahkan Citarum menyandang
predikat sebagai sungai paling tercemar di dunia versi National Geographic. Tentunya ini bukan
hal membanggakan, terlebih jika pencemaran ini adalah ulah manusia sendiri. Berbagai upaya
telah dilakukan untuk menanggulangi tumpukan sampah di sungai Citarum. Bulan Desember
13
2008 Bank Pembangunan Asia menyetujui pinjaman sekitar Rp 50 milyar hanya untuk
membersihkan sungai ini, tapi tidak ada hasil signifikan yang ditunjukkan.
Nyatanya bukan hanya sampah yang memenuhi sungai Citarum, Greenpeace sebagai
salah satu non government organisation (NGO) yang memiliki perhatian dalam penyelamatan
lingkungan menyatakan jika sungai Citarum sudah tercemar bahan kimia berbahaya dan beracun.
sungai di Indonesia, khususnya Sungai Citarum sejak tahun 2011. Riset tentang pencemaran
bahan kimia berbahaya industri ini telah dimulai Green Peace sejak setahun sebelum kampanye
tersebut diluncurkan, malah sampai saat ini Geenpeace continue melakukan riset dan penelitian
sebagai pijakan berkampanye menciptakan masa depan sungai-sungai dan masa depan Indonesia
riset terdahulu Greenpeace menemukan berbagai bahan kimia berbahaya dibuang oleh Industri
ke Sungai Citarum. Bahan-bahan kimia ini bersifat persisten (tidak mudah terurai/tidak terurai
begitu terlepas kedalam lingkungan), bioakumulatif (dapat terakumulasi dalam jaringan makhluk
hidup hingga dapat sampai ke rantai makanan manusia) dan juga bersifat toksik yang dapat
menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada manusia dalam jangka panjang, termasuk
kanker, gangguan sistem saraf, gangguan sistem reproduksi dan gangguan sistem hormon.
Bahan-bahan kimia berbahaya tersebut dapat sampai kepada masyarakat lewat berbagai jalur;
kontak langsung dengan air, terhirup di udara, lewat air minum, atau lewat rantai makanan. Oleh
Karena itu ancaman pencemaran bahan kimia berbahaya beracun ini juga tidak dapat dilokalisir
hanya terbatas pada masyarakat DAS, akan tetapi lebih luas lagi.
14
Ia menjelaskan, sungai Citarum sebagai sumber pasokan air minum bagi Provinsi padat
penduduk Jawa Barat dan Ibukota Jakarta, mirisnya daerah aliran sungai Citarum dipenuhi
berbagai sektor industri manufaktur seperti tekstil, kimia, kertas, kulit, logam/elektroplating,
farmasi, produk makanan dan minuman. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jawa
Barat (BPLHD Jabar) juga telah mengkonfirmasi bahwa limbah industri jauh lebih intens dalam
hal konsentrasi dan mengandung bahan-bahan berbahaya. Dimana sebanyak 48% industri yang
diamati, rata-rata pembuangan limbahnya 10 kali melampaui baku mutu yang telah ditetapkan.
Dalam laporan Greenpeace, “Bahan Beracun Lepas Kendali”, lanjut Ashov, terungkap
jika hanya 47,2% industri di Kabupaten Bandung yang telah mengelola limbah cairnya dengan
menggunakan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Sayangnya dari jumlah tersebut hanya
39,5% yang buangan limbah dari IPAL nya telah memenuhi baku mutu. Menurutnya ini
menunjukkan betapa lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap industri. Selain itu
sudah sejak lama ada miskonsepsi umum bahwa IPAL bisa mengatasi semua jenis polutan.
Beberapa upaya yang pernah dilakukan pemerintah pusat dan daerah hingga lembaga
1. Upaya penegakan hukum yang di ambil oleh pengelolaan hidup daerah jabar yang
'PROKASIH' melalui promosi Instalasi Air Limbah Industri dan pengolahan sampah
meningkatkan kualitas air dan menurunkan tingat pencemaran, hingga tahun 2007
15
belum nenunjukkan peningkatan yang signifikan, bahkan cenderung memburuk untuk
mengatasi berbagai limbah yang masuk dalam sungai dan akibat alih fungsi lahan
kondisi kualitas air Sungai Citarum sejak tahun 1989 sampai saat ini belum pernah
Daya Air Citarum Terpadu. Program terpadu ini masih terus berjalan sampai hari ini,
4. terdapat pula program pemerintah dalam mengatasi pencemaran sungai Citarum yang
penataan sangat tergantung kepada sikap proaktif dan kritis para pemangku
perusahaan.
oleh para pemangku kepentingan dan tentunya diperlukan peran aktif masyarakat dalam
16
mengawasi berbagai perusahaan di lingkungannya dalam mengelola lingkungan. Pendekatan
kebijakan atur dan awasi yang telah diterapkan sebagai pendekatan reaktif, ternyata juga tidak
terlalu efektif. Kurangnya kemampuan mendeteksi adanya pelanggaran serta kemampuan untuk
memberikan tanggapan yang cepat dan pasti atas pelanggaran yang ditemukan. Pendekatan
kebijakan atur dan awasi (ADA) yang efektif setidaknya mensyaratkan 3 hal yaitu: (1) adanya
tanggapan yang cepat dan pasti (Swift & Sure Responses), serta (3) Adanya sanksi yang
memadai.
Dalam kasus pembuangan air limbah secara illegal yang ditengarai dilakukan oleh
industri tertentu di Jawa Barat, pemerintah daerah setempat berhadapan dengan kesulitan untuk
dengan cara membuang air limbah di lokasi yang tidak ditentukan dalam izin, merupakan tindak
pidana yang dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan dumping berdasarkan Undang-undang No.
32 Tahun 2009.
Penegakan hukum dalam kasus pencemaran air dapat dilakukan melalui mekanisme
penegakan hukum administrasi, penegakan hukum perdata dan penegakan hukum pidana. Oleh
karena itu, seberapapun dan sebagus apapun kebijakan serta program yang dibuat, tanpa ada
penegakan hukum yang diberlakukan secara tegas dan mengikat tanpa terkecuali, maka
kebijakan tersebut hanyalah indah dalam proses pembuatannya, namun tidak pada
sejak awal perancangan produk dan proses, bukan diakhir pipa pembuangan. Penerapan
17
‘Produksi Bersih’ memastikan bahan toksik tidak lagi digunakan pada seluruh siklus hidup
produk/proses, lewat subtitusi dengan materi yang aman. Subtitusi dan inovasi di
bidang‘produksi bersih’ tidak akan muncul begitu saja di sektor industri tanpa dukungan dan
desakan pemerintah serta publik. Pihak industri juga harus berkomitmen mengehentikan
Indonesia. Pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat harus menyadari bahwa pembangunan
berkelanjutan memiliki batas-batas dan aturan-aturan yang harus di sadari. Agar tidak terjadi
18