Anda di halaman 1dari 22

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

(COOPERATIVE LEARNING)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas UAS pada mata kuliah
Pengembangan Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Dosen Pembimbing

Dr. Fitri Oviyanti, M.Ag

DISUSUN OLEH:
TONI SETIAWAN
NIM : 1802022044

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG 2019
1
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
C. Tujuan Pembahasan .................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Cooperative Learning............................................................. 4


B. Unsur-unsur Pembelajaran Cooperative................................................... 5
C. Tujuan Cooperative Learning .................................................................. 7
D. Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative Learning.......................... 7
E. Model-model Cooperative learning ......................................................... 8
1) Jigsaw ................................................................................................. 9
2) Group Investigation ............................................................................ 9
3) TGT (Team Games Tournament)........................................................ 10
4) Role Playing ....................................................................................... 10
5) Student Teams Achievement Division (STAD) ................................... 11
6) Model Make A Match ......................................................................... 11
F. Peran Guru dalam Cooperative Learning................................................. 12
G. Keunggulan Dan Kelemahan Pembelajaran Cooperative Learning......... 13
H. Penerapan Model Pembelajaran kooperatif pada Mata Pelajaran PAI ..... 17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 20
B. Saran ......................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 22

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebgai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial.
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan,
termasuk di dalamnya tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,
lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.1
Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para guru dalam
melaksanakan pembelajaran. Untuk pemilihan model ini sangat dipengaruhi dari sifat dan
materi yang akan diajarakan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam
pengajaran tersebut serta tingkat kemampuan peseta didik. Di samping itu pula, setiap
model pembelajaran selalu mempunyai tahapan-tahapan (sintaks) oleh peserta didik dengan
bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai
perbedaan. Perbedaan-perbedaan ini berlangsung di antara pembukaan dan penutup yang
harus dipahami oleh guru supaya model-model pembelajaran dapat dilaksanakan dengan
berhasil.2
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi,
metode atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki
oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri tersebut antara lain: 1) rasional teoretik logis yang
disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; 2) landasan pemikiran tentang apa dan
bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); 3) tingkah laku
mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; 4)
lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.3
Dalam penelitian ini, model pembelajaran yang digunakan adalah kelompok model
pembelajaran interaksi sosial yang menekankan pada hubungan personal dan sosial anatar
manusia. Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori psikologi sosial yang
membahas tentang pola interaksi manusia. Kegiatan belajar ditekankan pada upaya
mengembangkan kemampuan peserta didik agar memiliki kecakapan untuk berhubungan
dengan orang lain. Fokus model pembelajaran interaksi sosial ditekankan pada peningkatan

1
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu; Konsep, Strtegi dan Implementasinya dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2014), hlm. 51
2
Ibid... hlm.54
3
Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013, (Yogyakarta:Ar Ruzz
Media,2014), hlm. 24
3
hubungan antar peserta didik, bersikap demokratis dan bekerja secara produktif dalam
masyarakat. Hal ini dilakukan untuk membangun sikap peserta didik yang demokratis
dengan menghargai setiap perbedaan dan realitas sosial. Interaksi antara guru dengan
peserta didik dan interaksi antar peserta didik sangat diperhatikan dalam model
pembelajaran ini yaitu dalam model pembelajaran kooperatif.4
Dalam dunia pendidikan pembelajaran cooperative telah memiliki sejarah yang panjang
sejak zaman dahulu kala, para guru telah mendorong siswa-siswa mereka untuk bekerja
sama dalam tugas-tugas kelompok tertentu dalam diskusi, debat, atau pelajaran tambahan.
Menurut beberapa ahli bahwa cooperative learning tidak hanya unggul dalam membantu
siswa memahami konsep yang sulit, akan tetapi sangat berguna untuk menumbuhkan
berfikir kritis.
Model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning adalah suatu model
pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar
yang berpusat pada peserta didik (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan
yang ditemukan guru dalam mengaktifkan peserta didik, yang tidak dapat bekerja sama
dengan orang lain peserta didik yang agresif dan tidak peduli pada yang lain.5 Kooperatif
mengutamakan pembelajaran yang dilakukan peserta didik secara kelompok. Melalui model
pembelajaran kooperatif dapat memotivasi peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan,
mengeksplorasi pengetahuan, dan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh setiap
individu. Dengan belajar secara berkelompok pula peserta didik juga dapat memecahkan
masalah secara bersama-sama.
Jadi, cooperative learning adalah konsep yang lebih luas yang meliputi semua jenis
kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh
guru. Dalam hal ini, guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar
dimana siswa dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan
pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada
lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Keberhasilan
dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan diri siswa, diantaranya adalah
kemampuan, minat, motivasi, keaktifan belajar dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal
adalah faktor dari luar diri siswa, diantaranya adalah model pembelajaran.

4
Aris Shoimin, Ibid., hlm. 99
5
Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, (Bandung,
Alfabera, 2011), hlm. 16
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari model pembelajaran Cooperative Learning?
2. Apa saja unsur-unsur model pembelajaran Cooperative Learning?
3. Apa karakteristik dari model pembelajaran Cooperative Learning?
4. Apa tujuan dari model pembelajaran Cooperative Learning?
5. Apa saja model-model dari model pembelajaran Cooperative Learning?
6. Apa peran guru dalam model pembelajaran Cooperative Learning?
7. Apa saja keunggulan dan kelemahan pembelajaran Cooperative Learning?

C. Tujuan
1. Menganalisis pengertian dari pembelajaran Cooperative Learning.
2. Menganalisis apa saja unsur-unsur model pembelajaran Cooperative Learning.
3. Menganalisis tujuan model pembelajaran Cooperative Learning.
4. Menganalisis langkah-langkah pembelajaran Cooperative Learning.
5. Menganalisis model-model Cooperative Learning.
6. Menganalisis peran guru dalam pembelajaran Cooperative Learning.
7. Menganalisis keunggulan dan kelemahan pembelajaran Cooperative Learning.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Cooperative Learning


Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu
secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok
atau satu tim.6
Pembelajaran cooperative adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja
sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran cooperative merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif, yang anggotanya terdiri dari 4 sampai dengan 6 orang, dengan struktur
kelompok yang bersifat heterogen.
Pada hakikatnya, pembelajaran cooperative sama dengan kerja kelompok. Oleh
karena itu, banyak guru yang menyatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam coopertive
learning, karena mereka telah biasa melakukan pembelajaran cooperative learning dalam
bentuk belajar kelompok, walaupun tidak semua belajar kelompok disebut
sebagai cooperative learning. seperti dijelaskan oleh Abdulhaq (2001:19-20) “Pembelajaran
cooperative dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta didik, sehingga dapat
mewujudkan pemahaman bersama antara peserta didik itu sendiri.7
Model pembelajaran Cooperative dikembangkan berdasarkan teori belajar
Cooperative Kontruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu Teori Vigotsky yaitu penekanan
pada hakikat Sosio Kultural dari pembelajaran Vigotsky yakni fase mental yang lebih tinggi
pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi
mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut. Implikasi dari
teori Vigotsky dikehendakinya susunan kelas berbentuk Cooperative.8
Dalam pembelajaran Cooperative Siswa usahakan pandai mengajar siswa yang
kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana
yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan memotivasinya. Siswa yang
sebelumnya terbiasa bersikap pasif setelah menggunakan pembelajaran Cooperative Akan
terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya.
(Priyanto,2007).

6
Isjoni, ibid, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 15.
7
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: Rosdakarya, 2014), hlm.174.
8
Sofan Amri & Lif Khoiru Ahmadi, Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam
kelas (Jakarta:Prestasi Pustaka,2010), hlm. 67
6
Jadi, yang dikatakan model pembelajaran kooperatif disini adalah model yang terjadi
sebagai akibat dari adaya pendekatan pembelajaran yang bersifat kelompok.9
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
Cooperative Learning adalah Sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman
sejawat (siswa lain) sebagai sumber belajar, disamping guru dan sumber belajar lainnya.
Beberapa pakar pendidikan mendefinisikan cooperative learning, sebagai berikut :
a. Menurut Slavin (1995) mengemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu
model pembelajaran yang mana system belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat
merangsang siwa lebih semangat dalam belajar.10
b. Menurut Anite lie (2000) cooperative learning adalah pembelajaran gotong-royong
yang mana sistem pembelajarannya memberi kesempatan peserta didik untuk
bekerja sama dengan peserta lain dalam tugas-tugas yang terstruktur (tugas yang
telah ditentukan).11
c. Menurut Azizah (1998) cooperative learning merupakan strategi pembelajaran
yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan.
Dari beberapa definisi diatas dapat diperoleh bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk
saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam
pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Falsafah yang mendasari pembelajaran cooperative learning dalam pendidikan
adalah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model
pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model
pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

B. Unsur-unsur Pembelajaran Cooperative


Roger dan David Johnson dalam Anita Lie mengatakan bahwa tidak semua kerja
kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal,
lima unsur model pembelajaran kooperatif/kerja sama yang harus diterapkan.12

9
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009) hlm. 257
10
Etin Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning, Analisa Model Pembelajaran IPS, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2007) hlm. 4
11
Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: PT. Gramedia, 2008) hlm. 31
12
Anita Lie, ibid, hlm. 31
7
1. Saling Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)
Saling ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang
memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar
yang optimal. Tiap siswa tergantung pada anggota lainnya karena tiap siswa mendapat
materi yang berbeda atau tugas yang berbeda, oleh karena itu siswa satu dengan lainnya
saling membutuhkan karena jika ada siswa yang tidak dapat mengerjakan tugas tersebut
maka tugas kelompoknya tidak dapat diselesaikan.
2. Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability)
Pembelajaran kooperatif juga ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian individual tersebut
selanjutnya disampaikan guru kepada kelompok agar semua kelompok dapat
mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota
kelompok yang dapat memberikan bantuan. Karena tiap siswa mendapat tugas yang
berbeda secara otomatis siswa tersebut harus mempunyai tanggung jawab untuk
mengerjakan tugas tersebut karena tugas setiap anggota kelompok mempunyai tugas
yang berbeda sesuai dengan kemampuannya yang dimiliki setiap individu.
3. Interaksi Tatap Muka (Face to Face Promotion Interaction)
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap
muka sehingga mereka dapat melalukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga
dengan sesama siswa. Interaksi semacam ini memungkinkan siswa dapat saling menjadi
sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi dan ini juga akan lebih
memudahkan siswa dalam belajar. Adanya tatap muka, maka siswa yang kurang
memiliki kemampuan harus dibantu oleh siswa yang lebih mampu me- ngerjakan tugas
individu dalam kelompok tersebut, agar tugas kelompoknya dapat terselesaikan.
4. Komunikasi antar Anggota Kelompok (Participation Communication)
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap
sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahan
pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang
bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi sengaja diajarkan dalam
pembelajaran kooperatif ini.
Unsur ini juga menghendaki agar para siswa dibekali dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, guru perlu
mengajarkan cara-cara berkomunikasi, karena tidak semua siswa mempuanyai keahlian
mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok tergantung pada kesediaan

8
para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk
mengutarakan pendapat mereka. Adakalanya siswa perlu diberitahu secara jelas
mengenai cara menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan
orang lain.
5. Evaluasi Proses Kelompok (Evaluation)
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi
proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama
dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja
kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa pembelajar
terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning.

C. Tujuan Cooperative Learning


Cooperative learning mempunyai tujuan pembelajaran yang penting yang mana dapat di
resume oleh ibrahim (2000) yaitu:
1. Mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik yakni meningkatkan nilai siswa
pada belajar akademik dan perubahan normal yang berhubungan dengan hasil
belajar
2. Dapat menerima secara luas dari orang yang berbeda berdasarkan ras budaya, kelas
sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya.
3. Mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.13

D. Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative Learning


Dalam pembelajaran yang menggunakan cooperative learning, terdapat enam langkah
utama. Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
memotivasi siswa untuk belajar. Hal ini penting dilakukan karena peserta didik harus
memahami dengan jelas dan aturan dalam pembelajaran. Langkah ini digunakan untuk
menyampaikan informasi dan bahan bacaan. Selanjutnya siswa dikelompokkan dalam tim-
tim belajar. Tahapan ini diikuti bimbingan pada saat siswa bekerja sama untuk
menyelesaikan tugas bersama. Langkah terakhir pembelajaran cooperative adalah meliputi
presentasi hasil kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari, dan
memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Untuk lebih
jelas berkaitan dengan langkah-langkah dalam pembelajaran cooperative adalah
sebagaimana dalam tabel berikut:

13
Sudirman, Model Pembelajaran Kooperatif Tim Pengembangan Pembelajaran Kooperatif.
(Pekanbaru: UNRI, 2000) hlm. 8
9
Fase Kegiatan Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
memotivasi siswa yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar
Fase 2
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demontrasi atau lewat bahan
bacaan
Fase 3
Mengorganisasi siswa ke dalam Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
kelompok cooperative caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja Guru membimbing kelompok belajar pada saat
dan belajar mereka mengerjakan tugas mereka
Fase 5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6
Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai baik upaya
maupun hasil belajar individu dan kelompok.14

E. Model-model Cooperative learning


Pembelajaran berorientasi model kooperatif ini menekankan kepada keaktifan siswa,
sebab dengan cara seperti ini dapat memicu timbulnya keaktifan dalam pembelajaran karena
pada prinsipnya belajar adalah keaktifan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Wina Sanjaya bahwa “Dalam standar proses pendidikan, didesain untuk
pembelajaran siswa. Artinya sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek
pendidikan dengan kata lain, pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada keaktifan
siswa.15
Model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara
efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Dalam penerapannya, model pembelajaran
harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-masing model pembelajaran
memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-beda.

14
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), hlm. 66.
15
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktek Pengembangan KTSP, (Jakarta:
Kencana, 2010) hlm. 133
10
Untuk memilih model yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansinya dengan
pencapaian tujuan pengajaran. Dalam cooperative learning terdapat beberapa variasi model
yang dapat diterapkan yaitu sebagai berikut:
1) Jigsaw
Dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-
komponen lebih kecil. Selanjutnya, guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar
kooperatif, yang terdiri atas empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggung
jawab terhadap penguasaan setiap komponen atau subtopik yang ditugaskan guru
dengan sebaik-baiknya. Siswa dari tiap-tiap kelompok yang bertanggung jawab terhadap
subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri atas dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam :
a. Belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya.
b. Merencanakan cara mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya
semula. Setelah itu, siswa tersebut kembali lagi kepada kelompok masing-masing
sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam
subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak
serupa. Dengan demikian, seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan
penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Oleh karena itu,
setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan. model ini
mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran
untuk mencapai prestasi yang maksimal dan penyelenggarannya di bentuk secara
bertahap.Untuk mengoptimalkan manfaat belajar kelompok, keanggotaan kelompok
seyogyanya heterogen, baik segi kemampuannya maupun krakteristik
lainnya. Jumlah siswa yang bekerja sama dalam masing-masing harus dibatasi, agar
kelompok yang terbentuk dapat bekerja sama secara efektif. 16

2) Group Investigation
Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling
kompleks dan paling sulit diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh
Thelen. Berbeda dengan STAD dan Jigsau, para model ini siswa terlibat dalam
perencanaan, baik yang dipelajari maupun hasil penyelidikan mereka. Pendekatan ini
memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit dari pada pendekatan yang lebih
terpusat dari guru.

16
Isjoni, op.cit., hlm.51-54
11
Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6
siswa yang heterogen. Dam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan
mempertimbangkan keakraban, persahabatan, atau minat yang sama dalam topik
tertentu. Selanjutnya, siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan
mendalam atas topik tang dipilih. Selanjutnya, mereka menpertimbangkan dan
mempresentasikan laporan kepada seluruh kelas.
Kelompok yang dibentuk berdasarkan perkawanan atau berdasarkan pada
keterkaitan akan materi. Pada model ini siswa memilih sub topik yang ingin mereka
pelajari dan topik biasanya telah ditentukan oleh guru, selanjutnya siswa dan guru
merencanakan tujuan, kemudian belajar berdasarkan sub topik yang dipilih, kemudian
siswa mulai belajar dengan berbagai sumber belajar, setelah proses pelaksanaan belajar
selesai mereka menganalisis, menyimpulkan dan membuat kesimpulan untuk
mempresentasikan hasil belajar mereka.17

3) TGT (Team Games Tournament)


Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa hiterogen, tugas tiap
kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja
sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamika kelompok kohesif
dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskusi nyaman dan
menyenangkan seperti dalam kondisi permainan yaitu dengan cara guru bersikap
terbuka, ramah, lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok
sajikan hasil kelompok sehingga terjadi diskusi kelas. Jika waktunya memungkinkan
TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangka mengisi waktu
sesudah UAS menjelang pembagian rapor.

4) Role Playing
Metode role playing adalah cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan
penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda
mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, bergantung pada
apa yang diperankan. Kelebihan metode ini adalah seluruh siswa dapat berpartisipasi
dan mempunyai kesempatan untuk menguji kemampuannya dalam bekerja sama. Dalam
metode ini ada beberapa keuntungan, yaitu:

17
Abdul Majid, op.cit ., Strategi Pembelajaran, hlm.189
12
a. Siswa bebas mengambil keputusan dan dan berekspresi secara utuh.
b. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi
dan waktu yang berbeda.
c. Guru dapat mengevaluasi pemahaman setiap siswa mengalami pengamatan pada saat
melakukan permainan.
d. Permaian merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

5) Student Teams Achievement Division (STAD)


Dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John
Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.
Guru yang menggunakan STAD juga mengacu pada belajar kelompok siswa dan
menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu dengan menggunakan
persentasi verbal atau teks. Siswa dalam kelas tertentu dibagi menjadi kelompok dengan
jumlah anggota 4-5 orang. Setiap kelompok harus heterogen, terdiri atas perempuan dan
laki-laki, berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim
menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk
menuntaskan materi pelajarannya, kemudian saling membantu satu sama lain untuk
memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis dengan cara berdiskusi. Secara
individual, setiap minggu atau setiap dua minggu, siswa diberi kuis. Kuis tersebut diberi
skor dan setiap siswa diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak
berdasarkan skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan seberapa jauh skor itu melampaui
rata-rata skor yang lalu. Setiap minggu, pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan
cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor
perkembangan tertinggi, atau siswa mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu.
Kadang-kadang, seluruh tim mencapai kriteria tertentu yang dicantumkan dalam lembar
itu.

6) Model Make A Match


Menurut Rusman (2011: 223-233) Model Make A Match (membuat pasangan)
merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini
dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu cara keunggulan teknik ini adalah
peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam
suasana yang menyenangkan.

13
Anita Lie (2008: 56) menyatakan bahwa model pembelajaran tipe Make A
Match atau bertukar pasangan merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan
siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua
mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe Make A Match adalah suatu teknik pembelajaran Make A Match adalah
teknik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam semua
mata pelajaran dan tingkatan kelas.
Langkah-langkah Pembelajaran Make A Match
Teknik pembelajaran Make A Match dilakukan di dalam kelas dengan suasana
yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk berkompetisi
mencari pasangan dari kartu yang sedang dibawanya dengan waktu yang cepat.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match (membuat
pasangan) ini adalah sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi
kartu soal dan satu sisi berupa kartu jawaban beserta gambar).
2. Setiap peserta didik mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban

3. atau soal dari kartu yang dipegang.

4. Peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya
(kartu soal/kartu jawaban), peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum
batas waktu diberi point)

5. Setelah itu babak dicocokkan lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya.

Model pembelajaran Make A Match dapat melatih siswa untuk berpartisipasi


aktif dalam pembelajaran secara merata serta menuntut siswa bekerjasama dengan
anggota kelompoknya agar tanggung jawab dapat tercapai, sehingga semua siswa
aktif dalam proses pembelajaran.

F. Peran Guru dalam Cooperative Learning


Guru dalam cooperative learning mempunyai beberapa peran untuk melakukannya
antara lain:
1. Sebagai Fasilitator
Peran guru sebagai fasilitator harus mempnyai beberapa sikap sebagai berikut:

14
a) Mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan
b) Membantu dan mendorong iswa untuk mengingkapkan dan menjelaskan
keinginan dan pembicaraannya.
c) Mmembatu kegiatan dan menyiapkan sumber atau alat.
d) Membina siswa agar setiap siswa, setiap orang menjadi sumber yang bermanfaat
bagi yang lainnya
e) Menjelaskan tujuan kegiatan pada keluarga dan mengatur jalannya dalam
bertukar pendapat.
2. Sebagai Mediator
Guru berperan untuk menjembati atau mengaitkan materi pelajaran yang sedang di
bahas melalui cooperative learning dengan permasalahan yang nyata di temukan di
lapangan.
3. Sebagai Director-Motivator
Guru beperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, membantu
kelancaran diskusi tetapi tidak memberikan jawaban.
4. Sebagai Evaluator
Guru berperan dalam menilai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung.

G. Keunggulan Dan Kelemahan Pembelajaran Cooperative Learning


1. Keunggulan Pembelajaran Cooperative Learning
 Melelui cooperative learning materi yang dipelajari peserta didik tidak lagi
tergantung sepenuhnya pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan
kemmpuan berpikir sendiri (mandiri), menggali informasi dari berbagai sumber
(rasa ingin tahu), dan belajar dari peserta didik yang lain.
 Melalui cooperative learning, ide atau gagasan peserta didik dapat
dikembangkan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan
ide orang lain.
 Melalui cooperative learning dapat membantu peserta didik untuk respek pada
orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya, serta menerima segala
perbedaan (toleransi) baik dalam satu kelompok maupun kelompok lain.
 Melalui cooperative learning dapat membantu setiap peserta didik untuk lebih
bertanggung jawab dalam belajar mandiri maupun kelompok.
 Melalui cooperative learning suatu strategi yang cukup ampuh untuk
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk

15
mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan
peserta didik yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan
sikap positif terhadap sekolah.
 Melalui cooperative learning dapat mengembangkan kemampuan peserta didik
untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dengan cara menerima umpan
balik. Peserta didik dapat mempraktikkan pemecahan masalah tanpa takut
membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab
bersama.
 Melalui cooperative learning dapat mengkondisikan interaksi guru-murid
maupun sesama murid selama proses pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir lebih keras.
Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.

2. Kelemahan Pembelajaran Cooperative Learning


 Dalam praktiknya, cooperative learning terdapat kelemahan khususnya ketika
proses belajar bersama antara peserta didik yang cerdas dengan peserta didik
yang kurang cerdas, ada kesan bahwa peserta didik yang dianggap kurang cerdas
hanya dapat menghambat penyelesaian tugas. Padahal filosofi cooperative
learning adalah prestasi bersama, bukan sekadar menyelesaikan tugas individual
semata. Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan kesadaran filosofi mengenai
cooperative learning ini sebelum digunakan.
 Mengingat syarat utama cooperative learning adalah adanya saling
membelajarkan, maka hal ini secara tidak langsung menuntut peer teaching yang
efektif. Jika tuntutan ini tidak terpenuhi maka target pencapaian pembelajaran
akan menjadi sulit dicapai.
 Keberhasilan cooperative learning dalam upaya mengembangkan kesadaran
kelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, sehingga jika
cooperative learning hanya diterapkan satu atau dua tatap muka, tidak akan
membekali peserta didik untuk berinteraksi secara intensif dalam belajar
kelompok.
 Karena cooperative learning bertumpu pada belajar kelompok, maka terdapat
kemungkinan belajar mandiri menjadi lemah. Oleh karena itu, selain peserta
didik belajar bersama, hal yang ideal dalam cooperative learning adalah harus
belajar bagaimana membangun kepercayaan diri untuk bealajar mandiri pula.18

18
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013),
hlm. 77
16
H. Penerapan Model Pembelajaran kooperatif pada Mata Pelajaran PAI
Ada 4 metode yang dapat dilaksanakan oleh guru dalam pelaksanaan model
pembelajaran kooperatif. Keempat metode dimaksud adalah: metode STAD, Metode
Jigsaw, Metode GI (group investigation), dan metode struktural.
Pada Pembelajaran berikut, penulis akan menggunakan metode jigsaw.
Metode Jigsaw
a. Karakteristik Metode Jigsaw
Metode Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-rekan
sejawatnya. Dalam metode Jigsaw para siswa dari suatu kelas dikelompokkan
menjadi beberapa tim belajar yang beranggotakan 5 atau 6 orang secara heterogen.
Guru memberikan bahan ajar dalam bentuk teks kepada setiap kelompok dan setiap
siswa dalam satu kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari satu porsi
materinya. Para anggota dari tim-tim yang berbeda tetapi membahas topik yang
sama bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam mempelajari topic tersebut.
Kelompok semacam ini dalam metode Jigsaw disebut kelompok ahli (expert group).
b. Sintaks metode Jigsaw
Pelaksanaan metode Jigsaw terdiri dari 6 langkah kegiatan sebagai berikut.
Fase ke-1: Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok belajar. Setiap
kelompok beranggotakan 5 – 6 orang siswa.
Fase ke-2: Guru memberikan materi ajar dalam bentuk teks yang telah terbagi
menjadi beberapa sub materi untuk dipelajari secara khusus oleh setiap anggota
kelompok.
Fase ke-3: Semua kelompok mempelajari materi ajar yang telah diberikan oleh guru.
Fase ke-4: Kelompok ahli bertemu dan membahas topik materi yang menjadi
tanggung jawabnya.
Fase ke-5 : Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal masing-masing (home
teams) untuk membantu kelompoknya.
Fase ke-6: Guru mengevaluasi hasil belajar siswa secara individual.

LESSON PLAN
Mata pelajaran : Pendidikan Agama Islam
Kelas/ semester : SMP/ VII/ 2
Alokasi waktu : 1 X pertemuan/ 1 x 40 menit
Strandar kompetensi : Meningkatkan keimanan kepada Malaikat Allah

17
Kompetensi Dasar : Menjelaskan dalil Aqli dan dalil Naqli tentang adanya Malaikat
Allah

Tujuan pembelajaran :
· Siswa dapat Menyebutkan dalil Aqli dan Naqli tentang adanya Malaikat
· Siswa dapat menerapkan dalil Aqli dan Naqli tentang adanya Malaikat dalam
kehidupan sehari-hari
· Siswa dapat memahami manfaat beriman kepada Malaikat Allah
Eksplorasi :
Ø Alpha zona : Salam pembuka, berdo’a, absensi, pre test, dan motivasi.
Ø Scene setting/ Apersepsi:
Bercerita tentang Malaikat
Pada suatu hari, Rasulullah bersama sahabat Umar berada di Majlis. Tiba-tiba datang
seorang laki-laki menghampiri Rasulullah dan duduk di dekat Beliau. Kemudian dia berkata
“Hai Muhammad beritahukan aku tentang Islam”. Rasulullah menjawab “ Islam itu engkau
bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa, serta mengerjakan haji bagi yang mampu”.
“engkau benar” kata laki-laki tersebut. Kemudian setelah orang tersebut menanyakan
tentang iman, ihsan dan ciri-ciri hari kiamat, diapun pergi. Beberapa saat kemudian
Rasulullah bertanya kepada sahabat umar, “wahai Umar, tahukah engkau siapa itu?”, Umar
menjawab “hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Rasulullah berkata “Ia
adalah Jibril, dia datang untuk mengajarkan kepadamu tentang agama”.
Cerita ini merupakan salah satu dalil Naqli tentang adanya Malaikat Allah, dan pada
pembelajaran kali ini materi pokok kita tentang meningkatkan keimanan kepada Malaikat
Allah. Indikator yang harus kita capai yaitu dapat menyebutkan dua dalil naqli dan aqli,
demngan tujuan kita dapat meyakini adanya Malaikat Allah
Elaborasi :
Ø Pelaksanaan metode Jigsaw pada kegiatan pembelajaran dengan;
SK : Meningkatkan keimana kepada malaikat Allah dan
KD : Menjelaskan dalil Aqli dan dalil Naqli tentang adanya Malaikat Allah
Dengan rincian sebgai berikut:
· Fase ke-1: Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok belajar. Setiap kelompok
beranggotakan 5 – 6 orang siswa.

18
· Fase ke-2: Guru memberikan materi ajar tentang Dalil Naqli dan dalil Aqli tentang
adanya malaikat Allah dalam bentuk teks yang telah terbagi menjadi beberapa sub materi
untuk dipelajari secara khusus oleh setiap anggota kelompok.
· Fase ke-3: Semua kelompok mempelajari materi ajar yang telah diberikan oleh guru,
dengan berdiskusi dan saling mempresentasikan.
· Fase ke-4: Kelompok ahli bertemu dan membahas topik materi yang menjadi tanggung
jawabnya pada kelompok lain.
· Fase ke-5 : Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal masing-masing (home
teams) untuk membantu kelompoknya.
· Fase ke-6: Guru mengevaluasi hasil belajar siswa secara individual, baik melalui tanya
jawab ataupun secara intruksi.
Ø Materi pokok
a. Dalil Naqli : Q.S An-Nisa ayat 136, dan kesaksian para sahabat melihat bala
bantuan Malaikat saat perang Badar.
b. Dalil Aqli : - segala sesuatu itu ada berdasarkan adanya bekas dan atsarnya.
Adanya malaikat bisa dibuktikan dengan adanya atsar Malaikat seperti sampainya
wahyu kepada para Rasul oleh malaikat jibril dan wafatnya makhluk dengan dicabut
ruh. Ini membuktikan adanya malaikat yang bertugas menabut nyawa yaitu malaikat
ijroil. – sesuatu yang tidak bisa dilihat bukan berarti itu tidak ada, karena mata
manusia sangat terbatas.
Konfirmasi :
Ø Post test
Ø penghayatan
Guru membacakan kata-kata penghayatan terkait Iman kepada malaikat Allah
Perhatikan baik-baik, dan ikuti dalam hati,..
Aku adalah seorang hamba…
Yang diciptakan untuk berbakti kepada Allah…
Allah yang Maha Besar… dan Maha Adil..
Aku akan selalu mengingat kata-kata ini dalam hati…
“aku takut,…
Allah akan melemparkanku ke neraka,..
Tanpa mempedulikanku,..”
Sekali lagi, bayangkan…
“aku takut,…

19
Allah akan melemparkanku ke neraka,..
Tanpa mempedulikanku,..”
Dengan begitu aku akan lebih berhati-hati dalam berbuat,..
Karena aku yakin,..
Malaikat selalu berada disampingku,..
Begitupun saat ini,..
Ø penutup; doa, dan salam.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembelajaran Cooperative adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja
sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. pembelajaran cooperative merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif, yang anggotanya terdiri dari 4 sampai dengan 6 orang, dengan struktur
kelompok yang bersifat heterogen.
Langkah-langkah dalam pembelajaran cooperative learning yang harus dilakukan
pertama kali adalah Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Langkah kedua Guru menyajikan informasi
kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Langkah ketiga Guru
menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien. Langkah ke empat Guru
membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Langkah ke limaGuru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Selanjutnya langkah terakhir
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari.

B. Saran
Saran kami, pada pembaca dapat mengambil hikmah dan manfaat dari makalah ini
sehingga strategi pembelajaran Cooperative Learning Ini mampu diterapkan didalam kelas
dengan baik. Dan dapat mengarahkan pembelajaran dengan baik dan menyenangkan. Dan
kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun pada pembaca, semoga dengan
kritik dan saran yang di berikan, bisa kami jadikan pelajaran untuk memperbaiki makalah
kami kedepannya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Amri, Sofan & Lif Khoiru Ahmadi, 2010, Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam
kelas, Jakarta:Prestasi Pustaka.

Isjoni, 2011, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok,


Bandung, Alfabera.

Lie, Anita, 2008, Cooperative Learning, Jakarta: PT. Gramedia.

Majid, Abdul, 2014, Strategi Pembelajaran, Bandung: Rosdakarya.

Nata, Abuddin, 2009, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana.

Sanjaya,Wina, 2010, Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktek Pengembangan KTSP,
Jakarta: Kencana.

Shoimin, Aris, 2014, 68 Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013,


Yogyakarta:Ar Ruzz Media.

Solihatin, Etin dan Raharjo, 2007, Cooperative Learning, Analisa Model Pembelajaran IPS,
Jakarta: Bumi Aksara.

Sudirman, 2000, Model Pembelajaran Kooperatif Tim Pengembangan Pembelajaran


Kooperatif, Pekanbaru: UNRI.

Suyadi, 2013, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Trianto, 2011, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif , Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

Trianto, 2014, Model Pembelajaran Terpadu; Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: PT. Bumi Aksara.

22

Anda mungkin juga menyukai