Anda di halaman 1dari 6

TUGAS RESUME MATERI KELOMPOK 1

Ch 2.6 – 2.10

MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK

Nama : Sekar Alifia Rahmawati

NIM : 14020120140174

Dosen : Dr., Dra. Augustin Rina Herawati M.Si.

Pertemuan Ke-3 tanggal 5 September 2021

MODELS OF POLITICS (MODEL-MODEL POLITIK)


2.6: Teori Kelompok (Group Theory)

Kebijakan sebagai Keseimbangan dalam Perjuangan Kelompok

Teori kelompok dimulai dengan proposisi bahwa interaksi antar kelompok adalah fakta
sentral dari politik. Dimana individu bersatu bersama-sama yang memiliki kepentingan baik
secara formal maupun informal untuk menekan tuntutan pada pemerintah disebut dengan
kelompok kepentingan. Interaksi antar kelompok yang terjadi merupakan fakta utama dari politik
dan public policy. Sistem politik memiliki tugas untuk mengelola konflik kelompok melalu
beberapa cara, antara lain:

(1) Menetapkan aturan permainan dalam perjuangan kelompok,


(2) Mengatur kompromi dan menyeimbangkan kepentingan,
(3) Melakukan kompromi dalam bentuk kebijakan publik,
(4) Menegakkan kompromi ini.
Kebijakan publik pada saat tertentu merupakan keseimbangan yang dicapai dalam
perjuangan kelompok ditentukan oleh pengaruh relatif dari berbagai kelompok yang diharapkan
dapat menghasilkan perubahan dalam kebijakan publik. Artinya, kebijakan akan bergerak ke
arah kelompok yang memiliki pengaruh dan menjauhi kelompok yang kehilangan pengaruh.
Seluruh sistem kelompok kepentingan disatukan dalam keseimbangan oleh beberapa kekuatan,
antara lain:
1. Adanya kelompok besar dan universal. Dimana kelompok tersebut tidak selalu terlihat namun
dapat diaktifkan untuk memberikan teguran kepada kelompok manapun yang menyerang
sistem dan menghancurkan keseimbangan.
2. Keanggotaan kelompok yang tumpang tindih membantu menjaga keseimbangan dengan
mencegah satu kelompok bergerak terlalu jauh dari nilai-nilai yang berlaku.

2.7: Teori Elit (Elite Theory)

Kebijakan sebagai Prefensi Elit

Pejabat publik dan administrator hanya menjalankan kebijakan yang diputuskan oleh elit.
Teori elit dapat diringkas sebagai berikut:

1. Masyarakat terbagi menjadi yang memiliki kekuasaan sedikit dan yang tdak memiliki
kekuasaan dengan jumlah banyak. Massa atau rakyat tidak memiliki peran memutuskan
kebijakan publik.
2. Beberapa orang yang memerintah bukanlah tipikal dari rakyat yang diperintah. Elite diambil
secara tidak proporsional dari lapisan masyarakat sosial ekonomi atas.
3. Gerakan nonelite yang membahayakan posisi elite harus dikendalikan secara kontinu untuk
mencapai stabilitas dan menghindari revolusi.
4. Elite berbagi konsensus atas nama nilai-nilai dasar sistem sosial dan pelestarian/perlindungan
sistem tersebut.
5. Kebijakan publik tidak mencerminkan tuntutan rakyat melainkan nilai-nilai yang berlaku dari
elite. Perubahan kebijakan publik akan lebih bersifat incremental atau tambal sulam daripada
revolusioner.
6. Elit mempengaruhi rakyat lebih dari rakyat mempengaruhi elite.

Implikasi teori elit untuk analisis kebijakan yaitu menyiratkan bahwa kebijakan publik
tidak mencerminkan tuntutan rakyat jadi seperti halnya kepentingan, nilai, dan preferensi elit.
Oleh karena itu, perubahan dan inovasi dalam kebijakan publik terjadi sebagai akibat dari
redefinisi nilai oleh para elit terhadap nilai-nilai mereka sendiri. Elitisme tidak selalu berarti
bahwa kebijakan publik akan memusuhi kesejahteraan rakyat tetapi hanya itu tanggung jawab
untuk kesejahteraan rakyat ada di pundak elit, bukan rakyat.
2.8 : Teori Pilihan Publik (Public Choice Theory)
Kebijakan sebagai Pengambilan Keputusan Kolektif oleh Individu yang
Mementingkan Diri Sendiri

Teori pilihan publik adalah studi ekonomi mengenai pengambilan keputusan nonmarket,
khususnya penerapan analisis ekonomi untuk pembuatan kebijakan publik. Teori pilihan publik
juga membantu untuk memahami perilaku kelompok kepentingan lingkungan dalam
mendramatisir dan mempublikasikan tujuan mereka. Dalam ilmu politik dipelajari perilaku
dalam arena publik dan berasumsi bahwa individu-individu dipengaruhi oleh gagasannya dalam
kepentingan publik. Dalam teori pilihan publik semua aktor politik pemilih, pembayar pajak,
kandidat, legislator, birokrat, kelompok kepentingan, partai, dan pemerintah berusaha
memaksimalkan keuntungan pribadi mereka dalam politik maupun di pasar. 
Teori pilihan publik menunjukkan bahwa pemerintah harus menjalankan fungsi-fungsi
tertentu yang tidak dapat ditangani oleh pasar, seperti “kegagalan pasar” tertentu. Pertama 
pemerintah harus menyediakan barang publik, barang dan jasa yang harus dipasok kepada semua
orang. Pasar tidak dapat menyediakan barang publik karena biayanya melebihi nilai beli
individu. Contoh paling umum adalah pertahanan nasional, pemerintah melindungi invasi asing
yang terlalu mahal untuk dibeli seseorang, dengan demikian tidak ada yang bisa dikecualikan
dari manfaatnya. Pemerintah merespon dengan mengatur kegiatan yang menghasilkan
eksternalitas dengan menjatuhkan hukuman untuk memberikan kompensasi biaya mereka kepada
masyarakat.
Teori pilihan publik mengasumsikan bahwa individu dan organisasi berusaha
memaksimalkan keuntungan mereka sendiri dalam politik; misalnya, partai dan kandidat yang
pandangan kebijakannya mungkin sangat liberal atau konservatif pindah ke pusat pada waktu
pemilihan untuk memenangkan suara terbanyak. Dalam teori pilihan publik menjelaskan
mengapa partai politik dan kandidat umumnya gagal menawarkan alternatif kebijakan yang jelas
dalam kampanye pemilu. Para partai dan kadidatnya lebih merumuskan kebijakan mereka untuk
memenangkan pemilihan bukan memenangkan pemilu untuk merumuskan kebijakan. Dengan
demikian, masing-masing partai dan kandidat mencari posisi kebijakan yang akan menarik
jumlah pemilih terbanyak dan memenangkan partai serta kadidatnya dalam pemilu. 
2.9 : Model Teori Permainan (Game Theory)

Kebijakan sebagai Pilihan Rasional dalam Situasi Kompetitif

Teori permainan merupakan varian dari model rasional dan merupakan studi mengenai
pembuatan keputusan rasional dalam suatu keadaan dimana terjadi dua atau lebih partisipan yang
mempunyai pilihan-pilihan atas kebijakan dan hasilnya bergantung pada pilihan mereka masing-
masing. Para pemain harus saling menyesuaikan diri untuk saling merefleksikan pertimbangan
masing-masing bahwa efektivitas kebijakan bukan hanya bergantung pada keinginan dan
kemampuan, tetapi juga terhadap hal-hal yang akan dikerjakan oleh partisipan lainnya. Teori ini
merupakan bentuk dari rasionalisme yang diterapkan dalam situasi kompetitif, yaitu
keberhasilannya bergantung pada hal-hal yang akan dikerjakan oleh para partisipan. Oleh karena
itu, payoff (hasil yang menguntungkan) bukan hasil pertimbangan seorang aktor, melainkan aktor
lawannya.
Ide model ini bermula dari pengamatan terhadap chicken game. Dalam permainan ini, dua
buah mobil dalam jalur yang sama, dengan posisi di tengah dan berlawanan, melaju sama
kencangnya. Tentunya masing-masing pengemudi ingin menghindari kematian, tetapi juga
menghindari gelar tidak terhormat dengan sebutan “chicken”, gelar pengecut yang menghindar
terlebih dahulu. Konsep penting lainnya adalah “minimax”, yang maknanya “meminimalkan
kekalahan maximum atau memaksimalkan pencapaian manfaat yang minimal” bagi para pemain
yang bersaing setelah memperhitungkan hal-hal yang dikerjakan lawan.
Model permainan biasanya sering diterapkan pada perang dan damai, penggunaan senjata
nuklir, konflik internasional, diplomasi internasional, tawar-menawar dan pembangunan koalisi
di Kongres atau PBB, berbagai situasi politik penting lainnya, dan masalah lain yang jelas antara
kerugian dan keuntungannya. Contoh konkritnya yang baik untuk model ini adalah kasus krisis
senjata nuklir di Kuba pada paruh pertama dekade 1960-an. Allison (dalam Hanrieder, 1971))
menjelaskan kasus ini bermula dari penempatan senjata nuklir Uni Soviet di Kuba. Keberadaan
senjata mematikan itu mendorong Presiden Kennedy membentuk Komite Eksklusif yang
bertugas untuk menetapkan pilihan-pilihan tindakan untuk mengatasi krisis nuklir. Ternyata,
Komisi Ekslusif menemukan kesulitan dalam memilih mana tindakan yang tepat dari enam
alternatif tindakan yang dirancang. Lalu, pada akhirnya langkah blokade militer ditempuh oleh
Amerika Serikat. Langkah ini ditafsirkan oleh pihak Uni Soviet sebagai ancaman serius sehingga
mereka memutuskan untuk melucuti senjata nuklirnya sendiri.

2.10: Model (Models)


Apakah Suatu Model Membantu atau Tidak

Suatu model merupakan representasi yang disederhanakan dari beberapa aspek kehidupan
di dunia nyata. Terdapat beberapa kriteria umum untuk menilai apakah suatu model tersebut
dapat berguna atau tidak, yaitu :
1. Suatu model berguna dalam mengatur dan menyederhanakan kehidupan politik.
2. Suatu model harus dapat mengidentifikasi berbagai aspek yang benar-benar penting atau
signifikan dari kebijakan publik.
3. Suatu model harus kongruen dengan realitas.
4. Suatu model harus dapat mengkomunikasikan hal yang bermakna.
5. Suatu model harus membantu mengarahkan sebuah penyelidikan dan penelitian secara
langsung ke dalam kebijakan publik.
6. Suatu model harus menyarankan penjelasan yang berkaitan tentang kebijakan publik.

SUMMARY : Models of Politics

1. Politik menggunakan berbagai model konseptual untuk membantu menjelaskan kehidupan


politik dan kebijakan publik.
2. Model proses memandang pembuatan kebijakan sebagai rangkaian kegiatan politik.
3. Model institusional memusatkan perhatian pada pengaruh institusi politik dan pemerintah
terhadap kebijakan publik.
4. Model rasional menyiratkan bahwa pemerintah harus memilih kebijakan yang
memaksimalkan keuntungan masyarakat dan meminimalkan biaya.
5. Model inkremental memandang kebijakan publik sebagian besar sebagai kelanjutan dari
kegiatan pemerintah di masa lalu dengan hanya modifikasi inkremental.
6. Teori kelompok memandang kebijakan publik sebagai hasil perjuangan antar kelompok
masyarakat.
7. Model elit memandang kebijakan publik sebagai preferensi dan nilai-nilai penguasa negara
elit.
8. Teori pilihan publik menerapkan analisis ekonomi pada studi kebijakan publik.
9. Teori permainan menggambarkan kebijakan sebagai hasil interaksi antara dua atau lebih
partisipan yang rasional.

DAFTAR PUSTAKA

Dye, T. R. (2017). Understanding Public Policy. Fifteenth Edition. New Jersey:


Pearson Education, Inc (pp. 16–23).

Anda mungkin juga menyukai