Anda di halaman 1dari 61

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK

KELAS XII SMA NEGERI 5 AMBON PADA MATERI DIMENSI TIGA


MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE STAD (Student Teams Achievement Divisions)
BERBANTUAN MEDIA WINGEOM

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Oleh:
MUIS KAMARUDDIN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI GURU


BIDANG STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
KATA PENGANTAR

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. I


DAFTAR ISI................................................................................................................ II
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1


B. Identifikasi Masalah ............................................................................................. 6
C. Rumusan Masalah ................................................................................................ 7
D. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 7
E. Manfaat Penelitian ............................................................................................... 7

BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................................... 9

A. Pengertian Belajar ................................................................................................ 9


B. Pembelajaran Matematika.................................................................................. 10
C. Hasil Belajar ...................................................................................................... 11
D. Model Pembelajaran Kooperatif ........................................................................ 12
E. Media Pembelajaran Wingeom .......................................................................... 16
F. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berbantuan media WINGEOM ... 18
G. Pembelajaran Dimensi Tiga ............................................................................... 22
H. Kajian Penelitian yang Relevan ......................................................................... 23
I. Kerangka Berpikir.............................................................................................. 24
J. Hipotesis Tindakan ............................................................................................ 25
K. Penjelasan Istilah ............................................................................................... 25

BAB III METODE PENELITAN............................................................................. 27

A. Tipe Penelitian ................................................................................................... 27


B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 28
C. Data dan Sumber Data ....................................................................................... 28
D. Subjek Penelitian ............................................................................................... 29

ii
E. Perangkat Pembelajaran ..................................................................................... 29
F. Instrumen Penelitian .......................................................................................... 30
G. Prosedur Penelitian ............................................................................................ 30
H. Teknik Pengumpulan Data................................................................................. 33
I. Teknik Analisa Data .......................................................................................... 34

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ................................. 38

A. Paparan Data dan Temuan pada Siklus 1........................................................... 42


B. Paparan Data dan Temuan pada Siklus 2........................................................... 47
C. Pembahasan ....................................................................................................... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 55


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 56

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kualitas tenaga pengajar (guru) dalam meningkatkan kualitas

pendidikan dinilai sebagai langkah yang paling strategis, mengingat peran guru

langsung mempengaruhi proses dan hasil belajar dari peserta didik . Mutu pendidikan

di sekolah dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai peserta didik, hasil belajar

tersebut sangat ditentukan oleh keefektifan dalam pembelajaran. Menurut Syah

(2003), bahwa tingkat efektivitas pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perilaku

pendidik dan perilaku peserta didik . Indikator perilaku pendidik yang efektif antara

lain: mengajar dengan jelas, menggunakan variasi model pembelajaran, menggunakan

variasi sumber belajar, antusiasme, memberdayakan peserta didik, menggunakan

konteks (lingkungan) sebagai sarana pembelajaran, menggunakan jenis penugasan dan

pertanyaan yang membangkitkan daya pikir dan keingintahuan. Sedangkan indikator

perilaku peserta didik mencakup antara lain motivasi belajar, keseriusan, perhatian,

pencatatan, pertanyaan, senang melakukan latihan, dan sikap belajar yang positif.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan

penting dalam dunia modern terlebih di era revolusi industri 4.0. Matematika sebagai

“Bahasa Sains” telah dikenal lama sebagai pelayan ilmu pengetahuan lainnya,

sehingga merupakan hal yang wajar jika pelajaran matematika di sekolah memiliki

keterkaitan dengan pelajarannya lainnya. Namun hal yang bertolak belakang yang

menunjukkan bahwa matematika dianggap sebagai salah satu pelajaran yang sulit

dipahami oleh peserta didik dari berbagai jenjang pendidikan, bahkan tidak sulit
2

menemukan peserta didik yang merasa takut, bosan dan tidak tertarik dengan pelajaran

ini yang berdampak terhadap rendahnya hasil belajar matematika. Pernyataan ini

didukung oleh data yang dirilis oleh Pusat Penilaian Pendidikan (PUSPENDIK)

tentang hasil ujian nasional (UN) tahun 2019 pada mata ujian matematika hanya

memperoleh rata-rata 39,33 secara nasional bahkan paling rendah di antara rata-rata

hasil UN pada mata ujian lainnya (Puspendik, 2019).

Matematika harus diakui tidak mudah dimengerti oleh banyak peserta didik .

Sehingga lebih sering mereka membuat kesalahan, yang berarti mereka lebih sering

mendapat hukuman daripada pujian (Marpaung : 2004). Hal yang menjadi masalah

adalah masih banyak proses pembelajaran yang menggunakan paradigma mengajar

yang berpusat pada guru, yaitu guru sebagai sumber belajar yang mengajari peserta

didik (Marpaung : 2004). Sehingga terkadang peserta didik pasif yang berakibat pada

peserta didik sering mengalami kesulitan dalam memahami konsep dan menerapkan

rumus-rumus, bahkan kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal tak terkecuali pada

materi dengan konsep geometri.

Dalam kaitannya dengan perubahan menuju kualitas pembelajaran matematika

SMA yang lebih baik, Marpaung (2004) mengungkapkan paling tidak ada lima

perubahan yang harus dilakukan, yaitu: 1) Peran peserta didik harus diubah, dari

penerima yang pasif menjadi pelaku yang aktif, 2) Peran guru harus berubah dari

pengajar yang aktif menjadi fasilitator, 3) Kondisi belajar harus berubah dari situasi

yang tegang menjadi situasi yang sedapat mungkin menyenangkan, 4) Suasana yang

santun, terbuka dan komunikatif dapat menimbulkan suasana belajar yang

menyenangkan, 5) Karena matematika itu abstrak namun penting dan sangat berguna

dalam kehidupan nyata, peserta didik harus dapat melihat makna matematika dalam
3

pembelajaran. Bila peserta didik dapat menyadari bahwa apa yang dipelajari dalam

materi dimensi tiga dapat membantu mengatasi masalah hidupnya, maka

memungkinkan peserta didik tertarik untuk mempelajarinya.

Menyadari hal tersebut, maka dipandang perlu dalam dunia pendidikan dewasa

ini untuk kembali pada pemikiran, bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan

diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri

apa yang dialami bukan “mengetahui” saja. Menurut Nurhadi (2004), pembelajaran

yang berorientasi target penguasaan materi ternyata berhasil dalam kompetisi

mengingat jangka pendek, tetapi gagal membekali anak memecahkan persoalan jangka

panjang.

Oleh karena itu, sebagai guru matematika perlu memahami dan

mengembangkan berbagai tipe pembelajaran dalam pengajaran matematika.

Sebagaimana diungkapkan oleh Soedjadi (2005:12) yang menyatakan bahwa

betapapun tepat dan baiknya bahan ajar matematika yang ditetapkan belum menjamin

akan tercapainya tujuan pendidikan, dan salah satu faktor penting untuk mencapai

tujuan tersebut adalah proses mengajar yang lebih menekankan pada keterlibatan

peserta didik secara optimal. Dengan demikian penghayatan terhadap matematika

akan lebih mantap dan terhindar dari anggapan peserta didik yang memandang sulit

terhadap matematika.

Fakta menunjukkan bahwa, masih ditemukan guru yang terpaku pada satu atau

dua model pembelajaran yang digunakan terus menerus tanpa pernah

memodifikasinya atau menggantikannya dengan model lain walaupun tujuan

pembelajaran yang hendak dicapai berbeda. Akibatnya, pencapaian tujuan

pembelajaran oleh para peserta didik tidak optimal. Untuk mewujudkan tujuan
4

pembelajaran tersebut, dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, guru hendaknya

memilih dan menggunakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik aktif

dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial. Pada pengajaran matematika

hendaknya disesuaikan dengan kekhasan standar kompetensi/kompetensi dasar dan

perkembangan berpikir peserta didik

Pembelajaran matematika baik pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP 2006) maupun pada kurikulum 2013 mengisyaratkan sebuah perubahan

mendasar dalam proses pembelajaran yang semula berpusat pada guru dialihkan pada

dinamika peserta didik belajar. Dengan demikian guru memiliki peluang dan

keleluasaan untuk dapat mengembangkan kreativitasnya dalam menyusun model

pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang mendukung kondisi demikian

adalah pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran dengan

mengelompokkan peserta didik-peserta didik nya dalam beberapa kelompok untuk

memecahkan masalah. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk

pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerja sama antara peserta

didik dalam kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 orang yang memiliki tingkat

kemampuan yang berbeda. Setelah peserta didik dibagi menjadi kelompok-kelompok

kecil maka diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)

merupakan salah satu jenis pembelajaran kooperatif dapat menjadi alternatif untuk

menggantikan model pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran kooperatif tipe

STAD bercirikan anggota kelompok berasal dari latar belakang kemampuan akademik

yang bervariasi memberikan porsi waktu yang cukup kepada setiap peserta didik
5

untuk memikirkan dan mendiskusikan kembali materi yang sedang dipelajari bersama

teman-teman sekelas atau kelompoknya.

Materi dimensi tiga sebagaimana dengan materi lainnya dalam geometri

merupakan bagian yang relatif sulit difahami dan menjadikannya sebagai objek materi

yang tidak populer di kalangan peserta didik. Karakteristik materi dimensi tiga

menuntut pemahaman yang baik terkait objek ruang sehingga diperlukan media

pembelajaran yang tepat untuk mengkonkritkan konsep geometri yang asbtrak salah

satunya adalah dengan memanfaatkan perangkat lunak Wingeom.

Software Wingeom dapat berfungsi sebagai media gambar yang dinamis

sehingga peserta didik akan bermain dengan geseran titik-titik ataupun pengukuran

ruas garis, objek lingkaran serta objek geometri lainnya. Secara umum software

Wingeom akan menyediakan pengalaman langsung kepada peserta didik dalam

mengeksplorasi objek-objek geometri non-analitis. Pemilihan model pembelajaran

kooperatif STAD berbantuan media Wingeom diharapkan dapat meningkatkan

ketertarikan peserta didik untuk mempelajari dan menguasai pelajaran matematika

khususnya dari sisi geometri dan trigonometri.

Pemahaman dan penguasaan peserta didik terhadap unsur geometri dan

trigonometri dalam pembelajaran matematika SMA sepatutnya menjadi perhatian

serius dari semua pihak terkait, karena data hasil ujian nasional tingkat SMA tahun

2019 pada mata ujian matematika sub bidang geometri dan trigonometri menempati

urutan terendah dengan rata-rata penguasaan hanya 34,63 secara nasional dan salah

satu provinsi dengan penguasaan bidang geometri dan trigonometri di bawah nilai rata-

rata nasional adalah provinsi Maluku yakni sebesar 20,82 (Puspendik, 2019).
6

Hasil penelusuran data pada satuan pendidikan SMA Negeri 5 Ambon sebagai

salah satu sekolah favorit di kota Ambon provinsi Maluku menunjukkan ada indikasi

penguasaan geometri dan trigonometri yang relatif rendah. Hal ini tercermin dari

penguasaan geometri untuk peserta ujian matematika tahun 2019 di SMA Negeri 5

Ambon hanya memperoleh rata-rata nilai penguasaan geometri dan trigonometri

sebesar 19,54 masih berada di bawah rata-rata penguasaan geometri dan trigonometri

SMA sekota Ambon sebesar 22,93 dan 34,63 secara nasional (Puspendik, 2019).

Berdasarkan uraian di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian

dengan judul “Peningkatan hasil belajar peserta didik Kelas XII SMA Negeri 5 Ambon

pada materi dimensi tiga melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student

Teams Achievement Divisions) berbantuan media Wingeom”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, selanjutnya dapat diidentifikasi

beberapa masalah, antara lain:

a. Model pembelajaran langsung yang digunakan guru masih mendominasi kegiatan

pembelajaran di kelas sehingga mengurangi keaktifan peserta didik selama proses

pembelajaran berlangsung.

b. Rendahnya hasil ujian nasional untuk mata ujian Matematika baik ditingkat satuan

pendidikan maupun secara nasional dalam hal ini penguasaan peserta didik

terhadap bidang geometri dan trigonometri menempati urutan penguasaan paling

rendah.

c. Mata pelajaran matematika khusus materi dimensi tiga relatif sulit dipahami

peserta didik bila hanya disajikan dengan model pembelajaran konvensional dan

media yang kurang relevan.


7

d. Minimnya pemanfaatan sarana pembelajaran/media ajar yang dapat mendukung

pembelajaran dengan materi dimensi tiga.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, untuk mengetahui ada tidaknya

peningkatan hasil belajar peserta didik terhadap penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD berbantuan Wingeom pada peserta didik Kelas XIISMA 5

Ambon, perlu dirumuskan masalah yaitu: “Apakah dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media Wingeom dapat meningkatkan

hasil belajar peserta didik Kelas XIISMA Negeri 5 Ambon pada materi Dimensi tiga”.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik

melalui model pembelajaran Kooperatif tipe STAD berbantuan media Wingeom pada

peserta didik Kelas XIISMA Negeri 5 Ambon.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini harapkan dapat memberikan kontribusi positif kepada pihak-pihak

terkait, antara lain:

a. Bagi Guru

i. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran bagi para guru,

khususnya guru matematika untuk meningkatkan kualitas

pembelajarannya melalui pembelajaran bervariatif.


8

ii. Memberikan acuan dan alternatif kepada guru-guru SMA khususnya guru-

guru SMA Negeri 5 Ambon dalam menyelenggarakan proses belajar

mengajar di kelas.

b. Bagi Peserta didik

i. Memudahkan pemahaman peserta didik terhadap materi dimensi tiga,

sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal.

ii. Mengembangkan suasana belajar yang menyenangkan sehingga peserta

didik tertarik dalam proses pembelajaran matematika.

iii. Menumbuhkan kebiasaan bekerjasama dan berkomunikasi dengan teman

dan kelompoknya.

c. Bagi Sekolah

Manfaat bagi SMA Negeri 5 Ambon sebagai subjek penelitian adalah hasil

penelitian ini dapat dijadikan alat evaluasi dan koreksi, terutama dalam

meningkatkan kualitas proses pembelajaran sehingga tercapai hasil belajar

yang optimal dan meningkatkan kualitas pendidikan.


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan aktif peserta didik dalam membangun makna

atau pemahaman. Istilah belajar berarti suatu proses perubahan sikap dan tingkah laku

setelah terjadinya interaksi antara peserta didik dengan sumber belajar. Sumber belajar

ini dapat berupa buku (sumber informasi lainnya), lingkungan (alam, sosial, budaya),

guru atau sesama teman (Depdiknas, 2006).

Slameto (2001:2) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Winkel

(2004:8), menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang

berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan

dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.

Pada dasarnya terdapat banyak pandangan tentang pendefinisian belajar,

namun dalam tulisan ini yang dimaksudkan dengan belajar adalah keseluruhan

aktivitas peserta didik dalam berinteraksi secara aktif dengan sumber belajar, sehingga

secara sadar terjadi berbagai perubahan yang kontinu dan bersifat positif terhadap

mental, sikap dan tingkah laku peserta didik tersebut. Sumber belajar dalam hal ini

dapat berupa buku (sumber informasi lainnya), lingkungan (alam, sosial, budaya),

guru atau sesama teman.

9
10

B. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran secara umum adalah kegiatan yang dilakukan pendidik sehingga

tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik. Perubahan yang

diakibatkan oleh proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti

perubahan pemahaman, perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku, ketrampilan

dan aspek-aspek lain yang ada pada diri orang yang belajar. Pembelajaran matematika

merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang menitikberatkan pada pengetahuan

matematika. Matematika merupakan suatu ilmu yang memberikan kerangka berpikir

logis universal pada manusia.

Di samping itu, matematika merupakan suatu alat bantu yang sangat

dibutuhkan bagi perkembangan berbagai disiplin ilmu lainnya. Oleh karena itu, tidak

berlebihan jika ada ungkapan yang menyatakan bahwa mathematics is queen as well

as good servant yang artinya matematika adalah ratu serta pelayan (ilmu pengetahuan)

yang baik. Adapun tujuan pembelajaran matematika antara lain:

1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan melalui kegiatan

penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan,

konsisten dan inkonsistensi.

2. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan

penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, rasa ingin tahu, membuat

prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan

gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, diagram dalam menjelaskan

gagasan (Tim Kodifikasi, 2005).


11

Fungsi dan tujuan tersebut di atas mengisyaratkan bahwa kegiatan

pembelajaran matematika sekolah diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang dapat

memotivasi peserta didik untuk belajar secara aktif, menemukan sendiri pengetahuan

melalui interaksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu hendaknya dalam proses

pembelajaran dapat diciptakan situasi dan kondisi yang dibutuhkan peserta didik ,

yaitu adanya keterlibatan peserta didik secara mental, fisik maupun sosial dengan

mengutamakan pada keterlibatan seluruh indera, rasa, karsa dan nalar peserta didik

agar tujuan pembelajaran dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan.

C. Hasil Belajar

Tujuan instruksional pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang

diinginkan pada diri peserta didik , oleh sebab itu, dalam penilaian hendak diperiksa

sejauh mana perubahan tingkah laku peserta didik telah terjadi melalui proses

belajarnya. Dengan mengetahui tercapai tidaknya tujuan-tujuan instruksional dapat

diambil tindakan perbaikan pengajaran dan perbaikan peserta didik yang

bersangkutan. Perubahan tingkah laku pada diri peserta didik merupakan hasil belajar.

Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang

kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penilaian hasil belajar yang diinginkan

dikuasi oleh peserta didik menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian

Menurut Winkel (2004:42), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang

telah dicapai peserta didik di mana setiap kegiatan belajar dapat menimbulkan suatu

perubahan yang khas. Dalam hal ini hasil belajar meliputi keaktifan, keterampilan

proses, motivasi, juga hasil belajar. Hasil belajar adalah keberhasilan yang diperoleh

karena suatu usaha memperoleh ilmu, keberhasilan yang menjadi salah satu wujud dari

usaha seseorang setelah memperoleh pengalaman belajar (Muhibbin, 2003).


12

Pencapaian tujuan pembelajaran yang berupa hasil belajar merupakan hasil

dari kegiatan belajar mengajar semata (Arikunto 2012:4). Peserta didik dapat diukur

setelah peserta didik melaksanakan proses pembelajaran dengan suatu tes prestasi.

Pengukuran ini selanjutnya diberi nama variabel hasil belajar. Seperti dijelaskan di

atas bahwa secara teori apabila keterampilan berproses seseorang menunjukkan

adanya perkembangan, maka akan dapat memberikan kontribusi yang baik terhadap

hasil belajarnya.

D. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah mencakup suatu

kelompok kecil peserta didik yang bekerja sama sebagai sebuah tim untuk

menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu

untuk mencapai tujuan bersama lainnya (Erman Suherman .dkk, 2001 : 265).

Jadi pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang

mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerja sama antara peserta didik dalam

kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 orang yang memiliki tingkat kemampuan yang

berbeda. Setelah peserta didik dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil maka

diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan .

Tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan interaksi yang

aktif diantara anggota kelompok melalui saling bekerja sama. Dalam hal ini sebagian

besar aktivitas pembelajaran berpusat pada peserta didik , yaitu mempelajari materi

pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah atau tugas. Dengan interaksi yang

efektif dimungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasai materi pada tingkat

yang relatif sejajar. Sehingga proses pembelajaran belum dikatakan selesai jika ada

salah satu anggota kelompok belum menguasai materi pelajaran.


13

Menurut Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2004 : 31) mengatakan

bahwa tidak semua kerja kelompok sebagai Cooperative Learning .Untuk mencapai

hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran kooperatif harus diterapkan,

yaitu (1) saling ketergantungan yang positif, (2) tanggungjawab perseorangan, (3)

tatap muka (4) komunikasi antar anggota, (5) evaluasi proses kelompok.

Menurut Stahl (1994) dalam Marpaung, dkk. (2004 : 20) ciri-ciri pembelajaran

kooperatif adalah: (1) belajar dengan teman, (2) tatap muka antar teman, (3)

mendengarkan diantara anggota, (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (5)

belajar dalam kelompok kecil, (6) produktif dalam berbicara atau mengemukakan

pendapat, (7) peserta didik membuat keputusan, dan (8) peserta didik aktif.

Menurut pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa cici-ciri pembelajaran

kooperatif adalah: a. Peserta didik belajar dalam kelompok, aktif mengemukakan

pendapat, mendengarkan pendapat anggota yang lain, dan membuat keputusan secara

bersama. b. Kelompok peserta didik terdiri dari peserta didik yang berkemampuan

tinggi, sedang dan rendah. c. Jika dalam kelas terdapat peserta didik -peserta didik

yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin maka dalam kelompokpun

diupayakan terdiri dari ras, suku, budaya yang berbeda pula.

Adapun tujuan pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif paling tidak ada tiga hal yang hendak dicapai (Marpaung,

dkk. 2004: 21), yaitu:

a. Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja peserta didik

dalam tugas-tugas akademik, bahkan banyak ahli yang berpendapat bahwa model
14

kooperatif unggul dalam membantu peserta didik untuk memahami konsep-

konsep yang sulit.

b. Pengakuan adanya keragaman

Model kooperatif bertujuan agar peserta didik dapat menerima teman-temannya

yang mempunyai berbagai macam perbedaan suku, agama, kemampuan akademik,

dan tingkat sosial.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial

peserta didik . Keterampilan sosial dimaksudkan dalam pembelajaran kooperatif

antara lain adalah : berbagai tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain,

memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja

dalam kelompok.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (1995), adalah salah satu

bentuk tipe pembelajaran kooperatif, yang tahap pelaksanaannya adalah sebagai

berikut:

a. Tahap Penyajian Materi

Pada tahap ini materi pembelajaran dilaksanakan secara klasikal. Dengan

penyajian materi secara langsung. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru

pada tahap ini adalah:

a. Menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

b. Memberi motivasi kepada peserta didik tentang perlunya mempelajari

materi.

c. Menyajikan materi pokok pelajaran.

d. Memantau pemahaman tentang materi pokok yang diajarkan


15

b. Kegiatan kelompok

Selama peserta didik berada dalam kegiatan kelompok, masing-masing anggota

kelompok bertugas mempelajari materi yang telah disajikan oleh guru dan

membantu teman sekelompok untuk menguasai materi tersebut. Guru membagi

lembar kegiatan, kemudian peserta didik mengerjakan lembar kegiatan yang

dibagikan. Setiap peserta didik harus mengerjakan secara mandiri dan selanjutnya

saling mencocokkan dengan teman sekelompoknya. Guru harus menekankan

bahwa lembar kegiatan yang dikerjakan bukan dikumpulkan kepada guru, tetapi

untuk didiskusikan dalam lembar kegiatan tersebut, langkah pertama harus

ditujukan kepada teman sekelompoknya baru kemudian kepada guru jika tidak

terjawab.

Kegiatan guru dalam tahap ini adalah :

1. Melatih kooperatif peserta didik

2. Menugaskan setiap kelompok untuk diskusi dan mengerjakan lembar kegiatan

peserta didik .

3. Memonitor pelaksanaan kegiatan kelompok

4. Memberi bantuan penjelasan kepada kelompok yang mengalami kesulitan.

Kegiatan peserta didik pada tahap ini adalah :

1. Bekerja sama dalam kelompok untuk mendiskusikan dan mengerjakan lembar

kegiatan peserta didik .

2. Saling membantu teman kelompoknya untuk memahami materi pokok

pelajaran dalam rangka mengerjakan lembar kegiatan peserta didik .

3. Menunjukkan aktivitas dalam kerja kelompok.


16

c. Pelaksanaan kuis individual

Pelaksanaan kuis individual bertujuan untuk mengetahui perkembangan

peserta didik dan untuk mengetahui keberadaan seorang peserta didik dalam

kelompok serta keberadaan suatu kelompok terhadap kelompok lainnya.

d. Penilaian perkembangan individu

Penilaian perkembangan individu bertujuan untuk memberikan hasil akhir

setiap peserta didik . Nilai perkembangan individu didasarkan pada nilai

awal/dasar yang diperoleh dari nilai tes sebelumnya.

e. Penghargaan kelompok

Pembelajaran kooperatif mengidentifikasikan bahwa team reward dan

pertanggung jawab individual adalah esensi dari pada basic achievement. Setelah

melakukan penilaian perkembangan individu tahap selanjutnya memberikan

penghargaan kepada masing-masiang kelompok berdasarkan perolehan rata-rata

nilai perkembangan individu dalam kelompok tersebut.

Berdasarkan nilai perkembangan yang diperoleh dari masing-masing

kelompok ada tiga tingkatan penghargaan prestasi kelompok, antara lain:

o Tim super : diberikan bagi kelompok yang memperoleh nilai ratarata N  25.
o Tim hebat : diberikan bagi kelompok yang memperoleh nilai ratarata 20  N <
25.
o Tim baik : diberikan bagi kelompok yang memperoleh nilai ratarata N< 20.
(Marpaung, dkk. 2004:26)

E. Media Pembelajaran Wingeom

Program Wingeom merupakan suatu program aplikasi komputer yang

dirancang untuk mendukung pembelajaran geometri, baik dimensi dua maupun

dimensi tiga. Program ini dapat digunakan sebagai mindtools pada pembelajaran
17

geometri, di mana siswa dapat menggunakannya untuk mengembangkan kerangka

berpikir geometri dimensi. Dengan program Wingeom siswa dapat mengeksplorasi,

mengamati, melakukan animasi bangun-bangun dan tampilan materi geometri

dimensi. Program Wingeom diharapkan dapat membantu memvisualisasikan suatu

konsep geometri dengan jelas sehingga siswa akan lebih mudah memahami konsep-

konsep geometri. Kemampuan program Wingeom dalam mendukung pembelajaran

geometri sangatlah luas. Dalam buku ini pembahasan difokuskan untuk pembelajaran

geometri di sekolah. Buku ini disusun dengan tujuan memberikan suatu panduan,

gambaran dan ide mengenai penggunaan program Wingeom dalam pembelajaran

geometri di sekolah. Sasaran pembaca dan pengguna buku ini adalah guru, calon guru,

siswa, matematikawan, pengguna dan peminat matematika yang terkait dengan

geometri.

Program Wingeom dibuat oleh Richard Parris. Program ini dijalankan under

windows. Secara umum ada dua versi Wingeom, yaitu yang dijalankan dengan

Windows 3.1 (versi compile terakhir: 2 Agustus 2001) dan yang dijalankan dengan

Windows 95/98/ME/2K/Vista (versi compile terakhir saat buku ini disusun tangga 4

April 2008). Program Wingeom yang dibahas dan digunakan dalam buku ini adalah

versi compile 4 April 2008.

Program ini memuat Program Wingeom 2-dim , untuk geometri dimensi dua

dan Wingeom 3-dim untuk geometri dimensi tiga, dalam jendela yang terpisah. Di

samping itu juga memuat Progroam untuk geometri hiperbolis dan geometri bola.

Fasilitas Program Wingeom yang cukup lengkap, baik untuk dimensi dua maupun

dimensi tiga. Salah satu fasilitas yang menarik yang dimiliki program ini adalah
18

fasilitas animasi yang begitu mudah. Misalnya benda-benda dimensi tiga dapat

diputar, sehingga visualisainya akan nampak begitu jelas.

Gambar 2.1. Tampilan utama program Wingeom

F. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berbantuan media WINGEOM

Menurut Kusumah (dalam Budhiawan, 2012:28), program-program komputer

sangat ideal untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran konsep-konsep matematika yang

menuntut ketelitian tinggi, konsep atau prinsip yang repetitif, penyelesaian grafik

secara tepat, cepat, dan akurat. Lebih lanjut Kusumah (dalam Budhiawan, 2012:28)

juga mengemukakan bahwa inovasi pembelajaran dengan bantuan komputer sangat

baik untuk diintegrasikan dalam pembelajaran konsep-konsep matematika, terutama

yang menyangkut transformasi geometri, kalkulus, statistika, grafik fungsi dan

program linear.
19

Salah satu program komputer yang dapat dimanfaatkan sebagai media

pembelajaran matematika adalah program Wingeom. Berdasarkan beberapa pengertian

di atas, maka dapat dikatakan bahwa pengertian pembelajaran matematika berbantuan

Wingeom adalah upaya guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang menarik

dengan memanfaatkan Program Wingeom sehingga peserta didik dapat terlibat aktif

yang tentunya sangat mendukung dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-

prinsip matematika khususnya materi dimensi tiga.

Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada aktifitas dan

interaksi untuk memotivasi peserta didik agar saling membantu dalam menguasai

materi pelajaran sehingga dapat mencapai prestasi yang maksimal adalah tipe Student

Teams Achievement Divisions (STAD). Pada proses pembelajarannya, tipe ini melalui

lima tahapan yang meliputi: (1) penyajian materi; (2) kegiatan kelompok; (3) tes

individual; (4) penghitungan skor perkembangan individu; dan (5) pemberian

penghargaan kelompok (Slavin, 1995).

Persiapan-persiapan yang hendaknya dilakukan oleh seorang guru berkaitan

dengan materi yang akan dibahas adalah: (1) lembar tugas kelompok; (2) lembar tugas

individu; dan (3) lembar observasi perolehan skor individu maupun kelompok.

Persiapan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajarannya adalah membentuk

kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas 4–6 orang dengan tingkat kemampuan

yang beragam (Slavin, 1995). Adapun teknik pembentukan kelompok dalam

pembelajaran kooperatif dapat digunakan ranking berdasarkan kemampuan

akademiknya di dalam kelas (Slavin, 1995).

Pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan Perangkat lunak Wingeom

pada penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:


20

1. Tahap persiapan

a) Membentuk kelompok peserta didik (masing-masing kelompok terdiri dari 5

orang peserta didik ) dengan rincian 1 orang dari kelompok peserta didik

dengan kemampuan tinggi, 3 orang dari kelompok peserta didik dengan

kemampuan sedang, dan 1 orang dari kelompok peserta didik dengan

kemampuan rendah. Pengelompokan kemampuan peserta didik ini

berdasarkan nilai rata-rata kemampuan harian (ulangan harian), sehingga

diharapkan dapat memperoleh kelompok yang dalam tingkat kemampuannya

betul-betul heterogen.

b) Membagikan Perangkat lunak Wingeom kepada masing-masing kelompok

untuk dipelajari dan didiskusikan. Dalam hal ini peneliti memberikan beberapa

penjelasan berkenaan dengan cara pengoperasionalan Perangkat lunak

Wingeom dan aturan-aturan yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif

tipe STAD berbantuan Perangkat lunak Wingeom. Salah satu contoh aturan

tersebut adalah bahwa peserta didik disuruh untuk senantiasa mengikuti

diskusi serta membuat catatan hasil diskusi dan permasalahan yang belum

terpecahkan untuk dibawa pada saat tatap muka di kelas.

c) Membuat lembar tugas kelompok dan lembar tugas individu beserta soalnya.

2. Tahap pelaksanaan (tatap muka 1, dan 2)

a) Peserta didik diarahkan untuk berkumpul sesuai dengan kelompoknya masing-

masing.

b) Peneliti memberikan motivasi kepada peserta didik tentang manfaat dari

materi yang akan dibahas.


21

c) Dengan bantuan Perangkat lunak Wingeom peneliti memberikan apersepsi

tentang materi prasyarat yang kemudian direspon oleh peserta didik .

d) Dengan bantuan Perangkat lunak Wingeom peneliti memberikan penjelasan

materi tentang: Jarak antar dua titik (pada tatap muka 1 & 2), jarak titik

terhadap garis(pada tatap muka 2).

e) Setiap kali selesai memberikan penjelasan materi, peneliti memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk menyampaikan pertanyaan atau

temuan hasil diskusinya.

f) Peneliti membagikan lembar tugas kelompok untuk didiskusikan kepada

masing-masing kelompok.

g) Peneliti mengamati dan memberikan arahan jika ada pertanyaan dari peserta

didik .

h) Peneliti memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk

menyampaikan temuan/jawaban hasil diskusinya dengan cara menulis dipapan

tulis maupun dengan lisan.

i) Peneliti memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk

memberikan tanggapan, masukan, maupun pendapat yang berbeda dengan

kelompok yang telah menyampaikan temuan/jawaban tersebut.

j) Peneliti memberikan penyelesaian jika terdapat masalah yang belum

terselesaikan oleh peserta didik dengan penjelasannya.

k) Peneliti membagikan lembar tugas individu untuk dikerjakan oleh masing

masing peserta didik .

l) Peneliti mengarahkan peserta didik untuk mempelajari dan mendiskusikan

materi di rumah atau di luar jam pelajaran (dengan Perangkat lunak Wingeom).
22

3. Tahap akhir pembelajaran: peneliti memberikan penilaian terhadap aktivitas

belajar dan keterampilan proses peserta didik secara individu.

G. Pembelajaran Dimensi Tiga

Ruang lingkup materi dimensi tiga yang dibahas dalam penelitian ini merujuk

pada indikator pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan sebagaimana disajikan

pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1. Indikator Pencapaian Kompetensi

KOMPETENSI DASAR DARI KI 3 KOMPETENSI DASAR DARI KI 4


3.1 Mendeskripsikan jarak dalam ruang (antar 4.1 Menentukan jarak dalam ruang (antar
titik, titik ke garis, dan titik ke bidang. titik, titik ke garis, dan titik ke bidang)

INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI INDIKATOR PENCAPAIAN


(IPK) DARI KD 3.1 KOMPETENSI (IPK) DARI KD 4.1
Pertemuan I: Pertemuan I:
3.1.1 Mampu mengidentifikasi jarak antar titik 4.1.1 Mampu menentukan jarak antar
pada suatu bidang datar. titik pada suatu bidang datar.
3.1.2 Mampu mengidentifikasi jarak antar titik 4.1.2 Mampu menentukan jarak antar
pada suatu bangun ruang. titik pada suatu bangun ruang.
Pertemuan II: 4.1.3 Mampu memecahkan masalah
3.1.3 Mampu mengidentifikasi jarak antara yang berkaitan jarak antar titik.
titik dan garis pada suatu bidang datar. Pertemuan II:
3.1.4 Mampu mengidentifikasi jarak antara 4.1.4 Mampu menentukan jarak antara
titik dan garis pada suatu bangun ruang. titik dan garis pada suatu bidang
datar.
4.1.5 Mampu menentukan jarak antara
titik dan garis pada suatu bangun
ruang.
4.1.6 Mampu memecahkan masalah
yang berkaitan jarak antara titik
dan garis.
23

H. Kajian Penelitian yang Relevan

Dalam penelitian ini juga menggunakan acuan dari penelitian-penelitian yang

relevan dengan ini, diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Dwiyana (2003) yang berjudul “Pembelajaran

Kooperatif Model STAD sebagai alternatif untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran Trigonometri Peserta didik kelas 2 SMUN 1 Malang”. Berdasarkan

penelitian tersebut disimpulkan bahwa kegiatan belajar mengajar di dalam kelas

merupakan hal terpenting dalam proses pendidikan. KBM dipengaruhi beberapa

faktor, salah satu diantaranya adalah model pembelajaran. Dengan model

pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika

pada peserta didik .

2. Berdasarkan penelitian Ira Kurniawati (2003) dalam penelitiannya yang

berjudul “Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Terhadap

Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Aktivitas Belajar peserta didik Kelas

II SLTP Negeri 15 Surakarta”. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa model

pembelajaran kooperatif Jigsaw efektif untuk proses pembelajaran pada pokok

bahasan bangun datar jajaran genjang, belah ketupat, layang-layang, dan

trapesium. Hasil analisis menunjukkan bahwa prestasi belajar peserta didik

dengan model kooperatif Jigsaw lebih baik dari pada prestasi belajar peserta

didik dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh dua orang peneliti di atas terdapat

persamaan obyek yang diteliti oleh peneliti dan persamaan tujuan penelitian. Dalam

penelitian ini obyek yang digunakan peneliti adalah model pembelajaran kooperatif
24

dan aktivitas belajar Peserta didik . Kesimpulan dari dua penelitian di atas bahwa

terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif dengan hasil

belajar matematika. Yang membedakan adalah subyek dan pokok bahasan yang

diteliti. Subyek yang diteliti adalah peserta didik kelas XII. Pada penelitian ini akan

dibuat suatu penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik

kelas XII SMA Negeri 5 Ambon melalui penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe STAD berbantuan media Wingeom pada materi Dimensi Tiga

I. Kerangka Berpikir

Penggunaan metode pembelajaran cukup besar pengaruhnya terhadap

keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Pemilihan metode pembelajaran yang

tidak tepat dapat menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Agar metode

pembelajaran yang digunakan tepat maka guru harus mengetahui macam-macam

metode pembelajaran dan dapat memilih salah satu metode pembelajaran yang sesuai

dengan materi pada pokok bahasan yang akan diajarkan. Karena tidak ada satupun

metode pembelajaran yang cocok untuk segala situasi maka dalam menggunakan

metode pembelajaran harus mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya adalah

kondisi peserta didik, tujuan pembelajaran, sarana dan prasarana penunjang

pembelajaran serta kemampuan guru.

Pelajaran matematika bukanlah pelajaran yang sulit dan membosankan jika

pelajaran tersebut disampaikan dengan baik dan menarik, misalnya menggunakan

pembelajaran kooperatif berbantuan perangkat lunak matematika seperti Wingeom.

Dengan model pembelajaran kooperatif, peserta didik aktif dalam proses

pembelajaran dan menyelesaikan soal dengan kerja sama secara berkelompok. Model

pembelajaran kooperatif juga merupakan daya tarik tersendiri bagi peserta didik saat
25

mengerjakan soal matematika apalagi bila didukung dengan media interaktif Wingeom

yang memiliki visualisasi dan presisi tinggi baik dalam hal manipulasi

simbolik/aljabar maupun dalam menampilkan objek geometri non analitis. Dengan

hal-hal tersebut tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi akan lebih

mendalam sehingga hasil belajarnya pun akan meningkat.

Pemanfaatan Wingeom secara khusus akan sangat membantu peserta didik

dalam menerima konsep yang dipelajari. Seperti pada penyampaian materi pada pokok

bahasan dimensi tiga, kedudukan titik, garis dan bidang.

Dari uraian tersebut di atas, diduga penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe STAD berbantuan media Wingeom dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada

materi dimensi tiga.

J. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan sebelumnya, selanjutnya

dapat dirumuskan hipotesis tindak dalam penelitian ini, yaitu terdapat peningkatan

hasil belajar siswa kelas XII SMA Negeri 5 Ambon pada materi Dimensi Tiga

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan Wingeom.

K. Penjelasan Istilah

1. Belajar adalah keseluruhan aktivitas peserta didik dalam berinteraksi secara

aktif dengan sumber belajar, sehingga secara sadar terjadi berbagai perubahan

yang kontinu dan bersifat positif terhadap mental, sikap dan tingkah laku

peserta didik tersebut.

2. Pembelajaran matematika adalah kegiatan pembelajaran yang

menitikberatkan pada pengetahuan matematika


26

3. Hasil belajar matematika adalah kemampuan siswa terhadap bidang studi

matematika setelah melalui proses belajar mengajar yang diukur dari tes hasil

belajar.

4. Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran yang melibatkan

siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok dan kelompok yang saling

bersaing
27

BAB III
METODE PENELITAN

A. Tipe Penelitian

Menurut Arikunto (2012:20) penelitian tindakan kelas pada umumnya

merupakan suatu rangkaian pelaksanaan empat tahapan penting yang harus berulang

pada tiap siklus. Empat tahapan penting dalam penelitian tindakan kelas adalah (1)

perencanaan (planning), (2) pelaksanaan tindakan (acting), (3) pengamatan

(observing) dan (4) refleksi (reflecting). Adapun prosedur pelaksanaan penelitian

tindakan kelas dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1: Prosedur Pelaksanaan PTK (Arikunto, 2012: 16)


28

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat yang dipergunakan dalam melakukan kegiatan

penelitian untuk mamparoleh data yang diinginkan. Penelitian ini akan dilaksanakan

di kelas XII MIPA3 SMA Negeri 5 Ambon pada tanggal 29 Juli hingga 16 Agustus

2019.

Pemilihan pada kelas sebagai objek penelitian didasarkan atas pertimbangan

bahwa hasil belajar di kelas tersebut relatif rendah, diharapkan guru dapat mengatasi

permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran sebagai upaya

meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan

kelas (Classroom Action Research) yaitu pencermatan terhadap kegiatan belajar

berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas

secara bersama, dimana peneliti juga berperan sebagai guru pelaksana tindakan.

C. Data dan Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto,

2012:129). Adapun data dan sumber data pada penelitian ini dapat dijabarkan sebagai

berikut:

1. Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain:

1. Data kuantitatif berupa data hasil tes siswa pada akhir setiap siklus

2. Data kualitatif berupa hasil observasi terhadap aktivitas guru dan siswa selama

pembelajaran berlangsung

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII SMAN 5 Ambon

semester ganjil tahun ajaran 2019/2020.


29

D. Subjek Penelitian

Sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas XII MIPA3 SMA Negeri 5

Ambon yang berjumlah 1 (satu) orang subjek penelitian ditentukan berdasarkan

ketidaktuntasan di tes awal tentang jarak antar dua titik.

E. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


2. Bahan Ajar (RPP)
3. Media Ajar Berbasis Wingeom
4. Lembar Aktivitas Siswa (LAS)
5. Perangkat Evaluasi
6. Lembar Observasi guru dan siswa
Penggunaan perangkat pembelajaran selama pelaksanaan pelitian dapat

dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Penjabaran penggunaan perangkat pembelajaran selama penelitian

Bahan Media Materi


Siklus Pertemuan RPP LAS
Ajar Ajar Pembelajaran
1 RPP- LAS- Kedudukan Titik,
BA-01 MA-01
(Tindakan 1A) 01 01 Garis da Bidang
I
2 RPP- LAS- Jarak antara dua
BA-02 MA-02
(Tindakan 1B) 02 02 titik
3 RPP- LAS- Jarak antara titik
BA-03 MA-03
(Tindakan 2A) 03 03 dengan garis I
II
2 RPP- LAS- Jarak antara titik
BA-04 MA-04
(Tindakan 2B) 04 04 dengan garis II
30

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Instrumen tes

Soal tes digunakan dalam setiap akhir siklus, yang bertujuan untuk mengetahui

hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif berbantuan media Wingeom. Lembar Observasi

Lembar observasi atau lembar pengamatan digunakan untuk mengumpulkan data

dan mencatat segala kejadian selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam

penelitian ini, lembar observasi yang digunakan adalah lembar observasi untuk

guru dan siswa.

a. Lembar Observasi guru

Kegiatan observasi dibantu oleh 2 rekan peneliti yang bertindak sebagai

observer. Observer akan dipandu lembar observasi pembelajaran untuk

mengamati dan mendeskripsikan jalannya pembelajaran.

b. Lembar observasi siswa

Lembar observasi untuk siswa ini digunakan untuk melihat sejauh mana tingkat

partisipasi dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dari

data observasi siswa ini dapat dilihat apakah aktivitas siswa yang mencakup

ranah afektif dan psikomotorik meningkat atau menurun ketika menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media Wingeom.

G. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas diawali dari siklus pertama yang terdiri

dari empat tahapan. Apabila sudah diketahui letak keberhasilan dan hambatan yang
31

muncul dari yang dilaksanakan pada siklus pertama, guru atau peneliti menentukan

rancangan untuk kegiatan siklus kedua. Dalam pelaksanaan kegiatan pada siklus kedua

dapat berupa kegiatan yang sama dengan kegiatan yang sebelumnya apabila ditujukan

untuk mengulangi kesuksesan atau nutuk meyakinkan / menguatkan hasil. Akan tetapi

kegiatan yang dilakukan pada siklus kedua mempunyai berbagai tambahan perbaikan

dari tindakan terdahulu yang tentu saja ditujukan untuk memperbaiki berbagai

hambatan atau kesulitan yang ditemukan dalam siklus pertama.

Rencana Siklus 1

1. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah penyusunan perangkat

pembelajaran, meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media yang

digunakan dalam pembelajaran ini antara lain Wingeom, perangkat evaluasi

yang meliputi rubrik penilaian dan butir-butir soal (terlampir), serta lembar

observasi pelaksanaan RPP (terlampir), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) dalam siklus ini untuk dua kali pertemuan masing-masing 2 jam

pelajaran.

2. Pelaksanaan dan Pengamatan

Kegiatan yang dilakukan tahap ini adalah menerapkan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang telah disusun dalam pembelajaran di kelas sesuai

dengan apa yang diinginkan guru, maka rencana penelitian ini berupa prosedur

kerja peneliti tindakan yang dilaksanakan di dalam kelas. Pelaksanaan tindakan

siklus 1 sesuai dengan perencanaan yang diprogramkan, yaitu:


32

a. Penelitian melaksanakan pembelajaran materi Dimensi Tiga.


b. Menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD berbantuan media Wingeom.
c. Memberikan kesempatan siswa untuk berperan aktif selama proses
pembelajaran seperti bertanya, mengungkap pendapat.
d. Pada akhir pertemuan guru membuat quiz untuk diselesaikan secara
individu
e. Pada akhir siklus 1, guru memberikan soal tes siklus 1.
f. Guru memberikan soal berupa pekerjaan rumah.
Kegiatan observasi dilakukan sebagai sarana pengumpulan data yang

berkaitan dengan pelaksanaan tindakan penelitian. Observasi dilakukan oleh

observer untuk mengamati kegiatan pembelajaran yang menerapkan model

pembelajaran kooperatif dalam kegiatan pembelajaran dengan sub materi

dimensi tiga. Observer menggunakan lembar observasi untuk mengumpulkan

data aktifitas pembelajaran, baik data pembelajaran guru maupun data

pembelajaran siswa.

3. Refleksi

Data dikumpulkan kemudian dianalisis oleh peneliti. Analisis dilakukan

dengan cara mengukur baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Data yang

diperoleh dikumpulkan kemudian disimpulkan bagaimana hasil belajar dan

aktivitas siswa dan bagaimana hasil pembelajaran guru. Kemudian

direfleksikan hasil analisis yang telah dikerjakan.

a. Apakah model pembelajaran kooperatif STAD berbantuan Wingeom

berjalan efektif?

b. Apakah ada hambatan yang dihadapi dalam model pembelajaran kooperatif

STAD berbantuan Wingeom?


33

c. Berapakah jumlah siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar?

Apakah telah mencapai target yang diinginkan sesuai dengan yang

diharapkan guru?

Refleksi ini dilakukan untuk mengevaluasi kelemahan dan kelebihan dari

tindakan pembelajaran yang dilakukan, hasil tindakan serta hambatan-hambatan yang

dihadapinya. Hasil refleksi ini berguna untuk menentukan tingkat keberhasilan dari

tindakan yang telah dilakukan dan sebagai dasar pertimbangan untuk menyusun

rencana kegiatan pada siklus 2. Siklus 2 akan dilaksanakan jika siklus 1 belum tuntas.

Rencana siklus 2

Siklus kedua dilakukan seperti tahap pada siklus pertama. Siklus kedua disusun

berdasarkan refleksi pada siklus pertama. Kegiatan pada siklus kedua dimaksudkan

sebagai penyempurnaan terhadap pelaksanaan pada siklus pertama. Bila pada siklus

kedua telah tercapai indikator keberhasilan dan peneliti merasa cukup, maka siklus

selanjutnya tidak perlu dilakukan. Jika belum tercapai pada siklus kedua, maka PTK

akan dilanjutkan pada siklus berikutnya melalui tahap-tahap yang sama dengan siklus

sebelumnya sampai tercapai indikator keberhasilan.

H. Teknik Pengumpulan Data

1. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan yang digunakan untuk

mengukurketrampilan, pengtahuan kemampuan atau bakat yang dimiliki

individuatau kelompok (Suharsimi Ari Kunto, 2012: 160). Bentuk tes yang

dipergunakan dalam pengumpulan data adalah berupa butir-butir soal berbentuk

obyektif untuk memberikan kuis setiap akhir kegiatan pembelajaran, dan butir-

butir soal berbentuk subjektif yang diberikan pada setiap akhir siklus. Tes yang
34

dimasukan dalam penelitian ini adalah tes prestasi atau hasil belajar, yaitu tes yang

digunakan untuk mengukukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu.

Data yang dikumpulkan yaitu data prestasi belajar siswa dengan menggunakan

kreteria ketuntasan minimal (KKM) pada mata pelajaran Matematika apabila siswa

telah mencapai nilai sama dengan atau lebih besar 75 (tujuh puluh lima), sesuai

dengan Kurikulum 2013.

2. Observasi

Didalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pengamatan

meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan

seluruh alat indra (Arikunto, 2006: 156). Sehingga observasi adalah pengamatan

yang dilakukan secara sengaja dan sistematis dengan melibatkan alat indra dengan

maksud untuk mengumpulkan data tentang suatu hal. Subagyo dalam Safitri (2011:

52) menambahkan bahwa sebagai alat pengumpul data, observasi dapat dilakukan

secara spontan dapat pula dengan daftar isian yang telah disiapkan sebelumnya.

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi sistematis, yang

berupa instrumen pengamatan untuk mengamati aktivitas siswa selama proses

pembelajaran berlangsung.

I. Teknik Analisa Data

Data yang didapat kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif


dan analisis kualitatif. Kedua cara tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Analisis Kuantitatif
Data kuantitatif (hasil belajar siswa) akan dianalisis secara deskriptif untuk
mengetahui kualitas hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa dapat
diketahui dengan cara membandingkan skor individu dengan skor kelompok, yang
diperoleh sebelum dan setelah mengikuti pelajaran. Analisis data hasil belajar
35

diperoleh melalui hasil tes. Pada setiap siklus dilakukan 1 kali tes evaluasi. Skor
maksimal yang diperoleh siswa adalah 100, sedangkan skor rata-rata tes siswa dapat
dihitung dengan rumus :

Dari nilai yang diperoleh, kemudian diklasifikasikan tingkat ketuntasan siswa


menurut Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan oleh SMA Negeri 5 Ambon
sebesar 65

a) Standar Ketuntasan Individu

Secara perorangan (individual), dianggap telah “tuntas belajar” apabila daya serap
siswa mencapai batas KKM yang ditetapkan sekolah.

b) Standar Ketuntasan Klasikal

Secara klasikal, dianggap telah “tuntas belajar” apabila mencapai 80% dari jumlah
siswa yang mencapai daya serap minimal sama dengan KKM. Sedangkan untuk
mengetahui ketuntasan belajar (KB) secara klasikal menggunakan rumus sebagai
berikut:
N
KB  100%
n
Keterangan :
KB : Ketuntasan Belajar
N : Banyak peserta didik yang nilainya mencapai KKM
n : Banyak peserta didik yang mengikuti tes
2. Analisis Kualitatif.
Data kualitatif merupakan informasi berbentuk kalimat menggambarkan aspek
kognitif maupun afektif yang dapat dianalisis secara kualitatif (Arikunto, 2012: 131).
Adapun data kualitatif dalam penelitian ini berupa data hasil observasi aktivitas guru
dan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan Wingeom.
36

Data kualitatif dianalisa dengan model analisis interaktif yang dikembangkan


oleh Miles dan Hubbremen (Arikunto, 2012: 173), berupa:

a. Reduksi data (Data reduction)

Reduksi adalah kegiatan menyeleksi, memfokuskan dan menyederhanakan semua data


yang telah diperoleh mulai dari awal pengumpulan data sampai penyusunan laporan
penelitian. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang jelas sehingga peneliti
dapat menarik kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan.

Reduksi data dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan seluruh data dari
mulai observasi, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, refleksi, hingga
perencanaan ulang dan seterusnya, data hasil isian angket yang dilakukan pada siswa,
data hasil catatan lapangan selama proses belajar mengajar berlangsung serta
dokumen-dokumen dari sekolah, kemudian dipilah-pilah sesuai dengan kebutuhan
peneliti.

b. Menyajikan data (Data Display)

Display data merupakan kegiatan menyajikan hasil reduksi data secara naratif
sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan dan keputusan pengambilan tindakan.
Hal ini diharapkan dapat memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.

Display data melibatkan langkah-langkah pengorganisasian data, yakni menjalin


(kelompok) data yang satu dengan (kelompok) data yang lain sehingga seluruh data
yang dianalisis benar-benar dilibatkan dalam satu kesatuan. Dari data-data yang telah
direduksi diperoleh kelompok-kelompok data, pada display data ini peneliti
menyajikan data secara berkelompok-kelompok menurut kebutuhan dan tempatnya,
penyajian data-data tersebut sangat penting sehingga sangat membantu proses analisis.

c. Penarikan kesimpulan Sementara

Penarikan kesimpulan merupakan kegiatan memberikan kesimpulan terhadap hasil

penafsiran yang mana kegiatan ini mencakup pencarian makna data serta memberi
37

penjelasan. Setelah penarikan kesimpulan kemudian. dilakukan verifikasi yang mana

verifikasi ini dilakukan untuk menguji kebenaran, kekokohan, dan kecocokan makna-

makna yang muncul dari data. Adakalanya kesimpulan telah tergambar sejak awal,

namun kesimpulan final tidak pernah dapat dirumuskan secara memadai tanpa peneliti

menyelesaikan analisis data yang ada. Kesimpulan disini masih bersifat sementara ,

akan tetapi dengan bertambahnya data melalui proses verifikasi data secara terus

menerus, maka dapat diperoleh kesimpulan yang final.

Dibawah ini digambarkan model interaktif analisis data menurut Miles dan

Huberman sebagai berikut:

Pengumpulan data Penyajian data

Penarikan
Reduksi data kesimpulan/pengujian

Bagan 3.1 Model interaktif analisis menurut Miles dan Huberman


38

BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang didahului dengan pemberian tes awal yang terdiri

atas soal-soal dengan indikator menentukan jarak antara dua titik. Tes awal diberikan

kepada semua siswa kelas XII MIPA3 SMA Negeri 5 Ambon yang berjumlah 33

peserta didik pada semester ganjil tahun pelajaran 2019/2020. Berdasarkan hasil tes

awal ditemukan ada beberapa peserta didik melakukan kesalahan dalam

menyelesaikan soal-soal menentukan jarak antara dua titik. Kesalahan tersebut antara

lain: (1) kesalahan konseptual tentang jarak, (2). Keliru dalam menerapkan rumus

pythagoras, (3) kesalahan dalam menerapkan sifat-sifat bilangan perpangkat dan

bilangan berbentuk akar. Dari beberapa peserta didik yang melakukan kesalahan

seperti yang telah diidentifikasi sebelumnya, dipilih 1 (satu) peserta didik sebagai

subjek penelitian antara lain GW. Pemilihan peserta didik GW tersebut berdasarkan

pertimbangan 1) kesalahan yang terjadi secara konsisten sebagai indikasi adanya

kesalahan konseptual, 2). Terbatasnya waktu penelitian. GW dipilih sebagai subjek

penelitian karena GW membuat beberapa kesalahan ketika menjawab soal-soal tes

awal sebagai berikut:


39

(i). Jarak titik F ke titik O

FO 2  FB 2  BO 2
 12  12
 2

(ii). Jarak titik B ke F

BF 2  BF 2
 12
 1

(iii). Jarak titik B ke F

BO 2  BO 2
 12
 1

(iv). Jarak titik B ke F


40

AC 2  AB 2  BF 2
 22  22
 44
 8
2 2

Untuk meyakinkan peneliti tentang kesalahan yang dilakukan GW dalam menjawab

soal yang diberikan, maka dilakukan wawancara antara peneliti (P) dengan GW

sebagai berikut:

P : bagaimana kamu memperoleh jarak dari titik F ke titik O?

GW : melalui rumus pythagoras

P : mengapa kamu memperoleh jawaban akar 2?

GW : karena menurut rumus pythagoras FO 2  12  12  2

Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik GW dapat disimpulkan

bahwa GW belum sepenuhnya memahami penerapan rumus pythagoras pada segitiga

siku-siku, karena sisi FO bukan merupakan sisi miring dari segitiga BFO sehingga

rumus FO 2  AB 2  BF 2 tidaklah tepat. Melalui wawancara tersebut terungkap pula

bahwa GW belum menemukan alternatif penyelesaian yang lebih efisien tanpa harus

menggunakan rumus pythagoras.

Wawancara dilanjutkan ke soal ke dua, sebagai berikut:

P : Menurut kamu, apakah kesamaan BF 2  BF 2 benar/memenuhi

GW : memenuhi

P : Mengapa jarak titik B ke titik F adalah 1

GW : karena AB jaraknya 2 jadi saya bagi 2 maka hasilnya 1


41

Berdasarkan wawancara untuk soal nomor 2 diketahui bahwa GW belum

memahami sifat-sifat bilangan berpangkat 2 dan bilangan berbentuk akar karena

BF 2  BF 2 merupakan pernyataan yang salah. Selain itu, GW belum mampu

menjelaskan dasar dalam memilih rumus tersebut.

Sesi wawancara dilanjutkan ke pertanyaan ke tiga, antara lain:

P : Menurut kamu, apakah kesamaan BO2  BO2 benar/memenuhi?

GW : memenuhi

P : Mengapa jarak titik B ke titik F adalah 1

GW : karena AB jaraknya 2 jadi saya bagi 2 saja hasilnya 1

Berdasarkan wawancara dengan GW untuk soal nomor 3 dapat disimpulkan

bahwa untuk menentukan jarak apapun, GW cenderung memaksakan untuk

menggunakan rumus phytagoras namun GW belum sepenuhnya memahami

bagaimana menerapkan rumus Pythagoras dengan tepat. GW juga belum bisa

mengekplorasi gambar dari soal yang diberikan bila tidak dilakukan pembimbingan

secara individual.

Wawancara untuk soal ke empat, antara lain:

P : Dapatkah kamu menunjukkan cara mengubah 8 2 2?

GW : 8  4 2  4 2  2 2

P : Dapatkah kami menyederhanakan 27 ?

GW : 27  9  3  9 3  3 3

Berdasarkan hasil wawancara untuk soal nomor 4, dapat disimpulkan bahwa

GW mampu melakukan operasi penyerderhanaan bilangan berbentuk akar sederhana.


42

A. Paparan Data dan Temuan pada Siklus 1

1. Tindakan 1A
a. Perencanaan Tindakan

Pembelajaran yang dilakukan pada tindakan 1A tentang kedudukan titik, garis,

dan bidang dalam ruang dimensi tiga, serta konsep jarak antar dua titik. Kegiatan

pembelajaran pada tindakan 1A bertujuan untuk membantuk peserta didik untuk

menidentifikasi jarak antara dua titik berdasarkan gambar dan menentukan penerapan

rumus pythagoras dengan tepat. Subjek penelitian GW bergabung ke salah satu

kelompok secara acak.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pembelajaran di awali dengan mengingatkan kembali peserta didik mengetahui

objek-objek dasar dalam geometri meliputi titik, garis dan bidang. Pembelajaran

dilanjutkan dengan menjelaskan kedudukan titik, garis dan bidang dengan cara

mengambil contoh kontekstual yang ada di lingkungan sekitar, misalnya menjelaskan

kedudukan lampu terhadap lantai dan lampu terhadap plafon sebagai contoh kongkrit

kedudukan titik terhadap bidang. Peneliti melanjutkan penjelasan tentang konsep jarak

dari satu titik ke titik lainnya sebagai rute terpendek yang menghubungkan kedua titik

tersebut. Melalui media powerpoint guru menunjukkan peta dari google map yang

menunjukkan beberapa alternatif jalan yang menghubungkan dari suatu lokasi ke

lokasi lainnya, lalu peneliti bersama-sama peserta didik membuat kesimpulan bahwa

jarak terpendek merupakan ruas garis yang menghubungkan langsung dari kedua

tempat tersebut.
43

Melalui software WINGEOM Peneliti mengkonstruksi sebuah gambar kubus

ABCD.EFHH dengan panjang rusuk 6 cm lalu peneliti (P) bertanya kepada peserta

didik (PD):

P : Berapakah panjang jarak dari titik A ke titik B?

PD : 6 cm

P : Berapakah panjang jarak dari titik D ke titik H?

PD : 6 cm

P : Mengapa demikian?

PD : Karena AB dan DH merupakan rusuk kubus dan sifat kubus adalah memiliki

rusuk yang sama panjangnya.

G : Bagaimana dengan jarak dari titik B ke titik G?

AH : 6 cm

JF : Bukan, BG bukan rusuk tetap diagonal

G : Betul yang disampaikan JF bahwa BG bukan rusuk ABCD.EFGH. Lalu

bagaimana cara menentukan panjang ruas garis BG?

JF : Menuliskan jawabannya di papan tulis


44

BG  BF 2  FG 2

BG  62  62

BG  36  36

BG  72

G : Dapatkan jawaban di atas disederhanakan?

KL : Bisa pak, BG  72  36  2  6 2

Dari dialog di atas menunjukkan bahwa sebagian siswa dapat menentukan

jarak antara dua titik menggunakan rumus Pythagoras namun sebagian lagi masih

belum memahami dengan baik. Peneliti selanjutnya memberikan soal untuk

didiskusikan secara berkelompok tentang bagaimana menemukan rumus umum untuk

menentukan diagonal bidang dan diagonal ruang dari sembarang kubus.

c. Hasil Observasi

Hasil observasi yang diperoleh selama kegiatan pembelajaran berlangsung sebagai

berikut:

i. Pembelajaran diawali dengan dengan mengingatkan kembali peserta didik

tentang unsur-unsur utama dalam geometri, meliputi: titik, garis dan bidang

dan keterkaitan ketiganya.

ii. Peneliti memulai menjelaskan konsep dasar jarak menggunakan contoh

sederhana yang kontekstual kemudian dilanjutkan ke objek geometri semi

abstrak menggunakan media Wingeom.

iii. Pemberian contoh-contoh yang khusus dan bervariasi sehingga peserta didik

dapat menemukan rumus umum jarak khususnya dalam menentukan rumus

umum diagonal bidang dan diagonal ruang pada kubus.


45

d. Analisis dan Refleksi

Tujuan pembelajaran pada tindakan IA adalah peserta didik diharapkan dapat

mengindentifikasi dan menentukan jarak antara dua titik. Dalam hal ini peserta didik

dituntut untuk mampu mengidentifikasi jarak antara dua titik khususnya pada bangun

ruang kubus, limas dan sebagainya. Peserta didik juga diharapkan mampu menentukan

strategi penyelesaian jarak antar dua titik menggunakan pendekatan rumus Pythagoras.

Berdasarkan tes awal dan wawancara, ditemukan bahwa GW belum memahami

penerapan rumus Pythagoras dalam menentukan jarak antara dua titik meskipun dia

telah mampu menyederhanakan bilangan berbentuk akar. Namun, setelah diberi

pembelajaran dengan model kooperatif STAD berbantuan software WINGEOM dan

hasil tes pada Tindakan IA ternyata GW telah memahami alternatif penyelesaian yang

efisien dalam menentukan jarak antara dua titik, namun ditemukan miskonsepsi baru

dalam operasi penjumlahan bilangan berbentuk akar, yaitu 1,5 2  4  5,5 2 .

Dengan demikian penelitian ini dilanjutkan dengan tindakan 1B.

2. Tindakan 1B
a. Perencanaan Tindakan

Berdasarkan hasil analisis dan refleksi pada tindakan IA yang menunjukan

bahwa secara umum peserta didik dapat memahami konsep jarak antara dua titik

namun ada temuan miskonsepsi operasi penjumlahan bilangan berbentuk akar pada

subjek penelitian dengan inisial GW sehingga perlu percanaan tindakan 1-B dengan

fokus pada penguatan sifat-sifat operasi hitung pada bilangan berpangkat dan bilangan

berbentuk akar.

c. Pelaksanaan Tindakan
46

Pada pelaksanaan tindakan IB difokuskan pada penguatan pemahaman terhadap

operasi hitung pada bentuk akar, menambahkan latihan dengan beberapa soal yang

bervariasi. Adapun dialog yang yang terjadi pada tindakan I-B, antara lain:

P : Dapatkah kalian menyederhanakan bentuk 24 ?

S : 2 6?

P : Bagaimana dengan bentuk 20  45 ?

S : 2 5 3 5?

P : Apakah masih bisa disederhanakan?

IK : Bisa, yaitu: (2  3) 5  5 5

P : Khusus GW, bisakah disederhanakan bentuk 9  18  ... ?

GW : Bisa karena 3  9 2  3  3 2

P : Apakah 3  3 2  6 2 ?

GW : Tidak.

P : Perhatikan gambar berikut lalu tentukan jarak titik C ke titik E!

S : (Saling berdiskusi untuk menemukan penyelesaiannya).


47

Dari dialog di atas menunjukkan bahwa semua terlibat aktif dalam diskusi

kelompoknya untuk menemukan penyelesaian yang tepat. Peneliti selanjutnya

memberikan soal untuk diselesaikan secara individu.

c. Hasil Observasi

Hasil observasi yang diperoleh selama kegiatan pembelajaran berlangsung sebagai

berikut:

i. Pembelajaran difokuskan pada penguasaan sifat-sifat operasi bilangan akar

sebagai dasar dalam penerapan pythagoras.

ii. Peneliti menjelaskan konsep operasi hitung bilangan akar dengan contoh-

contoh bervariasi, siswa diharapkan mampu membuat generalisasi.

d. Analisis dan Refleksi

Tujuan pembelajaran pada tindakan IB adalah peserta didik diharapkan dapat dapat

memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan berbentuk akar sehingga dapat

meminimalkan kesalahan hitung ketika diterapkan pada rumus Pythagoras.

Berdasarkan tes yang dilakukan pada akhir tindakan 1-B, dapat diketahui

bahwa semua siswa termasuk GW telah memahami dengan baik penerapan sifat-sifat

operasi hitung bilangan akar. Dengan demikian penelitian ini dilanjutkan ke siklus 2

dengan materi yang baru yaitu jarak antara titik dan garis dan dijabarkan dalam

tindakan 2A.

B. Paparan Data dan Temuan pada Siklus 2

1. Tindakan 2A
a. Perencanaan Tindakan

Berdasarkan hasil analisis dan refleksi pada tindakan 1B yang menunjukan

bahwa peserta didik termasuk subjek penelitian dapat memahami konsep jarak antara
48

dua titik sehingga pembelajaran dapat dilanjutkan dengan materi yang baru, yaitu jarak

antara titik dengan garis. Tujuan pembelajaran pada tindakan 2A adalah peserta didik

diharapkan dapat dapat memahami dengan baik kedudukan titik terhadap garis dari

bangun ruang tiga dimensi serta mampu menentukan jarak keduanya melalui

pendekatan kesamaan dua segitiga.

Perencanaan yang dibuat untuk tindakan 2A adalah mempersiapkan bahan dan

media ajar berbantuan Wingeom serta membentuk peserta didik ke dalam beberapa

kelompok yang beranggotakan 4-5 orang.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan 2A meliputi:

i. Peneliti membagi peserta didik ke dalam 6 kelompok yang beranggotakan 4-5

orang.

ii. Peneliti mengawali pembelajaran sesuai dengan sintax pada pembelajaran

kooperatif STAD

iii. Melalui alat bantu Wingeom, peneliti menjelaskan konsep jarak antara titik dan

garis, serta serta perbedaannya dengan jarak titik ke titik.

iv. Peneliti memberikan fasilitas laptop yang telah kepada subjek penelitian serta

membimbingnya agar mampu melakukan eksplarasi objek-objek geometri

secara mandiri.

v. Peneliti memberikan tes akhir pada tindakan 2A. Hasilnya diketahui bahwa

subjek penelitian dapat menjawab dengan benar soal-soal yang diberikan

secara bervariasi.

c. Hasil Observasi
49

Hasil observasi yang diperoleh selama kegiatan pembelajaran berlangsung sebagai

berikut:

i. Pembelajaran diberikan dengan materi baru, yaitu jarak antara titik ke garis.

ii. Subjek penelitian diberikan akses khusus untuk menggunakan aplikasi

Wingeom agar lebih mudah memahami kedudukan titik terhadap garis dari

suatu bangun ruang seperti: kubus, balok dan limas.

iii. Peneliti menberikan tes di akhir tindakan 2A

d. Analisis dan Refleksi

Tujuan pembelajaran pada tindakan 2A adalah peserta didik diharapkan dapat

dapat memahami dengan baik kedudukan titik terhadap garis dari bangun ruang tiga

dimensi serta mampu menentukan jarak keduanya melalui pendekatan tertentu.

Berdasarkan tes yang dilakukan pada akhir tindakan 2A, dapat diketahui bahwa

semua peserta didik termasuk GW telah memahami dengan baik kedudukan titik

terhadap garis dan mampu menentukan jarak keduanya. Tindakan selanjutnya (2B)

diperlukan untuk menguji apakah subjek penelitian mampu menyelesaikan dengan

baik soal-soal yang berikan tidak berbentuk gambar dan tanpa bantuan Wingeom.

2. Tindakan 2B
a. Perencanaan Tindakan

Berdasarkan hasil analisis dan refleksi pada tindakan 2A yang menunjukan

bahwa peserta didik termasuk subjek penelitian dapat memahami konsep jarak antara

antara titik dengan garis menggunakan bantuan Wingeom. Tujuan pembelajaran pada

tindakan 2B adalah peserta didik diharapkan dapat memahami dengan baik kedudukan

titik terhadap garis dari bangun ruang dimensi tiga serta mampu menentukan jarak
50

keduanya melalui pendekatan kesamaan dua segitiga serta tidak menggunakan media

Wingeom.

Perencanaan yang dibuat untuk tindakan 2B adalah mempersiapkan bahan

tanpa media ajar berbantuan Wingeom serta membentuk peserta didik ke dalam 6

kelompok yang beranggotakan 4-5 orang. Meteri pembejaran yang disampaikan pada

tindakan 2B merupakan pengembangan materi dari tindakan 2A.

d. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan 2B meliputi:

i. Peneliti membagi peserta didik ke dalam 6 kelompok yang beranggotakan 4-5

orang.

ii. Peneliti mengawali pembelajaran sesuai dengan sintaks pada pembelajaran

kooperatif STAD dengan materi pengembangan (pengayaan).

iii. Tanpa alat bantu Wingeom, peneliti menjelaskan konsep jarak antara titik dan

garis dengan memilih beberapa objek geometri yang belum dibahas pada

tindakan 2A

iv. Peneliti memberikan tes akhir pada tindakan 2B. Hasilnya diketahui bahwa

subjek penelitian dapat menjawab dengan benar soal-soal yang diberikan

secara bervariasi meskipun tidak menggunakan alat bantu Wingeom.

e. Hasil Observasi

Hasil observasi yang diperoleh selama kegiatan pembelajaran berlangsung sebagai

berikut:

i. Pembelajaran diberikan dengan materi yang sama, yaitu jarak antara titik ke

garis. Namun lebih mendalam.


51

ii. Subjek penelitian dan peserta didik lainnya diberi perlakuan yang sama pada

tindakan 2B yaitu belajar berkelompok dengan tidak menggunakan media

wingeom

iii. Peneliti menberikan tes di akhir tindakan 2B

d. Analisis dan Refleksi

Tujuan pembelajaran pada tindakan 2B adalah peserta didik diharapkan dapat

memahami dengan baik kedudukan titik terhadap garis dari bangun ruang dimensi tiga

serta mampu menentukan jarak keduanya melalui pendekatan kesamaan dua segitiga

serta tidak menggunakan media Wingeom.

Berdasarkan tes yang dilakukan pada akhir tindakan 2B, dapat diketahui bahwa

semua peserta didik termasuk GW telah memahami dengan baik kedudukan titik

terhadap garis dan mampu menentukan jarak keduanya melalui pemberian tindakan

yang sama.

C. Pembahasan

Model Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model

pembelajaran yang berorientasi pada keaktifan peserta didik dalam diskusi kelompok.

Dalam pembelajaran ini peneliti sebagai guru bersifat tidak dominan dan aktivitas

peserta didik dalam pembelajaran lebih diutamakan. Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif STAD

berbantuan Wingeom. Erman Suherman, dkk (2003: 293) mengemukakan komputer

memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, khususnya

dalam pembelajaran matematika. Banyak hal abstrak yang sulit dipikirkan peserta

didik dapat dipresentasikan melalui simulasi komputer.Hal ini tentu saja akan lebih

menyederhanakan jalan pikiran peserta didik dalam memahami matematika.


52

Wingeom merupakan suatu perangkat lunak yang didesain khusus untuk

pembelajaran geometri dimensi dua dan tiga. Wingeom memiliki kemampuan untuk

mengeksplorasi dan manipulasi objek geometri seperti lingkaran, persegi panjang,

bola, kubus, limas dan lain sebagainya. Oleh karena itu, penggunaan perangkat lunak

Wingeom digunakan sebagai media untuk model pembelajaran kooperatif STAD

materi Dimensi Tiga pada siswa kelas XII SMA Negeri 5 Ambon.

Pembelajaran ini dilakukan secara berkelompok yang terdiri atas 4-5 peserta

didik, namun subjek penelitian yang diamati hanya satu orang. Pembelajaran

kooperatif STAD berbantuan Wingeom dilakukan selama penelitian ini yang jabarkan

dalam empat tindakan masing-masing tindakan 1A, 1B, 2A, dan 2B. Tindakan 1A

diberikan setelah mengetahui hasil tes awal. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tes

awal diketahui bahwa subjek penelitian mengalami kendala dalam hal memahami

penggunaan rumus pythagoras dalam menentukan jarak antara dua titik. Selain itu,

subjek penelitian kesulitan dalam memahami unsur-unsur dalam objek geometri

dimensi tiga seperti kedudukan sisi miring, sudut siku-siku, garis yang bersilangan

sehingga diperlukan alat bantu Wingeom. Selama pelaksanaan tindakan 1A peneliti

memberikan materi utama berupa jarak antara dua titik dengan memilih objek kubus

dan limas melalui bantuan perangkat lunak Wingeom.

Hasil tes yang berikan pada akhir tindakan 1A menunjukkan terdapat

peningkatan pemahaman subjek penelitian terhadap konsep jarak antara dua titik

kesalahan dalam memahami kedudukan titik dan garis tidak ditemukan. Kelemahan

yang masih ditemukan adalah penggunaan sifat-sifat operasi hitung pada bilangan

akar.
53

Pada pembelajaran untuk tindakan 1B difokuskan pada penegasan kembali

sifat-sifat operasi hitung pada bilangan akar sebagai dasar untuk menyederhanakan

hasil perhitungan dari rumus Pythagoras. Tes yang diberikan pada akhir tindakan 1B

menunjukkan kemampuan subjek penelitian telah mengalami peningkatan karena

tidak lagi ditemukan kesalahan yang sama meskipun diberikan soal-soal yang

bervariasi. Tindakan selanjutnya yang berikan adalah tindakan 2A dengan materi yang

baru yaitu jarak titik ke garis.

Materi pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik pada tindakan 2A

adalah menjelaskan konsep jarak titik ke garis melalui model pembelajaran kooperatif

tipe STAD berbantuan Wingeom. Pada pembelajaran ini, peserta didik masih

dikelompokkan dalam beberapa kelompok yang terdiri atas 4-5 peserta didik termasuk

perlakuan yang sama diberikan kepada subjek penelitian. Hal yang berbeda antara

subjek penelitian dengan peserta didik lainnya adalah pada subjek penelitian diberikan

laptop yang telah terinstall aplikasi Wingeom sedangkan peserta didik lainnya tidak

menggunakan laptop. Tes yang diberikan di akhir tindakan 2A menunjukkan bahwa

subjek penelitian mampu mengekslorasi bangun limas dengan baik dan berhasil

menyelesaikan semua soal dengan tepat.

Materi pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik pada tindakan 2B

adalah menjelaskan konsep jarak titik ke garis melalui model pembelajaran kooperatif

tipe STAD tetapi tidak berbantuan Wingeom. Pada pembelajaran ini, peserta didik

masih dikelompokkan dalam beberapa kelompok yang terdiri atas 4-5 peserta didik

termasuk perlakuan yang sama diberikan kepada subjek penelitian. Subjek penelitian

termasuk peserta didik lainnya tidak menggunakan Wingeom. Tes yang diberikan di
54

akhir tindakan 2B menunjukkan bahwa subjek penelitian mampu menyelesaikan

masalah yang diberikan meskipun pada soal tidak tertera gambar dan tidak

menggunakan perangkat lunak Wingeom.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif

STAD berbantuan Wingeom yang dilaksanakan dalam tindakan yang bertahap dan

terukur membantu peserta didik untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran

dimensi tiga dan mampu memahami dengan baik konsep-konsep abstrak yang terdapat

dalam objek-objek geometri melalui alat bantu Wingeom.


55

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan Wingeom

membantu peserta didik dalam memahami konsep geometri khususnya jarak dalam

Dimensi Tiga. Hal ini terungkap bahwa sebelum diberi tindakan subjek penelitian

belum memahami penerapan rumus pythagoras dalam kaitannya untuk menentukan

jarak antara dua titik serta ditemukan kesalahan konseptual terkait dengan sifat-sifat

operasi bilangan akar. Namun setelah diberi tindakan secara bertahap kendala yang

dialami oleh subjek penelitian perlahan dapat dikurangi sehingga hasil belajarnya

dapat dikatakan meningkat.

B. Saran

Setelah melakukan penelitian ini, peneliti memiliki beberapa saran untuk

meningkatkan pembelajaran yaitu:

1. Guru hendaknya melakukan variasi metode dalam mengajar agar siswa termotivasi

untuk belajar, khususnya belajar matematika.

2. Pemanfaatan sarana komputer dengan menggunakan software perlu dilakukan

sebagai inovasi pembelajaran agar siswa terbiasa dengan penemuan dan

termotivasi dalam belajar.


56

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 1989. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.


Anita Lie. 2004. Cooperative Learning (mempraktikkan Cooperative learning di
Ruang Kelas). Jakarta : Grasindo.
Arsyad, A.2006. Media Pembelajaran. Jakarta:RajaGrafindo Perkasa.
Budhiawan, Ignatius Candra. 2012. Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta didik
Kelas VII SMP Kanisius Pakem Yogyakarta Pada Pokok Bahasan Segitiga Dengan
Memanfaatkan Program Wingeom Dalam Proses Pembelajaran Remedial.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (diakses dari
www.library.usd.ac.id/ pada tanggal 28 September 2014).
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta : UNS Press.
Departemen Pendidikan Nasional.2006. Pedoman Penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan: Jakarta: Depdiknas
Depdiknas Pusat Bahasa. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Dwiyana. 2003. Pembelajaran Kooperatif Model STAD sebagai alternatif untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran Trigonometri Peserta didik kelas 2 SMUN 1
Malang. Tesis. Universitas Negeri Malang.
Erman Suherman.dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer
Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Hohenwarter, M., et al. 2008. Teaching and Learning Calculus with Free Dynamic
Mathematics Software Wingeom.
Hohenwarter, M. & Fuchs, K. 2004. Combination of Dynamic Geometry, Algebra, and
Calculus in the Software System Wingeom.
Ira Kurniawati. 2003. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Terhadap
Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Aktivitas Belajar peserta didik Kelas II
SLTP Negeri 15 Surakarta. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.
Malang: UMPress.
Marpaung, Y. 2006. Metode Pembelajaran Matematika untuk Anak SD/MIN. Makalah
disampaikan pada Sarasehan Pengembangan Pembelajaran di SD dan TK Fakultas
Ilmu Pendidikan, UNY:Yogyakarta.
Marpaung;dkk. 2004. Model-Model Pembelajaran Matematika. Jakarta : Depdiknas.
Nana Sudjana, 1996, Dasar-Dasar Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung.
Sardiman. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning, Theory, Research and Practice.
Massachusetts: Allyn & Boccon.b
57

________. 1995. A Practical Guide to Cooperative Learning, Allya and Bacon


Publishers.
Soedjadi.1995. Memantapkan Matematika Sekolah sebagai Wahana Pendidikan dan
Pemberdayaan Penalaran.(Upaya Menyongsong dan Menopang Pelaksanaan
Kurikulum 1994). Makalah Program Pasca Sarjana IKIP Surabaya.
Syah, M. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tim Kodifikasi MAN Insan Cendekia, 2005. Matematika kelas X, XI dan XII. Jakarta:
DEPAG. RI
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1996. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai