Anda di halaman 1dari 7

Pembangunan Berkelanjutan dan Pendidikan Kewarganegaraan Global

(Anneth Gough)
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (World
Commission on Environment and Development 1987, hal. 43). Definisi pembangunan berkelanjutan yang
disebutkan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. WCED menyatakan bahwa terdapat dua
konsep utama dalam definisi pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep kebutuhan khususnya bagi kaum
miskin yang harus diberikan prioritas utama dan keterbatasn yang diberlakukan oleh negara teknologi dan
organisasi sosial pada kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan masa depan.
Menurut PBB 2002 tujuan penting dari pembangunan berkelanjutan adalah pengentasan kemiskinan,
perubahan pola konsumsi dan produksi, melindungi dan mengelola basis sumber daya alam untuk
pembangunan ekonomi dan sosial.
Pembangunan jangka panjang tidak akan terjadi tanpa adanya sumber daya hidup yang dilestarikan
dan suatu konservasi tidak akan terjadi tanpa standar minimal pembangunan yang terpenuhi seperti,
kebutuhan dasar makanan, tempat tinggal, dan air bersih. Masyarakat industri di negara-negara maju seperti
di Eropa Barat dan Amerika Utara (Global Utara) memfokuskan pada penggunaan sumber daya alam dan
membatasi pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan mereka memiliki rasa tanggung jawab atas
pembangunan yang berlebihan dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Sedangkan untuk
negara-negara berkembang (Global Selatan) memiliki prioritas yang berbeda karena mereka masih
berusaha mengembangkan ekonomi mereka dan memenuhi kebutuhan dasar manusia melalui distribusi
sumber daya yang lebih adil.
Agar pembangunan berkelanjutan bisa terus berlangsung maka harus mempertimbangkan faktor
sosial, ekologis, dan juga ekonomi dengan berdasarakan sumber daya hidup dan non-hidup dilihat dari
manfaat jangka panjang maupun jangka pendek serta kerugian dari tindakan alternatif. Untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan dari masyarakat sendiri juga harus atau perlu berubah. Terdapat tiga pilar
pembangunan berkelanjutan semakin diakui sejak Agenda 21 meskipun, seperti yang dibahas dalam bagian
selanjutnya, keseimbangan antara ketiganya telah berubah seiring waktu. Tiga pilar dapat dibedakan
sebagai berikut (Harris 2003, p. 1):
a. Ekonomi: Suatu sistem yang berkelanjutan secara ekonomi harus dapat menghasilkan barang dan
jasa secara berkelanjutan, untuk mempertahankan tingkat pemerintah dan utang luar negeri yang
dapat dikelola, dan untuk menghindari ketidakseimbangan sektoral ekstrem yang merusak
produksi pertanian atau industri.
b. Lingkungan: Sistem yang ramah lingkungan harus memelihara sumber daya yang stabil,
menghindari eksploitasi berlebihan terhadap sistem sumber daya terbarukan atau fungsi-fungsi
lingkungan. Hal ini termasuk pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas atmosfer, dan
fungsi ekosistem lainnya yang biasanya tidak digolongkan sebagai sumber daya ekonomi.
c. Sosial: Sistem yang berkelanjutan secara sosial harus mencapai keadilan dalam distribusi dan
peluang, penyediaan layanan sosial yang memadai termasuk kesehatan dan pendidikan,
kesetaraan gender, serta akuntabilitas dan partisipasi politik.
Berdasarkan hasil penelitian dari Swain dan Wallentin (2019) menyebutkan bahwa ketiga faktor sangat
penting untuk pembangunan berkelanjutan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan negara-
negara maju lebih memfokuskan pada faktor sosial dan lingkungan, sedangkan mereka dari negara-negara
berkembang lebih fokus pada faktor ekonomi dan sosial dengan memnfokuskan sumber daya dan kebijakan
mereka dalam jangka pendek pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial.
Mencapai pembangunan berkelanjutan butuh untuk menyeimbangkan tiga pilar, tetapi ini sulit
dicapai karena dimensi pembangunan berkelanjutan yang berbeda belum diprioritaskan secara sama oleh
pembuat kebijakan dalam wacana keberlanjutan karena pergeseran dalam kepedulian pemangku
kepentingan (Brent dan Labuschagne 2006; Colantino 2007; Colantonio dan Potter 2006; Drakakis-Smith
1995; Mebratu 1998). Masalah lingkungan mendominasi debat pembangunan berkelanjutan pada 1980-an
dan hingga pertengahan 1990-an, meskipun kekhawatiran ekonomi semakin dimasukkan dalam diskusi
selama periode ini. Masalah utama dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan adalah kurangnya
konsensus internasional tentang bagaimana menyeimbangkan tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan.
Hampir semua masyarakat dunia mengakui bahwa mereka bertujuan untuk kombinasi pembangunan
ekonomi, kelestarian lingkungan, dan inklusi sosial, tetapi tujuan spesifiknya berbeda secara global, antara
dan di dalam masyarakat. Tentu saja, sampai sekarang, belum ada konsensus mengenai pertukaran dan
sinergi di antara tujuan ekonomi, lingkungan, dan sosial yang telah disepakati. (Sachs 2012, p. 2206).
Melihat pada negara Indonesia merupakan salah satu negara yang kekayaan sumber daya alamnya
paling besar di dunia, akan tetapi peringkat pendapatan per kapita Indonesia menempati rangking 120 di
tahun 2011 dan hampir setengah dari penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan menurut standar
nasional Indonesia. Untuk Indonesia sendiri hingga kini penekanan pembangunan masih terpusat pada
pembangunan ekonomi. Lingkungan masih belum banyak diperhitungkan dengan ini menunjukkan
perkembangan beberapa indikator pembangunan belum seimbang antara pembangunan ekonomi, sosial,
dan lingkungan di Indonesia. Pembangunan lebih banyak menunjukkan perbaikan dari sisi ekonomi dan
sosial, namun memberikan tekanan pada lingkungan. Tekanan dari aspek lingkungan pada akhirnya
memberikan koreksi atas kemajuan yang dicapai oleh dimensi ekonomi dan sosial. Dibutuhkannya
komitmen internasional yang luas untuk pembangunan berkelanjutan yang dikaitkan dengan proses
pemerintah yang mendukung pemikiran jangka pendek dan tindakan atas "pemikiran jangka panjang,
perencanaan dan investasi yang diperlukan untuk keberlanjutan" (Harding 2006, p. 234).
Proses pembangunan berkelanjutan di Indonesia, harus dikemas dalam regulasi yang lebih tegas.
Selanjutnya paradigma pembangunan berkelanjutan juga harus menjadi cara hidup rakyat Indonesia. Selain
itu pembagian royalti antar eleman rakyat harus adil dan merata. Adapun dalam kaitannya dengan tata
kelola, sumber daya alam harus dikelola dengan mengikuti prinsip-prinsip tata laksana pemerintahan yang
baik (good governance). Terwujudnya good governance merupakan persyaratan terciptanya keseimbangan
ekonomi dan ekologi (Abdoellah, 2012). Demi tercapainya keseimbangan tersebut diperlukan sinergi antara
negara (state), pihak swasta (private sector), dan masyarakat madani (civil society) dalam tatanan
pengaturan sumber daya alam. Untuk itu Indonesia harus menegakkan prinsip-prinsip dalam pembangunan
berkelanjutan yaitu menurut Haris (2000) melihat bahwa konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi 3
aspek pemahaman :
1. Keberlanjutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menhasilkan barang dan
jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintah dan menghindari terjadinya
ketidakseimbangan sectoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri.
2. Keberlajutan lingkungan: Sistem keberlanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumber
daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan.
Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi
ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi.
3. Keberlajutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai
kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas
politik
Maka dari itu perhatian pemerintah lebih memprioritaskan pada pembangunan lingkungan.
Pembangunan lingkungan dilakukan dengan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan serta memperbaiki
lingkungan yang telah rusak. Salah satu upaya adalah dengan menerapkan pembangunan berbasis ekonomi
hijau. Ekonomi hijau bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan untuk
kelestarian manusia namun tidak merusak lingkungan. Ekonomi hijau bahkan bisa menciptakan
pertumbuhan baru dari sumberdaya alam dan lingkungan yang lebih ramah lingkungan. Sebagai alat
evaluasi kebijakan, pemantauan kualitas lingkungan secara berkala harus terus dilakukan. Untuk itu
kesimbangan pembangunan antardimensi (ekonomi, social, dan lingkungan) sangat dibutuhkan dalam
pembangunan berkelanjutan. Pembangunan yang menitikberatkan pada salah satu dimensi saja pada
akhirnya akan dikoreksi oleh degradasi dimensi yang lain.
Melihat kontribusi bagi PKn di Indonesia pembangunan berkelanjutan juga berpengaruh pada
pendidikan kewarganegaraan global, seperti halnya pendidikan lingkungan memiliki fokus pada pendidikan
kewarganegaraan global. Baik kewarganegaraan global dan pembangunan berkelanjutan merupakan bagian
integral Kerangka Piagam Beograd untuk Pendidikan Lingkungan (UNESCO 1975, hlm. 1–2). Reformasi
proses dan sistem pendidikan merupakan pusat pembangunan etika pembangunan baru pada tatanan
ekonomi dunia. Pendidikan sangat penting untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan dan
meningkatkan kapasitas masyarakat untuk mengatasi masalah lingkungan dan pembangunan. Juga penting
untuk mencapai kesadaran lingkungan dan etika, nilai-nilai dan sikap, keterampilan dan perilaku yang
konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan untuk partisipasi publik yang efektif dalam pengambilan
keputusan.
Pendidikan kewargenegaraan mendorong bentuk yang lebih baik dan harmonisai mendalam antar
pemerintah dan warga negara untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan. Sementara, PBB telah
meliris reportase pendidikan untuk abad 21 pada 1996 melalui UNESCO dengan judul “Learning: The
Teasure Within”, menyebutkan bahwa pendidikan masa depan dihadapi pada berbagai tantangan
ketengangan-ketegangan pada abad 21. Trigoals pembangunan berkelanjutan tidak dapat berhasil
terhubung satu sama lain tanpa kondisi pemerintahan yang demokratis. memperjelas peran penting
keterlibatan warga negara dalam pembangunan, karena prasyarat pemerintahan yang demokratis adalah
partisipasi yang baik dan efektif dari masyarakat. Ketercapaian pembangunan berkelanjutan diukur dengan
kemampuan pemerintah menyiapkan warga negara yang berperan aktif melalui pendidikan
(kewarganegaraan) untuk pembangunan berkelanjutan. Formasi baru pembangunan berkelanjutan
menggambarkan bagaimana penyesuaian Pendidikan kewarganegaraan untuk membangun keterkaitan dan
partisipasi untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan menghadapi tantangan kontemporer yang
ada.
Pendidikan kewarganegaran perlu mengetengahkan tiga visi membangun warga negara yang aktif
dan demokratis yaitu; kesatu, warga negara yang bertanggung jawab secara pribadi serta memiliki tanggung
jawab dalam komunitasnya; kedua, partisipasi warga negara, dan; ketiga, keadilan dan orientasi sosial yang
menekankan hukum perubahan sosial. Maka oleh sebab itu, komponen dasar pengembangan Pendidikan
kewarganegaraan adalah civic knowledge, civic skills dan civic disposition (Beanson, 1998, pp. 1–7). Di
Indonesia khususnya dalam kritikan Budimansyah, mengisaratkan bahwa Pendidikan kewarganegaraan
harus mengarahkan pada misi yang sebenarnya, antara lain yaitu pertama, proses pembelajaran Pendidikan
kewarganegaraan tidak lagi instructional effects pada penguasaan materi (dimensi kognitif) memperhatikan
dimensi afektif dan psikomotorik serta dampak pengiring (natural effects) sebagai “hidden curriculum”.
Kedua, pengelolahan kelas harus mampu mencipkatan suasana belajar yang memberikan pengalaman
belajar melalui pelibatan murid secara produktif dan interaktif dalam proses pembelajaran baik didalam
maupun diluar kelas. Ketiga, pembelajan harus didukung ekstra-kulikuler sebagai sosio-pedagogis untuk
mendapatkan “hands-on experience” yang belum memberi kontribusi yang signifikan untuk penyeimbang
antara penguasaan materi dan praktek pembiasaan perilaku dan keterampilan dalam kehidupan demokratis
(Budimansyah, 2007, pp. 180-181).
Pandangan Budimansyah sangat relevan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang
mengharapkan terjadinya perubahan paradigma pembelajaran. PKn harus pemberikan porsi lebih banyak
dalam pengembangan dimensi psikomotorik dengan pengembangan skill keterampilan murid tanpa
mengesampingkan dimensi-dimensi yang lain. Pendidikan kewarganegaraan dalam pembangunan
berkelanjutan mengharapkan peserta didik dapat bertindak dan berpartisipasi mendukung pemerintah dalam
mewujudkan program pembangunan barkelanjutan. Maka, peserta didik harus dibekali kemampuan untuk
bertindak dan berpartisipasi relevan sehingga diharus dibekali keterampilan (skills). Skills terkait erat
dengan practical knowladge dan understanding. Intellectual skills yang diperlukan menjadikan individu
dapat merefleksikan pengalaman belajar dan memberi kesadaran pengalaman. Intellectual skills
memungkinkan individu (peserta didik) untuk menggeneralisasi, menerapkan keterampilan penalaran
terhadap masalah dan membangun komunitas berdasarkan agurmentasi yang tepat. Action skills dan
communication skills untuk mengekspresikan keyakianan dan berpartisipasi baik dalam diskusi atau
perdebatan meyakinkan, sedangkan keterampilan aksi ditandai dengan kemampuan berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan kelompok secara efektif memperanguhi dan kemampuan untuk
mengaktualisasikannya
Hubungan erat antara pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dan pendidikan
kewarganegaraan global di dukung oleh Sekretaris Jenderal PBB yang diluncurkan pada 2012 melihat
pendidikan kewarganegaraan global sebagai pembelajaran dari pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan untuk mencapai tujuannya (UNESCO 2013, hlm. 3). Pendidikan kewarganegaraan global
bertujuan untuk memberdayakan peserta didik untuk terlibat dan berperan aktif baik secara lokal maupun
global untuk menghadapi dan menyelesaikan tantangan global dan pada akhirnya menjadi kontributor
proaktif untuk dunia yang lebih adil, damai, toleran, inklusif, aman dan berkelanjutan. Pendidikan terus
menjadi persyaratan utama untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. memastikan bahwa semua peserta
didik diberi pengetahuan dan keterampilan untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, termasuk,
antara lain, melalui pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dan gaya hidup berkelanjutan, hak asasi
manusia, kesetaraan gender, promosi budaya perdamaian dan non-kekerasan, kewarganegaraan global dan
apresiasi terhadap keanekaragaman budaya dan kontribusi budaya untuk pembangunan berkelanjutan (PBB
2016, np).
Tentunya dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia terdapat tantangan-tantangan. Kondisi
pertama tantangan Indonesia sebagai negara berkembang ialah pelemahan ekonomi dunia, jika diibarakan
badai yang sempurna (Prefect Strom), itu disebabkan dari beberapa hal berikut yang datangnya secara
bersamaan yaitu, melemahnya kondisi ekonomi dunia dan perdagangan dunia, pelambatan perubahan
stuktur ekonomi, menurunya aliran modal yang ada ke negara berkembang, berkembangnya serangan
terorisme yang sangat banyak, pperubahan iklim. Untuk tantangan pembangunan berkelanjutan Indonesia
membutuhkan generasi muda yang memiliki rasa percaya diri, memiliki visi yang luas, memiliki ambisi,
memiliki kreatifitas memiliki penguasaan teknologi dan pengetahuan untuk memakmurkan bangsa
Indonesia Anak muda Indonesia ini harus mendorong hal penting agar dapat menghadapi tantangan
perubahan pelemahan dunia antaranya yaitu :
1. Menjadi warga negara yang berperan aktif, dengan konsep Global Village (jadi bagian dunia),
bagaimana caranya menghilangkan hambatan dalam peradangan global, meningkatkan infrastuktur
yang ada dan konektivitas, memperbaiki kelembagaan yang ada di indonesia, memiliki
kepemimpinan yang baik dan kuat, karena dengan kepemimpinan Indonesia yang kuat dan baik.
2. Peningkatan pada pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan indonesia rendah, peningkatan
kesehatan dimulai dari sejak bayi didalam kandungan, waktu krusial pertama yang perlu
diperhatikan yaitu pada saat usia kandungan sampai dengan 2 tahun, karena pada usia 0 sampai
dengan 24 bulan itu merupakan masa pertumbuhan otak, meskipun saat duduk di bangku SMA dan
perguruan tinggi diberikan ilmu dan les yang berjubel, namun karena kondisi otaknya yang tidak
memungkinan maka dari itu tetap tidak dapat berkembang dengan baik, Perbelanjaan pelayanan
kesehatan di Indonesia ini termasuk 5 Negara yang terendah didunia.
3. Pendidikan, sekolah didesa yang lebih kecil mempunyai peluang mendapatkan guru dengan
kualitas yang baik, adalah termasuk tingkat kehadiran guru. Disparitas kualitas pendidikan yang
ada di Indonesia dapat dilihat dari hasil penelitian Bank Dunia, bahwa siswa yang ada di jawa akan
lebih cepat membaca 25 huruf dari pada siswa yang ada di Papua, NTT dan Maluku.
4. Peningkatan partisipasi perempuan, ketimpangan permasalahan gender di Indonesia ini sangat
tinggi, kita berada di urutan 114 dari 145 negara dalam rangka partisipasi perempuan dalam
perekonomian. Persentasi partisipasi peremuan yang ada di indonesia ini, pada perekonomian
hanya 51% jika dibandingkan dengan asia pasfik yang 61%, dengan membuat perempuan mampu
maka akan dipastikan adanya peningkatan tingkat daya saing bangsa ini.
Negara Indonesia ini membutuhkan mereka yang berusia muda yang memiliki kemampuan berfikir
kritis, yang mampu membuat analisa jernih serta dapat membedakan fakta dan bukti disatu sisi subyektifitas
dan bias. Jika menjadi seorang pembuat kebijakan dan tindakan yang bertanggung jawab dan bijak dengan
menunjukkan empati, melakukan dengan dasar ilmu teknis yang dikuasai dan dimiliki, kemudian kebijakan
itu disandingkan dengan policy negara, membuat berbagai pilihan-pilihan sampai dengan pilihan yang
terburuk, bagaimana caranya berempati terhadap orang yang terkena dampak negatif terhadap kebijakan
yang dibuat, bagaiman agar mampu menjelaskan bahwa kebijakan dan cara berempati dapat menjelaskan
dampak-dampak negatif tersebut kepada orang orang yang terkena impas.
DAFTAR PUSTAKA

Abdoellah, O. S. (2016). Pembangunan berkelanjutan di Indonesia: di persimpangan jalan.


Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Fauzi, A., & Oxtavianus, A. (2014). Pengukuran pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Jurnal
Mimbar 30(1).
Rachman, F. (2017). Pendidikan kewarganegaraan dalam pembangunan berkelanjutan dan
tantangan ketegangan. Universitas Pendidikan Indonesia.
Salim, E. (2010). Pembangunan berkelanjutan peran dan kontribusi Emil Salim. Jakarta: KPG
(Kepustakaan Populer Gramedia).
Swain, R. B., & Yang-Wallentin, F. (2019). Achieving sustainable development goals:
predicaments and strategies. International Journal of Sustainable Development & World
Ecology. DOI: 10.1080/13504509.2019.1692316.

Anda mungkin juga menyukai