Disusun Oleh :
Sri Murtafikoh
Ratu Rifaati Hanifah
Prodi : PG PAUD
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan kenikmatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda kita
Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan ke
alam terang benderang yang penuh dengan kerahmatan.
Penyusun dengan penuh kesadaran diri bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, hal ini terjadi karena dengan
kemampuan dan kedangkalan ilmu yang kami miliki. Dalam kesempatan ini
penyusun mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan pihak yang turut
membantu terselesainya makalah ini. Dan kami mohon atas kritik dan sarannya
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Terima kasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang..............................................................................................1
B. Rumusan masalah........................................................................................1
C. Tujuan penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Aliran Navitisme ........................................................................................3
B. Aliran Esensialisme....................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dimanapun dan kapanpun menyelenggarakan usaha pendidikan.
Tidak hanya itu, manusia terutama para ahlinya juga memikirkan berbagai hal
yang menyangkut usaha pendidikan itu sehingga terungkaplah pemikiran-
pemikiran tentang factor-faktor yang mendasari perkembangan manusia
(individu) dalam kaitannya dengan usaha pendidikan serta dasar-dasar
penyelenggaraan pendidikan yang lebih praktis dan metodologis. Di Indonesia,
penyelenggaraan dan pemikiran tentang pola pendidikan tertentu telah
dilaksanakan sejak sebelum kemerdekaan, karenanya banyak teori yang
dikemukakan para pemikir yang bermuara pada munculnya berbagai aliran
pendidikan. Adapun Aliran-aliran pendidikan itu terdiri dari aliran Konvensional
dan Aliran baru yang kini sedang berkembang.
Di Indonesia, penyelenggaraan dan pemikiran tentang pola pendidikan
tertentu telah dilaksanakan sejak sebelum kemerdekaan. Penyelenggaraan dan
pemikiran tentang pendidikan ini banyak yang secara langsung menerima
pengaruh dari pemikiran-pemikiran tersebut diatas, khususnya pemikiran yang
“baru: dan “maju” dari luar negeri. Setelah kemerdekaan, bangsa Indonesia terus
menerus mengusahakan sistem pendidikan atas dasar Pancasila.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah manusia dan keindahan adalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian aliran Navitisme ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan manusia dalam
teori Navitisme ?
3. Apa Tujuan teori navitisme dalam pendidikan ?
4. Apa latar belakang munculnya aliran filsafat essensialisme?
5. Bagaimana peranan aliran filsafat essensialisme dalam pendidikan?
6. Apa fungsi aliran filsafat essensialisme dalam pendidikan?
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian aliran Navitisme
2. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
manusia dalam teori Navitisme
3. Untuk mengetahui ujuan teori navitisme dalam pendidikan
4. Untuk mengetahui latar belakang munculnya aliran filsafat esensialisme.
5. Untuk mengetahui peranan aliran filsafat esensialisme.
6. Untuk mengetahui fungsi aliran filsafat essensialisme terhadap pendidikan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
perkembangan anak, tetapi masih ada faktor lain yang mempengaruhi
perkembangan dan pembentukan anak menuju kedewasaan, mengetahui
kompetensi dalam diri dan identitas diri sendiri (jatidiri).
Adapun aliran Nativisme, secara umum sangat dipengaruhi oleh
pandangan-pandangan dari aliran Idealisme, terlihat dari konsepsi dasarnya
tentang hakikat manusia itu sendiri. Menurut aliran Nativisme ini, manusia
mempunyai potensi yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan dalam
proses penerimaan pengetahuan. Potensi tersebut merupakan "gabungan" dari
hereditas orang tuanya maupun "bakat/pembawaan" yang berasal dari dirinya
sendiri. Kontribusi lingkungan baginya tidaklah membawa konsekuensi apa-apa
terhadap pengetahuan manusia.
Bahkan Schopenhaur (1778-1860) tokoh Nativisme mengatakan bahwa
potensi/bakat manusia merupakan nasib malang manusia karena posisinya yang
vital dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan manusia.
Potensi manusia yang terwujud dalam bakat/pembawaan itulah yang merupakan
hakikat dari manusia dan ia tidaklah dapat dirubah oleh pengaruh lingkungan.
Dengan potensi ini, faktor lingkungan tidaklah berpengaruh pada proses
penerimaan pengetahuan dan pendidikan manusia. Schopenhour
mengkristalisasikan gagasannya dari konsep umum, bahwa alam semesta
termasuk manusia, berjalan dan ditentukan oleh faktor "kemauan" yang ia anggap
sebagai hakikat sesuatu.
4
yang kita jumpai seperti orang tunya seorang artis dan anaknya juga memiliki
bakat seperti orang tuanya sebagai artis.
b) Faktor Kemampuan Anak
Dalam faktor tersebut anak dituntut untuk menemukan bakat yang
dimilikinya, dengan menemukannya itu anak dapat mengembangkan bakatnya
tersebut serta lebih menggali kemampuannya. Jika anak tidak dituntut untuk
menemukannya bakatnya, maka anak tersebut akan sulit untuk
mengembangkan bakatnya dan bahkan sulit untuk mengetahui apa sebenarnya
bakat yang dimilikinya.
c) Faktor Pertumbuhan Anak
Faktor tersebut tidak jauh berbeda dengan faktor kemampuan anak,
bedanya yaitu disetiap pertumbuhan dan perkembangannya anak selalu
didorong untuk mengetahui bakat dan minatnya. Dengan begitu anak akan
bersikap responsiv atau bersikap positif terhadap kemampuannya.
Dari ketiga faktor tersebut berpengaruh dalam perkembangan serta
kematangan pendidikan anak. Dengan faktor ini juga akan menimbulkan suatu
pendapat bahwa dapat mencipatakan masyarakat yang baik.
Dengan ketiga faktor tersebut, memunculkan beberapa tujuan dalam
teori nativisme, dimana dengan faktor-faktor yang telah disampaikan dapat
menjadikan seseorang yang mantap dan mempunyai kematangan yang bagus.
5
2) Menjadikan diri yang berkompetensi.
Hal ini berkaitan dengan faktor ketiga, dengan begitu dapat lebih kreatif
dan inovatif dalam mengembangkan bakatnya sehingga mempunyai potensi
dan bisa berkompetensi dengan orang lain.
3) Mendorong manusia dalam menetukan pilihan.
Berkaitan dengan faktor ketiga juga, diharpkan manusia bersikap
bijaksana terhadap apa yang akan dipilih serta mempunyai suatu komitmen dan
bertanggung jawab terhadap apa yang telah dipilihnya.
4) Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang.
Artinya dalam mengembangkan bakat atau potensi yang dimiliki,
diharapkan terus selalu dikembangkan dengan istilah lain terus berperan aktif
dalam mengembangkannya, jangan sampai potensi yang dimiliki tidak
dikembangkan secara aktif.
5) Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
Dengan adanya teori ini, maka manusia akan mudah mengenali bakat
yang dimiliki, denga artian semakin dini manusia mengenali bakat yang
dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan baakatnya
sehingga bisa lebih optimal.
6
bersumber dari filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan yang diberikan
keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu sebagai
pendukung Essensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan
nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan.
Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai
yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-
nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Artinya, nilai-nilai itu menjadi
sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari
kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu zaman
Renaissance. Menurut essensialisme pendidikan harus bertumpu pada nilai-nilai
yang telah teruji ketangguhannya, dan kekuatannya sepanjang masa sehingga
nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya atau sosial adalah nilai-nilai
kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur melalui kerja keras dan
susah payah selama beratus tahun.
2. Sejarah Munculnya Aliran Essensialisme
Gerakan ini muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang
pelopornya, seperti William C. Bagley, Thomas Brigger, Frederick Breed, dan
Isac L Kandel. Pada tahun 1983 mereka membentuk suatu lembaga yang di sebut
"The esensialist commite for the advanced of American Education" Bagley
sebagai pelopor esensialisme adalah seorang guru besar pada "teacher college"
Columbia University, ia yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan
warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda. Kesalahan dari kebudayaan
sekarang menurut essensialisme yaitu terletak pada kecenderungan bahkan gejala-
gejala penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan
warisan itu. Fenomena-fenomena sosial-kultural yang tidak diingini kita sekarang,
hanya dapat di atasi dengan kembali secara sadar melalui pendidikan, yaitu
kembali ke jalan yang telah ditetapkan itu, dengan demikian kita boleh optimis
terhadap masa depan kita dan masa depan kebudayaan umat manusia.
Esensialisme didukung oleh idelisme modern yang mempunyai pandangan yang
sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada, dan juga didukung oleh
7
Realisme yang berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung ada apa dan
bagaimana keadaannya apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya
tergantung pola pada subjek tersebut.
8
2. George Santayana
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme
dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat
ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan
pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun
idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap
mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu
atas dirinya sendiri (memilih, melaksanakan).
3. Johan Frieddrich Herbart (1776-1841)
Johan Frieddrich Herbart mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah
menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebijaksanaan Tuhan artinya adanya
penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan
pendidikan itu oleh Herbart disebut pengajaran.
4. William T. Harris (1835-1909)
Menurut William tugas pendidikan adalah menjadikan terbukanya realitas
berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan ke kesatuan
spiritual sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang turun
temurun dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat.
9
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dengan demikian, menurut aliran Nativisme, keberhasilan belajar
ditentukan oleh individu itu sendiri. nativisme berpendapat, jika anak memiliki
bakat jahat dari lahir ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki
bakat baik, maka ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan
bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Tetapi, teori ini juga tidak bisa dipungkiri dari kenyataan bahwa hasil
perkembangan anak ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetic dari
kedua orangtuanya.
Walaupun dalam kenyataan sehari – hari sering ditemukan secara fisik
anak mirip orang tuanya, secara bakat mewarisi bakat kedua orang tuanya, tetapi
bakat pembawaan genetika itu bukan satu – satunya factor yang menentukan
perkembangan anak, tetapi masih ada factor lain yang mempengaruhi
perkembangan dan pembentukan anak menuju kedewasaan, mengetahui
kompetensi dalam diri dan identitas diri sendiri ( jati diri ).
Aliran filsafat Essensialisme adalah suatu aliran filsafat yang
menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama. Aliran
Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar
pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya
pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah, kurang terarah, tidak menentu dan
kurang stabil. Dasar dari aliran ini adalah pandangan humanisme yang merupakan
reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, selain itu juga diwarnai
oleh pandangan konsep-konsep idealisme dan realisme.
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di
dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan
segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah
bagi esensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan ukuran
10
kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Pandangan esensialisme dalam pendidikan
meliputi, pandangan esensialisme mengenai belajar, kurikulum, peranan sekolah,
penilaian kebudayaan, teori pendidikan dan prinsip sekolah esensialisme yang
semuanya saling berkaitan.
B. Saran
Kita sebagai generasi seharusnya lebih mengembangkan lagi
perkembangan dalam diri kita, tidak hanya mengandalakaan pembentukan dari
sejak lahir saja.
Demikianlah makalah kami. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kami sadar makalah kami jauh dari kata sempurna. Oleh karenanya kritik dan
saran dari pembaca kami tunngu demi penyempurnaan makalah berikutnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001.
Burhanuddin, Salam. (1988). Pengantar Filsafat. Jakarta: Yayasan Kanisius
http://rimmu.wordpress.com/2010/02/08/Aliran Aliran pendidikan
M, Y, Q. 25 Januri 2009, Aliran – Aliran Klasik Dalam Pendidikan (Online) Alamat:
(www.aliran-aliran-dalam-pendidikan) diakses 12 Maret 2016.
Nata, Abuddin, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2012.
Suwarno, Wiji, Dasar–dasar Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2006.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010.
12