Anda di halaman 1dari 36

EVALUASI UJIAN SEKOLAH MENGGUNAKAN MODEL

BRINKERHOFF PADA MATA PELAJARAN FISIKA DI SMA

PROPOSAL
(Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti ujian Sarjana Program
Studi S1 Pendidikan Fisika)

Oleh:
RABIANTI KAMALI
421418020

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS MATEMATIKA


DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FISIKA PRODI PENDIDIKAN FISIKA
TAHUN 2022

1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah...............................................................................4
1.3 Rumusan Masalah..................................................................................5
1.4 Tujuan Penelitian...................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................5
BAB II KAJIAN TEORITIS.................................................................................7
2.1 Evaluasi Pembelajaran...........................................................................7
2.2 Model-Model Evaluasi...........................................................................7
2.3 Model Evaluasi Brinkerhoff...................................................................17
2.4 Kriteria Evaluasi Ujian Sekolah.............................................................18
2.5 Penelitian Yang Relevan........................................................................20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................22
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian................................................................22
3.2 Metode Penelitian..................................................................................22
3.3 Model Evaluasi dan Tahapannya...........................................................22
3.4 Populasi dan Sampel..............................................................................22
3.5 Instrumen Penelitian .............................................................................23
3.6 Validitas Instrumen................................................................................29
3.7 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................30
3.8 Teknik Analisis Data..............................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan
sumber daya manusia, oleh karena itu bidang pendidikan harus dikembangkan
secara terus menerus sesuai dengan kemajuan zaman. Keadaan ini seiring dengan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional
(Sisdiknas) bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
melahirkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagaaman, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara”. Sehingga
Pendidikan bisa menjadi wadah untuk mengembangkan potensi yang ada dalam
diri setiap individu karena tanpa pendidikan, manusia tidak akan bisa mencapai
taraf hidup yang lebih baik. Dari definisi diatas, tentu terkandung makna dan
tujuan yang sangat penting dan mulia, mencakup seluruh aspek untuk
memanusiakan manusia. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut dibutuhkan
usaha dan dukungan dari berbagai komponen pendidikan yang saling berkaitan
dan saling mempengaruhi (Ulpi 2018).
Dalam kehidupan sehari-hari kata pendidikan sudah tidak asing lagi
didengar sebab pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar yang tersruktur
sebagai tujuan untuk mencapai kuantitas hidup yang lebih baik (Darmingtyas,
2004). Pendidikan memiliki peranan penting dan keterkaitan yang erat dengan
perubahan sosial, baik berupa semangat perkembangan individu maupun proses
sosial dalam ukuran yang lebih luas (Azra, 1999). Pendidikan juga diartikan
sebagai peningkatan pola intelektual. Dimana dalam hal ini peserta didik
diharapkan akan memiliki kesiapan mental dan kemampuan deduktif dalam
menjalani kehidupannya yang tidak menentu dalam kesulitan modern (Mulkhan,
1993).
Pendidikan merupakan alat penting dan efektif untuk mengatur norma,
menegakkan etos kerja, menjadikan nilai yang efektif dikalangan masyarakat.

3
Pendidikan juga menjadi bagian dari instrument untuk membangun dan memupuk
kepribadian bangsa, memperkuat identitas nasional, dan memantapkan jati diri
bangsa. Pendidikan dapat menjadi sarana strategis untuk membangun kesadaran
bersama sebagai warga dengan mengukuhkan ikatan-ikatan social, tetap
menghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa, agama, sehingga dapat
menguatkan keutuhan nasional (Irianto, 2011).
Tujuan pendidikan adalah untuk memajukan kualitas manusia Indonesia
seutuhnya, dimana manusia yang memiliki ketakwaan kepada Tuhan yang maha
Esa, dan manusia yang memiliki keimanan, berbudi pekerti yang luhur,
berkepribadian mandiri, tangguh, cerdas, disiplin, kreatif, professional, produktif,
beretos kerja, sehat jasmani-rohani dan bertanggung jawab (Pirdata, 2000).
Menurut Rendy (2019), Bagian terpenting dalam berlangsungnya
kehidupan suatu Negara adalah pendidikan dimana melalui pendidikan seseorang
dapat menerima pengetahuan, dan keterampilan. Salah satu cara untuk menerima
pendidikan adalah melalui sekolah, dan salah satu cara untuk mengetahui hasil
pendidikan yang diberikan ialah melalui Ujian sekolah (US).
Ujian sekolah (US) merupakan rutinitas yang dilakukan dengan tujuan
untuk mengukur proses belajar mengajar, apakah siswa mampu untuk menerima
materi yang diajarkan dan apakah guru mampu memberikan materi dengan baik
dan benar. Ujian sekolah dapat dikatakan sebagai “Ancaman” yang menakutkan,
hal ini dikarenakan pada ujian sekolah materi yang diujikan jauh lebih banyak
dibandingkan pada saat ujian nasional. Hasil Ujian Nasional saat ini tidak lagi
menjadi penentu kelulusan siswa dalam menempuh ujian akhir. Sekolah memiliki
wewenang 100% dalam menentukan kelulusan siswa (Astri, 2017).
Fisika merupakan salah satu mata pelajaran rumpun sains yang dapat
menumbuhkan kemampuan berfikir analitis induktif dan dedukatif dalam
menganalisis kelakuan alam. Ulasan tersebut dapat berupa pengetahuan yang
terdiri atas fakta, konsep, rumus, prinsip, hukum teori dan model (Utrisno, 2006).
Fisika Merupakan salah satu cabang IPA yang mempelajari benda-benda alam
secara fisik dan dituliskan secara matematis agar dapat dimengerti oleh manusia
dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia (Sujanem dkk, 2012).

4
Tujuan pembelajaran fisika adalah menguasai konsep, prinsip fisika serta
memiliki keterampilan mengembangkan pengetahuan dan percaya diri sehingga
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi (Depdiknas, 2003). Tujuan
pembelajaran fisika dapat tercapai apabila masalah-masalah yang ada dalam
pembelajaran fisika dapat diselesaikan dengan baik. Banyak faktor yang
menyebabkan rendahnya pembelajaran fisika antara lain: kurikulum yang padat,
media belajar yang kurang efektif, materi pada buku pelajaran yang dirasakan
terlalu sulit untuk diikuti, laboratorium yang tidak memadai, kurang tepatnya
penggunaan media pembelajaran yang dipilih oleh guru, adanya kecenderungan
siswa dalam belajar fisika hanya sekedar menghafal rumus-rumus yang diberikan
guru tanpa menguasai konsep fisika yang esensial dari pengalaman yang
ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari, kurang optimal dan kurangnya
keselarasan siswa itu sendiri atau sifat konvesional, dimana siswa tidak banyak
terlibat dalam proses pembelajaran dan keaktifan kelas sebagian besar didominasi
oleh guru dan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, siswa
cenderung mencontoh perkerjaan temannya dari pada mengerjakannya sendiri
(Novi, 2018).
Masalah yang sering dihadapi dalam pembelajaran adalah ketika
pembelajaran berlangsung siswa kurang memahami pelajaran fisika dikarenakan
siswa malas belajar, siswa tidak mau bertanya dan tidak memiliki rasa penasaran
atau rasa ingin tahu terhadap materi pelajaran yang diajarkan guru sehingga
sebagian siswa tidak memahami isi materi pelajaran tersebut, hal ini diakibatkan
siswa kurang berfikir sehingga berimbas pada hasil belajar siswa khususnya pada
pemahaman konsep belajar siswa . Berdasarkan hasil wawancara dengan guru
bidang studi hanya 10% dari keseluruhan siswa yang menyukai pelajaran fisika
(Halim dkk, 2017).
Salah satu kesulitan belajar fisika siswa dikelas adalah perhatian siswa
terhadap pembelajaran fisika. Sebagaian besar siswa tidak memiliki motivasi yang
tinggi untuk bertanya ketika menemukan hal yang tidak dimengerti dari
penjelasan guru saat pembelajaran berlangsung (Arista dkk, 2013). Penelitan

5
lainnya yang dilakukan oleh Amelia dan Levianti (2012) yang menyatakan bahwa
siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah adalah siswa yang cenderung
menghabiskan banyak waktu untuk menyelesaikan tugas, tidak menyukai
feedback yang diberikan guru atau temannya, menyalahkan hal-hal diluar dirinya
dan memiliki keyakinan yang tidak realistic.
Dari permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan tentu akan
berdampak pada Ujian, khususnya pada ujian sekolah mata pelajaran fisika. Maka
dari itu perlu adanya evaluasi. Evaluasi dalam hal ini adalah menggunakan
“Model Brinkerhoff” dimana evaluasi ini merupakan penggabungan elemen-
elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator lain, namun dalam komposisi dan
versi mereka sendiri. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa model
Brinkerhoff merupakan model yang komprehensif sebagai aspek model
pendidikan yang berorientasi pada perbaikan.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Evaluasi Ujian Sekolah Menggunakan Model Brinkerhoff Pada Mata
Pelajaran Fisika Di SMA”.
1.2 Identifikasi Masalah
Sesuai latar belakang masalah yang di tulis, maka permasalahan yang di dapat
adalah:
1. Ketika Pembelajaran berlangsung siswa kurang memahami pelajaran fisika
dikarenakan siswa malas belajar.
2. Siswa tidak mau bertanya dan tidak memiliki rasa penasaran atau rasa ingin
tahu terhadap materi pelajaran yang diajarkan guru sehingga sebagian siswa
tidak memahami isi materi pelajaran tersebut.
3. Adanya kecenderungan siswa dalam belajar fisika hanya sekedar menghafal
rumus-rumus yang diberikan guru tanpa menguasai konsep fisika yang
esensial dari pengalaman yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Kurangnya keselarasan siswa itu sendiri atau sifat konvesional, dimana siswa
tidak banyak terlibat dalam proses pembelajaran dan keaktifan kelas sebagian
besar didominasi oleh guru dan dalam mengerjakan tugas-tugas yang

6
diberikan oleh guru, siswa cenderung mencontoh perkerjaan temannya dari
pada mengerjakannya sendiri.
5. Ujian sekolah dapat dikatakan sebagai “Ancaman” yang menakutkan, hal ini
dikarenakan pada ujian sekolah materi yang diujikan jauh lebih banyak
dibandingkan pada saat ujian nasional.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifiikasi masalah, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana desain fixed vs emergent model Brinkerhoff terhadap evaluasi
ujian sekolah pada mata pelajaran fisika?
2. Bagaimana evaluasi formatif vs sumatif model Brinkerhoff terhadap evaluasi
ujian sekolah pada mata pelajaran fisika?
3. Bagaimana desain ekperimental dan Quasi Eksperimental vs Natural inquiry
model Brinkerhoff terhadap evaluasi ujian sekolah pada mata pelajaran fisika?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui desain fixed vs emergent model Brinkerhoff terhadap
evaluasi ujian sekolah pada mata pelajaran fisika.
2. Untuk mengetahui desain formatif vs sumatif model Brinkerhoff terhadap
evaluasi ujian sekolah pada mata pelajaran fisika.
3. Untuk mengetahui desain ekperimental dan Quasi Eksperimental vs Natural
inquiry model Brinkerhoff terhadap evaluasi ujian sekolah pada mata
pelajaran fisika.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan fatwa yang bermanfaat antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Berguna bagi peneliti, yaitu sebagai sumber pengetahuan dalam mengevaluasi
Ujian Sekolah (US) menggunakan model Brinkerhoff pada mata pelajaran fisika.
2. Manfaat Praktis:
Memberikan informasi yang relevan kepada sekolah, guru dan wali murid
tentang pentingnya evaluasi model Brinkerhoff pada ujian sekolah mata pelajaran

7
fisika. Bagi siswa dapat mengetahui dan memahami pentingnya mempelajari
mata pelajaran fisika sehingga mampu mendorong suksesnya ujian sekolah (US).

8
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Evaluasi Pembelajaran
Menurut Ai (2018), Evaluasi adalah suatu pemeriksaan (penyelidikan yang
terstruktur sebagai manfaat atau kegunaan dan sesuatu yang berdasarkan standar
tertentu. (A Joint Commitee on a for Eavaluation). Evaluasi pembelajaran
merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan dengan pengelolaan yang lebih baik.
Evaluasi merupakan suatu eksplorasi, penelitian, penyelidikan, atau pemeriksaan
yang sistematik terhadap nilai suatu objek. (Nurjanah Ginting & Setiawan, 2019).
Dengan demikian evaluasi pembelajaran adalah suatu proses yang menentukan
nilai prestasi peserta didik dengan kriteria-kriteria tertentu guna mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya.
2.2 Model-Model Evaluasi
2.2.1 Model Kirkpatrick
Model Kirkpatrick model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirpatrick disebut
dengan “four level” atau evaluasi Kirkpatrick (Kirkpatrick, 1998). Evaluasi yang
dilakukan pada sistem pembelajaran meliputi empat tingkatan evaluasi, yaitu:
evaluasi reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil. Tahap pertama, atau tingkat
respon, mengevaluasi respon peserta berupa perasaan, pemikiran dan keinginan
tentang pembelajaran, pendampingan dan pelaksanaan lingkungan belajar.
Tingkat tanggapan dirancang untuk mengukur dan mengevaluasi tanggapan
peserta terhadap rencana pembelajaran (Effendi dkk, 2022).
a. Tahap reaksi
Tahap ini mengukur kepuasan peserta terhadap layanan bantuan pembelajaran
yang telah mereka ikuti. Kepuasan yang dimaksud adalah kepuasan terhadap
pelaksanaan tutor secara keseluruhan, materi tutorial, materi tutorial, fasilitas, dan
layanan bantuan belajar. Asumsi dasar pada tahap ini adalah jika siswa tidak
menyukai tutorial, maka sangat sedikit pekerjaan dalam pembelajaran dan
penerapan materi yang telah mereka peroleh dalam proses pembelajaran. Oleh
karena itu kepuasan menjadi dasar motivasi belajar.
b. Tahap kedua atau tingkat pembelajaran

9
Tahap ini mengacu pada pengukuran proses pembelajaran, yaitu transfer
pembelajaran. Tingkat pembelajaran terkait dengan pembelajaran. Pada tahap ini
pembelajaran mengacu pada sejauh mana peserta mengubah sikap, menambah
pengetahuan atau meningkatkan keterampilan karena mengikuti. Penilaian
tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta sebelum dan
sesudah tutorial ini.
c. Tahap ketiga, tingkat perilaku.
Tahap ini merupakan evaluasi perilaku, yaitu derajat perubahan perilaku yang
disebabkan oleh keikutsertaan mahasiswa dalam program layanan konseling.
Tujuan pada tahap ini adalah untuk memastikan bahwa tutorial berdampak positif
pada kinerja siswa. Singkatnya, kami akan menganalisis apakah siswa
menggunakan pengetahuan, kemampuan, atau kebiasaan belajar mereka
berdasarkan pengetahuan yang dipelajari dalam tutorial ini. Penilaian pada tahap
ini juga akan menjelaskan perbedaan antara apa yang telah mereka pelajari
sebelum dan sesudah tutorial ini.
d. Tahap empat, atau tingkat kinerja
Tahap ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana kurikulum telah membantu
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada tahap ini ia
harus mampu menjawab pertanyaan “apa hasil yang diharapkan dari pembelajaran
yang dilaksanakan? Jika memungkinkan, pada tahap sebelum tutorial ini terdapat
data tentang tujuan yang ingin dicapai sebagai hasil akhir setelah tutorial, dan
pencapaiannya akan dibandingkan dalam evaluasi tahap ini. Terdapat beberapa
kondisi yang membuat sulit untuk melakukan evaluasi pada level ini, diantaranya
kondisi dimana apa yang diharapkan dari pembelajaran tidak dapat diamati. Selain
itu, terdapat kondisi dimana data yang digunakan sebagai acuan untuk mencapai
tujuan tidak tersedia atau data tidak akurat.
2.2.2 Model CIPP
Nama CIPP dalam kenyataannya langsung menunjukkan karakteristik model
evaluasi tersebut. CIPP adalah singkatan dari Context, Input, Process, dan
Product. Dengan demikian terlihat bahwa model evaluasi CIPP terdiri dari empat
komponen evaluasi, yaitu evaluasi konteks (Context Evaluation), evaluasi

10
masukan (Input Evaluation), evaluasi proses (Process Evaluation), dan evaluasi
produk (Product Evaluation). Keempat komponen evaluasi ini merupakan satu
rangkaian yang utuh. Ini sebabnya model evaluasi CIPP disebut sebagai model
evaluasi yang komprehensif. Meskipun demikian, Stufflebeam mengatakan bahwa
dalam pelaksanaannya evaluator dapat menggunakan satu atau kombinasi dari dua
atau lebih komponen evaluasi (Stufflebeam, 1983). Setiap komponen dalam
evaluasi CIPP terdiri dari fokus kajian yang berbeda (Petrus dan Felisitas, 2018).
a. Evaluasi konteks (Context Evaluation)
Evaluasi ini bertolak dari pertanyaan apa yang dibutuhkan? Tujuan evaluasi
konteks adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan
(Stufflebeam, 1983). Informasi terkait kekuatan dan kelemahan akan menentukan
tindakan yang dapat dilakukan.
b. Evaluasi masukan (Input Evaluation).
Evaluasi masukan membantu mengatur keputusan yang berkaitan dengan
rencana dan strategi untuk mencapai tujuan. Fokus kajian evaluasi masukan
meliputi, Sumber daya manusia, sarana dan peralatan pendukung, dana/anggaran,
dan berbagai prosedur serta aturan yang diperlukan. (Widoyoko, 2014).
c. Evaluasi proses (Proccess Evaluation)
Evaluasi yang dilakukan untuk memantau, mengumpulkan informasi dan
menyusun laporan mengenai implementasi perencanaan program. Evaluasi ini
menyediakan feedback atau masukan kepada stakeholders untuk menilai
perkembangan program. Stakeholders dapat menggunakan informasi hasil
evaluasi ini untuk mengetahui apakah terdapat kekurangan dalam pelaksanaan
program, baik strategi maupun capaian program (Stufflebeam & Coryn, 2014).
d. Evaluasi produk (Product Evaluation)
Pada komponen ini, evaluator mengidentifikasi hasil pelaksanaan program,
baik hasil jangka pendek maupun jangka panjang. Evaluasi ini mengukur
keberhasilan program berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi
produk akan menjadi masukan bagi stakeholders untuk menentukan keberlanjutan
program (Widoyoko, 2014)

11
Evaluasi model CIPP pada dasarnya terkait dengan empat macam penilaian,
yaitu: menilai tujuan dan prioritas dengan membandingkannya dengan kebutuhan,
masalah, dan peluang yang tersedia, menilai rencana pelaksanaan dan anggaran
yang dibutuhkan dengan membandingkannya dengan tujuan yang ditargetkan,
menilai efektivitas program, menilai keberhasilan program dengan
membandingkan hasil dan efek sampingnya dengan kebutuhan yang ditargetkan,
memeriksa efektivitas biayanya, dan (mungkin) membandingkan biaya dan
hasilnya dengan program yang kompetitif; juga dengan menginterpretasikan hasil-
hasil yang menghambat pengeluaran upaya sumber daya dan sejauh mana rencana
operasional itu baik dan efektif dilaksanakan(Stufflebeam & Coryn, 2014).
2.2.3 Model Wheel (Roda) dari Beebe
Menurut Abdurrahim (2021), Evaluasi Model Wheel (Roda) dari Beebe
Model evaluasi ini berbentuk roda karena menggambarkan usaha evaluasi yang
berkaitan dan berkelanjutan dan satu proses ke proses selanjutnya, model ini
digunakan untuk mengetahui apakah pelatihan yang dilakukan suatu institusi telah
berhasil untuk itu diperlukan suatu alat untuk mengevaluasinya.
2.2.4 Model Provus (Disprepancy Model)
Menurut Pinton (2021), kata discrepancy berarti kesenjangan, discrepancy
evaluation model dikembangkan oleh Malcolm Provus (1971) merupakan model
yang menonjolkan gap implementasi program, sehingga evaluasi yang dilakukan
oleh evaluator terhadap program dapat mengukur besarnya gap yang ada pada
masing-masing komponen. Evaluasi model discrepancy sebagai proses untuk
menyetujui standar program, menentukan apakah terdapat perbedaan antara
beberapa aspek program dan standarnya, dan menggunakan informasi
kesenjangan untuk mengidentifikasi kelemahan program.
Evaluasi kesenjangan (discrepancy evaluation) berfungsi untuk mengetahui
tingkat kesesuaian antara standard (kriteria) yang sudah ditetapkan dengan
penampilan aktual program yang bersangkutan. Selanjutnya evaluasi kesenjangan
adalah suatu metode untuk mengidentifikasikan; perbedaan atau kesenjangan
antara tujuan khusus yang ditetapkan dengan penampilan aktual. Selain itu,
evaluasi model kesenjangan (discrepancy model) adalah untuk mengetahui tingkat

12
keselarasan antara baku (standar atau kriteria yang ditetapkan) yang sudah
ditetapkan dalam program dengan kinerja (performance / hasil pelaksanaan
program) semestinya dari program tersebut. Karakteristik evaluasi model
discrepancy yaitu proses untuk menyetujui standar (yang digunakan untuk tujuan),
menentukan apakah ada perbedaan antara kinerja dari beberapa aspek program
dan standar yang ditetapkan untuk kinerja, dan menggunakan informasi tentang
perbedaan untuk memutuskan apakah akan memperbaiki, mempertahankan, atau
menghentikan program atau beberapa aspeknya. Tujuan evaluasi kesenjangan
adalah untuk menentukan apakah akan memperbaiki, mempertahankan, atau
menghentikan sebuah program
Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi model discrepancy
adalah evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kesenjangan dari standar
yang ditetapkan dengan penerapan pelaksanaan program tersebut. Selanjutnya
informasi dari yang didapatkan digunakan untuk pengambilan keputusan yang
meliputi: mempertahankan, memperbaiki, atau menghentikan program tersebut.
2.2.5 Model Stake (Countenance Model)
Menurut Ikbal dkk, (2020) evaluasi model Countenance Stake adalah model
pertama evaluasi kurikulum yang dikembangkan Stake. Countenance bermakna
keseluruhan kegiatan evaluasi yang harus dilakukan dan cara yang diinginkannya
bagaimana evaluasi tersebut harus dilakukan. Pada model ini Stake mendasarkan
pada evaluasi formal, dimana dikatakannya sebagai suatu kegiatan evaluasi yang
sangat tergantung pada “checklist, structured visitation by peers, controlled
comparisons, and standarized testing of students”.

13
Penerapan evaluasi model countenance dalam proses belajar mengajar adalah
sebagai berikut: Kategori pertama dari matriks deskripsi adalah sesuatu yang
direncanakan (intent) pengembang program. Program adalah silabus atau rencana
program pengajaran (RPP) yang dikembangkan oleh guru. Seorang guru sebagai
pengembang program merencanakan keadaan (persyaratan) yang diinginkannya
untuk suatu kegiatan di kelas tertentu. Baik persyaratan tersebut berhubungan
dengan peserta didiknya seperti minat, kemampuan, pengalamannya, dan lain
sebagainya yang biasa diistilahkan dengan entry behaviours, ataupun persyaratan
yang berhubungan dengan lingkungan di kelas, yang kesemuanya dapat
dicantumkan dalam antecedent yang direncanakan di kelas. Lebih lanjut, guru
tersebut merencanakan apa yang diperkirakan akan terjadi pada waktu interaksi di
kelas, dan kemampuan apa yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah proses
interaksi berlangsung.
Kategori kedua dari matriks deskripsi, dinamakan observasi, yaitu
berhubungan dengan apa yang sesungguhnya terjadi sebagai implementasi dari
rencana di kategori pertama. Pada kategori ini evaluator harus melakukan
observasi (pengumpulan data) mengenai antecedent, transaksi dan hasil. Oleh
karena itu evaluator harus memahami apa yang direncanakan sebelumnya,
menentukan data yang diperlukan dan mengembangkan prosedur atau alat untuk
mengumpulkan data yangdiperlukan. Sedangkan matriks pertimbangan terdiri atas
kategori standar dan pertimbangan yang tetap fokus pada antecedent, transaksi
dan hasil. Standar adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu program yang
dijadikan evaluan.
Dalam hal ini adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh proses belajar,
evaluator dapat mengambil standar yang telah ditentukan oleh sekolah. Kategori
kedua adalah kategori pertimbangan. Kategori ini menghendaki evaluator
melakukan pertimbangan dari apa yang telah dilakukan dari kategori pertama dan
kedua dari matriks deskripsi dan kategori pertama dari matriks pertimbangan.
Evaluator harus mengumpulkan data mengenai pertimbangan tersebut dari
sekelompok orang yang dianggap memiliki kualifikasi untuk memberikan
pertimbangan tersebut.

14
2.2.6 Model Brinkerhoff
Brinkerhoff et all (1989) mengemukakan tiga jenis desain yaitu, fixed vs
emergent desain, formatif vs sumatif desain ekperimental dan quasi
eksperimental vs natural inquiry.
a. Fixed Vs Emergant Evaluasion Design
Desain fixed ditentukan dan direncanakan secara sistematis dan desainnya
dikembangkan dengan mengacu pada tujuan program. Rencana analisis dibuat
sebelumnya dimana si pemakai akan menerima informasi seperti yang telah
ditentukan dalam tujuan. Strategi pengumpulan informasi dalam desain ini
menggunakan tes, angket, lembar wawancara. Sedangkan desain Emergent dibuat
dengan maksud menangkap fenomena yang sedang berlangsung yang
berpengaruh terhadap program seperti masukan-masukan baru. Pada prinsipnya
desain ini terus berkembang sesuai dengan keadaan dan dapat berubah sesuai
dengan kebutuhan.
b. Formatif Vs Sumatif Evaluasion
Evaluasi Formatif digunakan untuk memperoleh data bagi keperluan revisi
program, sedangkan evaluasi sumatif dibuat untuk menilai kegunaan suatu
program. Pada evaluasi sumatif focus evaluasi ditunjukan pada variabel-variabel
yang dipandang penting dan berkaitan dengan kebutuhan pengambilan keputusan.
c. Desain ekperimental dan Quasi Eksperimental vs Natural inquiry.
Desain eksperimental, quasi ekperimental dan natural inquiry desain ini
merupakan hasil adopsi dari disiplin penelitian. Desain eksperimental dan quisi
eksperimental digunakan untuk menilai suatu program yang baru diuji cobakan.
Sedangkan natural inquiry dilakukan dengan cara evaluator terlibat langsung
dengan sumber-sumber informasi serta program yang dilaksanakan. Desain
eksperimental banyak menggunakan pendekatan kuantitaif, random sampling,
memberikan perlakuan dan mengukur dampak. Dengan tujuan untuk menilai
manfaat hasil percobaan program pembelajaran. Untuk itu perlu dilakukan
manipulasi terhadap lingkungan dan pemilihan strategi yang dianggap pantas. Jika
prosesnya sudah terjadi evaluator cukup melihat dokumen-dokumen sejarah atau

15
menganalisis hasil tes. Jika prosesnya sedang terjadi, evaluator dapat melakukan
wawancara dengan orang-orang yang terlibat (Yuniarti dkk, 2021).
2.2.7 Model Tyler
Menurut Rina (2020), Ralph W Tyler pertama kali memprakarsai pendekatan
evaluasi goaloriented pada tahun 1940-1950an sebagai tolak ukur terhadap
evaluasi pendidikan. Dahulu untuk melakukan evaluasi di dunia pendidikan
dilaksanakan melalui instrumen tes dengan memakai dasar kriteria. Tyler
memakai sistematika yang lebih lengkap untuk menautkan hasil yang dicapai
siswa dengan yang didambakan. Tyler memformulasikan penilaian hasil belajar
dari goal pembelajaran yang didasarkan pada taksonomi yang diuraikan Bloom
beserta Krathwohl, yang selajutnya dinamakan orientasi Tyler. Teknik goals-
oriented juga dapat dipakai untuk proses evaluasi program lain, misalnya bidang
kesehatan. Dalam perkembangan selanjutnya, orientasi Tyler juga dikembangkan
oleh beberapa ahli, seperti Metfessel dan Michael (1967), Hammond (1973), dan
Provus (1973). Beberapa pendekatan tersebut memiliki ciri yang sama, yaitu inti
evaluasi program tersebut sejauh mana tujuan telah dicapai setelah program
dilaksanakan. Evaluasi pendidikan sebagai satu proses bagaimana mendefenisikan
pencapaian tujuan/target pendidikan dari kurikulum atau program sekolah
(Oriondo dan Eleanor, 1998).
Evaluasi program goals-oriented Tyler dirancang untuk mendeskripsikan
pencapaian tujuan suatu program. Tyler menerapkan kesenjangan antara harapan
dan yang teramati sebagai masukan atau pertimbangan pada kekurangan dari
kegiatan program orientasi tersebut yang menitikberatkan pada goal khusus suatu
kegiatan serta bagimana hasil pencapaian program tersebut.
Menentukan pencapaian tujuan kegiatan/program pendidikan, Tyler
menguraikan beberapa tahap penilaian pendidikan, yakni penetapan tujuan global
atau umum, mengelompokkan/mendeskripsikan sasaran/target, menentukan
situasi pencapaian tujuan yang ditetapkan, mengembangkan teknik penilaian,
menghimpun serta membandingkan data unjuk kerja dengan sikap/karakter yang
mendeskripsikan tujuan. Setelah setiap tahap berakhir, dapat diketahui
ketimpangan antara tujuan dan hasil yang diharapkan. Selanjutnya hasil tersebut

16
dipakai sebagai pengoreksi kelemahan program, kemudian pengulangan dapat
dilakukan kembali pada tahap tersebut. Pandangan Tyler secara rasional dapat
disambut baik dan digunakan oleh para praktisi pendidikan dalam kegiatan
evaluasi. Tyler juga menerapkan posttest dan pretest untuk dipakai sebagai
instrument dalam penilaian. Teknik pretest-posttest bertujuan untuk menetapkan
perubahan yang berlaku bagi perseorangan, program/kegiatan serta banyaknya
perubahan.
Tyler mendefinisikan evaluasi pendidikan adalah satu proses untuk
menentukan sejauh mana ketercapaian program atau kurikulum sekolah ditinjau
tujuan-tujuan pendidikan. Langkah-langkah evaluasi Tyler terdiri dari: a)
Merumuskan tujuan secara jelas b) Melakukan klasifikasi tujuan d) Merumuskan
tujuan pada istilah perilaku secara terukur e) Menentukan kapan pencapaian
tujuan dapat ditunjukkan f) Memilih dan mengembangkan metode pengukuran
yang tepat g) Menghimpun informasi atau data h) Menganalogikan data atau
infomasi prestasi pada tujuan yang dituangkan pada karakter yang ternilai.
2.2.8 Model Alkin
Alkin (1969) mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses menyakinkan
keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis
informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat
keputusan dan memilih beberapa alternatif. Alkin mengemukakan lima macam
evaluasi yaitu: System assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan
atau posisi sitem (Yuniarti, dkk 2020). Sistem ini berfungsi memberikan informasi
mengenai keadaan atau profil program. Program planning, membantu pemilihan
program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program.
Program Implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah
diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang direncanakan?
Apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah baru yang
muncul tak terduga. Program improvement, berfungsi memberikan informasi
tentang bagaimana program tersebut bermanfaat dan bagaiaman program dapat
dilaksanakan. Program certification, yang member informasi nilai guna program
(Tayibnapis, 1989).

17
2.2.9 Measurement Model (Edward L. Thorndike dan Robert L. Ebel)
Menurut Agustanico (2017), Pengukuran (measurement model) banyak
mengemukakan pemikiran- pemikiran dari R Edward L. Thorndike dan Robert L.
Ebel. Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan pada kegiatan
pengukuran. Pengukuran digunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat
(atribute) tertentu yang dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa, dalam
bentuk unit ukuran tertentu. Dalam bidang pendidikan, model ini telah diterapkan
untuk mengungkap perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal
kemampuan, minat dan sikap. Hasil evaluasi digunakan untuk keperluan seleksi
peserta didik, bimbingan, dan perencanaan pendidikan. Objek evaluasi dalam
model ini adalah tingkah laku peserta didik, mencakup hasil belajar (kognitif),
pembawaan, sikap, minat, bakat, dan juga aspek-aspek kepribadian peserta didik.
Instrumen yang digunakan pada umumnya adalah tes tertulis (paper and pencil
test) dalam bentuk tes objektif, yang cenderung dibakukan. Oleh sebab itu, dalam
menganalisis soal sangat memperhatikan difficulty index dan index of
discrimination. Model ini menggunakan pendekatan Penilaian Acuan Norma
(norm- referenced assessment)
Tokoh model pengukuran (measurement model) adalah Edward L. Thorndike
dan Robert L. Ebel. Menurut kedua tokoh ini dalam Purwanto (2009) beberapa
ciri dari model pengukuran adalah :
a. Mengutamakan pengukuran dalam proses evaluasi. Pengukuran merupakan
kegiatan ilmiah yang dapat diterapkan pada berbagai bidang.
b. Evaluasi adalah pengukuran terhadap berbagai aspek tingkah laku untuk
melihat perbedaan individu atau kelompok. Oleh karena tujuannya adalah
untuk mengungkapkan perbedaan, maka sangat diperhatikan tingkat kesukaran
dan daya pembeda masing-masing butir, serta dikembangkan acuan norma
kelompok yang menggambarkan kedudukan seseorang dalam kelompok.
c. Ruang lingkup adalah hasil belajar aspek kognitif.
d. Alat evaluasi yang digunakan adalah tes tertulis terutama bentuk objektif.
e. Meniru model evaluasi dalam ilmu alam yang mengutamakan objektivitas.
Oleh karena itu model ini cenderung mengembangkan alat-alat evaluasi yang

18
baku. Pembakuan dilakukan dengan mencobakan kepada sampel yang cukup
besar untuk melihat validitas dan reliabilitasnya.
2.3 Model Evaluasi Brinkerhoff Dalam Mengevaluasi Ujian Sekolah (US)
Pada umumnya setiap desain evaluasi terdiri dari elemen-elemen yang sama,
ada banyak cara untuk menggabungkan elemen tersebut, masing-masing ahli
evaluasi atau evaluator mempunyai konsep yang berbeda dalam hal ini.
Brinkerhoff & CS mengemukakan tiga kelompok evaluasi yang disusun
berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator
yang lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut:
a. Fixed vs Emergent Evaluasion Design
Desain evaluasi yang tetap (fixed) ditentukan dan direncanakan secara
sistematik sebelum implementasi dikerjakan. Desain dikembangkan berdasarkan
tujuan program seperangkat pertanyaan yang akan dijawab dengan informasi yang
akan diperoleh dari sumber-sumber tertentu. Rencana analisis dibuat sebelumnya
yang pemakainya akan menerima informasi seperti yang telah ditentukan dalam
tujuan. Sedangkan desain emergent dibuat untuk beradaptasi dengan pengaruh
situasi yang sedang berlangsung, desain ini dapat ditentukan dengan koebutuhan
yang mungkin berubah.
b. Formatif vs Sumatif Evaluation
Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh informasi yang dapat
membantu memperbaiki program. Sedangkan evaluasi sumatif dibuat untuk
kegunaan suatu proyek. Digunakan untuk menilai apakah suatu program akan
digunakan atau diberhentikan.
c. Eksperimental and Quasi eksperimental Desain Natural/Unobtrusive Inquiry
Apakah evaluasi itu melibatkan intervensi kedalam kegiatan program,
mencoba memanipulasi kondisi, orang diperlakukan, variabel dipengaruhi, dan
sebagainya atau hanya diamati atau keduanya. Natural inqury, evaluator
mengamati dan berbicara dengan audience yang relevan, Observasi, studi kasus,
laporan tim penyokong merupakan ciri-ciri dari evaluasi ini.
Ujian Sekolah (US) merupakan salah satu tolak ukur hasil belajar siswa
sebagai upaya sebagai inspeksi atau uji coba yang diharapkan dapat memberikan

19
informasi kemampuan siswa yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan dan
mendeskripsikan sejauh mana kemampuan siswa dalam ajang latihan yang
diharapkan memneri informasi mengenai prestasi belajar peserta didik khususnya
pada mata pelajarn fisika. Ujian sekolah (Us) bertujuan untuk mengukur capaian
kompetensi peserta didik sesuai standar kompetensi lulusan pada akhir jenjang
pendidikan. Maka fungsi dari Ujian sekolah (US) adalah: 1). Indikator peserta
didik 2). Umpan balik bagi sekolah untuk kepentingan perbaikan proses
pembelajaran dan perbaikan mutu pendidikan diwaktu berikutnya 3). Pemenuhan
salah satu syarat penentuan kelulusan.
2.4 Kriteria Evaluasi Ujian Sekolah Menggunakan Model Brinkerhoff
Berdasarkan buku panduan penilian oleh pendidik dan satuan pendidikan
sekolah menengah atas terdapat Prosedur penilaian akhir Ujian sekolah yaitu: (a)
Menyusun kisi-kisi (b) Melaksanakan Ujian (c) Mengolah (menyekor/menilai)
dan menentukan kelulusan (Hamid, 2017).
Untuk mengukur tingkat kesesuaian penyelenggaraan Ujian Sekolah (US)
mata pelajaran fisika melalui perspektif model Brinkerhoff. Model ini
menekankan pada tiga golongan evaluasi, yaitu: Desain Fixed vs Emergent,
Formatif vs Sumatif Evaluation, Eksperimental and Quasi eksperimental desain
Natural/Unobrtrusive Inqury. Evaluasi Brinkerhoff dapat memberikan gambaran
yang sangat detail demi perbaikan suatu program hingga memiliki hasil yang
hiharapkan. Adapun kriteria daalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Kriteria Evaluasi Model Brinkerhoff Ujian Sekolah Mata Pelajaran
Fisika
Kriteria Menyusun Kisi- Melaksanakan Mengolah
US Kisi Ujian (menyekor/menila
i) dan
menentukan
kelulusan peserta
Indikator didik
model

Desain Fixed a. Jenis/jenjang a. Menetukan a. Pengawas


Vs Emergent sekolah dan Menyerahkan
jadwal Us
Desain program lembar soal
evaluasi ini studi/jurusan b. Menentukan dan jawaban

20
dikembangka b. Mata ruang kelas kepada guru
n berdasarkan Pelajaran mata pelajaran
untuk US
tujuan c. Kurikulum b. Menetukan
program yang yang berlaku c. Adanya Peserta penskoran
disusun d. Tahun ajaran untuk soal
didik yang akan
secara dan Alokasi c. Menentukan
sistematik waktu mengikuti US KKM
dan e. Format butir
d. Adanya
terstruktur. soal
pengawas Ujian
e. Terdapat lembar
soal dan lembar
jawaban untuk
peserta didik
Desain a. Menguasai a. Pengawas a. Menentukan
Formatif Vs materi ajar yang skor untuk
menerima
Sumatif lahir dari kunci jawaban
Evaluasi pengembangan penjelasan
formatif Kompetensi
dan
digunakan Dasar
untuk b. Materi pengarahan
memperoleh c. Indikator
dari ketua
data bagi
keperluan penyelenggara
revisi
US
program,
sedangkan b. Pengawas
evaluasi
masuk ruang
sumatif
dibuat untuk ujian
menilai
c. Pengawas
kegunaan
suatu menerima
program.
bahan US
d. Pengawas
memimpin
jalannya ujian
Desain a. Soal/Pertanyaan a. Peserta didik a. Menentukan
Eksperimenta mulai kelulusan
l Quasi Vs mengerjakan
Eksperimenta soal

21
l Inquiry
Desain
eksperimenta
l, quasi
ekperimental
dan natural
inquiry
desain ini
merupakan
hasil adopsi
dari disiplin
penelitian.

2.5 Penelitian yang Relevan


1. Penelitian yang dilakukan oleh Sigian, S.H dan Delvira W dengan judul:
Efektivitas pelatihan evaluasi model Brinkerhoff terhadap kemampuan
manajer keperawatan mengevaluasi pelaksanaan standar operasional produser
tindakan keperawatan di RSI Ibnu Sina pekanbaru tahun 2013. Penelitian ini
bertujuan untuk mengenalisis efektifitas pelatihan terhadap kemampuan
menejer keperawatan mengevaluasi Standar Operasional Prosedur tindakan
keperawatan di RSI ibnu sina Pekanbaru dengan jenis penelitian
menggunakan metoda riset kuantitatif dengan desan Brinkerhoff
(quasieksperiment one group design) dengan hasil kesimpulan:
a. Terdapat perbedaan pengetahuan perawat menejer tentang evaluasi SOP
tindakan keperawatan dengan menggunakan evaluasi model Binkerhoff
sebelum dan sesudah diberikan pelatihan.
b. Terdapat perbedaan sikap perawat menejer tentang evaluasi SOP tindakan
keperawatan dengan menggunakan model Brinkerhoff
c. Terdapat perbedaan keterampilan perawat menejr tentang evaluasi SOP
tindakan keperawatan dengan menggunakan evaluasi model Brinkerhoff
sebelum dan sesudah diberikan pelatihan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ainu dengan judul Evaluasi program jurusan
teknik sepeda motor di SMK 1 Ujung batu dengan model Brinkerhof.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi suatu program, mengevaluasi
pelaksanaan suatu objek dan seterusnya dengan tujuan perbaikan, untuk

22
mengukur pengaruh suatu kebijakan program atau proyek terhadap fenomena.
Sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah, Pelaksanaan program praktek
kerja industri (prakerin) jurusan teknik sepeda motor (TSM) di SMKN 1
Ujung Batu pada tahap masukan berada pada tahap cukup, Pelaksanaan
program prakerin di SMKN 1 Ujung Batu pada tahap proses berada pada
kategori cukup.

BAB III

23
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih enam bulan yaitu dari bulan
januari sampai dengan bulan juni 2022. Tempat penelitian dilakukan pada
beberapa sekolah diantaranya: SMA Muhammadiyah Batudaa, SMA Negeri 1
Dungaliyo, SMA Negeri 1 Bongomeme, SMA Negeri 1 Tibawa dan SMA 1
Limboto Barat.
3.2 Metode Penelitian
Pada dasarnya penelitian merupakan suatu usaha yang sistematis untuk
menemukan jawaban ilmiah terhadap suatu masalah. Pada penelitian ini, penulis
menerapkan metode kuantitatif. Metode ini dapat diartikan sebagai wawasan
positivism, digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu dengan tujuan
untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan dengan demikian penulis akan
mendapatkan data yang akurat (Nana, 2018).
Evaluasi ini dilaksanakan dengan mengkomparasi kegiatan atau program
terhadap standar yang ideal sesuai ketentuan. Mengkomparasi suatu kegiatan atau
program diungkap dengan penjabaran deskriptif yang berdasarkan keadaan
dilapangan. Kegiatan atau program yang dievaluasi dalam penelitian ini adalah
ujian sekolah mata pelajaran fisika dengan landasan evaluasi model Brinkerhoff
dengan tiga jenis desain yaitu, fixed vs emergent desain, formatif vs sumatif
desain ekperimental dan quasi eksperimental vs natural inquiry.
3.3 Model Evaluasi dan Tahapannya
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode survey.
Penelitian evaluative merupakan penelitian terapan, yang berfungsi untuk
mengukur keberhasilan suatu program/rencana, produk atau aktivitas tertentu
(Danim, 2000).
Adapun model yang digunakan adalah model Brinkerhoff yang dikemukakan
oleh Robert O. Brinkerhoff (1987) dengan tiga jenis evaluasi yaitu fixed vs
emergent desain, formatif vs sumatif desain ekperimental dan quasi
eksperimental vs natural inquiry.
Secara garis besar tahapan evaluasi Brinkerhoff meliputi:

24
1. Fixed vs Emergent Evaluation Design
Pada tahap desain fixed vs emergent, peneliti mengumpulkan informasi, dalam
desain ini menggunakan tes, angket, lembar wawancara yang mengacu pada
tujuan program yaitu ujian sekolah mata pelajaran fisika dengan maksud untuk
menangkap fenomena yang sedang berlangsung yang berpegaruh terhadap
program.
2. Formatif vs Sumatif Evaluasion
Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh data bagi keperluan revisi
program sedangkan evaluasi sumatif dibuat untuk menilai kegunaan suatu
program. Pada evaluasi sumatif fokus evaluasi ditunjukan pada variabel-variabel
yang dipandang penting dan berkaitan dengan kebutuhan pengambilan keputusan
3. Desain Ekperimental dan Quasi Eksperimental Vs Natural Inquri
Desain eksperimental dan quasi ekperimental digunakan untuk menilai suatu
program yang baru diujicobakan. Sedangkan natural inquri dilakukan dengan cara
evaluator terlibat langsung dengan sumber-sumber informasi serta program yang
dilakasnakan. Desain eksperimental tujuannya adalah untuk menilai manfaat hasil
percobaan program pembelajaran. Jika prosesnya sudah terjadi evaluator cukup
melihat dokumen-dokumen sejarah atau menganalisis hasil tes.
3.4 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Adapun populasi penelitian ini adalah SMA Muhammadiyah Batudaa, SMA
Negeri 1 Dungaliyo, SMA Negeri 1 Bongomeme, SMA Negeri 1 Tibawa dan
SMA 1 Limboto Barat.
2. Sampel
Sampel dari pada penelitian ini adalah guru dan siswa
3.5 Instrument Penelitian
Pada penelitian kuantitatif, eksistentsi instrumen evaluasi diperlukan sebagai
alat bantu untuk menjaring data yang dibutuhkan. Dalam penelitian in, penulis
menggunakan pedoman angket, sebagai instrument utama untuk menjaring data
primer mengenai kesesuaian penyelenggaraan yang mencakup tiga aspek evaluasi

25
pada model Brinkerhoff, yaitu desain fixed vs emergent, evaluasi formatif vs
sumatif dan desain eksperimental dan quasi eksperimental vs natural inqury.
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan secara tertulis kepada responden untuk dijawab.
Penggunaan angket dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang lebih
relevan dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, bentuk angket yang
digunakan adalah angket tertutup.
Berikut tabel 3.5 instrument evaluasi Brinkerhoff
1. Instrumen Desain Fixed Vs Emergent
Tabel 1 Kisi-kisi desain fixed vs emergent
No Dimensi Evaluasi Kriteria Evaluasi Evaluasi
1. a)Menyusun Kisi-Kisi

1) Jenis/jenjang sekolah a. SMA/MA


dan program
studi/jurusan

2) Mata pelajaran a. Fisika

3) Kurikulum yang berlaku a. Kurikulum 2013

4) Format butir soal a. Jumlah soal sesuai


kaidah Ujian Sekolah
(US)
b. Bentuk tes objektif
c. Bentuk tes essay

b) Melaksanaakan Ujian
1) Menentukan ruang/kelas a. Ruang yang digunakan
untuk ujian aman dan layak untuk
pelaksanaan ujian
b. Setiap meja dalam ruang
ujian diberi nomor
peserta
c. Setiap ruang ujian
ditempel pengumuman
yang bertuliskan
“Dilarang Masuk Selain
Peserta Ujian dan

26
Pengawas, Serta tidak
Diperkenankan
Membawa alat
Komunikasi
d. Setiap ruang ujian
disediakan denah tempat
duduk peseta US disertai
foto peserta yang
ditempel di pintu masuk
ruang ujian
e. Setiap ruang ujian
diawasi oleh pengawas

2)Pengawas ujian
a. Tidak merokok diruang
ujian
b. Tidak membawa
dan/atau menggunakan
alat/piranti komunikasi
dan/atau kamera
c. Tidak mengobrol
d. Tidak membaca
e. Tidak member syarat,
petunjuk atau bantuan
pada peserta didik
3)Adanya lembar soal dan
jawaban untuk peserta
ujian a. Sesuai peserta ujian
b. Menuliskan aturan dan
waktu dalam
menjawab soal
c. Menggunakan bahasa
c) Mengolah Indonesia yang baku
(menyekor/menilai)
dan menentukan
kelulusan peserta didik
1) Menentukan
penskoran
a. Jumlah keseluruhan
soal
b. Jumlah untuk setiap
pokok/topik konten
area
c. Jumlah untuk setiap
format
d. Jumlah untuk tiap
kategori tingkat

27
kesukaran
e. Jumlah untuk setiap
aspek ranah kognitif

2. Instrumen Evaluasi Formatif Vs Sumatif


Tabel 2 Kisi-kisi evaluasi formatif vs sumatif
No Dimensi Kriteria Evaluasi
a) Menyusun Kisi-kisi
1) Menguasai materi ajar a. Mengacau pada materi
yang lahir dari pelajaran (fisika)
pengembangan b. Komponen rinci
Kompetensi Dasar c. Tersusun secara jelas
sehingga dapat
dipahami peserta didik

2) Indikator a. Memuat ciri-ciri


Kompetensi Dasar
yang terukur
b. Memuat kata kerja
operasional
c. Memuat materi yang
berkaitan dengan bahan
ajar
d. Membuat soal
b) Melaksanakan Ujian
1) Pengawas menerima
bahan US a. Soal US
b. Amplop LJUS
c. Lembar jawaban ujian
sekolah
d. Daftar hadir dan berita
acara pelaksana US
2) Pengawas memimpin
jalannya ujian a. Memeriksa kesiapan
ruangan
b. Mempersilahkan
peserta ujian masuk
untuk memasuki
ruangan dengan
menujukan kartu
peserta ujian,
menempati tempat
duduk sesuai dengan
nomor tata tertib

28
peserta ujian
c. Membaca tata tertib
peserta ujian
d. Memimpin doa dan
mengingatkan peserta
ujian untuk bekerja
dengan jujur
e. Mempersilahkan
c) Mengolah peserta ujian untuk
(menyekor/menilai) mengerjakan soal
dan menentukan
kelulusan peserta
didik
1) Menentukan skor
untuk kunci jawaban
a. Kunci jawaban dan
pemberian skor untuk
tes bentuk betul-salah
b. Kunci jawaban dan
pemberian skor untuk
tes bentuk pilihan
ganda (multiple
choise)
c. Kunci jawaban
pemberian skor untuk
tes bentuk jawab
singkat (short answer
test)
d. Kunci jawaban dan
kunci pemberian skor
untuk tes bentuk
menjodohkan
(matching)
Kunci jawaban dan
dana kunci pemberian
skor untuk tes

3. Instrument Eksperimental Desain Eksperimental Quasi Vs Eksperimental


Inquiry
Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen Desain Eksperimental Quasi Vs Eksperimental
Inquiry
No Dimensi Evaluasi Kriteria Evaluasi Evaluasi
1. 1. Menyusun Kisi-kisi

29
1) Soal/Pertanyaan a. Pertanyaan berdasarkan
Indikator
b. Pilihan jawaban harus
homogen dan logis
c. Setiap pertanyaan harus
mempunyai satu
jawaban
d. Merumuskan pokok
soal secara jelas dan
tegas
e. Rumusan pokok soal
dan pilihan jawaban
harus merupakan
pertanyaan
secukupmya saja
2. Melaksanakan Ujian
1) Peserta didik
mengerjakan soal a. Membawa alat tulis
dan kartu peserta ujian
b. Mengisi daftar
hadir,mengisi identitas
secara lengkap dan
benar sesuai kartu
3. Mengolah peserta pada LJUS
(menyekor/menilai) c. Peserta berhenti
dan menentukan mengerjakan ujian
kelulusan peserta setelah waktu ujian
didik berakhir
1) Menentukan kelulusan
a. Menyelesaikan
program pembelajaran
b. Memperoleh nilai
raport
c. Memperoleh nilai sikap
minimal perilaku baik
d. Mengikuti ujian yang
diselenggarakan oleh
satuan pendidikan
e. Memperoleh nilai ujian

Terdapat lima alternatif jawaban yang disediakan yakni Sangat sesuai,


Sesuai, Cukup Sesuai, dan sangat tidak sesuai. Adapun kriteria penilaian sebagai
berikut:

30
Sangat Sesuai = Jika pernyataan sangat sesuai dengan kondisi desain fixed
vs emergent, evaluasi formatif vs sumatif, desain
eksperimental dan quasi eksperimental vs natusal inqury
(80%-100%)
Sesuai = Jika pernyataan sangat sesuai dengan kondisi desain fixed
vs emergent, evaluasi formatif vs sumatif, desain
eksperimental dan quasi eksperimental vs natusal inqury
(60%-80%)
Cukup Sesuai = Jika pernyataan sangat sesuai dengan kondisi desain fixed
vs emergent, evaluasi formatif vs sumatif, desain
eksperimental dan quasi eksperimental vs natusal inqury
(40%-60%)
Tidak Sesuai = Jika pernyataan sangat sesuai dengan kondisi desain fixed
vs emergent, evaluasi formatif vs sumatif, desain
eksperimental dan quasi eksperimental vs natusal inqury
(20%-40%)
Sangat Tidak Sesuai = Jika pernyataan sangat sesuai dengan kondisi desain fixed
vs emergent, evaluasi formatif vs sumatif, desain
eksperimental dan quasi eksperimental vs natusal inqury
(kurang 21%)
Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka alternatif jawaban diberi skor
yang dapat dilihat pada tabel skor berikut:
Skor Jawaban
5 Sangat Sesuai
4 Sesuai
3 Cukup Sesuai
2 Tidak sesuai
1 Sangat tidak sesuai
3.6 Validitas Instrumen
Validitas menujukkan sejauh mana keakuratan instrumen sebagai alat ukur
mampu mengukur apa yang ingin kita ukur. Secara keselurahan validasi terdiri

31
dari empat, yaitu (1) Validasi isi (2) Validasi Konstruk (3) validasi Konkruen (4)
Validasi Prediksi. Penelitian ini hanya menggunakan validitas konstruk. Untuk
mengetahui tingkat validitas instrumen penelitian ini menggunakan validitas
konstruk yang dilakukan dengan meminta pendapat dari para ahli (judgemen
expert) dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang
akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan
dengan ahli. Para ahli diminta pendapatnya tentang insturmen yang telah disusun
itu (Sugiyono, 2010)
Penghitungan validitas dilakukan dengan bantuan aplikasi SPSS. Dimana,
suatu instrument dikatakan valid apabila koefisien korelasi product moment
melebihi 0,3. Di samping itu, kefisien korelasi nilai rhitung lebih besar dari rtabel.
Sedangkan, pengujian reliabilitas instrument dilakuan dengan internal
consistency. Dimana insturmen diujicobakan sebanyak satu kali tehadap sampel.
Kemudian data yang diperoleh dianalalisis dengan Teknik tertentu. Pada
penelitian ini, perhitungan realibilitas insturmen juga menggunakan bantuan
aplikasi SPSS dengan Teknik perhitungan alpha Cronbach. Dimana, kriteria suatu
insturmen dikatakan reliable apabila koefisien reliabilitas (r11) > 0,6.

3.7 Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan berbagai cara.
Teknik-teknik tersebut adalah angket, wawancara, observasi dan dokumentasi.
Angket digunakan untuk memperoleh data mengenai kesesuaian implementasi
ujian sekolah mata pelejaran fisika melalui sudut pandang model evaluasi
Brinkerhoff, yang bersumber dari guru mata pelajaran fisika. Kemudian tugas
peneliti menghimpun dan menganalisis secara keseluruhan tingkat kesesuaian
masing-masing komponen, yakni Desain Fixed vs Emergent, Formatif vs Sumatif
Evaluation, Eksperimental and Quasi eksperimental desain Natural/Unobrtrusive
Inqury.
Teknik wawancara dilakukan untuk memperoleh data dikegiatan studi
pendahuluan, dimana pada wawancara ini memerlukan komunikasi dengan pihak
yang bersangkutan yaitu guru mata pelajaran fisika.

32
Teknik Observasi, juga dilakukan pada kegiatan studi pendahuluan. Observasi
dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat langsung terhadap apa yang akan
diteliti.
Teknik dokumentasi yang digunakan peneliti berupa data sekunder, yaitu
perolehan nilai ujian sekolah mata pelajaran fisika.
3.8 Teknik Analisis Data
Salah satu perspektif penting dalam penelitian ini adalah tahap analisis data.
Data yang diperoleh dianalisis dengan kuantitatif statistik deskriptif, Statistik
deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan
cara menguraikan atau mengilustrasikan data yang telah terkumpul.
Adapun jenis kegiatan yang dilakukan terhadap data yang terkumpul, antara
lain:
1. Mengecek data (program) yang telah berhasil dikumpulkan dari lapangan.
tujuannya adalah untuk memastikan kesalahan atau kekurangan, misalanya
pada kejelasan tulisan atatupun kelengkapan isian
2. Mengelompokan/memilah data pada setiap aspek evaluasi yang meliputi:
Fixed vs Emergent Evaluation Design, Formative vs Summative Evaluation,
Experimental and Quasi Experimental Design vs Natural/Unobtrusive
Inquiry.
3. Membuat kesimpulan pada masing-masing aspek evaluasi
Langkah selanjutnya adalah analisis hasil nilai fisika yang diperoleh selama
mengikuti mata pelajaran fisika. Nilai fisika siswa diperoleh dari guru fisika
berupa nilai Ujian Sekolah (US) mata pelajaran fisika yang kemudian dirata-
ratakan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahim. 2021. Evaluasi program pembelajaran Ips di Mts NW Senyiur


Keruak. NTB: STIT Palapa Nusantara Lombok. Jurnal Pengabdian
Masyarakat. 5(2), 53-69.

Berlian Ikbal, dkk. 2020. Evaluasi kualitas desain pembelajaran ekonomi di


sekolah menengah atas menggunakan model countenance stake.
Palembang: Universitas Sriwijaya. Jurnal Kajian pendidikan ekonomi dan
ilmu ekonomi 7(1), 47-59.

Darna Nana dan Herlina Elin. 2018. Memilih metode penelitian yang tepat: bagi
penelitian bidang ilmu manajemen. Jawa Barat: Universitas Galuh Ciamis.
Jurnal Ilmu manajemen. 5(1). 287-292.

Halim A, dkk. 2017. Dampak Problem Based Learning Terhadap Pemahaman


Konsep Ditinjau dari Gaya Berfikir Siswa pada Mata Pelajaran Fisika.
Banda Aceh: UIN. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Fisika. 3(1), 1-10.

Muhamad, Hamid. 2017. Panduan Penilaian Oleh Pendidik dan Satuan


Pendidikan SMA. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA.

Jaya Patrus Redy Petrus dan Ndeot Felistas. 2018. Penerapan model evaluasi Cipp
dalam mengevaluasi program layanan paud holistic integratif. Jurnal
Pernik jurnal paud. 1(1), 182-198.

Kadi Titi. 2017. Inovasi pendidikan: Upaya penyelesaian problematika pendidikan


di Inonesia. Kalimantan Timur: Universitas Nurul Jadid Painton. Jurnal
Islam Nusantara. 1(2), 144-153.

M Effendi, dkk. 2022. Implementasi evaluasi model Kirkpatrick terhadap kualitas


sistem pembelajaran. Universitas Terbuka Indonesia. Jurnal Pendidikan
Indonesia. 8(1), 1-8.

34
Muryadi, Dwi Agustanico. 2017. Model evaluasi program dalam penelitian
evaluasi. Surakarta: Universitas Tunas Pembangunan Surakarta. Jurnal
Ilmiah penjas. 3(1), 1-16.

Mustafa, Setya Pinton. 2021. Model Discrepancy sebagai evaluasi program


pendidikan. Mataram: Universitas Islam Negeri Mataram. Jurnal Studi
keislaman dan ilmu pendidikan. 9(1), 182-198.

Nurjanah, Ai. 2018. Pengukuran Keberhasilan Diklat Melalui Model Evaluasi


Kirkpatrick. Bandung: Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan. Jurnal
Diklat Keagamaan. XII(32), 71-81.

Putra Chrisna Rian Rendy dan Sugihartono Tri. 2019. Penerapan alogaritma
fisher-sufhle pada komputer based tes ujian sekolah di SMKN 1 payung.
Pangkal Pinang: STMIK Atma Luhur. Jurnal Matrik. 18(2), 276-283.

Rina Novalinda, dkk. 2020. Pendekatan evaluasi program Tyler: Goal Oriented.
Sumatra Barat; Universitas Negeri Padang. Jurnal Pendidikan. 8(1), 137-
145.

Sari Widya Astri, dkk. 2017. Tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi ujian
sekolah ditinjau dari jenis kelamin, jurusan dan daerah asal serta implikasi.
Sumatera Barat: Universitas Negeri Padang. Jurnal Bioteknik. 1(2), 37-72.

Sahara Ulpi, dkk. 2018. Efektivitas penerapan model pembelajaran problem


based learning beraturan video based laboratory terhadap peningkatan
pemahaman konsep fisika. Makassar: UIN. Jurnal Pendidikan Fisika.
6(2), 57-64.

Suryani Ade Novi, dkk. 2018. Perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran
clis (Childrent’s learning in science) dengan menggunakan media Kit IPA
di SMP Negeri 21 kota Bengkulu. Bengkulu: Universitas Dahasen
Bengkulu. Jurnal: Journal of sience education. 2(1), 113-116.

35
Yunas Bisma Tsabit dan Mira Aliza Rachmawati. 2018. Kemampuan Mengajar
Guru Dan Motivasi Belajar Fisika Pada Siswa Di Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia. Jurnal Psikologi. 1(2), 60-75.

Yuniarti, dkk. 2021. Penilaian evaluatif dalam pendidikan. Yogyakarta: IAN AN


Nur Lampung. Jurnal Pendidikan dan sosial budaya. 1(1), 73-87.

36

Anda mungkin juga menyukai