Anda di halaman 1dari 29

Makalah Psikologi Pendidikan

“PENGUKURAN DAN PENILAIAN”

Disusun Oleh : Kelompok II

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM, BANDA ACEH

2018
KELOMPOK II

Aidil Fitriadi : 1706101020012


Nadyatur Rahmi : 1706101020026
Liska Wulandari : 1706101020027
Nur Fauziyah : 1706101020036
Sri Indah Wahyuni : 1706101020038
KATA PENGANTAR

Puji syukur Tim Penyusun ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk bekerja bersama untuk
menyelesaikan makalah ini. Dimana makalah ini merupakan salah satu dari tugas mata
kuliah Psikologi Pendidikan, yaitu tentang Pengukuran dan Penilaian. Tidak lupa
kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing ibu Dina Amalia, S. Psi. M.Sc.
Dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami telah berusaha membuat makalah ini dengan semaksimal mungkin. Namun
kami menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Banda Aceh, 29 November 2018

Kelompok II

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2
1.4 Manfaat ............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
2.1 Pengertian Pengukuran dan Penilaian dalam Pendidikan .................................. 3
a. pengukuran ......................................................................................................... 3
b. Penilaian ............................................................................................................. 3
2.2 Pengukuran dalam Pendidikan ........................................................................... 4
a) Skala Pengukuran ............................................................................................... 5
2.3 Fungsi Pengukuran dan Penilaian dalam Pendidikan ......................................... 7
2.4 Klasifikasi Tes dalam Pendidikan .................................................................... 10
a) Tes Terstandar .................................................................................................. 10
b). Tes Kecakapan dan Prestasi ................................................................................... 12
c. Tes Hasil Belajar .............................................................................................. 13
2.5 Prinsip Umum Alat Pengukur .......................................................................... 17
a. Karakteristik Alat Pengukur ............................................................................. 17
2.6 Cara Memberi Skor .......................................................................................... 19
a. Perbedaan Skor dan Nilai ................................................................................. 19
b. Prinsip-Prinsip Penilaian .................................................................................. 20
c. Faktor-Faktor yang Diperhitungkan dalam Penilaian ...................................... 21
d. Penskoran dan Sistem Denda ........................................................................... 22
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 24
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 24
3.2 Saran ................................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Untuk
melihat prestasi siswa, seorang guru melakukan pengukuran dengan membaca apa yang
telah dilakukan oleh siswanya, mengamati kinerja siswa,mendengarkan apa yang
mereka katakan, dan pada umumnya memakai indera penglihatan,
pendengaran,perabaan, dan penciuman. Untuk mengumpulkan hasil yang relevan
dengan tujuan yang telah dinyatakan. Biasanya untuk mengukur hasil kerja siswa,
seorang guru membuat semacam tes untuk siswanya, tes itu bias berupa soal-soal yang
mana materinya sudah pernah diberikan oleh guru tersebut.
Penilaian adalah suatu prosedur sistematis dan mencakup kegiatan mengumpulkan,
menganalisis, serta menginterpretasikan informasi yang dapat digunakan untuk
membuat kesimpilan tentang karakteristik dari peserta didik. Penilaian sangat bernilai
bagi seorang guru, karena dapat membantu menjawab masalah-masalah penting yang
berkaitan dengan peserta didik dan prosedur mengajarnya. Tidak ada proses belajar
mengajar yang bebas dari penilaian dan tidak ada juga guru ataupun siswa yang dapat
menhindar dari penilaian. Sekolah mempunyai tugas untuk mendidik siswa sebagai
pribadi yang utuh, maka penilaian tidak hanya terbatas pada status akademiknya saja,
tetapi juga mencakup pada kecerdasan, bakat, personality, dan social, serta sikap dan
minatnya. Oleh sebab itu, kami kelompok II dalam makalah ini akan membahas sedikit
mengenai Pengukuran dan Penilaian dalam pendidikan.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Untuk mengetahui bagaimana Pengukuran dan Penilaian maka Tim Penyusun
menerapkan beberapa rumusan masalah berupa:
1. Bagaimana pengertian pengukuran dan penilaian dalam pendidikan?
2. Bagaimana fungsi pengukuran dan penilaian dalam pendidikan?
3. Apasaja kalsifikasi tes dalam pendidikan?
4. Bagaimanakah prinsip umum alat pengukur?
5. Bagaimanakah cara memberi skor?
6. Bagaimanakah yang disebut skor mentas dan skor dijabarkan?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan beberapa pokok
pembahasan dan pembaca memahami penjelasan mengenai:
1. Pengertian pengukuran dan penilaian dalam pendidikan
2. Fungsi pengukuran dan penilaian dalam pendidikan
3. Klasifikasi tes dalam pendidikan
4. Prinsip umum alat pengukur
5. Cara memberi skor
6. Skor mentas dan skor dijabarkan.

1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran untuk kita semua sebagai
materi pembelajaran untuk mata kuliah Psikologi Pendidikan khusunya materi yang
menyangkut dengan Pengukuran dan Penilaian.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pengukuran dan Penilaian dalam Pendidikan

a. pengukuran
Menurut Thalib dalam bukunya Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris
Aplikatif, pengukuran dalam psikologi adalah suatu prosedur pemberian angka
(kuantitatifikasi) terhadap atribut-atribut psikologi (kepribadian, intelegensi, bakat,
dan prestasi belajar ( Suryabrata, 2000). Jadi, untuk memberikan gambaran
mengenai prestasi belajar, diperlukan pengukuran tentang prestasi belajar yang
akurat. Secara operasional, pengukuran merupakan suatu prosedur perbandingan
antara atribut yang hendak diukur dengan alat ukurnya. Karakteristik pengukuran
mencakup;
a. Perbandingan antara atribut yang diukur dengan alat ukurnya
b. Hasilnya dinyatakan secara kuantitatif
c. Bersifat deskriptif (Azwar, 1999).
Secara umum, ada tiga macam instrumen yang paling sering digunakan dalam
penelitian ilmiah, yaitu angket, tes, dan skala nilai (rating scale). Angket digunakan
untuk menyelidiki pendapat subjek mengenai sesuatu hal atau mengungkapkan hal
pribadi responden. Skala nilai digunakan untuk menilai keadaan pribadi orang lain
atau mengenai sesuatu hal tertentu. Tes digunakan untuk mengungkapkan keadaan
pribadi seseorang, termasuk di dalamnya, kemampuan, bakat, minat, sikap, dan
kepribadian.

b. Penilaian
Menurut Firman (2000:15), penilaian merupakan proses penentuan informasi
yang dilakukan serta penggunaan informasi tersebut untuk melakukan pertimbangan
sebelum keputusan. Suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik menggunakan tes
dan non tes. Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan
beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil
belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta
didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar

3
4

seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif
dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan
dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Evaluasi atau penilaian berarti suatu tindakan untuk menentukan nilai sesuatu.
Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses dalam merencanakan, memperoleh, dan
menyedia- kan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif
keputusan (Mehrens &Lelman, 1978). Dalam hubungan dengan kegiatan pengajaran,
Gronlund (1975) merumuskan pengertian evaluasi sebagai "Evaluasi adalah suatu
proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh
mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa. Sedangkan Wrightstone dan
kawan-kawan (1956) me- ngemukakan rumusan evaluasi pendidikan ialah
penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah tujuan- tujuan atau
nilai yang telah ditetapkan.

2.2 Pengukuran dalam Pendidikan


Pengukuran merupakan suatu cara yang sistematis untuk menetapkan secara
pasti bilangan-bilangan (angka-angka) atau nama-nama terhadap suatu objek dan
atribut-atributnya. Pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan
empiris. Untuk menaksir prestasi siswa, guru melakukan pengukuran dengan
membaca apa yang telah dilakukan para siswa, mengamati kinerja mereka, dan
mendengarkan apa yang mereka katakan, dan pada umumnya, memakai indera
mereka (yaitu melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan) untuk
mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah dinyatakan.
Pengukuran (measurement) bersifat kuantitatif-deskripsi tentang sebuah kejadian
atau karakteristik dengan menggunakan angka-angka. Pengukuran menunjukkan
seberapa banyak, seberapa sering, atau seberapa baik dengan meberikan nilai,
ranking (peringkat) atau rating.
Pengukuran suatu konstruk psikologis (misalnya pengukuran motivasi, sikap,
atau konsep diri), bagaimanapun, relatif lebih rumit jika dibandingkan dengan
pengukuran dalam bidang eksakta atau fisik. Sebab, berbagai atribut dalam bidang
fisik, seperti tinggi badan, berat badan, panjang rambut, dan sebagainya dapat diukur
secara langsung dalam arti jarak fisik, di samping aturan untuk menetapkan angka-
angka yang mewakili atribut-atribut secara relatif lebih tegas dan sederhana.
Sedangkan atribut-atribut karakteristik psikologis pada umumnya bersifat abstrak
5

dan aturan pengukurannya relatif kurang tegas. Pengukuran beberapa konsep


psikologis seperti ketergantungan, kekuatan ego, ekstroversi, kemandirian, dan
sebagainya, merupakan suatu konsep-konsep yang tidak bisa diukur secara langsung,
tetapi harus diterjemahkan lebih dahulu ke dalam bentuk yang dapat diamati. Dalam
hal ini, terdapat variasi yang luas dalam bagaimana peneliti mendefinisikan konsep
tersebut tergantung pada kerangka pikir atau landasan teoritis yag digunakannya.
Beberapa konsep psikologis juga tampak lebih rumit. Misalnya, konsep attachment,
merupakan salah satu contoh konsep psikologis yang tidak hanya abstrak tetapi juga
rumit karena melibatkan kombinasi antara organisme, seperti ibu dan anak.

a) Skala Pengukuran
Penelitian dalam bidang psikologi, demikian pula dalam bidang-bidang yang
lainnya, selalu melibatkan isu tentang skala pengukuran (types of measurement
scales). Penerapan skala pengukuran ini berkenaan dengan isu tentang interpretasi
yang dapat diberikan terhadap bilangan-bilangan yang dihasilkan dari suatu
pengukuran psikologis, dan legitimasi prosedur matematis tertentu yang diterapkan
oleh peneliti dalam suatu pengukuran psikologis. Misalnya, apakah suatu alat ukur
inteligensi setara dengan meteran, dapatkah hasil pengukuran psikologis dianalisis
secara sama seperti hasil pengukuran fisik. Dalam penelitian psikologis (juga dalam
penelitian bidang lainnya), terdapat empat skala pengukuran, yakni: nominal,
ordinal, interval, dan rasio. Berikut adalah penjelasan secara garis besar dari empat
skala pengukuran tersebut.
1. Skala Nominal
Skala nominal hanya memilah objek atau atribut ke dalam kategori-kategori yang
berbeda, seperti: jenis kelamin (laki/perempuan), tingkat pendidikan (dasar,
menengah, tinggi), umur (0-6 tahun, 7 – 12 tahun, 13 – 18 tahun), jenis pekerjaan
(pegawai negeri, wiraswasta, BUMN, dan lainnya). Skala nominal memiliki
kelemahan dalam arti bahwa kita tak dapat melakukan banyak operasi matematis
pada bilangan-bilangan nominal. Dicontohkan, ketika kita menempatkan orang ke
dalam suatu kategori khusus, misalnya memberinya nama, nama tersebut hanya
memberi informasi bahwa orang tersebut berbeda dari orang lain. Suatu bilangan
nominal tidak membentuk kita dalam mengukur atribut-atribut orang tersebut secara
lebih mendalam.
6

2. Skala Ordinal
Skala ordinal mengukur perbedaan dalam besaran atau jarak (magnitude) suatu
objek atau atribut.Tipe skala ini dapat kita peroleh jika kita menempatlan objek atau
atribut ke dalam suatu urutan ranking. Misalnya, kita menempatkan siswa-siswa ke
dalam suatu urutan ranking atas dasar prestasi hasil belajarnya.Siswa pertama dari
urutan ranking tersebut adalah siswa yang paling tinggi capaian prestasi akademik,
siswa kedua adalah nomor dua dari atas dalam pencapaian prestasi belajar, dan
seterusnya. Demikian pula kita dapat menempatkan seseorang ke dalam urutan
ranking kekayaan, sikap prososial, tingkat motivasi, daya tarik, dan lainnya. Jika kita
membuat ranking suatu objek atau atribut, satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa
perbedaan antara nilai skala yang berdekatan atau berbatasan tidak harus selalu sama
untuk semua objek atau atribut yang diranking. Sebagai contoh, siswa dalam ranking
pertama dan kedua mungkin hampir berdekatan dalam tingkat capaian prestasi
belajarnya, tetapi siswa kelima dan keenam mungkin berbeda agak jauh. Dengan
kata lain, skala ordinal tidak memiliki interval yang sama dan dengan demikian kita
juga tak dapat melakukan banyak operasi matematis terhadap jenis skala ini,
misalnya dicari rata-ratanya atau simpangan bakunya. Dapat dikatakan bahwa skala
ordinal merupakan:
a. Pengurutan seperangkat objek kedalam suatu “ranking” (dari paling atas
hingga paling bawah, atau sebaliknya) menurut atribut tertentu.
b. Tidak ada indikasi berkenaan dengan “seberapa banyak” suatu atribut
dimiliki oleh objek; dan
c. Tidak ada indikasi mengenai jarak atau perbedaan atribut dari objek yang
diamati/diukur.
Jadi, dalam contoh pengurutan prestasi belajar siswa, tidak ada informasi
menyangkut seberapa besar prestasi belajar dari siswa yang satu berbeda dengan
siswa lainnya, kecuali informasi bahwa siswa pertama > siswa kedua > siswa ketiga
> siswa keempat dan seterusnya.
d. Skala Interval
Dalam skala interval terdapat perbedaan (interval) yang sama dan tegas
menyangkut suatu atribut tertentu antara objek yang satu dengan lainnya. Jadi dalam
skala interval lebih banyak operasi matematis yang dapat dilakukan, seperti
menambah, mengurangi, membagi, mengalikan, mencari rata-rata, atau nenemukan
simpangan bakunya. Dengan kata lain, skala interval memiliki sifat perbedaan,
7

urutan, dan interval yang sama. Sebagai contoh, perbedaan skor IQ antara 100 dan
110 adalah sama dengan perbedaan skor IQ antara 120 dan 130. Demikian pula,
perbedaan prestasi belajar dari 5-6 adalah sama dengan perbedaan prestasi belajar
dari 8-9. Skor IQ dan prestasi belajar tersebut merupakan dua bentuk contoh dari
skala interval.
e. Skala rasio
Skala rasio memiliki empat karakteristik pengukuran: perbedaan, jarak, interval
sama, dan nol mutlak. Skala rasio dapat memberikan banyak informasi dan selalu
dinilai sebagai bentuk skala yang sangat bermanfaat dalam pengukuran psikologis.
Karena skala rasio memiliki nilai nol mutlak (true zero), maka skala ini
memungkinkan kita untuk menetapkan rasio dari nilai-nilai skala (oleh karena itu
skala ini disebut skala rasio). Bahkan jika skor IQ diukur dalam skala interval, kita
dapat mengatakan bahwa IQ 120 adalah dua kali lebih besar dari IQ 60, atau lebih
besar dari IQ 100.

2.3 Fungsi Pengukuran dan Penilaian dalam Pendidikan


Penilaian merupakan bagian penting dari suatu proses belajar mengajar.
Penilaian bernilai bagi guru, kerena dapat membantu menjawab masalah-masalah
penting yang berkaitan dengan siswa-siswanya dalam prosedur mengajarnya. Tidak
ada proses belajar mengajar yang bebas dari penilaian dan juga tidak ada guru ataupu
siswa dapat menghindarinya. Sejak mulai berkarier sampai pensiun guru terus saja
berurusan dengan penilaian.
Penilaian memang tidak terelakkan kehadirannya. Dalam proses belajar mengajar
yang dinilai adalah siswa. Oleh karena sekolah mempunyai tugas untuk mendidik
anak sebagai pribadi yang utuh, maka penilaian tidak hanya terbatas pada status
akademiknya saja, tetapi mencakup kecerdasan, bakat, personality, dan sosial serta
sikap dan minatnya. Berikut merupakan beberapa fungsi dari penilaian:
1. Penilaian sebagai Insentif untuk Meningkatkan Belajar
Salah satu kegunaan penilaian adalah mendorong siswa belajar lebih giat. Untuk
hasil belajar yang harus di beri nilai tinggi dan kalau mungkin diberi reward (hadiah
). Bagi sisw-siswa sekolah dasar hal ini penting sekali, karena atas dasar itu, mereka
mendapatkan penghargaan dari orang tua mereka.
8

2. Penilaian Sebagai Umpan Balik Siswa


Setiap siswa ingin mengetahui hasil jerih payahnya dalm belajar, hal ini dapat
di peroleh melalui hasil penilaian. Dengan perkataan lain penilaian itu dapat
memberikan umpan balik kepada siswa, sehingga dengan demikian siswa akan tahu
kekuatan dan kelemahannya.
Agar penilaian itu bermnfaat sebagai umpan balik, maka penilaian
seyogyannya lengkap, artinya kalau hasil pekerjaan diberi komentar tertulis plus
nilai ( angka ataaupun huruf) siswa akan berpretasi lebih baik daripada kalau hanya
diberikan nilai saja, sebab siswa lalu tahu apa yaang harus dilakukan agar
prestasinnya lebih meningkt di saat-saat akan datang
3. Penilaian Sebagi Umpan Balik bagi Guru
Salah satu fungsi penilaian yang paling penting adalah memberikan umpan
balik kepada guru mengenai efektifitas mengajarnya. Guru tidak dapat berharap
mengajarnya sangat efektif, kalau dia tidak mengetahui apakah siswa-siswanya telah
menangkap dan menyerap hal-hal penting dari bahan pelajaran yang disajikannya.
4. Penilaian sebagai Informasi bagi Orang Tua
Suatu buku rapor disebut demikian, karena melaporkan informasi tentang
kemajuan siswa kepada orang tuanya. Fungsi melaporkan ini penting, karena dua
alasan, yaitu:
a. Orang tua dapat mengetahui kemajuan belajar putra-putrinya di sekolah.
b. Nilai dan penilaian yang lain dapat membantu orang tua memberikan
reinforcement ternyata ikut membantu siswa belajar lebih giat dan berprestasi
lebih baik. Karena pada umumnya, orang tua menginginkan putra-putrinya
membawa pulang nilai-nilai yang lebih baik, maka penilaian itu menjadi lebih
penting dan lebih efektif sebagai insentif.
5. Penilaiaan sebagai informasi untuk keperluan seleksi
Sementara sosiologi melihat bahwa maksud dan tujuan pokok sekolah ialah
memilih siswa-siswa untuk memangku peranan-peranan yang ada di masyarakat,
kelak melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu, setelah selesai sekolah. Fungsi
memilih ini setapak demi setapak, selama bertahun-tahun melalui penjurusan yang
bermacam ragam.
Assessment dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Gronlund & Linn (1990:12)
menggolongkan evaluasi ke dalam empat kelompok, yaitu evaluasi penempatan,
evaluasi fomatif, evaluasi diagnostik, dan evaluasi sumatif. Evaluasi penempatan
9

dimaksudkan untuk menentukan kemampuan siswa di awal pembelajaran. Evaluasi


ini digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan:
a. Apakah siswa telah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk memulai pembelajaran yang telah direncanakan?
b. Seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan?
c. Seberapa jauh minat siswa, kebiasaan bekerja, karakteristik personalnya yang
mebedakan dengan siswa lainnya?
Dalam evaluasi formatif dimaksudkan untuk memantau kemajuan belajar selama
pembelajaran. Tujuan evaluasi formatif ini adalah untuk memberikan umpan balik
secara kontinu kepada siswa maupun guru terkait dengan keberhasilan dan kegagalan
pembelajaran. Disaat yang lain akan ada evauasi sumatif, dengan melakukan
assessment setelah pengajaran dalam rangka membuat keputusan terakhir tentang
apa yang telah dicapai siswa. Selain itu evaluasi diagnostik yang ditujukan untuk
mendiagnosis berabgai kesulitan siswa selama pembelajaran.Tujuan utama evaluasi
diagnostik adalah untuk menentukan penyebab kesulitan belajar dan merumuskan
suatu rencana tindakan remidiasi. Dengan demikian, evaluasi jenis ini sangat terkait
dengan evaluasi formatif karena berbagai kendala yang dialami siswa dideteksi
memalui evaluasi formatif. Evaluasi sumatif digunakan untuk menentukan apakah
siswa telah menguasai suatu pelajaran, berapa nilai akhir, yang harus kita berikan,
siswa mana yang layak naik kelas dan sebagainya.
Dengan berdasarkan pengelompokkan evaluasi di atas maka dapat diberi
penjelasan bahwa fungsi penilaian dalam proses pendidikan sebagai berikut:
 Membantu guru dalam menilai readiness anak terhadap sesuatu mata
pelajaran tertentu,
 Mengetahui status anak di dalam kelasnya,
 Membantu guru dalam menempatkan murid dalam suatu kelompok pelajar
tertent di dalam kelasnya; berdasarkan pada kesamaan kesukaran yang
dihadapi atau kesamaan kemampuan dalam kecakapan-kecakapan tertentu,
 Merupakan inti laporan tentang kemajuan murid-murid kepada orang tua atau
pejabat pemerintah yang berwenang, guru-guru, dan juga murid-muridnya,
10

 Memberikan data untuk dapat menentukan status anak didik di dalam


kelasnya, yaitu misalnya apakah dia naik kelas atau tidak, apakah dia lulus
ujian atau tidak,
 Membantu guru di dalam usaha memperbaiki metode belajar dan
mengajarnya,
 Membantu guru dalam meberikan pengajaran tambahan atau pengajaran
pembinaan.

2.4 Klasifikasi Tes dalam Pendidikan


Tes dalam dunia pendidikan dipandang sebagai salah satu alat pengukuran.Tes
merupakan seperangkat stimuli yang disajikan kepada individu untuk mendatangkan
atau memperoleh respon-respon yang diekspresikan dalam bentuk skor angka. Skor
ini didasarkan pada sampel perilaku individu yang representatif atau pada indikator-
indikator dari atribut yang diukur oleh suatu tes. Dalam penelitian psikologi, dikenal
adanya tes terstandar (tes baku) dan tes tak terstandar (disusun dan dikembangkan
sendiri oleh peneliti guna mengukur atribut yang sedang diamati). Berikut
penjelasannya:

a) Tes Terstandar
Tes yang dibakukan menggunakan prosedur yang seragam untuk menentukan
nilai dan administrasinya. Tes ini bisa membandingkan kemampuan murid dengan
murid lai pada usia atau level yang sama, dan dalam banyak kasus perbandingan ini
dilakukan di tingkat nasional. Perbedaan antara tes standard dengan tes buatan guru
ialah banyak tes standard yang memiliki aturan umum dan kebanyakan telah
dievaluasi validitas dan realibitasnya.Tes standar biasanya bertujuan untuk :
 Memberikan informasi tentang kemajuan murid
 Mendiagnosis kekuatan dan kelamahan murid
 Memberikan bukti untuk penempatan murid dalam program khusus
 Memberi informasi untuk merencanakan dan meningkatkan
pengajaran atau instruksi
 Membantu administrator mengevaluasi program
 Memberikan akuntabilitas.
Suatu tes dikatakan terstandar jika telah memiliki beberapa properti
(karakteristik) tes baku seperti, standar norma, validitas dan reliabilitas, keadilan.
11

 Norma, untuk memahami kinerja individual dalam suatu tes, kinerjanya


perlu dibandingkan dengan kinerja dari kelompok norma (norm group)
yakni kelompok dari individu yang sama seblumnya telah diberi ujian
oleh penguji. Tes ini dikatakan didasarkan pada norma nasional
(national norms) apabila kelompok norma itu terdiri dari representasi
murid secara nasional. Selain norma nasional, tes standar juga dapat
mengandung norma kelompok spesial dan norma lokal. Norma
kelompok spesial terdiri dari nilai tes untuk sub kelompok dari sampel
nasional. Misalnya norma kelompok spesial mungkin tersedia untuk
murid dari kelompok sosio ekonomi rendah, menengah, dan atas, untuk
murid perkotaan, sub urban, dan perdesaan, untuk sekolah swasta dan
negeri, untuk siswa perempuan dan laki-laki, dan untuk murid dari
kelompok etnis yang berbeda-beda. Norma lokal terkadang disediakan
untuk tes standar. Norma ini membandingkan kinerja murid dengan
murid lain dari kelas yang sama, sekolah yang sama, atau distrik yang
sama. Jadi evaluasi kinerja tes murid mungkin akan berbeda-beda
tergantung kepada norma kelompok yang dipakai.
 Validitas, adalah sejauh mana sebuah tes mengukur apa-apa yang
hendak diukur dan apakah inferensi nilai tes itu akurat atau tidak. Tes
standar yang valid harus mengandung validitas isi yang baik, yakni
kemampuan tes untuk mencakup sampel (to sample) isi yang hendak
diukur. Konsep ini sama dengan “fakta yang berkaitan dengan isi”.
Bentuk lain dari validitas adalah validitas kriteria, yakni kemampuan
tes untuk memprediksi kinerja murid saat diukur dengan penilaian atau
dengan kriteria lain. Validitas kriteria dapat bersifat concurrent and
predictive. Concurrent validity adalah relasi antara nilai tes dengan
kriteria lain yang ada saat ini. Predictive validity adalah relasi antara
nilai tes dengan kinerja masa depan murid. Selanjutnya construct
validity yaitu sejauh mana ada bukti bahwa sebuah tes mengukur
tertentu. Sebuah konstruk adalah ciri atau karakteristik yang tidak bisa
dilihat dari seseorang, seperti intelegensi (kecerdasan), gaya belajar,
personalitas, atau kecemasan.
12

 Reliabilitas, berarti sejauh mana sebuah prosedur tes bisa menghasilkan


nilai yang konsisten dan dapat direproduksi. Agar bisa disebut reliabel,
nilai harus stabil, dependable, dan relatif bebas dari kesalahan
pengukuran (Fekken, 2000; Popham, 2002). Reliabilitas dapat diukur
dengan beberapa cara antara lain test restest reliability, alternate forms
reliability, dan split half reliabilty. Test retest reliability adalah sejauh
mana sebuah tes menghasilkan kinerja yang sama ketika seorang siswa
diberi tes yang sama dalam dua kesempatan yang berbeda. Alternate
form reliability ditentukan dengan memberikan bentuk yang berbeda
dari tes yang sama pada dua kesempatan yang berbeda untuk kelompok
murid yang sama dan mengamati seberapa konsistenkah skornya. Split
half reliabilty, membagi item tes menjadi dua bagian, seperti item
bernomor genap dan ganjil. Nilai pada dua set itu itu dibandaingkan
guna menentukan seberapa konsistenkah kinerja murid di kedua set itu.
Validitas dan reliabilitas adalah saling terkait. Sebuah tes yang valid itu
reliabel, tetapi sebuah tes yang reliabel tidak selalu valid.
 Keadilan, tes yang adil (fair)adalah tes yang tidak bias (unbiased) dan
tidak diskriminatif (McMillan, 2001). Tes itu tidak dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti gender, etnis, atau faktor subyektif seperti bias
penilai.

b). Tes Kecakapan dan Prestasi


Ada dua tipe utama tes standar yaitu tes kecakapan (aptitude) dan tes prestasi
(achievement). Tes kecakapan (aptitude test) didesign guna memprediksi
kemampuan murid untuk mempelajari suatu keahlian atau menguasai suatu keahlian
atau menguasai sesuatu dengan pendidikandan training tingkat lanjut. Tes kecakapan
ini mencakup tes kemampuan mental umum seperti tes kecerdasan. Tes prestasi
dimaksudkan untuk mengukur apa yang telah dipelajari atau keahlian apa yang telah
dikuasai murid. Namun perbedaan antara tes prestasi dengan tes kecakapan
terkadang kabur. Kedua jenis tes ini menilai status murid, pertanyaan yang dipakai
kebanyakan mirip, dan biasanya hasil dari dua jenis tes ini mempunyai korelasi yang
tinggi. Jenis-jenis tes prestasi standar, ada beberapa tipe tes prestasi standar. Salah
satu cara umumuntuk mengklasifikasikannya adalah sebagai survey batterie, spesific
subject test, or diagnostic tests. Survey battery (baterai survei) adalah sekelompok
13

tes pokok persoalan individual yang didesign untuk murid level tertentu. Survey
batteries adalah tes standar nasional yang banyak digunakan. Tes untuk subyek
spesifik, dimaksudkan untuk menilai keahlian di bidang tertentu seperti membaca
atau matematika. Karena tes ini difokuskan pada area spesifik, tes ini biasanya
menilai suatu keahlian secara lebih mendetail dan ekstensif ketimbang survey
battery. Tes diagnostik, adalah fungsi penting dari tes standar. Diagnostic testing
terdiri dari evaluasi area pembelajaran spesifik secara mendalam. Tujuannya adalah
menetukan kebutuhan pembelajaran spesifik dari murid sehingga kebutuhan itu
dapat dipenuhi melalui instruksi reguler atau remidial. Membaca dan matematika
adalah dua area di mana tes standar paling banyak dipakai untuk diagnosis.

c. Tes Hasil Belajar


Dalam merencanakan pengajaran, perlu dimasukkan cara mengukur hasil belajar.
Agar para guru tahu bahwa siswa- siswanya telah mengerti sesuatu, dia harus
menguji hasil belajar mereka.
1. Prinsip-prinsip Dasar Tes Hasil Belajar
Menurut Grondlund (1982) dalam (Sri Utami, 1993), prinsip dasar tes hasil
belajar meliputi enam hal, yaitu:
a. Tes hasil belajar, hendaknya mengukur tujuan belajar yang telah ditentukan
selaras dengan tujuan pengajaran, jadi hendaknya jangan merupakan kejutan
bagi siswa, artinya tes itu hendaknya mengukur pengertian-penger- tian atau
keterampilan-keterampilan yang diajarkan, jangan di luar itu.
b. Tes hasil belajar, hendaknya mengukur sampel yang representatif, artinya
mewakili semua tujuan dan seluruh materi pelajaran, kecuali butir-butir tes
tidak boleh menyimpang dari tujuan, tidak menyesatkan ataupun kabur.
c. Tes hasil belajar hendaknya memuat butir-butir yang paling cocok.
d. Tes hasil belajar hendaknya sesuai dengan maksud penggunaannya.
e. Tes hasil belajar hendaknya reliabel dan ditafsirkan secara cermat.
f. Tes hasil belajar hendaknya memperbaiki dan mening- katkan belajar.
Adapun tujuan dari tes hasil belajar adalah:
 Untuk meramalkan keberhasilan siswa dalam suatu mata
pelajaran.
 Untuk mendiagnosis kesulitan-kesulitan belajar siswa.
14

 Berfungsi sebagai tes formatif untuk mengukur kemajuan siswa


dan
 Berfungsi sebagai tes sumatif untuk mengukur hasil akhir belajar.
2. Macam-macam Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu tes formatif dan
sumatif.
a. Tes Formatif, adalah tes yang diadakan sebelum atau selama pelajaran
berlangsung. Tes formatif mempunyai dua tujuan, yaitu:
1) Membantu guru membuat perencanaan.
2) Membantu siswa mengenai segi-segi yang perlu ditangani.
b. Tes Sumatif, diselenggarakan pada akhir seluruh kegiatan belajar
mengajar. Tujuannya adalah untuk memberi tahu guru dan siswa tentang
seberapa jauh yang telah dicapai selama satu triwulan atau semester. Tes
sumatif merupakan ujian akhir.
3. Bentuk Tes Hasil Belajar
Menurut bentuknya, tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
tes objektif dan tes esai.
a. Tes Objektif, terdiri dari bermacam-macam jenis, yaitu pilihan ganda,
menjodohkan, benar-salah atau tes jawab singkat. Perkataan objektif di sini
mempunyai arti tidak terbuka bagi macam-macam interpretasi, tidak bersifat
subjektif Skoringnya lebih polos dan lugas daripada tes esai.
b. Tes Esai, bagian paling tersukar dari tes ini adalah menimbang- nimbang
dan memutuskan kualitas jawaban yang diberikan siswa, di samping
membuat pertanyaan-pertanyaan yang baik dan jelas, juga tidak mudah.
4. Merencanakan Tes
Sebelum menulis butir tes, ada tiga tugas yang hendak nya dilakukan oleh guru.
Ketiga tugas tersebut, dapat meringankan beban guru menghadapi masalah
menyiapkan ujian. Ketiga tugas tersebut adalah:
a. Mengidentifikasi hasil belajar yang akan diukur dengan tes.
b. Membuat garis besar bahan pelajaran yang akan diukur dengan tes untuk
meyakinkan bahwa semua isi yang penting telah teridentifikasi.
15

c. Merencanakan rencana tes atau tabel spesifikasi, yaitu suatu tabel yang
membuat berbagai tujuan pengajaran dan berbagai tingkat perkembangan
yang akan diukur.
5. Membuat Soal Tes Objektif
Setelah jelas apa dan siapa yang dites, maka tiba untuk membuat soal. Suatu
prinsip yang harus dipegang ialah bahwa setiap soal hendaknya dapat membedakan
an siswa yang mengetahui dengan siswa yang tidak mengetahuinya. Unsur
kemungkinan menduga-duga hendak jangan sempat muncul pada siswa yang tidak
menguasai bahan.
a. Soal Pilihan Ganda
Oleh sebagian pendidik, soal pilihan ganda dianggap paling bermanfaat dan
paling luwes di antara semua jenis tes, karena dapat digunakan untuk menguji
sebagian besar mata pelajaran. Bentuk dari soal pilihan ganda adalah suatu stem.
Stem dapat berupa pertanyaan ataupun pernyataan. Stem diikuti oleh alternatif-
alternatif atau pilihan-pilihan jawaban. Tidak ada batas mengenai jumlah alternatif
itu, tetapi umnya empat sampai lima alternatif, di mana hanya ada um satu jawaban
yang benar. Contoh: pada umumnya, tujuan membuat soal pilihan ganda adalah agar
siswa memilih jawaban yang benar dan bukannya disesatkan oleh alternatif-alternatif
jawaban yang salah, di samping mengurai kesempatan bagi siswa yang tidak siap
menduga-duga jawaban yang benar. Untuk mencapai maksud ini, pilihan-pilihan
yang salah hendaknya kelihatan meyakinkan bagi siswa yang tidak siap itu, artinya
susunan kata-kata dan bentuknya harus tidak segera diketahui sebagai jawaban-
jawaban yang salah. Jadi, salah satu tugas dalam membuat soal pilihan ganda yang
baik ialah mengidentifikasi pilihan-pilihan jawaban yang salah.
b. Soal Menjodohkan
Item soal menjodohkan disajikan dalam bentuk dua daftar, A dan B. Setiap item
pada daftar A, ada jodohnya atau pasangannya, dengan item yang ada pada daftar B.
Tugas siswa adalah memilih jawaban yang benar yang ada pada daftar B yang
berjodoh dengan itemyang ada pada daftar A. Contoh:
16

No A No B
1 Aktualisasi-diri a Skinner
2 Operant conditioning b Erikson
3 Observational c Thorndike
4 Pseudostupidity d Maslow
5 Krisis Identitas e Elkind
f Bandura

Daftar item di sebelah kiri (A) berisi istilah-istilah yang berkaitan dengan
bermacam-macam tokoh psikologi yang tertera pada daftar item di sebelah kanan
(B). Untuk setiap istilah yang bersesuaian dengan item di kanan, tuliskan huruf
pengenalnya (misalnya d) pada garis yang ada di depan nomor istilah. Contoh:
d----1. Aktualisasi diri
a----2. Operant Conditioning
c. Soal Benar-Salah
Soal benar-salah adalah kalimat berita yang oleh siswa harus dijawab benar atau
salah. Contoh:
B -S Tabel spesifikasi digunakan untuk merencanakan tes buatan guru.
Orang mengira, bahwa membuat soal benar-salah itu ar itu uimilit paling
sederhana. Tetapi sebenarnya tidak, menyusun soal benar-salah yang baik bukan
pekerjaan mudah.
Soal benar-salah itu memiliki beberapa kelebihan:
a. Jawabannya mudah dinilai dan dapat dinilai oleh siapa satu butr pun asal
kunci skoringnya tersedia.
b. Hanya memerlukan waktu sebentar bagi siswa untuk membacanya; karena
soal tersebut dapat meliput banyak topik.
c. Kalau disusun secara cermat, soal benar-salah itu dapat digunakan untuk
mengukur kemampuan membuat sintesis dan penilaian, bukan hanya sekadar
mengukur ingatan. Tetapi sudah tentu membuat soal benar-salah yang
bertaraf tinggi seperti ini memerlukan waktu dan kehati-hatian. Dalam
kenyataan, sebagian besar benar- salah itu hanya mengukur ingatan dan
pengertian- pengertian dasar.
17

2.5 Prinsip Umum Alat Pengukur

a. Karakteristik Alat Pengukur


Alat pengukur belajar hendaknya memenuhi syarat sebelum digunakan untuk
mengevaluasi atau mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil
yang tidak valid (tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya). Alat pengukur yang
kurang baik dapat mengakibatkan hasil penilaian menjadi tidak sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya. Jika terjadi demikian perlu ditanyakan persyaratan alat
yang digunakan menilai sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan alat
pengukur (Arikunto, 2002).
Alat penilaian yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi beberapa kaidah
antara lain:
1. Validitas
Sebuah alat pengukur dikatakan valid apabila alat pengukur tersebut dapat
mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Demikian pula dalam alat-alat
evaluasi. Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila tes tersebut
betul-betul dapat mengukur hasil belajar. Beberapa macam kriteria validitas, yaitu:
a) Validitas isi (Content validity)
pengujian jenis validitas ini dilakukan secara logis dan rasional karena itu disebut
juga rational validity atau logical validity. Batasan konten validity ini
menggambarkan sejauh mana tes mampu mengukur materi yang telah diberikan.
Dengan demikian suatu tes hasil belajar disebut memiliki validitas tinggi secara
konten, bila tes tersebut sudah dapat mengukur sampel yang representatif dari
materi pelajaran yang diberikan dan perubahan-perubahan perilaku yang
diharapkan terjadi pada siswa.
b) Validitas ramalan (predictive validity)
Validitas ramalan artinya ketepatan suatu alat pengukur ditinjau dari kemampuan
tes tersebut untuk meramalkan prestasi yang dicapainya kemudian. Suatu tes
hasil belajar dapat dikatakan mempunyai validitas ramalan yang tinggi, apabila
hasil belajar yang dicapai oleh siswa dalam tes tersebut betul-betul meramalkan
sukses tidaknya siswa dalam pelajaran-pelajaran yang akan dating. Cara yang
digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya validitas ramalan adalah dengan
mencari korelasi antara nilai-nilai yang dicapai oleh siswa dalam tes tersebut
dengan nilai-nilai yang dicapai kemudian.
18

c) Validitas bandingan (Concurent validity)


kejituan suatu tes dilihat dari korelasinya terhadap kecakapan yang telah dimiliki
saat ini secara riil. Cara yang digunakan untuk menilai validitas bandingan
iangan dengan mengkorelasikan hasil-hasil yang dicapai dalam tes tersebut
dengan hasil-hasil yang dicapai dalam tes sejenis yang telah diketahui
mempunyai validitas yang tinggi (misalnya tes standar).
d) Validitas konstruk (Constuct validity)
Yaitu ketepatan suautu tes ditinjau dari susunan tes tersebut. Misalnya kalau kita
ingin memberikan tes kecakapan ilmu pasti, kita harus membuat soal yang
ringkas dan jelas yang benar-benar akan mengukur kecakapan ilmu pasti, bukan
mengukur kemampuan bahasa karena soal itu ditulis secara berkepanjangan
dengan bahasa yang sulit dimengerti.
2. Reliabilitas
Reliabilitas suatu tes menunjukan atau merupakan sederajat ketetapan,
keterandalan atau kemantapan (the level of consistency) tes yang bersangkutan
dalam mendapatkan data (skor) yang dicapai seseorang, apabila tes tersebut
diberikan kepadanya pada kesempatan (waktu) yang berbeda., atau dengan tes yang
pararel (eukivalen) pada waktu yang sama. Atau dengan kata lain sebuah tes
dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan, keajegan,
atau konsisten. Artinya, jika kepada para siswa diberikan tes yang sama pada waktu
yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan (ranking) yang
sama dalam kelompoknya.
3. Objektivitas
Hal ini terutama pada sistem skoringnya, apabila dikaitkan dengan reliabilitas
maka obyektivitas menekankan ketetapan pada sistem skoring, sedangkan reliabilitas
menekankan ketetapan dalam hasil tes. Ada dua faktor yang mempengaruhi
subjektivitas dari sesuatu tes yaitu bentuk tes dan penilaian.
4. Praktibilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes itu bersifat
praktis, mudah untuk pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang:
a) Mudah dilaksanakannya; misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan
memberi kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian
yang dianggap mudah oleh siswa.
19

b) Mudah memeriksanya artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban
maupun pedoman skoringnya. Untuk soal yang obyektif, pemeriksaan akan
lebih mudah dilakukan jika dikerjakan oleh siswa dalam lembar jawaban.
c) Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan/
diawali oleh orang lain.
5. Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak
membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama,
baik untuk memproduksinya maupun untuk melaksanakan dan mengolah hasilnya.
Dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tersebut, sewajarnya dapat dihasilkan
alat tes (soal-soal) yang berkualitas yang memenuhi syarat-syarat dibawah ini : a)
Shahih (valid), yaitu mengukur yang harus diukur, sesuai dengan tujuan, b) Relevan,
dalam arti yang diuji sesuai dengan tujuan yang diinginkan, c) Spesifik, soal yang
hanya dapat dijawab oleh peserta didik yang betul-betul belajar dengan rajin. d)
Tidak mengandung ketaksaan (tafsiran ganda). harus ada patokan; tugas ditulis
konkret. Apa yang harus diminta; harus dijawab berapa lengkap e) Representatif,
soal mewakili materi ajar secara keseluruhan f) Seimbang, dalam arti pokok-pokok
yang penting diwakili, dan yang tidak penting tidak selalu perlu.

2.6 Cara Memberi Skor

a. Perbedaan Skor dan Nilai


Skor dan nilai adalah dua pengertian yang berbeda. Skor adalah hasil pekerjaan
menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes
yang dijawab betul oleh siswa. Nilai adalah ubahan dari skor, dan sudah dijadikan
satu dengan skor-skor lain serta telah disesuaikan pengaturannya dengan standar
tertentu. Contoh, pada tes dari suatu modul selalu disertakan juga kunci dan
pedoman skoring. Skor maksimum pada setiap soal tidak sama tergantung pada
jumlah soal dan bobot soal- soal tesnya. Skor itu bisa 40, 45, 50, 100, dan
seterusnya.
Seorang siswa memperoleh skor 40 untuk tes yang menghendaki skor maksimum
40. Ini berarti bahwa siswa tersebut telah menguasai 100 tujuan instruksional (TIK)
yang dibuat guru. Jika skor maksimum adalah 100, maka skor 40 berarti siswa
tersebut hanya menguasai 40 % tujuan instruksional khusus. Skor 40 yang diperoleh
siswa belum berarti apa-apa sebelum diketahui skor maksimum yang diharapkan jika
20

siswa tersebut dapat mengerjakan tes dengan sempurna. Angka 40 disebut skor
mentah.
Untuk mengetahui prestasi siswa, guru harus mengubah skor mentah menjadi
skor berstandar 100. Contoh skor maksimum yang diharapkan 40. Santi memperoleh
skor 32. Ini berarti bahwa Santi telah menguasai:
32
100 % = 80
40

tujuan instruksional khusus atau 80 % dari tujuan instruksional khusus


tersebut. Dalam daftar nilai, dituliskan Santi mendapat nilai 80. Jadi di sini tampak
perbedaannya:
32 adalah skor
80 adalah nilai

b. Prinsip-Prinsip Penilaian
Seperti telah disinggung di atas untuk dapat melakukan pengukuran dan
penilaian prestasi belajar siswa secara efektif diperlukan penguasaan teori-teori yang
relevan dan latihan-latihan. Berikut beberapa prinsip yang perlu diperhatikan sebagai
dasar pelaksanaan penilaian.
a. Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang komprehensif
yang sekaligus dituntut penggunaan bermacam-macam media pengukuran
dan tidak hanya dalam bentuk tertulis saja.
b. Evaluasi harus dibedakan antara penilaian (grading) dan . penskoran
(scoring) Penskoran berarti proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka.
Dalam penilaian kita memproses angka- angka hasil kuantifikasi dalam
hubungannya dengan skala tentang baik-buruk, bisa diterima-tidak bisa
diterima lulus-tidak lulus, dan sebagainya. Pada penskoran, perhatian
terutama ditujukan pada kecermatan dan kemantapan (accuracy dan
realibility), sedangkan penilaian terutama perhatian ditujukan pada validitas
dan guu kegunaan (validity dan utility).
c. Dalam proses pemberian nilai sebaiknya diperhatikan dua macam penilaian
yaitu penilaian yang norm-referenced dan criterion-referenced. Penilaian
norm-referenced adalah penilaian yang diorientasikan pada suatu kelompok
tertentu; jadi hasil evaluasi perorangan siswa dibandingkan dengan prestasi
kelompoknya. Penilaian criterion-referenced adalah penilaian yang
21

diorientasikan pada suatu standar absolut, tanpa dihubungkan dengan


kelompok tertentu.
d. Pemberian nilai sebaiknya merupakan bagian integral dari proses belajar-
mengajar. Ini berarti bahwa tujuan penilaian di samping untuk mengetahui
kemampuan belajar dan penguasaannya terhadap materi pelajaran siswa, juga
sebagai umpan balik bagi siswa dan guru. Sehingga siswa dan guru dapat
mawas diri terhadap Dalam diperh umum harus kelemahan masing-masing.
e. Penilaian hendaknya bersifat komparabel, artinya setelah tahap pengukuran
yang menghasilkan angka-angka dilaksanakan, maka prestasi-prestasi yang
menduduki skor sama harus memperoleh nilai yang sama pula (tidak boleh
pilih kasih.
f. Sistem penilaian yang digunakan sebaiknya jelas bagi siswa dan guru.
Sumber ketidakberesan dalam penilaian karena tidak jelasnya sistem
penilaian itu sendiri bagi guru. Apa yang dinilai serta macam skala penilaian
yang digunakan dalam menyatakan hasil penilaian dan makna masing-masing
skala itu
Penilaian dapat berhasil jika sesuai dengan prinsip-prinsip berikut
a. Prinsip kesinambungan: penilaian sebaiknya dilakukan secara
berkesinambungan.
b. Prinsip menyeluruh: penilaian sebaiknya harus mengumpulkan data
mengenai seluruh aspek kepribadian.
c. Prinsip objektif: penilaian diusahakan seobjektif mungkin.
d. Prinsip sistematis: penilaian sebaiknya dilakukan secara be sistematis dan
teratur.
Dalam proses belajar-mengajar penilaian bukanlah sekadar tambal sulam,
melainkan salah satu komponen di samping materi, kegiatan belajar-mengajar, alat
pelajaran sumber dan metode yang harus saling berinteraksi untuk mencapai tujuan
instruksional khusus yang telah dirumuskan.

c. Faktor-Faktor yang Diperhitungkan dalam Penilaian


a. Prestasi kerja
Nilai prestasi harus mencerminkan sejauh mana siswa telah dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan di setiap bidang studi. Simbol yang digunakan
untuk menyatakan nilai hanya merupakan gambaran tentang prestasi saja.
22

Unsur pertimbangan atau kebijaksanaan guru sebaiknya tidak dilibatkan


dengan nilai tersebut..
b. Usaha siswa
Usaha siswa dalam memenuhi tujuan pelajaran dapat dilaporkan kepada
orang tua. Usaha siswa harus dihargai dan tidak boleh dicampur dengan nilai
prestasi. Ada kecenderungan guru menilai usaha rendah karena prestasinya
rendah. Beberapa siswa yang telah berusaha mati-matian tetapi prestasinya
tetap rendah, dan yang belajar sedang-sedang saja prestasinya bisa tinggi. Ini
kemungkinan faktor inteligensi yang berbicara.
c. Aspek pribadi dan sosial
Aspek pribadi dan sosial juga perlu dilaporkan pada or- ang tua siswa,
misalnya menaati peraturan sekolah, disiplin, dan sebagainya. Dalam
memberikan nilai harus hati-hati. Rentangan nilai sebaiknya antara 6-10.
d. Kebiasaan bekerja
Kebiasaan bekerja yang berhubungan dengan proses belajar-mengajar seperti
kebiasaan melakukan tugas pada waktunya, keuletan dalam belajar, bekerija
denganpensko teliti, rajin, dan sebagainya.

d. Penskoran dan Sistem Denda


Penskoran (scoring) merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil
pekerjaan siswa. Penskoran adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes
menjadi angka-angka, atau dengan istilah teknis kita mengadakan kuantifikasi.
Angka-angka hasil penskoran itu kemudian diubah menjadi nilai-nilai, yang di
Indonesia berbentuk angka -angka, melalui proses tertentu. Penggunaan simbeol
untuk menyatakan nilai-nilai secara resmi antara 0-10, tetapi ada juga yang
menggunakan rentangan antara 0-100, atau 04, dan ada pula yang menggunakan
huruf A, B, D, E.
A artinya: bagus sekali, atau luar biasa.
B artinya : sangat bagus, atau di atas rata-rata.
C artinya: cukup, atau tidak menonjol.
D artinya: kurang, atau menunjukkan kelemahan.
E artinya : gagal, atau menunjukkan kelemahan yang serius.
23

Ada nilai yang diberikan menurut standar absolut, ada pula yang diberikan
menurut standar relatif. Standar penilaian absolut terdiri dari persentase skor yang
sudah ditentukan sebelumnya yang dituntut bagi nilai tertentu. Contoh:

Nilai Presentase Jawaban yang Benar


A 90 – 100 %
B 80 – 89 %
C 70 – 79 %
D 60 – 69 %
E Kurang dari 60 %

Dalam bentuk standar absolut yang lain, yang disebut penilaian acuan patokan
(PAP) atau criterion-referenced-grad-ing, guru menentukan terlebih dulu prestasi
yang bagaimana yang bagus sekali (A), di atas rata-rata (B), rata-rata (C), di bawah
rata-rata (D) dan kurang atau gagal (E).
Suatu standar penilaian relatif terjadi ketika guru memberikan nilai menurut
peringkat siswa di dalam kelasnya. Standar penilaian relatif ini menegaskan berapa
persen siswa yang diberi nilai A, B dan seterusnya. Hal ini disebut: "penilaian pada
kurva" karena ia memberi nilai kepada siswa-siswa berdasarkan posisi mereka pada
"kurva normal" skor seperti tertera di bawah ini:

Nilai Presentase Siswa


A 7
B 24
C 38
D 24
E 7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris.
Pengukuran menunjukkan seberapa banyak, seberapa sering atau seberapa
baik dengan memberi nilai atau peringkat.
 Pengukuran bersifat kuantitatif-deskripsi tentang sebuah kejadian atau
karakteristik dengan menggunakan angka-angka antar atribut yang diukur
dengan alat ukurnya.
 Penilaian adalah kegiatan mengambil keputusan yang menentukan sesuatu
berdasarkan kriteria baik-buruk, dan proses pengumpulan dan pengelolaan
informasi untuk mencapai hasil tujuan penilaian yaitu penelusuran,
pengeceka, pencarian dan penyimpulan.
 Pengukuran dan penilaian memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan.
Pengukuran dan penilaian memiliki banyak fungsi, manfaat dan makna baik
bagi siswa, guru dan sekolah.

3.2 Saran
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya, dan
bagi Tim Penyusun pada khusunya, dalam penggunaan makalah ini sebagai
sebahagian kecil bacaan dan sebagai referensi. Dan semoga makalah ini mampu
menjadi tambahan wawasan dan pengalaman, serta sebagai acuan dalam membuat
karya yang lebih baik lagi dimasa mendatang.

24
DAFTAR PUSTAKA

Islamuddi, Haru. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar


Suryabrata, Sumadi. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada
Kusaeri. Suprananto. 2012. Pengukuran dan Penilaian. Yogyakarta. Graha Ilmu
Thalib, Syamsul Bahri. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris
Aplikatif. Jakarta. Prenamedia Grup
Woolfolk, Anita. 2009. Educational Psychology Active Learning Edition.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Slavin, Robert E. 2009. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta. PT Indeks
Cangelosi, James S. 1995. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung.
Penerbit ITB

25

Anda mungkin juga menyukai