Anda di halaman 1dari 4

TUGAS RESUME MATERI KELOMPOK 2

Ch 2.1 – 2.5

MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK

Nama : Sekar Alifia Rahmawati

NIM : 14020120140174

Dosen : Dr., Dra. Augustin Rina Herawati M.Si.

Pertemuan Ke-2 tanggal 30 Agustus 2021

Model-Model Politik

Berdasarkan hasil presentasi dari kelompok 2 yang membahas tentang Model-model Politik maka
didapatkan hasil sebagai berikut :

2.1: Model untuk Analisis Kebijakan

Model dianggap sebagai sebuah representasi dari berbagai aspek di dunia nyata yang
disederhanakan. Contohnya missal pada seorang arsitek yang menunjukan proyek yang
usulannya dengan memperlihatkan rencananya yang lengkap sehingga bisa berjalan dengan
lancar.

2.1.1: Penggunaan Model

Dari hasil pemaparan kelompok 2 diperoleh hasil bahwa model yang digunakan dalam
mempelajari kebijakan merupakan model konseptual, yang berfungsi sebagai berikut:

● Menyederhanakan dan memperjelas pemikiran kita tentang politik dan kebijakan publik.
● Mengidentifikasi aspek yang penting dari masalah kebijakan
● Membantu kita untuk berkomunikasi satu sama lain dengan fokus kepada fitur – fitur
penting dari politik kehidupan
● Mengarahkan upaya atau usaha kita untuk dapat memahami kebijakan publik menjadi lebih
baik dengan memberi pengetahuan apa yang penting dan apa yang tidak penting.
● Memberikan saran penjelasan untuk kebijakan publik dan dapat memprediksi
konsekuensinya.
2.1.2: Model Kebijakan Terpilih
Sudah selama bertahun – tahun, ilmu politik, sama seperti ilmu lainnya. Ilmu politik telah
mengembangkan sejumlah model lain untuk membantu kita memahami kehidupan politik. Di
antara model – model tersebut adalah sebagai berikut :
● Model Proses
● Model Kelembagaan
● Model Rasional
● Model Tambahan
● Model Grup
● Model Elit
● Model Pilihan Publik
● Model Teori Permainan
Setiap istilah ini mengidentifikasi konsep utama model yang dapat ditemukan dalam
literatur ilmu politik.
2.2: Proses Kebijakan sebagai Aktivitas Politik

Proses dan perilaku politik yaitu fokus utama berasal pada ilmu politik.

Tabel. 2-1 Proses Kebijakan

● Identifikasi Masalah (Problem Identification)


● Agenda Kebijakan (Agenda Setting)
● Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)
● Legitimasi Kebijakan (Policy Legitimasi)
● Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)
● Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation)
Perlu diingat bahwa pembuatan kebijakan melibatkan identifikasi masalah (problem
identification), agenda kebijakan (agenda setting), merumuskan proposal (formulating proposals),
melegitimasi kebijakan (legitimating proposals), mengimplementasi kebijakan (Policy
Implementation), dan mengevaluasi kebijakan (evaluating policy).

2.3: Institusionalisme
Kebijakan sebagai Output Institusional
Pada pemaparan kelompok diketahui bahwa institusi pemerintah telah lama menjadi fokus
utama ilmu politik. Aktivitas politik umumnya berpusat di sekitar institusi-institusi pemerintah,
seperti kepresidenan, kongres, pengadilan, dsb. Kebijakan publik ditentukan, diimplementasikan,
serta dipaksakan secara otoritatif oleh institusi-institusi tersebut.
Sedangkan pada pembahasan dari chapter yang dikaji oleh kelompok 2 menyatakan
Konstitusi Amerika Serikat menetapkan struktur kelembagaan fundamental dalam pembuatan
kebijakan. Hal tersebut merupakan "hukum tertinggi negara." Komponen struktural utamanya
berupa adanya pemisahan kekuasaan dan checks and balances antara legislatif, eksekutif, dan
yudikatif pada pemerintah nasional, serta federalisme yang membagi kekuasaan antara
pemerintah nasional dan pemerintah negara bagian. Hal tersebut diciptakan oleh para pendirinya
dengan tujuan untuk membentuk suatu persatuan yang lebih sempurna.
Kemudian juga dari hasil paparan diketahui tentang pengaturan institusional pemerintah
memengaruhi kebijakan publik, termasuk federalisme, seperti adanya pembagian uang dan
kekuasaan di antara pemerintah federal, negara bagian, dan lokal. Federalisme mengakui bahwa
pemerintah nasional dan pemerintah negara bagian sama-sama memperoleh otoritas hukum yang
independen dari warga negara mereka sendiri. Keduanya dapat mengesahkan hukum mereka
sendiri, memungut pajak mereka sendiri, serta mempertahankan pengadilan mereka sendiri.
2.4: Rasionalisme

Kebijakan sebagai Keuntungan Sosial Maksimum

Berdasarkan paparan presentasi kelompok 2 :

Mengandung dua pedoman penting dalam definisi keuntungan sosial maksimum ini.
Pertama, tidak ada kebijakan yang harus diadopsi jika biayanya melebihi manfaatnya. Kedua, di
antara alternatif kebijakan, pengambil keputusan harus memilih kebijakan yang menghasilkan
manfaat terbesar daripada biaya. Dengan kata lain, suatu kebijakan dapat dikatakan rasional
apabila perbedaan antara nilai yang dicapai dan nilai yang dikorbankan adalah positif dan lebih
besar daripada alternatif kebijakan lainnya.
Untuk memilih kebijakan yang rasional, pembuat kebijakan harus mengetahui hal-hal berikut:

1. Mengetahui semua preferensi nilai masyarakat dan bobot relatifnya,


2. Mengetahui semua alternatif kebijakan yang tersedia,
3. Mengetahui semua konsekuensi dari setiap alternatif kebijakan,
4. Menghitung rasio manfaat terhadap biaya untuk setiap alternatif kebijakan, dan
5. Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien.
Juga pada pembuatan kebijakan yang rasional membutuhkan informasi tentang kebijakan
alternatif, kapasitas prediktif untuk meramalkan secara akurat konsekuensi dari kebijakan
alternatif, dan kecerdasan untuk menghitung dengan benar rasio biaya terhadap manfaat.
Terakhir, pembuatan kebijakan yang rasional membutuhkan sistem pengambilan keputusan yang
memfasilitasi rasionalitas dalam pembentukan kebijakan.

Namun, ada banyak hambatan untuk pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan
yang rasional, di antaranya:

● Banyak manfaat dan biaya yang saling bertentangan tidak dapat dibandingkan atau
ditimbang
● Pembuat kebijakan mendahulukan kepentingan individu atau golongan dibandingkan
kepentingan umum atau masyarakat
● Pembuat kebijakan tidak mencari sampai mereka menemukan “satu cara terbaik”, tetapi
hanya menemukan alternatif yang akan bekerja
● Pembuat kebijakan tidak memiliki kecerdasan yang cukup untuk menghitung biaya dan
manfaat secara akurat ketika sejumlah besar nilai politik, sosial, ekonomi, dan budaya
dipertaruhkan
● Ketidakpastian tentang konsekuensi dari berbagai alternatif kebijakan memaksa pembuat
kebijakan untuk sedekat mungkin dengan kebijakan sebelumnya untuk mengurangi
kemungkinan konsekuensi negatif yang tidak terduga.
2.5 Inkrementalisme Kebijakan sebagai Variasi di Masa Lalu

Chapter yang menjadi pokok pembahasan kelompok 2 juga membahas tentang


inkrementalisme memandang suatu kebijakan publik sebagai kelanjutan dari kegiatan pemerintah
di masa lalu dengan hanya tambahan modifikasi. Ilmuwan politik Charles E. Lindblom, pertama kali
mempresentasikan model inkremental dalam sebuah kritik terhadap model pengambilan
keputusan yang rasional. Model inkremental mengakui sifat tidak praktis dari pembuatan kebijakan
"rasional-komprehensif", dan menggambarkan proses pengambilan keputusan yang lebih
konservatif.

Dimana juga diketahui Bersama inkrementalisme bersifat konservatif karena program,


kebijakan, dan pengeluaran yang ada dianggap sebagai dasar, dan perhatian dipusatkan pada
program dan kebijakan baru dan pada peningkatan, penurunan, atau modifikasi program saat ini.
Pembuat kebijakan umumnya menerima legitimasi program yang sudah ada dan secara diam-
diam setuju untuk melanjutkan kebijakan sebelumnya.

Tetapi model inkremental mungkin gagal ketika pembuat kebijakan dihadapkan pada krisis.
Contohnya saat menghadapi potensi keruntuhan pasar keuangan negara pada tahun 2008,
Presiden, Kongres, Departemen Keuangan, dan Dewan Cadangan Federal berkumpul untuk
menyepakati perluasan kekuasaan federal yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Daftar Pustaka
Dye, T. R. (2017). Understanding Public Policy. Florida: Pearson.

Anda mungkin juga menyukai