Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH GEOGRAFI SOSIAL

PENDUDUK DAN PANGAN

Dosen:
Suparmini, M.Si
Disusun Oleh:
1. Shinta Agis Setyani 18405241001
2. Ihda Afriana Sita 18405241006
3. Afifah Nurfitriani 18405241009
4. Rico Andrian Setiawan 18405241010
5. Hengki Kristiadi 18405241011
6. Inayah Nur Aini 18405241012
7. Asak Arif 18405241035
8. Esa Felintiani 18405241036
9. Prastiwi Wulandari 18405241037
10. Meriance M.K Keagop 18405249002

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


FAKULTAS ILMU SOSIAL
PENDIDIKAN GEOGRAFI
2019

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang penduduk
dan pangan ini.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang penduduk dan pangan ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi bagi pembaca.

Yogyakarta, 23 September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................................1
Kata Pengantar...................................................................................................................2
Daftar Isi ............................................................................................................................ 3
Bab I Pendahuluan ...........................................................................................................
A. Latar belakang Masalah ................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 4
C. Tujuan............................................................................................................................. 4

Bab II Pembahasan ...........................................................................................................


A. Persediaan Pangan dan Daya Dukung Bumi.................................................................. 5
B. Problematika Pangan Dunia ........................................................................................... 12
C. Sumber-sumber baru dan metode baru berproduksi ...................................................... 16
D. Bahan pangan sintetis, hidroponik, dan distribusi pangan ............................................. 19

Bab III Penutup.................................................................................................................


A. Kesimpulan .................................................................................................................... 26
B. Saran ............................................................................................................................... 26

Daftar Pustaka .................................................................................................................. 27

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penduduk dan ketahanan pangan merupakan suatu variabel yang tak bisa
dipisahkan. Jumlah penduduk pada suatu wilayah akan berpengaruh pada kondisi pangan
di wilayah tersebut. Semakin besar jumlah penduduk maka tantangan pangan juga akan
besar. Ketahanan Pangan sendiri merupakan kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara
sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat,
aktif, dan produktif secara berkelanjutan (UU No. 18/2012 tentang Pangan). Kondisi
pangan yang baik akan menunjang sumber daya manusia yang berkualitas sehingga
kondisi pangan di suatu negara harus dipertahankan.
Penduduk dunia berjumlah sekitar 7,6 milyar orang dan pada 2050 diproyeksikan
melonjak menjadi 9,8 miliar atau hampir 10 miliar orang. Besarnya jumlah penduduk akan
memicu perubahan pada pengelolaan pangan di dunia agar dapat memenuhi kebutuhan
pangan dunia. Sehingga nantinya akan ada pengelolaan pangan yang baik dan bermutu
tinggi guna memenuhi kebutuhan pangan dunia.
Untuk mengetahui dan memahami mengenai penduduk dan pangan lebih lanjut, maka
kami menyusun makalah ini sebagai bentuk tugas yang telah diberikan.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas makalah dan presentasi
dari mata kuliah geografi sosial dan agar kita dapat memahami kondisi penduduk dan
pangan yang ada di dunia. Tujuan lainnya adalah sebagai intermezo bagi pembaca
sehingga akan membuka wawasan yang lebih luas bagi pembaca.

1.3 Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah kita dapat mempelajari dan
menganalisis permasalahan tentang penduduk dan pangan di dunia. Kemudian, kita juga
bisa memberi contoh dan aksi yang dilakukan guna mengatasi permasalahan penduduk
dan pangan yang terjadi di sekitar kita.

1.4 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang ada pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana persediaan pangan di dunia sampai saat ini?
2. Bagaimana daya dukung bumi terhadap kondisi pangan ?
3. Apa saja problematika pangan secara global?
4. Apa saja sumber-sumber baru dalam pengelolaan pangan?
5. Apa saja jenis pengelolaan pangan yang ada di dunia?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Persediaan Pangan dan Daya Dukung Bumi


1. Persediaan Pangan
Ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang
mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan
berikut turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu
tertentu. Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang
(hierarchial systems) mulai dari nasional, propinsi (regional), lokal
(kabupaten/kota) dan rumah tangga. Ketersediaan pangan dapat diukur baik pada
tingkat makro maupun mikro (Baliwati dan Roosita, 2004). Terdapat beberapa
perubahan kondisi global saat ini yang menuntun kemandirian masing-masing negara
dalam mengatur persediaan pangan, diantaranya : (1) Harga pangan internasional
mengalami lonjakan semakin tidak menentu; (2) negara-negara di dunia semakin egois
untuk memenuhi kebutuhan negaranya sendiri; (3) serbuan pangan asing “westernisasi
diet” berpotensi besar penyebab gizi lebih dan meningkatkan ketergantungan pada
impor. Kondisi pangan global disampaikan melalui gambar berikut :

Gambar 1.1 : harga pangan dunia yang relatif naik

Gambar 1.2 : grafik produksi pangan dunia yang relatif konstan

5
Gambar 1.3 : grafik persediaan pangan dunia yang relatif menurun

Gambar 1.4 : Negara yang beresiko mengalai krisis pangan

Dapat disampaikan bahwa kondisi pangan dunia diperkirakan akan mengalami ketidak
seimbangan pada waktu-waktu mendatang. Ketidak seimbangan tersebut dikarenakan jumlah
permintaan akan pangan yang melebihi jumlah produksinya. Perkiraan neraca pangan dunia
tahun 2025 ditunjukkan dalam tabel 1.
Tabel 1.1 Perkiraan Neraca Pangan Dunia 2025

Population Consumption/ Demand Production Balance


Region
2025 Capita 2025 2025 2025
South Asia 2021 237 549.7 524.6 -25.1
East and
Southeast
Asia 2387 338 1040.9 914.0 -126.9
Latin
America 690 265 217.9 171.2 -46.7
Europe 799 634 506.5 619.4 112.9
North
America 410 780 319.5 558.2 238.7
World 8039 363 3046.5 2977.7 -68.8

6
Source: www.worldbank.org

Berdasarkan perkiraan neraca pangan dunia 2025, diperkirakan akan terjadi ketidak
seimbangan (krisis) pangan dunia dimana jumlah permintaan atau konsumsi pangan melebihi
jumlah ketersediaan atau produksi pangan. Surplus pangan dan minus pangan yang terjadi di
beberapa daerah akan menyebabkan terjadinya aliran pangan dari negara-negara surplus
pangan di Eropa dan Amerika Utara ke arah negara-negara minus pangan di Asia Selatan, Asia
Timur dan Asia tenggara, serta Amerika Latin. Perkiraan krisis pangan tersebut menyebabkan
beberapa negara mengambil tindakan kebijakan untuk melindungi produksi serta menjamin
ketersediaan pangan di dalam negeri.
Beberapa kebijakan yang ditempuh beberapa negara terkait dengan perlindungan
terhadap produksi dalam negeri dan jaminan ketersediaan pangan, antara lain: restriksi
perdagangan, liberalisasi perdagangan, subsidi konsumen, perlindungan sosial dan kebijakan
peningkatan produksi atau penawaran. Berbagai kebijakan perlindungan pangan yang
ditempuh beberapa negara adalah sebagaimana yang ditunjukkan tabel 2.
Tabel 1.2 Kebijakan Perlindungan Pangan yang Ditempuh Beberapa Negara
Trade Trade Consumer Social Increase
Region
Restriction Liberaliz Subsidy Protection Supply
Asia
Bangladesh X X X X
China X X X X
India X X X X X
Indonesia X X X X
Malaysia X X X
Thailand X X X
Amerika Latin
Argentina X X X X
Brazil X X X
Mexico X X X
Peru X X X
Venezuela X X X X
Afrika
Egypt X X X X
Ethiopia X X X X
Ghana X X
Kenya X
Nigeria X X X
Tanzania X X X
Source: IMF, FAO, and news reports, 2007-08.

7
Dalam Permentan Nomor 65 tahun 2010, ketersediaan pangan berfungsi
menjamin impor pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi
kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Ketersediaan pangan dapat
dipenuhi dari tiga sumber yaitu: Produksi dalam negeri, pemasokan pangan (impor),
pengelolaan cadangan pangan (stok pangan). Penjelasannya sebagai berikut :

 Produksi dalam negeri


Tabel 1.3 produksi Dan Ketersediaan Pangan Dalam Negeri Tahun 2014 (Sumber:
Sumarno: 15)

Perkembangan Produksi padi, palawija dan tebu di Indonesia


sebagaimanadisajikan dalam Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa produksi pangan
selama tahun 2000-2005 mengalami kenaikan, kecuali untuk kedele laju
pertumbuhannya menurun.

8
Tabel 1.4 Perkembangan Produksi Padi, Palawija, Dan Tebu

Laju pertumbuhan produksi pangan ini relatif rendah, bahkan untuk produksi
padi cenderung konstan. Keadaan ini terjadi karena sebagai berikut :

1. Luas areal produksi pangan yang cenderung menurun. Keadaan ini terjadi
karena semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian untuk kebutuhan
perumahan, perkatoran, lokasi industri yang diakibatkan semakin meningkatnya
pertumbuhan penduduk dan industri.
2. Lambatnya inovasi yang dihasilkan serta diakibatkan karena rendahnya
pemahaman teknologi dari petani. Pada masa datang peningkatan produktifitas
pangan ini menjadi kunci peningkatan produksi pangan. Oleh karena itu
usaha-usaha untuk menghasilkan inovasi untuk meningkatan produktifitas patut
dilakukan. Disamping itu penyuluhan penyuluhan untuk mempercepat tingkat
pemahaman petani perlu juga mendapatkan prioritas.
3. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan luas lahan pertanian (yang semakin
melambat) dengan pertumbuhan populasi petani sehingga rata-rata luas lahan
yang dik uasai petani semakin menyempit. Penguasaan lahan yang semakin
mengecil tersebut akan berdampak tidak menguntungkan bagi upaya
peningkatan efisiensi usahatani dan kesejahteraan petani.
 Pemasokan pangan (impor)
Dalam beberapa bulan terakhir muncul silang pendapat secara terbuka antar
pejabat pemerintah tentang perlu-tidaknya Indonesia mengimpor beras. Yang
menganggap perlu menggunakan argument dan indikasi bahwa: (i) telah terjadi
kenaikan harga beras eceran lebih dari 25 persen selama Januari-Agustus, (ii)
produksi beras diperkirakan menurun akibat el-Nino, (iii) cadangan beras
pemerintah, baik CBP maupun stok untuk raskin, terus berkurang, dan (iv)
pengadaan BULOG dari produksi domestik tidak mencapai target. Contoh bahan
pangan yang masih impor dari negara lain yaitu : beras, jagung, kedelai, dll. Berikut
data mengenai impor beras :

9
Tabel 1.5 Produksi Dan Impor Beras Nasional

Produksi beras nasional terus meningkat dari tahun ke tahun, dari 33,5 juta
ton tahun 2005 meningkat menjadi 43,9 juta ton pada tahun 2014 (Tabel 1). Namun
demikian, kebutuhan atau konsumsi beras juga terus meningkat, melebihi laju
peningkatan produksi. Meningkatnya kebutuhan beras memaksa Indonesia harus
tetap mengimpor beras. Impor beras meningkat secara nyata dari 190 ribu ton tahun
2005 menjadi 2,7 juta ton tahun 2011 meski kemudian menurun menjadi 815 ribu
ton tahun 2014. Kenyataan ini mengakibatkan rasio impor terhadap total kebutuhan
rata-rata 2,2 persen selama periode 2005-2014.

 Pengelolaan cadangan pangan (stok pangan)


Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan pada Pasal 47
menyebutkan bahwa cadangan pangan nasional terdiri dari cadangan pangan
pemerintah dan cadangan pangan masyarakat. Cadangan pangan pemerintah
ditetapkan secara berkala dengan memperhitungkan tingkat kebutuhan nyata
pangan masyarakat dan ketersediaan, serta mengantisipasi terjadinya kekurangan
pangan dan atau keadaan darurat. Cadangan pangan pemerintah adalah cadangan
pangan yang dikelola atau dikuasai pemerintah. ‘Keadaan darurat’ adalah
terjadinya peristiwa bencana alam, paceklik yang hebat, dan sebagainya yang
terjadi di luar kemampuan manusia untuk mencegah atau menghindarinya
meskipun dapat diperkirakan (Perum Bulog, 2004; dalam Rachman: 2005).
Cadangan pangan yang dikuasai oleh pemerintah, pedagang maupun rumah
tangga masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Cadangan pangan yang
dikuasai pemerintah berfungsi untuk: (1) Melakukan operasi pasar murni (OPM)
dalam rangka stabilisasi harga, (2) Memenuhi kebutuhan pangan akibat bencana
alam atau kerusuhan sosial, (3) Memenuhi jatah beras golongan berpendapatan
tetap dalam hal ini TNI/Polri, dan (4) Memenuhi penyaluran pangan secara khusus
seperti program Raskin.
Cadangan pangan yang dikuasai pedagang umumnya berfungsi untuk: (1)
mengantisipasi terjadinya lonjakan permintaan, dan (2) mengantisipasi terjadinya
keterlambatan pasokan pangan. Sementara itu, cadangan pangan yang dikuasai
oleh rumah tangga baik secara individu maupun secara kolektif berfungsi untuk:
(1) mengantisipasi terjadinya kekurangan bahan pangan pada musim paceklik, dan
(2) mengantisipasi ancaman gagal panen akibat bencana alam seperti serangan
hama dan penyakit, anomali iklim, dan banjir.

10
Mun’im (2012: 42) menyampaikan bahwa ketersediaan pangan berbeda
dengan ketahanan pangan.Ketersediaan pangan yang cukup berarti terpenuhinya
pangan yang cukup, bukan hanya beras melainkan juga mencakup pangan yang
berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan pangan
(Suryana, 2003). Terdapat dua cara untuk mencapai ketahanan pangan yakni
swasembada pangan dan ketersediaan pangan. Swasembada pangan umumnya
merupakan capaian peningkatan ketersediaan pangan dengan wilayah nasional.

Dalam Hendriadi (2018: 2-6) menyampaikan bahwa Ketahanan Pangan


merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Untuk mengetahui tingkat
ketahanan pangan suatu wilayah beserta faktor-faktor pendukungnya, telah
dikembangkan suatu sistem penilaian dalam Indeks Ketahanan Pangan (IKP). IKP
yang dari tiga aspek ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan
pemanfaatan pangan.

Gambar 1.5 : Peta Ketahanan Pangan 2108 (Sumber : Badan Ketahanan Pangan
Kementrian Pertanian)

2. Daya Dukung Bumi


Iklim global mengalami perubahan yang berdampak negatif pada siklus
hidrologi dalam bentuk perubahan pola dan intensitas curah hujan, kenaikan
permukaain air laut, peningkatan frekuensi dan integritas bencana alam yang
menyebabkan terjadinya kebanjiran dan kekeringan. Sejak tahun 1998, telah teradi
kenaikan suhu bumi mencapai 2-3 persen pertahun. Faktor penyebab terjadinya
peningkatan suhu bumi atau global warming adalah kegiatan manusia di bidang
pertanian dan nonpertanian. Di bidang pertanian, sistem produksi menghasilkn
emisi sangat besar dalam bentuk tiga jenis utama gas rumah kaca yaitu
karbindioksida, metan dan nitrpgen oksida. Bagi sektor pertanian yang erat
kaitannya dengan pangan, dampak lanjutan dari perubahan iklim selain
bergesernya pola kalenderisasi tanam serta penurunan produksi tanaman adalah

11
perubahan keanekaragaman hayati, eksploitasi untuk flora dan fauna Daya dukung
bumi untuk ditanamani tanaman pangan secara umum semakin menurun karena
adanya pemanasan global, kerusakan lingkungan, dan degradasi tanah.

Gambar 1.6 : Peta Degradasi Tanah Diberbagai Negara Dunia

Moniaga (2011: 61-62) menyampaikan bahwa daya dukung lahan adalah


kemampuan pada suatu satuan lahan untuk mendukung kebutuhan-kebutuhan
manusia dalam bentuk penggunaan lahan, yang pada akhirnya tujuannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan manusia terutama bahan makanan. Ida Bagus Mantra (1986),
mengatakan bahwa penurunan daya dukung lahan dipengaruhi oleh jumlah penduduk
yang terus meningkat, luas lahan yang semakin berkurang, persentase jumlah petani
dan luas lahan yang diperlukan untuk hidup layak. Sedangkan untuk mengatasi
penurunan daya dukung lahan menurut Hardjasoemantri (1989) dapat dilakukan
antara lain dengan cara: 1). Konversi lahan, yaitu merubah jenis penggunaan lahan ke
arah usaha yang lebih menguntungkan tetapi disesuaikan wilayahnya; 2). Intensifikasi
lahan, yaitu dalam menggunakan teknologi baru dalam usahatani; 3). Konservasi
lahan, yaitu usaha untuk mencegah.

B. Problematika pangan dunia


Semakin bertambahnya populasi penduduk dunia otomatis kebutuhan akan
pangan juga semakin meningkat. Menjadikan setiap Negara harus mampu menjaga
ketersediaan pangan yang dimilikinya, agar terhindar dari ancaman kelaparan yang
akan menimpa penduduknya. Perkembangan yang ada saat ini, krisis pangan dan
bahaya kelaparan sedang membayangi dunia. Jumlah kasus kekurangan pangan dan
kelaparan menurut FAO-PBB (2009) memperkirakan sekitar 1,02 milyar jiwa di
seluruh dunia saat ini sedang mengalami kekurangan pangan dan kelaparan. Kondisi
yang paling parah terjadi di negara-negara Afrika dan Asia Selatan. Bahkan, FAO juga
memprediksi pada tahun 2050, akan ada tambahan sekitar 2,32 milyar jiwa yang
tersebar di seluruh dunia yang harus dipenuhi kebutuhan pangannya di bawah tekanan
ancaman perubahan iklim yang semakin berat.118 Jumlah ini bukannya berkurang

12
melainkan terus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara lahan untuk kebutuhan
pangan yang ada bukannya bertambah melainkan semakin berkurang karena terus
digarap untuk dijadikan infrastruktur baik perumahan maupun industri kedepannya.
Selain itu, untuk mendapatkan hasil pangan yang lebih baik juga harus memperhatikan
kualitas tanah, sedangkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa lahan
yang ada khususnya di Indonesia mengalami degradasi lahan sehingga menurunkan
produktifitas pangan (Mudrieq, 2014: 1288).

Menurut Mudrieq (2014: 1294) yang menjadi pemicu terjadinya krisis pangan
di dunia, antara lain:
1. Jumlah Penduduk
Populasi manusia di dunia kian bertambah. Pertambahan Jumlah penduduk
ini tentunya akan mempengaruhi pola konsumsi yang juga kian meningkat. Hingga
saat ini jumlah penduduk di dunia mencapai 7,2 milliar jiwa. Berdasarkan laporan
bertajuk “Prospek Populasi Dunia : Revisi 2012” yang dirilis di Markas Besar PBB
di New York, Amerika Serikat. Mengungkapkan bahwa di tahun 2025 mendatang,
penduduk dunia akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa. Sementara Prediksi untuk tahun
2050 nanti, jumlah ini kian terus bertambah hingga mencapai 9,6 miliar.1029 Di
Indonesia saja, populasi penduduk saat ini berjumlah 237,641,326 juta jiwa. Hasil
sensus penduduk tahun 2010, mengungkapkan bahwa Laju pertumbuhan penduduk
selama 10 tahun sebesar 1,49 persen per tahun (2000-2010). Jumlah penduduk
yang terus bertambah ini menyebabkan luas lahan semakin sempit, yang artinya
bahwa lahan garapan untuk produksi pangan semakin berkurang, sementara
manusia yang membutuhkan makan kian bertambah.
2. Pengalihan Fungsi Lahan
Semakin maju suatu Negara tentu ditandai dengan semakin berkembangnya
pembangunan yang ada di wilayah tersebut, yang ditunjang oleh infrastruktur yang
juga semakin baik. Pengalihan fungsi lahan yang tadinya hanya di peruntukkan
untuk mengelolah sumber daya alam termasuk pertanian dan perkebunan, kini
dialih fungsikan untuk membangun infrastruktur berupa perumahan, industri, dan
jalan raya. Hal ini tentu berpengaruh besar terhadap berkurangnya tanah garapan.
Kualitas atau mutu tanah telah berkurang sebagai akibat erosi, yang tentunya
disebabkan pengalihan fungsi lahan tadi. Akibatnya mulai memunculkan masalah-
masalah lain, seperti persediaan sumber air yang mulai berkurang, padahal
kecukupan ketersediaan sumber air merupakan faktor fital bagi kebutuhan irigasi
untuk pertanian.
3. Stabilitas harga
Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan hasil produksi
pangan, atau dengan kata lain jumlah penduduk yang semakin bertambah,
sementara produksi pangan dirasa kurang akibat laju perumbuhan penduduk
tersebut. Hal ini tentu akan mempengaruhi stabilitas harga. Beberapa tahun terakhir
ini harga pangan mulai melonjak naik akibat dari ketersediaaan pangan yang mulai
berkurang.

13
4. Bencana
Terjadinya pemanasan global (global warming) beberapa tahun terakhir ini
menjadi bencana besar di muka bumi. Pemanasan global dimana meningkatnya
suhu permukaan bumi dan lautan akibat efek emisi gas rumah kaca menyebabkan
perubahan iklim yang sangat ekstrem. Beberapa Negara termasuk Amerika Serikat,
merasakan dampak dari perubahan iklim tersebut. Terjadinya badai Katrina pada
29 Agustus 2005, menjadikan Negara adi kuasa tersebut mengalami kerusakan
sekitar US$ 125 miliar. Selain itu, badai ini merupakan musibah pantai terburuk
yang menyebabkan tenggelamnya 80 persen kota atau lahan yang ada
disekitarnya.Pemanasan global yang menjadi salah satu terjadinya perubahan iklim
tersebut akan mempengaruhi turunnya produktifitas pangan. Hal ini juga akan
menimbulkan penyakit yang menyebabkan terjadinya gagal panen.
Menurut Hadi (2010) contoh permasalahan pangan sebagai berikut :
a. Peningkatan kerusakan lingkungan

Iklim global mengalami perubahan yang berdampak negatif pada siklus


hidrologi dalam bentuk perubahan pola dan intensitas curah hujan, kenaikan
permukaain air laut, peningkatan frekuensi dan integritas bencana alam yang
menyebabkan terjadinya kebanjiran dan kekeringan. Sejak tahun 1998, telah
teradi kenaikan sushu bumi mencapai 2-3 persen pertahun. Dalam 5 tahun
terakhir, rata- rata luas sawah yang terkena banjir dan kekeringan sebesar 29,74
hektar yang terkena banjir dan sekitar 82,47 hektar etrkena kekeringan. Di masa
mendatang kondisi seperti ini diprediksikan akan semakin meningkat.

Faktor penyebab terjadinya peningkatan suhu bumi (global warming)


adalah kegiatan manusia di bidang pertanian dan nonpertanian. Di bidang
pertanian, sistem prouksi menghasilkan emisi sangat besar dalam bentuk tiga
jenis utama gas rumah kaca yaitu karbindioksida, metan dan nitrpgen oksida.
Aktivitas produksi pertanian pangan yang berdampak besar pada pemanansan
suhu bumi adalah fermentasi dalam kotoran hewan, pupuk anorganik ,
penebangan hutan , kerusakan tanah, dan pemakaian bahan bakar fosil pada
kendaraan bermotor dan indutrsi pegelolaan. Bagi sektor pertanian yang erat
kaitannya dengan pangan, dampak lanjutan dari perubahan iklim selain
bergesernya pola kalenderisasi tanam serta penurunan produksi tanaman adalah
perubahan keanekaragaman hayati, eksploitasi untuk flora dan fauna. Karena itu
diperlukan upaya khusus untuk pemetaan daerah rawan banjir dan kekeringan.
Namun, ada permsalahan ingkungan di tingkat lapangan yaitu kemampuan para
petugas lapangan dan petani dalam memahami data dan informasi perkiraan
iklim sangat tervatas. Akibatnya mereka kurang mampu menentukan awal
musim tanam serta melakukan antisipasi, mitigrasi dan adaptasi terhadap
perubahan iklim yang mungkin terjadi.

14
b. Kondisi Infrastruktur

Salah satu jenis infrastruktur yang kondisinya sangat pmemprihatinkan


saat ini adalah jaringan irigasi. Pembangunan waduk dan jaringn irigasi baru
yang sangat kurang dan rusanya jaringan irigas yang ada menyebabkan daya
dukung irigasi pada petani sangatlah rendah. penyebab utama kerusakan
tersebut adalah banjir dan erosi, erusakan sumber daya alam di daerah alran
sungai, bencana alam dan kurangnya oemeliharaan irigasi yang kurang baik
tersebut berdampak pada turunnya produktivitas pertanian tanaman pangan,.
Kedepan, meningkatnya persaingan dalam penggunaan air oleh pertanian dan
nonpppertanian akan memperberat masalah menurunnya pasokan air untuk
pertanian jika jaringan irigasi tidak diperbaiki.
c. Ketersediaan Sarana Produksi

Sarana produksi pertanian terdiri dari bibitn pupuk, bahan ternak dan obat
hewan atau tumbuhan.pupuk unggul bermutu tinggi adalah salah satu sarana
produksi pertanian yang esensial. Hingga saat ini penyediaan benih unggul
bermutu tinggi masiih sangat kuran dan daya beli petani yang masih rendah
maka bibit yang digunakan petani mempunyai tingkat keunggulan yang tidak
maksimal. Usaha penangkaran benih belum berkembang luas sampai sntra
produksi sehingga harga pbibit masih mahal, bahkan banyak beredar bibit palsu.
Tentu hal tersebutsangatlah merugikan bagi petani.
Pupuk tersedia bagi pertanian rakyat dengan harga subsidi yang diberikan
melalui produsen pupuk. Kebutuhan akan puouk petani diajukan kepada
pemerintah pusat melalui penyusunan RDKK atau rencana definitif kebutuhan
kelompok oeh kelompok tani yang didampingi oleh PPL atau penyuluh
pertanian lapamgan. Permasalah pokok saat ini adalah keterbatasan jumlah
pupuk bersubsidi yang dialokasikan untuk pertanian. Hal ini menyebabkan
jumlah pupuk bersubsidi yang tersedia bagi petani lebih kecil dari jumlah yang
dibutuhkan sehingga produktivitas tanaman lebih rendah dari yang seharusnya.
Ketersediaan pupuk organik masih sangat terbatas, padahal jenis pupuk ini
sangat diperlukan untuk perbaikan struktur tanag guna peningkatan
produktivitas lahan pertanian, utamanya lahan sawah yang padat karena terlalu
banyak pemakaian pupuk kimia.
d. Ketersediaan alat dan mesin pertanian

Alat dan mesin pertanian yang masih bermasalah dalam ketersediaannya


adalah pompa air serta alat perontok dan alat penggiling gabah. Pompa air
permukaannya trbatas dan wilayah tadah hujan yang hanya menggantungkan air
hujan pada saat musim penghujan. Fungsi utama poma air yaitu menyedot air
tanah melalui sumur-sumur oatek di lahan pertanian dan menyedot di sungai.
jumlah penyedot air yang masih terbatas, dimana peranan pemerintah masih
sangat minim dalam memberikan bantuan kepada petani. Disamping itu,
tingginta bahan bakar minyak juga merupakan hambatan besar dalam

15
mengoperasikan pompa air, utamanya pada saat musim kemarau yang
membutuhkan bahan bakar minyak dalam umlah besar karena pompa air jauh
lebih intensif dibanding pada musim pnghujan.

Alat perontok gabah masih terbatas jumlahnya seingga cara merontokan


gabah masih banyak menggunakan cara tradisional yaitu dengan cara digepyok
dengan alat yanhg terbatas luasannya. Ketiadaan mesin pengering gabah,
uatamnya pada saat musim hujan menyebabkan mutu gabah petani kurang baik
sehingga rendeman beras menjadi lebih rendah dari yang seharusnya.

C. Sumber-sumber baru dan metode berproduksi


1. Sumber-sumber pangan baru
Definisi pangan menurut Badan POM adalah sumber makanan yang
mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap
mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Sumber
pangan berarti segala potensi makanan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat, sehat,
layak, dan memiliki kandungan yang bermanfaat.

Tabel 1.6 Makanan Pokok Paling Banyak Yang Dikonsumsi Oleh Penduduk Di
Dunia:

Mayoritas makanan pokok di dunia


1. Jagung (Maize/Corn) 6. Kedelai (Soybean)

Energi per 100g : 1528 kJ Energi per 100g : 615 kJ


Karbohidrat per 100g : 74g Karbohidrat per 100g : 11g
Jumlah Produksi per tahun : 873 juta Jumlah Produksi per tahun : 241 juta
ton (2012) ton (2012)
Kawasan : Amerika Tengah Kawasan : Asia Timur
2. Beras (Rice) 7. Ubi Jalar (Sweet Potatoe)

Energi per 100g : 1528 kJ Energi per 100g : 360 kJ


Karbohidrat per 100g : 80g Karbohidrat per 100g : 20g
Jumlah Produksi per tahun : 738 juta Jumlah Produksi per tahun : 108 juta
ton (2012) ton (2012)
Kawasan : Asia Tenggara, Asia Kawasan : Amerika Selatan
Selatan, Asia Timur.
3. Gandum (Wheat) 8. Talas/Keladi (Yam)

Energi per 100g : 1369 kJ Energi per 100g : 494 kJ


Karbohidrat per 100g : 71g Karbohidrat per 100g : 28g
Jumlah Produksi per tahun : 671 juta Jumlah Produksi per tahun : 59,5 juta
ton (2012) ton (2012)
Kawasan : Asia Tengah, Mediterania, Kawasan : Asia Tenggara, Afrika
Afrika, Timur Tengah

16
4. Kentang (Potatoe) 9. Sorgum (Sorghum)

Energi per 100g : 322 kJ Energi per 100g : 1419 kJ


Karbohidrat per 100g : 17g Karbohidrat per 100g : 75g
Jumlah Produksi per tahun : 365 juta Jumlah Produksi per tahun : 57 juta
ton (2012) ton (2012)
Kawasan : Amerika Selatan, Amerika Kawasan : Afrika
Tengah
5. Singkong (Cassava) 10. Pisang Tanduk (Plantain)

Energi per 100g : 670 kJ Energi per 100g : 511 kJ


Karbohidrat per 100g : 38g Karbohidrat per 100g : 32g
Jumlah Produksi per tahun : 269 juta
Jumlah Produksi per tahun : 37,2 juta
ton (2012)
ton (2012)
Kawasan : Amerika Selatan Kawasan : Afrika, Amerika Selatan
dan Amerika Tengah
Sumber :FAO Corporate Document Repository.

Salah satu sasaran utama prioritas nasional di bidang pangan periode 2015-2019
untuk tetap meningkatkan dan memperkuat kedaulatan pangan adalah tercapainya
peningkatan ketersediaan pangan yang bersumber dari produksi di dalam negeri, yaitu
sebagai berikut:

(1) Produksi padi diutamakan ditingkatkan dalam rangka swasembada agar


kemandirian dapat dijaga;

(2) Produksi jagung ditargetkan untuk memenuhi kebutuhan keragaman pangan


danpakan lokal;

(3) Produksi kedele diutamakan untuk mengamankan pasokan pengrajin dan


kebutuhan konsumsi tahu dan tempe;

(4) Produksi gula dalam negeri ditargetkan untuk memenuhi konsumsi gula rumah
tangga;
(5) Produksi daging sapi untuk mengamankan konsumsi di tingkat rumah tangga;

(6) Produksi ikan untuk mendukung penyediaan sumber protein asal hewan yang
ditargetkan sebesar 18,7 juta ton pada tahun 2019; dan
(7) Produksi garam ditargetkan untuk memenuhi konsumsi garam rumah tangga.

Indonesia sebagai negara berkembang dengan penduduk yang banyak harus


mulai melakukan diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, contoh sumber
pangan yang bisa digunakan untuk menggantikan padi yaitu :

a. Sorgum
Sorgum (sejenis tanaman jagung-jangungan) bisa menjadi salah satu sumber
pangan alternatif, cara penyajiannya dengan direbus layaknya nasi kemudian

17
dicampur kelapa muda. Selain kandungan proteinnya yang cukup tinggi
dibandingkan padi,budi daya sorgum pun relatif mudah. Sorgum memang belum
familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia. namun, melihat ketahanannya
terhadap panas bahkan tetap mampu menghasilkan panen yang melimpah meski di
lahan kering, sekali tanam sorgum bisa tiga kali panen. Selain itu bijinya juga bisa
dijadikan campuran tepung gandum, batangnya bisa dimanfaatkan sebagai pakan
ternak sapi. Lokasi penanaman sorgum diantaranya : Citayam-Bogor,
Gunungkidul-Yogyakarta, Ciwedey-Bandung.
b. Ubi Jalar
Ubi jalar merupakan salah satu dari 20 jenis pangan yang berfungsi sebagai
sumber karbohidrat. Berikut kelebihan dan potensi ubi jalar:

- Mudah ditanam karena sesuai dengan agroklimat sebagian besar wilayah


Indonesia
- Mempunyai produktivitas yang tinggi dibandingkan beras dan ubikayu, dengan
masa panen 4 bulan
- Mengandung zat gizi yang berpengaruh positif pada kesehatan (prebiotic, serat
makanan, dan antioksidan)
c. Jagung
Sebagian besar penduduk Indonesia menggunakan beras sebagai makanan
pokok. Sementara di beberapa daerah di Indonesia seperti Madura, jagung
merupakan makanan pokok. Keunggulan jagung yaitu rasanya lebih gurih
dibandingkan nasi, kemudian kandungan nutrisinya juga bisa mengimbangi nasi.
Seperti kandungan kalori dalam 100 gram kira-kira 342 kalori, kaya vitamin B,
sumber mineral, kaya antioksidan.
d. Sagu
Sagu adalah makanan pokok bagi warga Indonesia timur, mulai dari Maluku,
Papua, dan sebagian Nusa Tenggara. Sagu mengandung karbohidrat dalam jumlah
yang cukup banyak, kemudian ada juga protein, mineral, vitamin, utuk 100 gram
sagu kira-kira mengandung 355 kalori.
2. Metode berproduksi
Metode produksi adalah suatu kombinasi dari faktor-faktor produksi yang
dibutuhkan untuk memproduksikan satu unit produk. Biasanya untuk
menghasilkan satu unit barang dapat digunakan lebih dari satu metode atau
proses, atau disebut juga sebagai kegiatan produksi. Terdapat beberapa metode
produksi, sebagai berikut :
a. Intensifikasi
Intensifikasi adalah upaya untuk meningatkan hasil produksi
dengan cara memperbaiki metode kerja dan meningkatkan produktivitas
faktor produksi. Contohnya dalam bidang pertanian, untuk
meningkatkan hasil produksi dapat dilakukan dengan pemilihan bibit
unggul, penggunaan pupuk yang tepat, pemberantasan hama, pengairan
yang cukup, menggunakan mesin-mesin pertanian serta penggunaan
teknologi.

18
b. Ekstensifikasi
Ekstensifikasi yaitu upaya untuk meningkatkan hasil produksi
dengan cara menambah faktor-faktor produksi. Contohnya dalam
bidang pertanian dengan menambahkan tenaga kerja, atau penggantian
mesin-mesin produksi dengan mesin yang lebih mutakhir.
c. Diversifikasi
Diversifikasi yaitu upaaya untuk meningkatkan hasil produksi
dengan cara mengembangkan atau menambah keanekaragaman jenis
hasil produksi. Contohnya dalam bidang pertanian dengan menambah
makanan alternatif untuk menggantikan nasi sebagai makanan pokok.
Untuk industri minuman misalnya dengan menambah varian rasa.
d. Rasionalisasi
Rasionalisasi yaitu upaya untuk meningkatkan hasil produksi
dengan cara menerapkan sistem manajemen yang lebih efektif dengan
penguasaaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Contohnya untuk
menghemat tenaga manusia digunakanlah mesin-mesin baru yang
mutakhir.

D. Bahan Pangan Sintesis, Hidropodik dan Distribusi Pangan


1. Bahan Pangan Sintesis
Bahan Tambahan Pangan dalam kehidupan sehari – hari sudah marak
penggunaannya dalam pembuatan berbagai macam makanan, adapun fungsi dan
tujuan penggunaan bahan tambahan pangan pada pangan diantaranya yaitu untuk
(Yuliarti, 2007, hlm.7):

a. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan


atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
b. Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut
c. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
d. Meningkatkan kualitas pangan.
e. Menghemat biaya
Dilihat dari manfaat dan tujuan tersebut, bahan tambahan pangan dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis, salah satu bahan tambahan pangan yang banyak
dipergunakan pada makanan terutama pada makanan jajanan yaitu pewarna,
pemanis dan pengawet. Adapun penjelasan mengenai bahan tambahan pangan
tersebut diantaranya yaitu:
1. Pewarna
Pewarna merupakan salah satu jenis bahan tambahan pangan yang banyak
digunakan oleh para penjual makanan jajanan baik berupa minuman atau makanan.
Fungsi dan tujuan dari penggunan pewarna pada makanan dimaksudkan agar
makanan terlihat lebih menarik, sehingga konsumen tergiur untuk membeli
makanan tersebut. Anak kecil atau pun orang dewasa termasuk orang yang
cenderung menyukai makanan atau pun minuman yang memiliki warna – warna

19
yang menarik (Helmawati, 2015, hlm.10). Pewarna yang digunakan pada setiap
makanan atau pun minuman diantaranya yaitu pewarna alami dan sintetis. Banyak
diantaranya pedagang lebih banyak menggunakan pewarna sintetis pada makanan
atau minuman yang dijual, hal ini dikarenakan karena pewarna sintetis memiliki
banyak keunggulan dibandingkan dengan pewarna alami (Helmawati,
2015,hlm.11). Meskipun banyak kemudahan dalam menggunakan pewarna sintetis,
namun pewarna sintetis lebih beresiko buruk bagi kesehatan dibadingkan dengan
pewarna alami. Ada beberapa pewarna sintetis yang sudah dilarang penggunaanya
di Indonesia. Sebagian pewarna sintetis biasa dibuat dari zat kimia berbahaya
sehingga jika masuk dalam tubuh dalam jumlah yang banyak dan terus menerus,
maka akan menimbulkan berbagai penyakit mulai dari penyakit ringan maupun
penyakit yang dapat menyebabkan kematian (Helmati, 2015, hlm.13).
Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan
dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/XI/88 mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi sering kali
terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan,
misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan.
Hal ini dijelaskan sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam
berat pada pewarna tersebut. Timbulnya peyalahgunaan tersebut antara lain
disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan,
dan disamping itu, harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan
dengan zat pewarna untuk pangan. Adapun penggunaan pewarna berbahaya yang
banyak digunakan dalam makanan jajanan yaitu Rhodamin B dan Menthanil
Yellow, kedua nama pewarna tesebut banyak sekali digunakan oleh para penjual
makanan dan minuman jajanan. Pewarna tersebut sering dijumpai pada makanan
jajanan contohnya seperti pada makanan jajanan buah potong, saus, kue – kue
tradisonal, kue cubit, mie, sosis, agar – agar, kerupuk, dan pada minuman jajanan
seperti es cendol, es cincau,es potong, dan makanan ataupun minuman lainnya.
2. Pemanis
Pemanis merupakan salah satu jenis dari Bahan Tambahan Pangan selain
pewarna, pengawet dan yang lainnya. Pemanis merupakan senyawa kimia yang
sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri
serta minuman dan makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan
cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat – sifat fisik. Tujuan pemanis sebagai
pengawet adalah memperbaiki sifat – sifat kimia sekaligus merupakan sumber
kalori bagi tubuh (Eriawan R, & Imam P, 2002). Klasifikasi pemanis dapat
didasarkan dari sumber yaitu diantaranya pemanis alami dan pemanis buatan.
Pemanis buatan atau sintetis merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan
rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Sebagai contoh adalah
sakarin, siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol sintetis, dan nitro-propoksi-anilin.
Diantara berbagai jenis pemanis sintetis, hanya beberapa saja yang diizinkan
penggunaannya dalam makanan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
208/Menkes/per/IV/1985, dintaranya sakarin, siklamat, dan aspartam dalam jumlah
yang dibatasi atau dengan dosis tertentu. Pemanis buatan sakarin dan siklamat

20
maupun campuran keduanya sering ditambahkan ke dalam berbagai jenis jajanan
baik jajanan sepinggan, snack atau cemilan, pada buah, dan pada minuman yang
banyak di jajakan penjual disekitar kampus dan sekolah, lingkungan rumah, pasar
dan yang lainnya. Sementara itu aspartam sering ditemukan pada berbagai jenis
susu, saus, makanan dan minuman yang diproduksi oleh pabrik dan banyak beredar
di berbagai pasar tradisional maupun supermarket, hypermarket ataupun pusat pusat
perdagangan modern lainnya (Yuliarti, 2007, hlm.19).
Penambahan pemanis sintesis pada minuman atau pun makanan jajanan
ditambahkan yaitu dikarekan memiliki tingkat kemanisan yang relative tinggi dan
harga yang murah dibandingkan dengan penambahan pemanis alami, seperti
diantaranya tingkat rasa manis pada sakarin memiliki tingkat kemanisan relatif
sebesar 300 sampai dengan 500 kali tingkat kemanisan sukrosa, siklamat memiliki
rasa manis 30 kali dari sukrosa, dan aspartam memiliki tingkat kemanisan 160 –
220 kali dibandingkan sukrosa. Penambahan pemanis sintetis ditambahkan oleh
penjual pada makanan dan minuman dikarenakan banyak penjual yang tidak
mengetahui bahaya dari pemanis sintetis tersebut apabila penggunaannya melebihi
dosis. Bahaya akibat penggunaan pemanis sintetis secara berlebih yaitu
mengakibatkan tumor kandung kemih, paru, dan hati (Helmawati, 2015, hlm.52)
3. Pengawet
Pengawet pada makanan ditambahkan dengan maksud untuk menghambat atau
menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir
sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama, selain itu fungsi pengawet
juga mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna,
tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun memperkaya vitamin
serta mineral. Makanan yang mengandung pengawet yang tepat (menggunakan
pengawet makanan yang dinyatakan aman) dengan dosis dibawah ambang batas
yang ditentukan tidaklah berbahaya bagi konsumen (Yuliarti, 2007, hlm.32).
Apabila penggunaan jenis pengawet dan dosisnya tidak diatur maka menimbulkan
kerugian bagi si pemakai. Misalnya, keracunan atau terakumulasinya pengawet
dalam organ tubuh dan bersifat karsinogenik (Yuliarti, 2007, hlm.67). Para
penjual/produsen makanan biasanya melakukan pengawetan pada beberapa jenis
makanan agar makanan yang di jual atau dijajakan tidak mudah busuk, sehingga
bisa dijual dipasaran dengan batas kadaluarsa (Helmawati, 2015, hlm.28). Namun
demikian, sering kali produsen nakal menggunakan pengawet tidak tepat, seperti
pengawet yang tidak diizinkan oleh POM sehingga merugikan konsumen. Kasus
yang terjadi sekarang ini sejumlah produsen nakal menggunakan pengawet yang
ditunjukan untuk tekstil, plastik, bahkan pengawet mayat. Hal ini disebabkan oleh
relatif murahnya pengawet non pangan jika dibandingkan dengan pengawet
makanan.
Pengawet non pangan yang sering digunakan oleh produsen makanan adalah
boraks dan fomalin Penggunaan formalin biasanya digunakan unuk pengawet
mayat, selain digunakan untuk pengawetan mayat formalin juga digunakan pada
jenis bahan industri nonpangan Formalin merupakan larutan komersial dengan
konsentrasi 10% - 40% dari formaldehid (Yuliarti, 2007, hlm.31). Dalam industri

21
makanan, formalin banyak digunakan untuk mengawetkan ikan asin, tahu, mie,
tempe, ayam, bakso serta beberapa jenis makanan lainnya karena memiliki aktivitas
antimikroba dan dapat membunuh bakteri perusak makanan. Formalin bisa
menyebabkan keracunan dalam tubuh, iritasi lambung, muntah, gangguan
pencernaan, hati, ginjal, system syaraf pusat, diare bercampur darah, alergi. Dalam
jangka panjang, mengkonsumsi formalin yang terdapat dalam makanan bisa
menyebabkan kanker.
Boraks merupakan salah satu pengawet yang cukup terkenal disamping
formalin, boraks biasanya digunakan dalam industri kertas, gelas, pengawet kayu,
pembasmi hama, pembersih toilet, dan kosmetik. Di Indonesia sendiri, larangan
boraks pada makanan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/88. (Helmawati, 2015,hlm.37) Fungsi dari penggunaan boraks
selain digunakan sebagai pengawet, bahan ini juga berfungsi pula mengenyalkan
makanan. Makanan yang sering ditambahkan boraks diantaranya bakso, lontong,
mie, kerupuk, ketupat, kecap, gorengan dan berbagai makanan tradisional seperti
atau kue tradisional lainnya. Di masyarakat daerah tertentu boraks juga dikenal
dengan sebutan garam bleng, bleng, yang penggunaannya sering digunakan untuk
mengawetkan nasi, untuk dibuat makanan yang sering disebut legendar atau gendar,
dan yang lebih dikenal dipasaran yaitu dikenal dengan sebutan pijer (Yuliarti, 2007,
hlm.49).
Bahaya boraks apabila masuk dalam tubuh dapat meracuni tubuh yang bersifat
iritan. Boraks akan tertimbun di dalam otak, hati, dan jaringan lemak. Gangguan
yang ditimbulkan antara lain rasa mual, muntah, diare, kejang perut, iritasi kulit,
gangguan sirkulasi darah. Sementara dalam jangka panjang, boraks bisa
menyebabkan kerusakan ginjal, testis, lambung, merangsang sistem saraf pusat,
koma serta menambah resiko kematian. Mengkomsumsi boraks di atas ambang
batas bisa menyebabkan keracunan. Menurut Direktur Pengawas Produk dan Bahan
Berbahaya BPOM Mustofa menyatakan bahwa Makanan jajanan diantaranya yang
banyak ditambahkan pengawet yaitu makanan jajanan cemilan/snack contohnya
yaitu gorengan, cireng, siomay, bakso tusuk, cilok, cakue dan makanan jajanan
snack lainnya, sedangkan makanan jajanan buah contohnya seperti manisan buah,
buah potong dan yang lainnya (Tn, September 2015).

E. Hidropodik dan Distribusi Pangan


1. Hidroponik
Roidah (2014: 143) menyampaikan bahwa saat ini ada cara lain untuk
memanfaatkan lahan sempit sebagai usaha untuk mengembangkan hasil pertanian,
yaitu dengan cara bercocok tanam hidroponik. Hydroponik secara harfiah berarti
Hydro= air, dan phonic=pengerjaan. Sehingga secara umum berarti sistem budidaya
pertanian tanpa menggunakan tanah tetapi menggunakan air yang berisi nutrisi. Mutu
produk seperti bentuk, ukuran, rasa, warna, kebersihan dapat dijamin karena kebutuhan
nutrisi tanaman dipasok secara terkendali.

22
Roidah (2014: 144) menyampaikan keuntungan dan kekurangan sistem tanam
hidroponik. Keuntungannya sebagai berikut: (1) keberhasilan tanaman untuk tumbuh
dan berproduksi lebih terjamin; (2) perawatan lebih praktis dan gangguan hama lebih
terkontrol; (3) pemakaian pupuk lebih hemat/efisien; (4) tanaman yang mati lebih
mudah diganti dengan tanaman yang baru; (5) tidak membutuhkan banyak tenaga kasar
karena metode kerja lebih hemat dan memiliki standarisasi; (6) tanaman dapat tumbuh
lebih pesar dan dengan keadaan yang tidak kotor dan rusak; (7) hasil produksi lebih
kontinu; dan keuntungan lainnya. Kemudian untuk kekurangan sistem tanam
hidroponik yaitu : (1) investasi awal yang mahal; (2) memerlukan keterampilan khusus
untuk menimbang dan meramu bahan kimia; (3) ketersediaan dan pemeliharaan
perangkat hidroponik agak sulit.

Jenis tanaman pangan berupa sayuran dan buah-buahan yang bisa ditanam
dengan metode hidroponik yaitu : kol, brokoli, paprika, tomat, selada, sawi, wortel,
asparagus, cabe, terong; Buah – buahan misal: melon, tomat,mentimun,semangka,
strawberi, dan umbi-umbian

Hidroponik di Indonesia masih sangat minim, hal ini disebabkan oleh


kurangnya penyuluhan tentang kelebihan sistem hidroponik pada lahan sempit.
Hidroponik membutuhkan produk yang mutakhir, investasi yang tinggi serta keahlian
yang khusus. Faktor tersebut menghambat peluang pertanian secara hidroponik.
Meskipun begitu, sudah ada pengusaha hidroponik Indonesia yang berhasil
mengekspor hasil kebunnya. Dahulu penanaman hidroponik hanya berkutat pada
lingkungan Jabodetabek. Mulai saat ini di Jawa Barat, penanaman hidroponik
sederhana dapat dilihat di daerah Lembang, Purwakarta, dan Garut. Sedangkan di Jawa
Timur dapat ditemukan di Nangkojajar (Pasuruan) dan Batu (Malang) (Roidah, 2014:
148).

2. Distribusi Pangan
Distribusi pangan merupakan seuatu kegiatan atau serangkaian kegiatan untuk
menyalurkan pasokan pangan secara merata setiap saat guna memenuhi kebutuhan
pangan masyarakat (UU No. 18/2012 tentang Pangan). Terdapat tiga fungsi distribusi
yaitu :

 Fungsi pertukaran
Dalam tata niaga produk pertanian fungsi ini mencakup kegiatan
pengalihan hak pemilikan atas produk. Fungsi pertukaran terdiri dari
fungsi penjualan dan pembelian.

 Fungsi fisik
Fungsi fisik ini mencakup aktivitas handling (perlakuan),
pengangkutan/pemindahan, penyimpanan dan perubahan fisik produk.
 Fungsi fasilitas
Fungsi fasilitas adalah segala hal yang berujuan untuk memperlancar
fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Dimaksudkan fungsi ini dapat
mencapai upaya perbaikan sistem tata niaga sehingga efisiensi

23
operasional dan penetapan harga jual dapat tercapai. Termasuk dalam
fungsi fasilitasi adalah standarisasi dan grading, fungsi pembiayaan,
fungsi penanggungan resiko, fungsi informasi pasar, riset pemasaran
dan penciptaan permintaan.

Gambar 1.7 Skema Distribusi Pangan (Sumber Badan Ketahanan Pangan)

Saluran distribusi dapat diartikan sebagai suatu jalur yang dilalui oleh arus
distribusi suatu produk yang dihasilkan oleh produsen ke perantara dan akhirnya sampai
ke konsumen akhir.Pada umumnya, saluran distribusi untuk komoditas pertanian dapat
dilakukan oleh: (i) pedagang pengumpul yang melakukan pengumpulan dari daerah
produ-sen untuk dibawa ke pasar atau ke industri pengolahan pangan sebelum sampai ke
konsumen akhir, (ii)penggilingan, yang mem-proses gabah untuk dilakukan
penggilingan sebelum di jual ke pasar; (iii) pedagang besar/ distributor/pedagang antar
pulau dan antar wilayah untuk mendistri-busikan atau memasarkan di dalam atau luar
wilayah produsen maupun dijual ke industri pengo-lahan sebagai bahan baku industri
pengolahan pangan, atau (iv) pedagang pengecer di wilayah produsen dan lain-lain
(Rahmawati, 2012).
Didalam distribusi pangan tentunya ada suatu kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah, tujuan kebijakan distribusi adalah untuk menjamin ketersediaan pangan
sepanjang tahun secara merata dan terjangkau seluruh lapisan masyarakat. Karena itu
sejak tahun 1967 pemerintah menunjuk Bulog untuk mengatur penyediaan beras dalam
negeri dan menstabilkan harga. Perum Bulog memiliki setidaknya 3 tugas publik yang
terkait dengan beras, yaitu: (i) jaminan harga pembelian pemerintah untuk gabah dan
beras; (ii) pengelolaan raskin, dan (iii) cadangan atau stok pangan nasional (Rahmawati,
2012).

24
Tabel distribusi pangan dunia melalui negara pemroduksi terbesar
No. Jenis Pangan Negara dengan Produksi Terbesar di Dunia (jt=juta ton)
1. Beras China (206,5 jt), India (153,8 jt), Indonesia (70,8 jt),
Bangladesh (52,4 jt), Vietnam (45 jt), Thailand (34,3 jt),
Myanmar (28,9 jt), Filipina (18,9 jt), Brasil (12,1 jt), Jepang
(10,5 jt)

2. Jagung USA (381jt), China (254jt), Brazil (101jt), Uni Eropa (64,2jt),
Argentina (49jt), Ukraina (33jt), India (29jt), Meksiko (27jt),
Kanada (15,4jt), Afrika Selatan (14jt).

3. Gandum Uni Eropa (144,32 jt), China (128,85 jt), India (90 jt), Rusia
(72,5 jt), USA (62,85 jt), Australia (33 jt), Kanada (31 jt),
Ukraina (jt), Pakistan (25,3 jt), Turki (17,5 jt).

4. Kentang China (99 jt), India (48,6 jt), Rusia (29,5 jt), Ukraina (22,2 jt),
USA (20 jt), Jerman (11,7 jt), Bangladesh (10,2 jt), Polandia
(9,1 jt), Belanda dan Perancis (7 jt), Belarusia dan Inggris (6 jt),
Iran (6jt), Turki Peru Algeria Belgia Kanada Mesir Pakistan (4
jt).

5. Singkong Nigeria (57 jt), Thailand (31,1 jt), Brazil (21 jt), Indonesia (20
jt) Ghana (17,7jt) , Kongo (14,6 jt), Vietnam (11 jt), Kamboja
(10 jt) Angola dan Mozambik (9 jt), Tanzania Kamerun dan
Malawi (5 jt), China India dan Benin (4 jt), Rwanda dan
Paraguay (3 jt).

6. Kedelai USA (119 jt), Brazil (114 jt), Argentina (54 jt), Cihina (13 jt),
India (10,9 jt), Paraguay (10,4 jt), Kanada (7 jt),Ukraina Rusia
dan Bolivia (3 jt), Afrika Selatan Uruguay Italia (1 jt), Nigeria
(730 ton), Indoneisa (542 ton), Serbia Meksiko Romania
Perancis Zaambia (dibawah 500 ton)

7. Ubi Jalar Nigeria (47 jt), Ghana dan Pantai Gading (7 jt), Benin (3 jt),
Ethiopia (1,4 jt), Togo (826 ton), Kamerun (648 ton), Chad
Afrika Tengah Haiti Kolombia (400 ton), Papua New Guinea
(362 ton), Brazil Gabon (200 ton), Sudan Jepang Jamaika
Guinea Mali (100 ton)

8. Sorgum USA (9 jt),Nigeria (6,5 jt), Meksiko India Sudan (4 jt), China
Ethiopia Argentina (3 jt) Austra;ia dan Brazil (1 jt)

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan dan Saran

Ketersediaan pangan merupakan hal utama bagi keberlangsungan kehidupan


masyarakat terutama dunia. Ketersediaan pangan yang baik dan cukup haruslah didukung
oleh lahan produksi dan diimbangi oleh kemampuan petani dalam berinovasi mengelola
pertanian. Berbagai masalah mengenai pangan dunia guna memenuhi kebutuhan
masyarakat tentu berkaitan erat dengan jumlah penduduk dunia yang semakin meningkat,
sehingga kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Sedangkan jika jumlah penduduk
semakin meningkat maka akan berpengaruh pada jumlah ketersediaan lahan pertanian
yang semakin menyempit. Lahan pertanian yang beralih fungsi lahan sebagai lahan
pemukiman dan pembangunan saran dan prasarana kehidupan seperti jalan dan rumah
sakit. Namum permasalahan pangan tidak hanya dalam permasalahan alih fungsi lahan,
hal lainnya yang mempengaruhi produktifitas pangan yakni seperti bencana alam, dan
sarana prasarana kemajuan bidang pertanian.

Bahan pangan pokok dunia umumnya pada basis tanaman padi-padian dan biji-
bijian seperti padi dan gandung. Seiring berjalannya waktu penduduk dunia mulai
berinovasi untuk menyediakan sumber pangan baru seperti sorgum, ubi jalar, sagu dan
jagung. Inovasi pangan baru ini juga ditunjang dengan metode produksi baru seperti
metode intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi, dan rasionalisasi.

Bahan pangan dengan jenis yang beragam seperti jenis pangan sintesis (pengawet,
pewarna, dan pemanis), dan bahan pangan hidroponik (sayur mayur dan buah-buahan)
yang diproduksi sebagai kebutuhan global tentu tidak terlepas dengan masalah distribusi.
Proses distribusi dilakukan dengan memanfaatkan sarana transportasi baik udara, laut
dan juga darat dengan kapasitas yang besar seperti kegiatan pemenuhan pasokan bahan
pangan suatu negara yang disebut kegiatan ekspor dan impor.

26
DAFTAR PUSTAKA

Bruntrup, M. 2008. Global Trends in Food Security. in: Rural-21. The International
Journal for Rural Development. Frankfurt, Germany: DLG-Verlags GmbH.
BaliwatiYF, Roosita K., 2004.Sistem pangan dan gizi. Penebar Swadaya. Depok

Bimtek Analisis Ketahanan Pangan. 2016. Butir Kegiatan Analis Ketahanan Pangan Bidang
Distribusi Pangan. Bogor : Badan Ketahanan Pangan.

Hadi, Prajogo U dan Hery Susilawati. 2010. Prospek, Masalah dan Strategi Pemenuhan Kebutuhan
Pangan. Bogor : Pusat Kajian Sosial Ekonomi DAN Kebijakan Pertanian
Hendriadi, dkk. 2018. Indeks Ketahanan Pangan Indonesia 2018. Jakarta : Kementrian Pertanian.

Juleha, Leha, dkk. 2016. PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN


PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA
UPI . Jurnal Media Pendidikan, Gizi, dan Kuliner. Vol.5. No.1: 17-25.
Moniaga, Vicky. 2011. Analisis Daya Dukung Lahan. Jurnal ASE – Volume 7 Nomor 2, Hlm : 61
– 68

Mudrieq, Sulfitri. 2014. Problematika Krisis Pangan Dunia Dan Dampaknya Bagi Indonesia.
JURNAL ACADEMICA Fisip Untad VOL.06 No. 02 Hlm. 1297 – 1302.

Mun’im, Akhmad. 2012. Analisis Pengaruh Faktor Ketersediaan, Akses, dan Penyerapan Pangan
terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Surplus Pangan. Junal Agro Ekonomi. Volume 30
No. 1 Hlm 41-58.

Rachman, dkk. 2005. KEBIJAKAN PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PADA ERA


OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG. FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI.
Volume 23 No. 2, Hlm : 73 – 83
Rahmawati Erni. 2012. Aspek Distribusi pada Ketahanan Pangan Masyarakat di Kabupaten Tapin.
Jurnal Agribisnis Pedesaan. Volume 02 Nomor 03 Hlm 241 – 250.

Roidah, Ida Syamsu. 2014. Pemanfaatan Lahan untuk Hidroponik. Jurnal Universitas Tulungagung
BONOROWOVol. 1.No.2 Hlm. 143-148
Sumarno. 2015. Kemandirian Pangan Nasional. Jakarta: Litbang Pertanian.

27

Anda mungkin juga menyukai