PENDAHULUAN
Filsafat sering kali dipandang sebagi ilmu yang abstrak, padahal filsafat itu
sangat dekat dengan kehidupan manusia. Filsafat menurut sebagian kalangan
merupakan disiplin ilmu yang kurang diminati karena di anggap sebagai ilmu yang
sulit dan membutuhkan pemikiran, untuk pemula memang agak sulit, malas dan
enggan ketika memulai memasuki bidang ilmu ini. Akan tetapi lama-lama akan
hilang rasa itu ketika mulai menekuni ilmu ini ketika sadar bahwa filsafat itu
sebagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Ada tiga pilar utama dalam filsafat ilmu yang selalu menjadi pedoman.Yaitu,
ontologi, epistemologi, dan aksiologi (Jujun S.Suriasumantri,1987:5). Ketiga pilar
itulah manusia berupaya untuk mencari dan menggali eksistensi ilmu sedalam-
dalamnya. Hakikat apa yang ingin diketahui manusia merupakan pokok bahasan dalam
ontologi. Dalam hal ini manusia ingin mengetahui tentang“ada” atau eksistensi
yang dapat diserap oleh pancaindera. Epsitemologi merupakan landasan kedua
filsafat yang mengungkapkan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan atau
kebenaran tersebut. Setelah memperoleh pengetahuan, manfaat apa yang dapat
digunakan dari pengetahuan itu. Inilah yang kemudian membawa pemikiran kita
menengok pada konsep aksiologi. Yaitu, filsafat yang membahas masalah nilai
kegunaan dari nilai pengetahuan.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata aksios yang
berarti nilai dan kata logos yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang
filsafat yang mempelajari tentang nilai dan juga dipahami sebagai teori nilai.1
Untuk lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, pemakalah akan
menguraikan beberapa definisi tentang aksiologi, di antaranya:
1
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), hlm. 36
2
Jujun S. Suriasumantri, Filsafata Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan,
2005), hlm. 105
Filsafat Ilmu : Aspek Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu 2
4. Syafarudin memberi definisi aksiologi adalah menceritakan apa tujuan
pengetahuan itu disusun serta hikmah pengetahuan tersebut untuk
kemaslahatan manusia.3
Menurut Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris dalam
bukunya Filsafat Ilmu landasan aksiologi adalah hubungan dengan penggunaan ilmu
tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dengan kata lain, apa yang
dapat disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu dalam meningkatkan
kualitas hidup manusia.4
Dari beberapa definisi di atas kami dapat menyimpulkan bahwa yang menjadi
permasalahan utama dari aksiologi adalah masalah nilai. Nilai yang dalam hal ini
adalah semua yang dimiliki manusia untuk melakukan pertimbangan dalam
melakukan semua hal. Sehingga apa yang akan dilakukannya haruslah punya nilai
dan manfaat bagi kemaslahatan manusia khususnya bagi dirinya dan umumnya orang
lain. Dan nilai dalam aplikasinya adalah moral dan etika.
Dari segi bahasa, kata “nilai” semakna dengan kata axios dalam bahasa Yunani,
dan value dalam bahasa Inggris. Dalam buku encicloped of philosphy, istilah “nilai”
atau value dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu :
1. Kata “nilai” digunakan sebagai kata benda abstrak. Seperti: baik, menarik,
dan bagus. Yang dalam pengertian yang lebih luas mencakup segala bentuk
kewajiban, kebenaran dan kesucian.
2. Kata “nilai” digunakan sebagai kata benda konkret. Misalnya, ketika kita
berkata sebuah “nilai” atau nilai-nilai. Pada bentuk ini, ia sering kali dipakai
untuk merujuk pada sesuatu yang bernilai, seperti ungkapan “nilai dia
3
Syafarudin, Filsafat Ilmu Mengembangkan Kreativitas Dalam Proses Keilmuan, (Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2008), hlm. 33
4
Nasution, haris, Filsafat Ilmu, (Depok: Rajawali Pers, 2017), hlm. 87
Filsafat Ilmu : Aspek Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu 3
berapa? Atau sebuah sistem nilai. Untuk itu ia berlawanan dengan apa-apa
yang dianggap baik atau tidak bernilai.
3. Kata “nilai” digunakan sebagai kata kerja. Seperti ungkapan atau ekspresi
menilai, memberi nilai dan dinilai. Pada bentuk ini, nilai sinonim dengan kata
“evaluasi” pada saat hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai.
B. Hakikat Etika
a. Definisi Etika
Pengertian etika (etimologi) berasal dari bahasan Yunani, yaitu “ethos”, yang
berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Dalam istilah lain
dinamakan moral yang berasal dari bahasa Latin mores, kata jamak dari mos
yang berati adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan
perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang
Dalam hal ini ada berbagai pembagian etika yang dibuat oleh para ahli
etika, beberapa ahli membagi ke dalam dua bagian, yaitu etika deskriptif dan
etika normative, ada juga yang menambahkan yaitu etika metaetika.
1) Etika deskriptif
Etika normatif kerap kali juga disebut filsafat moral atau juga
disebut etika filsafati. Etika normatif dapat dibagi kedalam dua teori,
yaitu teori nilai dan teori keharusan. Teori-teori nilai mempersoalkan sifat
kebaikan, sedangkan teori keharusan membahas tingkah laku. Adapula
yang membagi etika normative kedalam dua golongan sebagai berikut:
konsekuensialis dan nonkonsekuensialis. Konsekuensialis berpendapat
bahwa moralitas suatu tindakan ditentukan oleh konsekuensinya. Adapun
nonkonsekuensialis berpendapat bahwa moralitas suatu tindakan
ditentukan oleh sebab-sebab yang menjadi dorongan dari tindakan itu,
atau ditentukan oleh sifat-sifat hakikinya atau oleh keberadaanya yang
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip tertentu.
b. Objek Etika
5
Juhaya S, Projo, Aliran-aliran filsafat & etika (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm. 60
Filsafat Ilmu : Aspek Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu 6
c. Aliran dalam etika
Dalam filsafat etika muncul beberapa aliran yang merupakan prestasi atau
hasil akal para kaum filsafat, dan diantara aliran tersebut ada enam yang
paling terkenal, yaitu :6
1) Naturalisme
2) Hedonisme
Menurut aliran ini perbuatan yang baik (susila) itu adalah perbuatan yang
menimbulkan hedone (kenikmatan atau kelezatan). Dan karena kelezatan
merupakan tujuan, maka semua jalan yang mencapaikan kepadanya
adalah suatu hal yang utama atau berharga.
Kita tidak dapat mengatakan bahwa segala sesuatu yang lezat adalah baik,
tetapi menurut Epikuros sebenarnya setiap yang lezat adalah baik. Dan
semua jalan kepadanya juga baik.
3) Utilitarisme
Aliran ini juga dinamakan utilisme atau utilitarisme. Semua ditarik dari
utility yang berarti manfaat. Definisinya, aliran utilitarisme ini menilai
6
Nasution, haris, op.cit, hlm. 88
Filsafat Ilmu : Aspek Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu 7
baik dan buruk perbuatan itu ditinjau dari kecil besarnya manfaatnya bagi
manusia.
4) Idealisme
Aliran dalam hal metafisika berpendirian bahwa wujud yang paling dalam
dari kenyataan ialah yang bersifat kerohanian. Begitu juga dalam masalah
etika aliran idealisme ini berpendapat bahwa perbuatan manusia haruslah
terikat pada prinsip kerohanian yang lebih tinggi.
5) Vitalisme
Aliran ini menilai baik buruknya perbuatan manusia memakai ukuran ada
tidaknya daya hidup yang maksimum mengendalikan perbuatan itu. Yang
dianggap baik menurut aliran ini ialah orang yang kuat yang dapat
memaksakan dan melangsungkan kehendaknya yang berkuasa dan
sanggup menjadikan dirinya selalu ditaati oleh orang-orang yang lemah.
6) Theologis
Aliran ini berpendapat bahwa ukuran baik dan buruk dalam perbuatan
manusia itu diukur dengan pertanyaan apakah dia sesuai dengan perintah
Tuhan atau tidak.
C. Hakikat Estetika
a. Definisi Estetika
Estetika dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu estetika deskriptif dan
estetika normative. Estetika deskriptif menguraikan dan melukiskan fenomena-
fenomena pengalaman keindahan. Estetika normative mempersoalkan dan
menyelidiki hakikat, dasar, dan ukuran pengalaman keindahan. Adapula yang
membagi estetika kedalam filsafat seni (philosophy of art) dan filsafat keindahan
(philosophy of beauty). Filsafat seni mempersoalkan status ontologis dari karya-
karya seni dan memepertanyakan pengetahuan apakah yang dihasilkan oleh seni
serta apakah yang dapat diberikan oleh seni untuk menghubungkan manusia
dengan realitas. Filsafat keindahan membahas apakah keindahan itu ada apakah
nilai indah itu objektif atau subjektif.
b. Macam-macam Estetika
Menurut Kattsoff macam-macam estetika atau keindahan dibagi kepada
dua macam, yaitu :8
1) Keindahan sebagai rasa nikmat yang diobjektivasikan
7
Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam Teori dan Praktik, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2010), hlm 93.
8
Katsoff. Louis dan Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1992), hlm 367
Filsafat Ilmu : Aspek Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu 9
merupakan rasa nikmat yang dianggap sebagai kualitas barang sesuatu.’
Akibatnya, tidak mungkin ada keindahan yang terpisahkan dari
pemahaman kita mengenai objek yang merupakan keindahan, yaitu rasa
nikmat tidak akan bermakna jika tidak dialami. Selanjutnya jika suatu
objek tidak menimbulkan rasa nikmat pada siapapun, maka tidak
mungkin objek tersebut dikatakan indah.
Nilai suatu ilmu berkaitan dengan kegunaan. Guna suatu ilmu bagi
kehidupan manusia akan mengantarkan hidup semakin tahu tentang kehidupan.
Kehidupan itu ada dan berproses yang membutuhkan tata aturan. Aksiologi
memberikan jawaban untuk apa ilmu itu digunakan. Ilmu tidak akan menjadi sia-
sia jika kita dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang
baik pula.9
9
Latif muhtar, Orientasi ke arah pemahaman filsafat ilmu,(Jakarta: Prenadamedia Group,
2014), hlm. 231
Filsafat Ilmu : Aspek Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu 11
wejangan, khotbah, peraturan lisan atau tulisan tentang bagaimana manusia harus
hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran
moral seperti orangtua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama serta
tulisan pada bijak.
Jadi ilmu tidak bisa lepas dari moral, karena ilmu harus selalu didampingi
oleh moral. Jika tidak, maka ilmu akan menjajah manusia dan menjadikan
manusia itu serakah dan curang dengan ilmu yang dimilikinya.
10
Jujun S. Suriasumantri, Filsafata Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, op.cit, hlm. 235
Filsafat Ilmu : Aspek Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu 12
kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar dan juga berani mengakui
kesalahan.11
Jadi bila kaum ilmuan konsekuen dengan pandangan hidupnya, baik secara
intelektual maupun secara moral, maka salah satu penyangga masyarakat modern
akan berdiri dengan kukuh. Berdirinya pilar penyangga itu merupakan tanggung
jawab sosial seorang ilmuan.
Menurut Abbas Hamami M., (1996) dalam bukunya Surajiyo filsafat ilmu &
perkembangannya di Indonesia, Sikap ilmiah yang perlu dimiliki pada ilmuan
sedikitnya ada enam, yaitu sebagai berikut :12
11
Jujun S. Suriasumantri, Filsafata Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, op.cit, hlm. 244
12
Surajiyo, Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonsesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),
hlm. 153
Filsafat Ilmu : Aspek Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu 13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Aksiologi berasal dari bahasa yunani yaitu axios yang memiliki arti nilai, dan kata
logos yang mempunyai arti ilmu atau teori. Jadi, Aksiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang teori tentang nilai.
Tetapi, ketika pertanyaannya adalah Apa yang (se) harus (nya) dilakukan manusia?,
inilah wilayah ilmu etika atau juga disebut sebagai filsafat kesusilaan. Hal ini
berangkat dari fakta bahwa dalam hidup manusia bukan hanya bertindak, malainkan
menilai tindakannya. Jadi, studi etika bukan berdasar pada what is, tetapi how to.
Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam Teori dan Praktik, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2010)
Juhaya S, Projo, Aliran-aliran filsafat & etika (Jakarta: Prenada Media, 2003)
Susanto. Filsafat ilmu: suatu kajian dalam dimensi ontologis, epistemologis, dan
aksiologis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011)
Rizal Mustansyir dan misnal Munir. Filsafat ilmu, Cet. 9 (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009)
http://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/ontologi-epistemologi-dan-
aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu