Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENILAIAN PEMBELAJARAN IPS DI MI/SD

Dosen Pengampu : Desyi Rosita, S.Pd., M.Pd

DISUSUN OLEH

Kelompok 12

Rohmat Sauri

Abdul Aziz

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDA’IYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

SYEKH MANGSUR PANDEGLANG

(2022)

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya, yang telah memberikan kami kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Makalah ini berjudul tentang penilaian pembelajaran IPS di MI/SD. Tugas ini dibuat
untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah pembelajaran IPS di MI/SD yang
di ampuh oleh IbuDesyi Rosita, S.Pd., M.Pd

Kami juga berterimakasih kepada pihak yang telah bersedia membantu kami untuk
menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Kami mengucapkan terimakasih kepada referensi-
referensi yang telah membantu kami, begitu juga dengan rekan-rekan atas kerjasamanya dalam
penyelesaian makalah ini, sehingga dikumpul tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Kami sebagai pemakalah berharap isi makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Dan kami ingin para pembaca dapat memberikan kritik dan saran, karena penulisan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Dengan arti lain kritik tersebut adalah kritik yang dapat
membangun supaya penulisan makalah ini kedepannya lebih baik lagi. Kami mengucapkan
terimakasih.

Pandeglang, 11 Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian penilaian pembelajaran......................................................................... 2
B. Instrumen Penilaian................................................................................................ 3
C. Penilaian kognitif efektif dan psikomotor............................................................ 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................ 15
B. Saran…………………………………………………………………………….. 16

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses pembelajaran merupakan upaya untuk mencapai kompetensi dasar (KD) yang
dirumuskan dalam kurikulum. Sementara itu, kegiatan penilaian dilakukan untuk
mengukur dan menilai tingkat pencapaian KD. Penilaian juga digunakan untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran sehingga dapat
dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan dan perbaikan proses pembelajaran yang
telah dilakukan. Oleh sebab itu, kurikulum yang baik dan proses pembelajaran yang
benar perlu didukung oleh sistem penilaian yang baik, terencana, dan berkesinambungan.
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh data dan informasi
tentang proses dan hasil belajar peserta didik. Penilaian dilakukan dengan cara
menganalisis dan menafsirkan data tentang kegiatan yang dilakukan peserta didik secara
sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi
yang menekankan pembelajaran berbasis aktivitas. Hal ini berimplikasi pada pelaksanaan
penilaian yang meliputi kompetensi sikap, pengetahuan, maupun keterampilan baik
proses maupun hasil khususnya pada pembelajaran IPS.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penilaian pembelajaran IPS
2. Apa fungsi penilaian pembelajaran IPS
3. Implikasi penilaian terhadap pembelajaran IPS
C. Tujuan Penulisan
1. Agar mengetahui pengertian penilaian pembelajaran IPS
2. Agar mengetahui fungsi penilaian pembelajaran IPS
3. Agar mengetahui implikasi penilaian terhadap pembelajaran IPS

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penilaian Pembelajaran IPS


Menurut Sardiyo dalam Farah penilaian adalah suatu proses sistematik untuk
mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi suatu program. Penilaian merupakan suatu
proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa
yang diperoleh melalui pengukuran untuk menganalisis atau menjelaskan unjuk kerja
atau prestasi siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang terkait. Menurut Oktaviandi
dalam Farah penilaian atau assessment adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan
beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar
peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar
seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif
dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka)1. Penilaiaan pembelajaran IPS
adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan
suatu kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk
interprestasi yang diakhiri dengan judgement. Interprestasi dan judgemen merupakan
tema penilaian pembelajaran IPS yang mengimplikasikan adanya suatu perbandingan
antara kriteria dan kenyataan dalam konteks situasi tertentu.
Penilaian pembelajaran merupakan proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian dilakukan
secara holistik meliputi kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan, baik selama
pembelajaran berlangsung (penilaian proses) maupun setelah pembelajaran berakhir
(penilaian hasil belajar). Penilaian hasil belajar pada dasarnya berfokus pada bagaimana
guru dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Guru harus mengetahui
sejauh mana siswa telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana
tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. 2

1
Supriatna Nana, Srie Mulyani, Ade Rokhayati. Pendidikan IPS SD. Bandung: UPI press. 2009. Hal. 77
2
Tati Fauziah. Pembelajaran IPS SD/M. Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dan Universitas
Muhammadiya Banda Aceh. 2007. Hal. 108

2
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penilaian pembelajaran IPS adalah proses
memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria
tertentu. Penilaian ini berguna untuk melihat ketercapaian siswa dalam memperoleh ilmu
baik dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dalam proses pembelajaran.

B. Pengertian Instrumen Penilaian dalam Pendidikan

Instrumen adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur dalam rangka pengumpulan data.
Misalnya timbangan adalah instrumen alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data berat
dengan cara melakukan penimbangan Dalam pendidikan Instrumen alat ukur yang digunakan
untuk Mengumpulkan data dapat berupa tes atau nontes. Tes atau penilaian Merupakan alat ukur
pengumpulan data yang mendorong peserta memberikan penampilan maksimal sedangkan
Instruman nonotes merupakan alat ukur yang mendorong peserta untuk memberikan penampilan
tipikal yaitu melaporkan keadaan dirinya dengan memberikan respons secara jujur sesuai dengan
pikiran dan perasaannya.

THB mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang di ajarakan oleh guru dan di pelajari
oleh siswa. Penguasaan hasil belajar mencerminkan perubahan perilaku yang di capai siswa
setelah mengikuti proses belajar mengajar. Mengajar adalah usaha siswa yang menimbulkan
aktivitas belajar siswa sedangkan Belajar adalah usaha siswa yang menimbulkan perubahan
perilaku dalam dirinya.

Pengukuran dalam Pendidikan melibatkan objek-objek yang terdapat dalam proses pendidikan.
Objek-objek dalam pengukuran pendidikan secara teknis dikenal sebagai responden. Data
dikumpulkan dalam keadaan tertentu yang di kenal sebagai variabel. Responden dalam
pengukuran pendidikan dapat berapa manusia pelaku pendidikan atau hasil karya manusia pelaku
pendidikan. Manusia pelaku pendidikan dapat

brupa siswa, guru. kepala sekolah, karyawan, pengurus karyawan, pengawas, komite sekolah,
pengguna lulusan dan sebagainya. Dari siswa misalnya dapat diukur dalam variabel: usia, jenis
kelamin, jumlah saudara, minat belajar, prestasi belajar, kecerdasan, kreativitas, konsep diri, dan
sebagainya. Hasil karya manusia pelaku pendidikan dapat berupa kurikulum, buku tes, sistem
evaluasi, buku harian, laporan administrasi, persiapan pengajaran, anggaran pendapatan belanja

3
sekolah, laporan kerja kepala sekolah, laporan keuangan, tugas ngarang, media pembelajaran,
metode mengajar dan sebagainya Misalnya dari objek

pembelajaran, metode mengajar dan sebagainya. Misalnya dari objek berupa buku tes dapat di
ukur variabel: jumlah lembar, penampilan. Kualitas bahan, penataan, kesesuaian dengan
kurikulum, kesesuaian dengan kebudayaan siswa, kejelasan pembahasan dan sebagainya.

C. Penilaian kognitif efektif dan psikomotor

a. Pengertian Penilaian Kognitif

Istilah "Cognitive" berasal dari kata cognition yang artinya pengertian, mengerti. Kognitif adalah
proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang
berpikir (Gagne dalam Jamaris, 2006). Pengertian yang luasnya dari cognition (kognisi) adalah
perolehan. penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976).

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala
upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif Ranah kognitif
berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal,
memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi Dalam
ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir. mulai dari jenjang terendah
sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang tersebut yaitu pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis
(synthesis), dan penilaian (evaluation) (Nurbudiyani, 2013).

Adapun pengertian lain nya ialah:

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom,
segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.
Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya
kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan
kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang
proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi.
Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:

4
a. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)

Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali
tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk
menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling
rendah.

Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal surat
al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu materi
pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.

b. Pemahaman (comprehension)

Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat
melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia
dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang
setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.

Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta
didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna
kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.

c. Penerapan (application)

Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara
ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi
yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi
ketimbang pemahaman.

Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu
memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan
sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

d. Analisis (analysis)

5
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan
menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-
bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah
setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.

Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari
kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-
tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.

e. Sintesis (syntesis)

Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis
merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga
menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis
kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif
dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya
kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.

f. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)

Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom.
Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan
terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan
maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau
kriteria yang ada.

Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu
menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin
dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang
bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian,
bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.

Keenam jenjang berpikir ranah kognitif bersifat kontinum dan overlap (tumpang tindih),
dimana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada dibawahnya.

6
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan
intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan
masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide,
gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan
demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental
yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu
evaluasi.

1. Ciri-ciri Ranah Penilaian Kognitif

Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya


kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan
kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif
adalah kemampuan berfikir secara hirarki yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja.
Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan masalah dengan kata-katanya
sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut
untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta
didik diminta untuk untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan
asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat. Pada
tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau
teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik
mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya
judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.

Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan
intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan
masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide,
gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.

7
Dengan demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan
mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu
evaluasi. Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda.
Keenam tingkat tersebut yaitu:

1) Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu
mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta,
rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.
2) Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman
dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan

Pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta
didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-
kata sendiri.

3) Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk


menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi yang
baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbuldalam kehidupan sehari-hari.
4) Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan

Mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta,


konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut
untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan
menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan
tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.

5) Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam


mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga
terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
6) Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan
peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan,
metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.

8
b. Pengertian Afektif

Istilah afektif dipergunakan untuk mengidentifikasi dimensi perasaan dan kesadaran siswa (the
feeling dimension of consciousness) – emosi di dalam, perilaku, atau keinginan yang
mempengaruhi pemikiran dan tindakan kita. Seperti pencapaian/prestasi (achievement). Affektif
merupakan suatu karakteristik manusia yang multidimensional, termasuk perilaku (attitude),
nilai, dan minat. Afektif atau sikap merupakan suatu kecendrungan tingkah laku untuk berbuat
sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Afektif adalah berkenaan dengan rasa takut atau cinta,
mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, serta mempunyai gaya atau makna yang
menunjukkan perasaan. Muhajir (1992) menjelaskan bahwa sikap merupakan kecendrungan
afeksi, suka atau tidak suka pada suatu objek social. Harvey dan Smith (1991) berpendapat
bahwa sikap adalah kesiapan merespons secara konsisten dalam bentuk positif

1.      Pengertian Ranah Penilaian Afektif

      Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah
memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak
pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata
pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran
agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran
agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru
pendidikan agama Islam dan sebagainya.

      Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
(1)  receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue
or calue complex

      Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan


seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya
dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya
adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi
gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering
di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu

9
objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau
nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam
nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif
jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas
dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.

        Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi


kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh
hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk
mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang
kedisiplinan.

        Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai


atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila
kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan.
Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan
responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya
mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai
konsep atau fenomena,  yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu
mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa
peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized)
dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh
hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri
peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah
kehidupan masyarakat.

        Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan


perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada
perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai
kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai 
lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang
organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah
dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari kemerdekaan nasional
tahun 1995.

10
        Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan  suatu nilai atau
komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang,
yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi
nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam
secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah
merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar
bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini
peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk
suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya
menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini
adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah
Allah SWT yang tertera di Al-Quran menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah,
dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.

      Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah
afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, 
Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.

      Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif  seseorang terhadap kegiatan
suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung
(positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan
berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan
konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang
dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut,
sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut.
Oleh sebab itu, sikap   selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.

      Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden,
apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh
sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan
positif dan pernyataan negatif.

      Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert,
pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai
oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak
setuju.

2.      Ciri-ciri Ranah Penilaian Afektif

11
      Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai
ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi
seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk
ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau
kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih
kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih
kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif
dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk.

      Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai


negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik
afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas,
atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang
ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap
sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan
target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-
kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di
kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.

      Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap,
minat, konsep diri, nilai, dan moral.

1)      Sikap

Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka
terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan
sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal.
Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai,
keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang
dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi
pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari
untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau
orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap
mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah

12
peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti
pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana
pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta
didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.

2)      Minat

Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas,
pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan
menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah
intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas
tinggi.

Penilaian minat dapat digunakan untuk:

·         mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam


pembelajaran,

·         mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,

·         pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,

·         menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas.

3)      Konsep Diri

Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada
dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa
juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya
bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.

Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat
bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk
memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.

13
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri
adalah sebagai berikut:

·         Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.

·         Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.

·         Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.

·         Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.

·         Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

4)      Nilai

Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan,
atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan
bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik
atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.

Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap
dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat
dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.

Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu
objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap,
dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek,
aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan
kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan
dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk
memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.

5)      Moral

Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral anak. Namun
Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral.
Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap
dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang
bertindak.

Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau
perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain,
membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga

14
sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan
yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan
seseorang.

Ranah afektif lain yang penting adalah:

·         Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan
orang lain.

·         Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan
artistik.

·         Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang
sama dalam memperoleh pendidikan.

·         Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi
kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.

c. Pengertian Ranah Penilaian Psikomotor

Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat,
melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh
Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk
keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya
merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar
afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi
belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta
didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung
dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi kedisiplinan menurut agama Islam
sebagaimana telah dikemukakan pada pembiraan terdahulu, maka wujud nyata dari hasil
psikomotor yang merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif afektif itu adalah;

15
1)      peserta didik bertanya kepada guru pendidikan agama Islam tentang contoh-contoh
kedisiplinan yang telah ditunjukkan oleh Rosulullah SAW, para sahabat, para ulama dan lain-
lain;

2)      peseta didik mencari dan membaca buku-buku, majalah-majalah atau brosur-brosur, surat
kabar dan lain-lain yang membahas tentang kedisiplinan

3)      peserta didik dapat memberikan penejelasan kepada teman-teman sekelasnya di sekolah, atau
kepada adik-adiknya di rumah atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang kedisiplinan
diterapkan, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat;

4)      peserta didik menganjurkan kepada teman-teman sekolah atau adik-adiknya, agar berlaku
disiplin baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat

5)       peserta didik dapat memberikan contoh-contoh kedisiplinan di sekolah, seperti datang ke


sekolah sebelum pelajaran di mulai, tertib dalam mengenakan seragam sekolah, tertib dan tenag
dalam mengikuti pelajaran, di siplin dalam mengikuti tata tertib yang telah ditentukan oleh
sekolah, dan lain-lain

6)      peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di rumah, seperti disiplin dalam belajar,
disiplin dalam mennjalannkan ibadah shalat, ibadah puasa, di siplin dalam menjaga kebersihan
rumah, pekarangan, saluran air, dan lain-lain

7)      peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di tengah-tengah kehidupan masyarakat,


seperti menaati rambu-rambu lalu lintas, tidak kebut-kebutan, dengan suka rela mau antri waktu
membeli karcis, dan lain-lain.

8)       peserta didik mengamalkan dengan konsekuen kedisiplinan dalam belajar, kedisiplinan dalam
beribadah, kedisiplinan dalam menaati peraturan lalu lintas, dan sebagainya.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penilaian pembelajaran merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian dilakukan melalui
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan, baik selama pembelajaran berlangsung
(penilaian proses) maupun setelah pembelajaran berakhir (penilaian hasil belajar).
Penilaian hasil belajar pada dasarnya berfokus pada bagaimana guru dapat mengetahui
hasil pembelajaran yang telah dilakukan.
Penilaian ini dilakukan supaya guru tahu sampai batas mana kemampuan siswa dalam
memahami atau mengikuti pembelajaran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penilaian
pembelajaran IPS adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu
berdasarkan suatu kriteria tertentu. Fungsi adanya penilaian ini adalah guru bias melihat
batas keberhasilan siswa untuk mencapai suatu tujuan dari pembelajaran.
Fungsi penilaian pembelajaran IPS yaitu pembelajaran harus mengacu kepada
rumusan-rumusan tujuan instruksional, lalu perbaikan mungkin dilakukan dalam hal
tujuan intstruksional, kegiatan belajar mahasiswa, strategi mengajar dosen, dll.
pelaksanaan pembelajaran IPS dalam pembahasan ini ialah cara yang digunakan dalam
menentukan drajat keberhasilan hasil dalam pembelajaran sehingga kedudukan siswa-

17
siswi dapat diketahui, apakah telah menguasai tujuan instruksional apakah belum. Dan
dasar dalam menyusun laporan kemajuan hasil belajar mahasiswa kepada orang tuanya.
pentingnya penilaian dalam penyelenggaraan sebuah pendidikan sangat diperlukan
karena dapat menjadi alat bantu bagi pendidik untuk meningkatkan mutu pendidikan di
dalam kelas. namun seringkali pelaksanaan penilaian dalam sebuah program pendidikan
hanya dijadikan formalitas, sekedar memenuhi aturan administrasi lembaga atau
menjawab keingintahuan orangtua akan perkembangan anaknya. Oleh karena itu sangat
penting bagi guru untuk berusaha memahami seluk beluk penilaian demi tercapainya
tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Karena penilaian yang baik akan berdampak baik
juga pada proses pembelajaran yang selanjutnya.

B. Saran
........................................................... Demikian makalah yang dapat pemakalah sajikan, apabila dalam
ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Pemakalah mohon kritik dan saran yang
mendukung demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pemakalah khususnya dan pembaca pada umumnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dantes, Nyoman. 2008. Hakikat Asesment Otentik sebagai Penilaian Proses dan Produk
Dalam Pembelajaran. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Djali & Muldjono. 2007. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. PT. Bumi Aksara.Jakarta
Anonim. 2009, Ranah Penilaian Kognitif, Afektif, Dan Psikomotorik.
https://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan psikomotorik/
Diakses 14 oktober 2017
Sudrajat. A. 2008. Penilaian Afektf.
https://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-afektif.pdf.
Diakses 14 oktober 2017

19

Anda mungkin juga menyukai