Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan adalah hak warga negara, tidak terkecuali pendidikan diusia dini
merupakan hak warga negara dalam mengembangkan potensinya sejak dini
berdasarkan berbagai penelitian bahwa usia dini merupakan pondasi terbaik
dalam mengembangkan kehidupan dimasa depan selain itu, pendidikkan diusia
dini dapat mengoptimalkan kemampuan dasar dalam menerima proses
pendidikkan diusia berikutnya.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) sedang menjadi isu nasional di indonesia
dewasa ini. Percepatan dan perluasan layanan PAUD merupakan salah satu
kebijakan strategis yang di gulirkan kementrian pendidikan dan kebudayaan.
Sejalan dengan kebijakan tersebut, penambahan dan peningkatan kompetensi
pendidikan PAUD menjadi tuntutan yang tidak dapat di abaikan.
Program peningkatan mutu pendidik PAUD yang telah diberlakukan selama
ini melalui kegiatan kelompok, kerja guru taman kanak-kanak (KGTKK) pada
gugus taman kanak-kanak (TK) untuk PAUD jalur formal, sebagaimana telah
dditetapkan Dirgen Dikdasmen Depdikbud No. 086/C/Kep/U/1995 Tanggl 18
Mei 1995, yaitu: “Gugus TK merupakan wadah kegiatan KGTKK dan Kelompok
Kerja Kepala TK”.
Menarik untuk di perhatikan mengenai berkembangnya lembaga PAUD
dalam berbagai bentuk layanan PAUD seperti TK, Taman Penitipan Anak (TPA),
Kelompok Bermain (KB), dan Satuan PAUD Sejenis (SPS), menunjukkan
semakin meningkatnya kesadaran masyarakaat tentang pentingnya pendidikan
yang sesuai dengan tahap perkembangan anak sejak usia dini. Peningkatan minat
masyarakat tersebut di ikuti dengan meningkat pula kebutuhan pendidik (Guru
TK/PAUD) yang berkualitas.
Dengan adanya peraturan pemerintah menjalakan program satu desa satu
PAUD hal menandakan bahwa pendidikan di mulai sejak dini itu sangatlah
penting, dimana pada usia 0-6 Tahun di sebut masa keemasan (golden ages),
masa ini masa di mana rangsangan dan pendidikan sangat di butuhkan untuk

1
membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada bagian ini
menyoroti beberapa isu kritis dan problematis dalam PAUD. di mana isu
merupakan suatu hal yang menjadi perbincangan (trending topic) yang bersifat
sementara. Sedangkan problematika itu sendiri merupakan permasalahan atau
masalah yang timbul di tengah PAUD. Untuk lebih jelasnya mengenai isu dan
problematika PAUD kontemporer akan dibahas pada bab selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang di maksud dengan isu dan problematika PAUD kontemporer?
2) Apa saja yang menjadi isu PAUD kontemporer?
3) Mengapa pentingnya pendidikan PAUD?
4) Apa saja problematika PAUD di tengah masyarakat?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah “Konsep Dasar PAUD” selain itu untuk mengetahui tentang isu-isu dan
problematika PAUD kontemporer .

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Isu dan Problematika PAUD Kontemporer


Berdasarkan Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional berkaitan dengan pendidikan anak usia dini tertulis pada pasal 28
ayat satu yang berbunyi “pendidikan anak usia dini di selenggarakan bagi
anak sejak lahir sampai dengan 6 tahun dan bukan merupakan peryaratan
untuk mengikuti pendidikan dasar”. Selanjutnya pada bab 1 pasal 1 ayat 14
di tegaskan bahwa pendidikan anak usia suatu upaya pembinaan yang
ditujukan pada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut (Depdiknas, USPN, 2014:4).
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaran
pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan
dan perkembangan fisik koordinasi motorik halus dan kasar, kecerdasan
(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual) sosio
emosional (sikap dan perilaku serta beragama), bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalaui anak
usia dini (http://id.wikipedia.urg/wiki/pendidikan).
Isu adalah suatu hal atau trending topic yang sedang di bicarakan saat ini
yang bersifat kekinian, atau sementara tetapi jika di respon dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan program PAUD di masa depan. Oleh
karena itu merespon isu-isu kritis di dalam PAUD menjadi hal yang sangat
penting. Jadi dapat di simpulkan bahwa isu PAUD kontemporer maksudnya
membahas tentang pendidikan anak usia dini yang sedang berkembang
sekarang.
Problematika adalah permasalan-permasalahan yang terdapat di lembaga
PAUD itu sendiri yang mengarah baik dalam hal positif maupun negatif, dan
pada dasarnya dngan adanya problematika ilmu tentang PAUD akan
berkembang.

3
2.2. Isu PAUD Kontemporer
Dalam perkembangannya, masyarakat telah menunjukkan kepedulian
terhadap masalah pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak usia dini
untuk usia 0 sampai dengan 6 tahun dengan berbagai jenis layanan sesuai
dengan kondisi dan kemampuan yang ada, baik dalam jalur pendidikan
formal maupun non formal. Penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan formal
berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK) Raudhatul Atfal (RA) dan bentuk lain
yang sederajat, yang menggunakan program untuk anak usia 4 –6 tahun.
Sedangkan penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan nonforml berbentuk
Taman Penitipan Anak (TPA) dan bentuk lain yang sederajat, menggunakan
program untuk anak usia 0 – <2 tahun, 2 –<4 tahun, 4 – ≤6 tahun dan
Program Pengauhan untuk anak usia 0 - ≤6 tahun; Kelompok Bermain (KB)
danbentuk lain yang sederajat, menggunakan program untuk anak usia 2 – <4
tahun dan 4 – 6 tahun. Penyelenggaraan PAUD sampai saat ini belum
memiliki standar yang dijadikan sebagai acuan minimal dalam
penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan formal, nonformal dan atau
informal. Oleh karena itu, untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak, maka perlu
disusun Standar PAUD. 1
Standar PAUD merupakan bagian integral dari Standar Nasional
Pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang
dirumuskan dengan mempertimbangkan karakteristik penyelenggaraan
PAUD. Standar PAUD terdiri atas empat kelompok, yaitu: (1) Standar tingkat
pencapaian perkembangan; (2) Standar pendidik dan tenaga kependidikan; (3)
Standarisi, proses, dan penilaian; dan (4) Standar sarana dan prasarana,
pengelolaan dan pembiayaan. Standar tingkat pencapaian perkembangan
berisi kaidah pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun. Tingkat perkembangan yang dicapai
merupakan aktualisasi potensi semua aspek perkembangan yang diharapkan

1
Kartono, Kartini. 1985:Mengenal Dunia Kanak-Kanak. Jakarta: Cv Rajawali.

4
dapat dicapai anak pada setiap tahap perkembangannya, bukan merupakan
suatu tingkat pencapaian kecakapan akademik. Standar pendidik (guru, guru
pendamping, dan pengasuh) dan tenaga kependidikan memuat kualifikasi dan
kompetensi yang dipersyaratkan Standar isi, proses, dan penilaian meliputi
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian program yang dilaksanakan secara
terintegrasi terpadu sesuai dengan kebutuhan anak. Standar sarana dan
prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan mengatur persyaratan fasilitas,
manajemen, dan pembiayaan agar dapat menyelenggaakan PAUD dengan
baik.
Adapun isu yang menjadi fokus pembahasan pada bagian ini adalah: a)
dikotomi PAUD dan TPQ, b) guru-guru PAUD yang di isi oleh ibu-ibu
pengangguran, c) kesenjangan hak dan kewajiban guru PAUD, d) wacana
wajib belajar 12 tahun yang di mulai dari TK/RA dan, e) merancang program
PAUD di masa depan.

A. Dikotomi PAUD dan TPQ


Istilah ”otak” untuk menyebut kecerdasan anak yang di gunakan
neurosains di pahami secara sempit oleh kalangan praktisi pendidikan,
khususnya praktisi PAUD. Implikasinya, pengelolaan PAUD terutama
TPA (0-2 tahun) dan KB (2-4 tahun) lebih condong untuk berintegrasi
dengan posyandu (POSPAUD) dari pada Taman Pendidikan Al-Quran
(TPQ). Padahal, posyandu hanya mengontrol kesehatan atau jasmani anak,
termasuk otak anak. TPQ telah mempunyai basis edukasi secara memadai
bahkan kurikulum yang telah ada di selaraskan dengan fitrah, potennsi,
maupun karakter anak, sehingga tumbuh kembang anak tidak sebatas fisik
sebagaimana dalam posyandu, melainkan sosial emosional, fisik motorik,
dan lain sebagainya.2

B. Guru-Guru PAUD dan Ibu-Ibu Pengangguran


Integrasi PAUD (khususnya KB dan TPA) dengan posyandu
(POSPAUD) telah mengubah kesan dari lembaga edukasi yang seharusnya
2
Lein Laura & O’Donnell. 1989.Anak: Bagaimana Mengasuh Anak dan Pengaruh Anak Bagi Kehidupan
Orangtuanya. Yogyakarta: Kansius.

5
di bina oleh guru profesional menjadi lembaga pengasuhan bahkan
penitipan anak yang menuntut seorang pengasuh, bukan pendidik.
Akibatnya, guru-guru di lembaga PAUD di dominasi oleh ibu-ibu rumah
tangga pengangguran, khususnya ibu RT dan ibu RW serta ibu Dukuh
yang tidak mempunyai kompetensi sebagai pendidik profesional.
Fenomena ini berimplikasi pada pendirian PAUD di setiap desa oleh ibu-
ibu PKK dan gurunya adalah pendiri itu sendiri.
Pertumbuhan PAUD yang di pelopori oleh ibu-ibu pengangguran,
termasuk PKK di samping memenuhi tuntutan wanita karier mengandung
bahaya besar bagi masa depan anak bangsa karena mereka akan di asuh
oleh orang-orang yang tidak berkompeten sama sekali. Dalam sebuah
hadits di sebutkan bahwa jika sebuah urusan tidak di pegang oleh ahlinya,
maka tunggulah kehancurannya. Dalam konteks ini, anak-anak mengalami
goncangan psikologis yang sangat serius.
Bukan bermaksud membandingkan sistem pendidikan di negara
sendiri dengan negara lain sehingga terkesan anti NKRI, guru-guru PAUD
di jepang misalnya dan negara lain justru di pilih guru SDM yang
berkualifikasi minimal S-3 (doktor). Selanjutnya, semakin senior jabatan
guru, semakin rendah jenjang pendidikan yang diampu. Dosen senior
harus mengajar SMA, guru SMA senior harus mengajar SMP, guru SMP
senior harus mengajar SD. Artinya, guru PAUD di luar indonesia jauh
lebih “bermartabat” dari guru yang lain.

C. Kesenjangan Hak dan Kewajiban aguru PAUD


Implikasi lebih lanjut dari realitas guru PAUD diatas adalah
kesenjangan hak dann kewajiban antara guru PAUD dengan guru Non
PAUD. Hak guru PAUD lebih kecil dari guru non PAUD. Pasalnya, guru
PAUD bukan sekedar mengajar atau mendidik melainkan mengasuh,
mengasah, dan mengasihi (asih, asuh, dan asah : 3A). tugas ini jelas
berbeda dengan guru non PAUD yang ketika dikelas atau disekolah hanya
menhgajar atau mendidik. Terlebih lagi, guru (ustaz) TPQ hampir tidak
mendapat haknya sebagai guru, meskipun memenuhi kompetensi yang

6
khas. Artinya, kewajiban beban kerja guru PAUD daan TPQ lebih besar
tetapi haknya lebih kecil. Akibatnya, guru PAUD sekedar “dari pada
pengangguran”. Jika hal ini dibiarkan, yang terjadi adalah banyaknya
guru-guru PAUD yang hanya “pelarian” disisi lain, biaya pendidikan di
PAUD sngat mahal, jauh melebihi pendidikan dasar.
Akibatnya, justru banyak orangtua yang tidak mampu
menyekolahkan anaknya dilembaga PAUD dan menunggun hingga usia 6
tahun kemudian masuk SD karena gratis. Hal ini berimplikasi secara
langsunng terhadap masa keemasan anak (golden ages) yang secara
otommatis terlewatkan. Jika hal ini dibiarkan, akan semakin banyak anak
yang menyia-nyiakan masa keemasannya.diluar negeri, gajih guru PAUD
bisa mencapai 2 kali lipat dari gajih pada umumnya. Hal ini sesuai engan
sistem pendidikan disana yang mensyaratkan guru PAUD sserendah-
rendahnya berkualifikasi S-3 atau Doktor. Meskipun demikian, dengan
beban akademik guru-guru PAUD di indonesia yang sedemikian berat
perlu dipertimbangkan kesetaraan dan keadilan hak dan kewajibannya.

D. Wajib Belajar 12 Tahun di Mulai dari TK/RA


Mengingat keterbatasan para akademisi, khususnya pada jenjang
PAUD terhadap temuan-temuan neurosains sehingga memoosisikan
PAUD ssebatas lembaga pengasuhhan anak maka ketika ada isu wajib
belajar 12 tahun, wacana yang berkembang adalah pendidikan SD/MI,
SPM/MTs, dan SMA/MA/SMK gratis. Wacana tentang PAUD tidak
mampu mendekat, terlebih lagi masuk kedalam pusaran arus isu tersebut.
Pada hal, masa paling menentukan keberhasilan hidup manusia justru pada
5 tahun pertama dalam kehidupannya, dan itu ada dilembaga PAUD yyang
sangat mahal dinegeri ini. Oleh karena itu, penelitian ini sekaligus
membberikan wacana lain bahwa program wajib belajar 12 tahun bisa
ditarik kebelakang, yakni dari PAUD, atau TK/RA hingga SD/MI, dan
SMP/MTs.3

3
Sujiono, Yuliani Nurani 2014. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Permata Puri Media.

7
Jika wacana ini dapat mempengaruhi penganbiilan kebijakan,
implikasi, yang akan ditimbulkan adalah biaya pendidikan PAUD dapat di
bebaskan, gur PAUD setara dengan guru-guru lain yang secara otomatis
banyak guru PNS di PAUD dan mendapat hak yang layak, guru(ustaz)
TPQ akan mendapatkan haknya sebagai guru, terpeliharanya masa
keemasan anak sehingga potensinya dapat dioptimalkan.

E. Momentum Emas Membangun Karakter Bangsa Sejak Dini


Signmund Freud mengatakan “ the child is the father of the mean”,
bahwa masa dewasa seorang sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh masa
kecilnya. Senada dengan Freud, Hurlocke menyatakan bahwa kenakalan
remaja bukan fenomena baru dari masa remaja, melainkan suatun lanjutan
dari pola perilaku asosiasi yang dimulai pada, masa kanak-kanak. Sudah
semenjak dari usia 2-3 tahun ada kemungkinan mengenali hak yang kelak
menjadi remaja nakal atau tidak( Hurlocke: 1993).
Pernyataan para psikolog tersebut diperkuat leh penelitian yang
dilakukan Universitas Otago di Dunedin New Zealand pada 1000 anak-
anak selama 23 tahun dari tahun 1972, dengan sampel anak usia 3 tahun.
Anak-anak tersebut yang dimati kepribadiannya secara longitudinal hingga
usia 18, 21 dan 26 tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
anak-anak yang ketika uaia 3 tahun telah di diagnosa sebagai
uncontrolable toddelrs (anak yang sulit di atur, pemarah, pembangkang).
Ternyata ketika usia 18 tahun menjadi remaja yang bermasalah agresif dan
memiliki masalah dalam pergaulan. Pada usia 2 tahun mereka sulit
membina hubungan sosial dengan orang lain, dan sebagian terlibat dengan
kegiatan kriminal. Sebaliknya anak-anak yang awalnya well-adjusted
toddlers, ternyata setelah dewassa menjadi orang-orang yang berhasil dan
sehat jiwannya.
Berdasarkan kasjian psikologis di atas, dapat di tegaskan bahwa
waktu yang paling tepat untuk di mulainya pendidikan karakter adalah usia
dini, yakni pada jenjang PAUD. Dalam konteks neurosains, hakikat
pendidikan karakter adalah mengubah prilaku. Prilaku manusia bersumber

8
pada pola pikirnya (mindset). Pola pikir manusia bertumpu pada otaknya.
Ilmu yang mempelajarai otak adalah neurosains. Oleh karena itu,
pendidikan karakter dapat di jelaskan melalui mekanisme kerja otak
sebagaimana dalam neurosains.
Jika manusia berkarakter adalah insan kamil, sementara unsur-
unsur insan kami adalah jasmani. Rohani dan akal, atau Akil,Naf,Qolb-
Ruh, maka neurosains mengatakan bahwa manusia berkarakter adalah
manusia yang mengoptimallisasi ketiga fungsi otaknya (kanan, kiri dan
tengah) seimbang. Oleh karena itu, pendidikan karakter adalah pendidikan
yang mampu mengoptimalisasi berbagai unsur tersebut secara seimbang.
Penyeimbangan itu berlangsung dalam PAUD melalui bermain, bernyanyi,
dan bercerita. Dengan pemanduan berbagai entitas insan kamil tersebut
pendidikan karakter dapat dikonstruksi dalam kerja otak yang secara
embriologis atau neuro-antropo-biologis di regulasi dalam sistem sinaps
pada tingkat molekuler. Artinya, susunan saraf dalam sistem sinaps pada
tingkat molekuler yang meregulasi prilaku anak dapat di ubah melalui
berbagai gerak, beberapa di antarannya adalah bermain, bernyayi, dan
bercerita, bahkan ketiga kegiatan tersebut hanya efektif di lembaga
PAUD.4

F. Program PAUD Masa Depan


1) Gerakan Gender dan Tuntutan Wanita Karier
Gerakan gender (kesetaraan antara hak laki-laki dengan
perempuan) telah berimplikasi pada perubahan pendidikan informal dan
nonformal secara besar-besaran. Gerakan ini di pelopori oleh kaum
perempuan yang merasa tertindas oleh sosio-kultur masyarakat tertentu,
termasuk kaum laki-laki.
Dalam sosio-kultur masyarakat tertentu, perempuan identik dengan
“sumur, dapur dan kasur”. Di samping itu perempuan di kodratkan atas
dua hal, yakni mengandung dan menyusui. Implikasi dari dua kodrat
atas perempuan ini adalah pengasuhan anak. Artinya, karena perempuan

4
H, Berne, Patricia & M, Savary, Louis. 1988. Membangun Harga Diri Anak. Yogyakarta: Kanisius.

9
adalah yang mengandung dan menyusui anak, maka perempuanlah
yang di pandang sebagai orang yang paling ,mampu mendidik anak.
Gerakan gender berupaya untuk menjelaskan dan mengklarifikasi
antara peran secara sosio kultur terhadap perempuan (sumur, dapur dan
kasur) dan kodratnya sebagai perempuan (mengandung dan menyusui).
Artinya, berbeda antara sosio-kultur dengan kodrat.
Implikasinya dalam pendidikan anak adalah tugas utama
pendidikan anak tidak boleh di bebankan kepada perempuan semata.
Artinya, laki-laki mendapat hak yang sama atas pengasuhan anak.
Adapun mengandung dan menyusui adalah kodrat yang di terima secara
sukarela. Gerakan gender ini telah berimplikasi pada gelombang
paradigma wanita karir secara besar-besaran. Dengan alasan kesetaraan
hak dan peran, terlebih lagi dibumbui dengan alasan ekonomi keluarga,
sebagai perempuan telah menetapkan kakinya dijalan karir (kerja pagi
pulang sore. Implikasi lebih lanjut adalah pergeseran pola asuh anak-
anak dari keluarga ke pembantu rumah tangga.

2) PAUD Full Days School


Sebagai keluarga elit, mereka tidak kesulitan dengan pengasuh
adanya pengasuh anak dirumahnya. Namun sebagian besar dari mereka
tidak sepenuhnya mempercayakan pengasuhan anak mereka kepada
pembantu rumah tangga. Oleh karena itu, mereka cenderung
memasukan anak-anak mereka ke tempat penitipan anak (TPA) Full
Day.
Kecenderungan kalangan elit inilah yang memicu menjamurnya
tempat penitipan anak (TPA) dan PAUD sehari penuh (Full Days
School) dengan biaya yang sangat mahal. Dengan demikian,
menjamurnya PAUD di Indonesia sebenarnya berakar dari gerakan
gendre dan tuntutan karir yang didukung oleh kalangan (keluarga) elit
dengan tingkat pendidikan memadai serta kekuatan ekonomi yang
mapan.

10
3) PAUD yang semakin akademis mengingat
User atau pengguna PAUD Full Days School adalah kalangan elit
dengan pendidikan akademis tinggi dan didukung oleh kemampuan
ekonomi yang mapan, mereka “menuntut” PAUD mampu membuat
anak-anak mereka mempunyai kemampuan akademis lebih awal dari
pada anak-anak lain.
Implikasi dari tuntutan ini adalah perubahan arah PAUD yang
semula sebagai layanan perkembangan anak menjadi layanan edukasi
dengan muatan akademik yang sangat tinggi, hal ini diperparah oleh
kurangnya pengetahuan orang tua terhadap perkembangan anak,
sehingga mereka cenderung menganggap anak sebagai “Orang Dewasa
Berukuran Kecil”.
semakin akademis anak, dianggap semakin cerdas. Padahal, anak
pada dunia PAUD belum saatnya dikenalkan dengan duni akademis.
Bahkan, sesungguhnya dengan semakin akademisnya dilembaga
PAUD, bukan membuat anak semakin senang, melainkan hanya
menyenangkan orang tuanya.

4) Merancang Program PAUD di Masa Depan


a) PAUD Terdahulu
Pertumbuhan PAUD di Indonesia yang sangat pesat bukan
hanya pada jumlah secara kuantitas, tetapi juga perubahan yang
signifikan di berbagai segi. PAUD (Pra-Sekolah) sepuluh tahun yang
lalu sangat berbeda dengan PAUD sekarang, dan PAUD sepuluh
tahun yang akan datang akan sangat berbeda dengan PAUD
sekarang.
Mengenai konsep PAUD terdahulu, telah dijelaskan pada
bagian terdahulu, khususnya sejarah PAUD. Point ini menegaskan
bahwa pertumbuhan PAUD yang semakin pesat berimplikasi pada
perubahan disegala bidang. Hal ini dapat dimaklumi karena
perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai fakta, seperti tingkat
ekonomi keluarga, kemajuan sains, dan teknologi, peran orang tua

11
dilembaga PAUD, dan lain sebagainnya. Berbagai faktor ini secara
langsung berimplikasi pada perubahan PAUD dari waktu ke waktu.

b) Pertumbuhan PAUD Saat Ini


Jika diamati secara saksama, kondisi PAUD di Indonesia
saat ini setidaknya menunjukkan lima gejala baru.
Pertama, tumbuhnya kesadaran orang tua akan pentingnya
usia emas anak (Golden Ages) sehingga mereka berbondong-
bondong memasukkan anak mereka dilembaga PAUD. Kesadaran
ini didukung oleh politik kebijakan pendidikan yang memihak
pengembangan PAUD secara lebih besar, sehingga kesadaran
masyarakat dapat terakomodasi. Contoh, pada tahun 2012 dan 2013,
Kemendikbud mencanangkan tambahan lembaga PAUD sebesar
14.000 Unit. Hal ini menunjukkan bahwa politik kebijakan
pendidikan sangat mendukung kesadaran masyarakat akan
pentingnya pendidikan anak sejak dini.
Kedua, PAUD sekarang jauh lebih akademis dari pada
PAUD sepuluh tahun yang lalu. Bahkan, permainan tradisional yang
dulu masih dimainkan anak-anak dengan gembira, kini mulai
ditinggalkan.
Ketiga, PAUD sekarang lebih berorientasi pada
pengembangan sains anak dan matematika daripada humanitas atau
sosial anak. Hal ini ditandai oleh gencarnya PAUD untuk
mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung pada anak.
Keempat, semakin banyak lembaga PAUD yang
menyediakan layanan sehari penuh atau full days school.
Kelima, program PAUD sekarang jauh lebih menantang
mental dan pikiran anak daripada program sepuluh tahun yang lalu.
Bahkan, beberapa program PAUD memberi pekerjaan rumah (PR)
agar orang tuanya berpatisipatif mendidik anaknya. 5

5
Ratrin, Yohana, dkk. 2003. Prilaku Anak Usia Dini Kasus dan Pemecahannya. Yogyakarta: Kanisius.

12
c) Arah Baru PAUD Masa Depan
1. Akademis v.s Humanis Artinya, lembaga PAUD saat ini yang
akan datang mengalami kebingungan antara memenuhi kebutuhan
perkembangan anak secara sosial dengan memenuhi kebutuhan
akademis.
2. Semakin Inklusif, PAUD ke depan akan semakin inklusif, tetapi
secara instituional PAUD kurang dalam menyediakan fasilitas
edukasi bagi anak berkebutuhan khusus. Hal ini ditopang oleh UU
Pendidikan yang menyatakan bahwa PAUD tidak boleh menolak
anak berkebutuhan khusus. Artinya, penyamarataan masuk
dilembaga PAUD antara anak berkebutuhan khusus dengan yang
tidak menimbulkan kesenjangan didalam kelas, oleh karena itu
persamaan hak memasuki PAUD harus diimbangi dengan sikap yang
mendukung, termasuk sikap guru yang adil diantara mereka.
3. Beragamnya PAUD yang semakin akademis, Hal ini ditandai oleh
tuntutan masyarakat (Orang Tua) terrhadap lembaga-lembaga PAUD
agar anaknya memiliki kemampuan CaLisTung lebih awal. Hal ini
menimbulkan persoalan karena banyak penilitian menunjukkan
bahwa kemampuan membaca sejak dini, tidak berkaitan dengan
prestasi akademik anak pada jenjang selanjutnya.
4. Dukungan menyeluruh, Manifestasi pendekatan ini adalah
terbentuknya kerja sama antara lembaga PAUD dengan Organisasi
Profesional, seperti dokter anak, klinik perkembangan, ahli gizi,
psikolag anak, dan lain sebagainya.
5. Meningkatkan minat orang tua (Khususnya Orang Tua), Untuk
memasukan anak-anak mereka ke lembaga PAUD full days schooll
atau tempat pengasuhan anak sehari penuh mereka rela
mengeluarkan saku lebih dalam demi masa depan anak yang lebih
mencerdaskan.

13
2.3. Pentingnya Pendidikan PAUD
A. PAUD Sebagai Dunia Bermain
Menurut frobel bahwa bermaiin merupakan sarana untuk belajar.
Dalam dunia bermain perhatian anak terhadap pelajaran dapat lebih besar
oleh karena itu, pelajaran yan g diberikan lewat permainan akan lebih
menarik dan menyenangkan hati anak sehingga hasilnya akan lebih baik.
Sementara itu menurut J. Piaget mengartikan bermain sebagai
kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang demi kesenangan hal ini
berpengaruh besar anak menjadi terdorong da bersemangat untuk belajar.
Montessori mengartikan kegiatan bermain sebagai latihan jiwa dan
badan demi kehidupan anak dimasa depan.

B. Kesempatan bermain
Betapa besarnya manfaat bermain bagi pendidikan AUD. Oleh
karena itu, agar mereka tumbuh dan berkembang secara wajar, sesuai
dengan perkembangan umur dan kemampuan, mereka perlu diberi
kesempatan yang seluas-luasnya untuk bermain.
C. Pengembangan kemampuan dasar
Sambil bermain, anak-anak sekaligus juga belajar berbagi
kemampuan dasar yaitu, keterampilan motorik, berbahasa, daya pikir dan
bermasyarakat. Perkembangan kemampuan dasar setiap anak tidak sama
ada yang cepat dan ada yang lambat.

2.4. Problematika Prilaku anak usia dini


A. Memahami Bakat Anak
1) Ambisi orang tua
Tak dapat di pungkiri, kebanyakan orang tua merasa bangga
memperlihatkan prestasi yang di peroleh anaknya kepada orang- orang
di sekitarnya. Pajangan deretan piala di ruang tamu membuat prestise
dan harga diri sebagai seorang orang tua meningkat “aku berhasil
mendidik anak ku”. Begitu pikiran yang muncul dalam benak orang tua
setiap kali memamerkan keberhasilan anaknya. Akhirnya, berlomba-

14
lombalah orang tua seperti ini memaksa anaknya mendalaami satu
bidang tertentu, atau mengharuskan anak mengikuti berbagai kegiatan
yang hasilnya di anggap akan membanggakan orang tua. Sering kali
orang tua juga mendengar bahwa kursus tertentu dapat
mengembangkan potensi anak lebih maksimal, sehingga mereka
memaksa anak untuk ikut kursus tersebut. Mereka percaya bahwa
kegiatan tersebut akan sangat berguna untuk anak dikemudian hari
dalam menghadapi persaingan di zaman yang keras ini.
Di sisi lain, mereka lupa bahwa yang menjalankan itu semua
adalah anaknya, yang belum tentu ska, mampu, dan berminat dalam
kegiatan-kegiatan yang di piloh orang tua. Anak terlahir sebagai
manusia yang unuik dengan berbagai anugrah, sifat, dan bakat yang
berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Walaupun terlahir dari
orang tuanya, bukan berarti mereka mutlak adalah milik orang tua yang
bisa di bentuk sekehendak hati mereka. Orang tua perlu membantu
anak menjadi diri mereka yang seutuhnya, seperti yang anak inginkan,
bukan sesuai dengan keinginan orang tua. Sungguh pendapat yang
menyesatkan bila orang tua merasabahwa yang mereka lakukan adalah
yang terbaik untuk anak. Sementara anak tertatih-tatih mengikuti apa
yang sebenarnya merupakan ambisi orang tua.

2) kenali bakat anak


untuk mengenali bakat anak orang tua harus mencoba dengan
berbagai rangsangan yang benar-benar meyakinkan apa yang menjadi
bakat dan minat anaknya. Disamping itu kegiatan harus direncanakan
dengan rapi dan memperhatikan kondisi anak, kesepiannya secara lahir
maupun batin, pengamatan dan pengenalan orang tua terhadap anak
harus sesuai dengan yang anak sukai, misalnya apakah anak itu suka
menggambar, bermain musik, membaca, olahraga dan lain-lain.
Dalam kegiatan tersebut orag tua hanya perlu membantu
mengarahkan bakat kepada anaknya serta memberikan rangsagan
kepadanya untuk meningkatnya kemampuannya secara sehat dan tepat.

15
3) Beda antara bakat dan minat
Sebagai orang tua harus mengetahui bakat dan minat anak, bakat
tidak selalu identik disertai dengan minat. Bakat yang tidak disertai
minat, maupun minat yang tidak disertai bakat, akan menimbulkan gap
bila orang tua tidak cukup cermat dengan hal ini, akan berdampak
buruk pada anak, misalnya seorang anak berusia 6 tahun dia senang
mendengarkan musik dan bernyanyi setiap kali diajari lagu anak-anak
dia akan menyanyikannya berulang-ulang bahkan dia hapal beberapa
lagu sheila on seven atau westlife namun searanya false dan tida cukup
enak didengar karena orang tua melihat anaknya gemar bernyanyi
maka ia langsung dimasukkan kekursus olah vokal si anak justru
tertekan dengan les tersebut dampaknya dia menjadi minder dan malas.

4) Pahami keterbatasan anak


Karena sifat anak yang unik, maka antara satu anak dengan yang
lain akan selalu berbeda. Orang tua harus memahami kemampuan dan
minat pada anaknya tersebut. Pusat perhatian orang tua dalah pada
kapasitas diri si anak jangan paksa dan tuntut anak untuk samma
seperti sama dengan anak yang lain karena, tuntutan dari orang tua
memberi porsi terbesar terhadap setres anak. Anak yang dibiasakan
tampil apa adanya dan diterima sebagai apa adanya biasanya lebih
sehat sebagai pribadi.

5) Ciptakan suasana kreatif dan kondusif


Kegiatan yang dilakukan dalam suasana fun dan rekreatif akan
memicu perkembangan anak. Hindari tekanan atau paksaan maupun
suasana disiplin kaku pada anak. Les, latihan-latihan profesional,
sebaiknya dipilih yang dapat meningkatkan motivasi anak untuk
berkembang.

6) Selalu memberi dorongan

16
Dalam hal ini dorongan bukan bersifat tuntutan orang tua berperan
sebagai pasilitator dalam mewujudkan keinginan dan imijinasi anak
bukan sebagai penentu dan penilai. Rangsang anak untuk memiliki
motivasi tinggi dengan cara mengikut sertakan dalam lomba-lomba.
Mengikut sertakan anak dalam lomba adalah untuk mendorongnya
menjadi lebih maju bukan dengan target harus menang.

B. Melatih Anak Untuk Besyukur


1) Ajari anak secara bertahap
Manusia mempunyai kecenderungan untuk memperoleh
kenikmatan dan menghindari segala bentuk ketidaknyamanan begitu
pula dengan seorang anak, ia akan cenderung untuk berperilaku untuk
memenuhi kepuasan dirinya. Kepuasan diri bisa berupa kepuasan
biologis misalnya, mengonsumsi makanan yang enak atau kepuasan
emosional, misalnyya mendapatkan perhatian. Anak memang perlu
belajar memahami dan menyikapi hidup secara bertahap, tetapi orang
tua perlu mengikuti pola pikir dan perkembangan anak dalam
membantu proses belajarnya.

2) Simak perkembangan pola pikir anak


Sebagai orang tua perlu berusaha memahami anaknya, dirinya
sendiri, dan situasi yang ada. Ketika memasuki usia TK biasanya anak
sudah bisa diajak berhitung berapa harga sebuah benda dan diajak
untuk memahami bahwa orang tua bekerja untuk dapat memperoleh
barang tersebut. Diskusi tersebut sangat baik untuk dilakukan tetapi
perlu dicatat bahwa pembicaraan jangan sampai membebani anak
dalam hal ini, mengingat bahwa kemampuan anak dalam menangkap
dan menganalisis permasalahan masih belum matang.

3) Mengendalikan keinginan anak


Anak perlu dilatih menunda atau menahan suatu keinginan. Selain
itu, ia juga perlu dilatih untuk merawat dan menghargai barang yang

17
dia miliki. Mengajari anak menabung sebelum membeli barang yang
diinginkan merupakan salah satu cara yang bijaksana.

4) Harus konsisten
Dalam mengahadapi perilaku anak, orang tua harus selalu bersikap
optimis dan percaya diri bahwa ia mampu mengatasinya.bersikap tegas
ddan konsisten tidak harus dengan cara kaku atau keras.

5) Mendampingi anak menonton televisi


Anak berkembang dalam keluarga. Pandangan bahwa keluarga
merupan satu sistem dikemukakan oleh Urie Bronvendrenner dalam
konsep Ecological Model of human develovment. Keluarga adalah
lingkugan yang berperan sebagai pembentuk perkembangan anak,
meskipun anak juga berperan aktif dalam berinteraksi dalam
lingkungannya. Dalam hal ini orang tua harus mendampingi anak
terutama pada saat anak menonton televisi.

6) Gangguan belajar pada anak


Masalah kesulitan belajar muncul kepermukaan sejak masalah
learning disability yang bermula dari konsep “ anak yang mengalami
kerusakan otak” diajukan oleh Straus dan Werner (1942) dalam
perkembangannya, kesulitan belajar cenderung dilihat dari dua sudut.
Pertama pada ketidakmampuan anak didik dalam melakukan tugas
tertentu, kedua adanya kerusakan sistem syaraf sehingga menghambat
proses belajar.
Johnson dan Morasky dalam bukunya learning disabilities
mengemukakan karakteristik anak dengan kesulitan belajar sebagai
berikut:
a) Kegagalan yang berulang dalam prestasi belajar
b) Adanya kelemahan fisik yang mengganggu belajar anak untuk
melaksanakan tugas belajar dan berprestasi
c) Adanya hambatan dengan guru dan teman

18
d) Kecemasan dalam diri anak
e) Anak tidak memperoleh metode pengajaran yang sesuai dengan
kebutuhan sehingga ia cenderung bosan dan berulah di sekolah.
f) Macam-macam kesulitan belajar terdiri dari kesulitan membaca,
menulis, dan berhitung.

7) Perlukah anak TK ikut Les?


Salah satu problematika di PAUD adalah orang tua yang
berambisi untuk mengikutkan anaknya kedalam les dengan berbagai
macam bentuk sehingga waktu bermainnya berkurang dan anak
menjadi tertekan sehingga berdampak pada perkembangan dan
pertumbuhan anak.

8) Status sosial ekonomi dan fungsi keluarga


Para peneliti menempatkan kedudukan dalam keluarga seseorang
dalam rentan tersebut berdasarkan suatu indeks yang disebut status
sosial ekonomi atau sering disingkat dengan SES. Indeks tersebut
merupakan kombinasi dari tiga variabel yang saling berhubungan
dengan satu sama lain namun tidak saling tumpang tindih sepenuhnya.
Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:
a) Tingkat pendidikan
b) Kedudukan atau keterampilan (dalam pekerjaan)
c) Pendapatan

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaran
pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan
dan perkembangan fisik koordinasi motorik halus dan kasar, kecerdasan
(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual) sosio
emosional (sikap dan perilaku serta beragama), bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalaui anak
usia dini (http://id.wikipedia.urg/wiki/pendidikan.
Isu adalah suatu hal atau trending topic yang sedang di bicarakan saat ini
yang bersifat kekinian, atau sementara tetapi jika di respon dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan program PAUD di masa depan. Oleh
karena itu merespon isu-isu kritis di dalam PAUD menjadi hal yang sangat
penting. Jadi dapat di simpulkan bahwa isu PAUD kontemporer maksudnya
membahas tentang pendidikan anak usia dini yang sedang berkembang
sekarang.
Problematika adalah permasalan-permasalahan yang terdapat di lembaga
PAUD itu sendiri yang mengarah baik dalam hal positif maupun negatif, dan
pada dasarnya dngan adanya problematika ilmu tentang PAUD akan
berkembang.
isu yang menjadi fokus pembahasan adalah a) dikotomi PAUD dan TPQ,
b) guru-guru PAUD yang di isi oleh ibu-ibu pengangguran, c) kesenjangan
hak dan kewajiban guru PAUD, d) wacana wajib belajar 12 tahun yang di
mulai dari TK/RA dan, e) merancang program PAUD di masa depan. Oleh
karena itu merespon isu-isu kritis di dalam PAUD menjadi hal yang sangat
penting. Jadi dapat di simpulkan bahwa isu PAUD kontemporer maksudnya
membahas tentang pendidikan anak usia dini yang sedang berkembang
sekarang.

20
3.2 Saran
1. Diharapkan guru pendididkan AUD dapat memahami perkembangan anak
sesuai dengan kebutuhan peserta didik sehingga bisa menerapkan
pembelajaran yang sebenarnya sesuai dengan konsep dasar anak usia dini
untuk membantu perkembangan anak..
2. Diperlukan antusiasme guru dalam menangani sikap individu tentang isu-
isu dan problematika dalam PAUD kontemporer sehingga proses belajar
dapat berlangsung secara optimal.

21
DAFTAR PUSTAKA
Hadisubrata. 1988. Mengembangkan Kepribadian Anak Balita Pola Pendidikan
Untuk Meletakkan Dasar Kepribadian yang Baik. Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia
H, Berne, Patricia & M, Savary, Louis. 1988. Membangun Harga Diri Anak.
Yogyakarta: Kanisius.
Kartono, Kartini. 1985:Mengenal Dunia Kanak-Kanak. Jakarta: Cv Rajawali.
Lein Laura & O’Donnell. 1989.Anak: Bagaimana Mengasuh Anak dan Pengaruh
Anak Bagi Kehidupan Orangtuanya. Yogyakarta: Kansius.
Ratrin, Yohana, dkk. 2003. Prilaku Anak Usia Dini Kasus dan Pemecahannya.
Yogyakarta: Kanisius.
Sujiono, Yuliani Nurani 2014. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Jakarta: Permata Puri Media.
Suyadi & Ulfa, Maulidya. 2013. Konsep Dasar PAUD. PT. Remaja Rosda Karya:
Bandung.
Wenzler, Hildegard & Fischer, Maria. 1993. Proses Pengembangan Diri. Jakarta:
PT Grasindo

22

Anda mungkin juga menyukai