Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan profesi akuntan public/auditor tidak terlepas dari perkembangan
perekonomian suatu Negara. Semakin maju perekonomian suatu negara, maka akan semakin
kompleks masalah bisnis yang terjadi. Oleh karena itu, kebutuhan informasi bisnis yang berupa
laporan keuangan semakin dibutuhkan untuk pengambilan keputusan bisnis.
Laporan keuangan berupa data-data keuangan historis yang direkam dari kegiatan bisnis.
Laporan keuangan dibuat untuk beberapa tujuan yaitu untuk kepentingan pihak internal dan untuk
kepentingan pihak eksternal perusahaan. Pihak internal perusahaan membutuhkan laporan keuangan
untuk menilai kinerja manajemen dalam pengelolaan perusahaan, menilai produktifitas dan efisiensi
masing-masing organisasi perusahaan. Sedangkan, pihak eksternal perusahaan yaitu investor,
kreditor, dan pemerintah membutuhkan laporan keuangan untuk menilai kinerja perusahaan sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan investasi.
Agar laporan keuangan tersebut dapat digunakan untuk berbagai kepentingan pengguna
tersebut di atas, maka harus ada jaminan bahwa laporan keuangan tersebut tidak menyesatkan
dalam pengambilan keputusan. Hal ini tidak terlepas dari adanya konflik kepentingan antara
pembuat laporan keuangan dengan pemakai laporan keuangan. Pembuat laporan keuangan
cenderung akan membuat laporan keuangan sebaik mungkin dan bahkan bila perlu dapat
memberikan keuntungan pribadi dengan melakukan penggelapan data keuangan atau melakukan
kecurangan. Sedangkan, pengguna laporan keuangan akan menilai kinerja keuangan perusahaan
berdasarkan data yang ada dengan tingkat informasi kebenaran yang minim. Untuk mencegah hal
tersebut dibutuhkan suatu profesi yang dapat menjamin bahwa laporan keuangan tersebut dapat
digunakan sebagai alat pengambilan keputusan dan laporan keuangan yang bebas dari kecurangan-
kecurangan yang dibuat oleh manajemen perusahaan. Profesi yang dapat menjamin kualitas laporan
keuangan tersebut adalah akuntan publik.
Salah satu tugas akuntan publik/auditor adalah melakukan pemeriksaan/audit terhadap
laporan keuangan klien berdasarkan penugasan/perikatan antara klien dengan akuntan publik.
Dalam penugasan audit sering terjadi benturan-benturan yang dapat mempengaruhi independensi
akuntan publik dimana klien sebagai pemberi kerja berusaha untuk mengkondisikan agar laporan
keuangan yang dibuat mempunyai opini yang baik, sedangkan disisi lain akuntan publik harus dapat

1
menjalankan tugasnya secara professional yaitu auditor harus dapat mempertahankan sikap
independen dan objektif.
Oleh karena itulah, makalah ini bertujuan untuk membahas tanggung jawab etis seorang
auditor untuk selalu bersikap independen dalam melakukan aktivitas auditnya sehingga laporan
audit yang dihasilkan berkualitas dan dapat dipercaya oleh para pemangku kepentingan. 

1.2 Perumusan Masalah 


Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan etika dan etis?
2. bagaimana menyangkut etika dan independensi auditor?
3. Bagaimana kualitas hasil laporan audit dari auditor independen terhadap Kantor Akuntan
Publik dan para pemangku kepentingan?

1.3 Tujuan Penulisan 


Tujuan dari makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui arti etika dan etis
2. Mengetahui etika dan independensi auditor
3. Mengetahui kualitas hasil laporan audit dari auditor independen terhadap Kantor
Akuntan Publik dan para pemangku kepentingan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. ETIKA DAN ETIS


2.1.1 Definisi Etika Dan Etis
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) Etika adalah nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti
adat istiadat atau kebiasaan yang baik. Perkembangan etika yaitu studi tentang kebiasaan manusia
berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai
manusia dalam kehidupan pada umumnya.
Secara garis besar, etika dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau
nilai moral yang dimiliki oleh setiap orang. Dalam hal ini kebutuhan etika dalam masyarakat sangat
mendesak sehingga sangatlah lazim untuk memasukkan nilai-nilai etika ini ke dalam undang-
undang atau peraturan yang berlaku di negara kita. Banyaknya nilai etika yang ada tidak dapat
dijadikan undang-undang atau peraturan karena sifat nilai-nilai etika sangat tergantung pada
pertimbangan seseorang. Etika profesi dapat diartikan sebagai adalah aturan-aturan atau norma-
norma yang dijadikan dasar atau pedoman bagi seorang professional dalam melaksanakan pekerjaan
sehari-hari.
Sedangkan Etis menurut Kamus Bahasa Indonesia 1. Berhubungan (sesuai) dengan Etika; 2.
Sesuai dengan asas perilaku yang disepakati secara umum. Dengan demikian perilaku etis adalah
perilaku yang sesuai dengan etika dan nilai-nilia yang disepakati umum.
Selanjutnya ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat.Beberapa alasan
tersebut adalah (Adams., dkk, dalam Ludigdo, 2007) :
a. Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-
individu daoat berperilaku secara etis.
b. Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan
perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan
bisnisnya.
c. Perusahan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah profesi,
dimana kode etik merupakan salah satu penandanya.

3
d. Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral dan nilai-
nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya perusahaan
dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya tersebut.
e. Kode etik merupakan sebuah pesan.
Profesional dalam melakukan pekerjaan untuk kepentingan publik (pihak yang
membutuhkan) dibutuhkan etika mengenai profesi. Penyusunan etika profesional pada setiap
profesi biasanya dilandasi kebutuhan profesi tersebut tentang kepercayaan masyarakat terhadap
mutu jasa yang diserahkan oleh profesi (Mulyadi dan Kanaka, 1999: 45).
Kode etik yang dapat mencapai sasaran yang diinginkan, kode etik tersebut harus memiliki
empat komponen. Empat komponen tersebut meliputi:
1. Prinsip-prinsip, yaitu standar ideal daari perilaku etis yang dapat dicapai dalam terminologi
filosofis. Dalam dunia auditing, prinsip-prinsip tersebut meliputi: tanggungjawab,
kepentingan masyarakat, integritas, obyektivitas dan independensi, kemahiran serta lingkup
dan sifat jasa.
2. Peraturan perilaku, yakni standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan
khusus.
3. Interprestasi
4. Ketetapan etika yaitu penjelasan dan jawaban yang diterbitkan guna menjawab pertanyaan-
pertanyaan peraturan perilaku yang terjadi.

2.1.2 Perlunya Kode Etik Bagi Profesi


Kode etik yang mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan bersama, tanpa kode etik
maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki sikap atau tingkah laku yang berbeda –
beda yang dinilai baik menurut anggapannya sendiri dalam berinteraksi dengan masyarakat atau
organisasi lainnya. Oleh karena itu nilai etika atau kode etik diperlukan oleh masyarakat, organisasi,
bahkan Negara agar semua berjalan dengan tertib, lancar, teratur, dan terukur.
Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian,
indepedensi serta integritas moral/ kejujuran para auditor dalam menjalankan pekerjaannya. Ketidak
percayaan masyarakat terhadap satu atau beberapa auditor dapat merendahkan martabat profesi
auditor secara keseluruhan, sehingga dapat merugikan auditor lainnya. Oleh karena itu organisasi
auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang dibuat sebagai prinsip moral atau aturan
perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan klien dan masyarakat.

4
2.1.3 Prinsip-Prinsip Kode Etika Perilaku Profesional
Prinsip-prinsip aturan perilaku profesional mengandung 7 (tujuh) cakupan umum :
1. Suatu pernyataan dari maksud prinsip-prinsip tersebut
Banyak dari kode etik AICPA yang dapat dilanggar tanpa harus melanggar
hukum/peraturan. Alasan utama dari kode etik ini adalah menyemangati anggotanya untuk
melatih disiplin diri di dalam/di luar hukum/peraturan.
2. Tanggung jawab
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional CPA harus menggunakan
pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam semua aktifitasnya. Sebagaimana
disebutkan dalam bab I, CPA/akuntan publik melaksanakan suatu peran penting di
masyarakat. Mereka bertanggung jawab, bekerja sama satu sama lain untuk
mengembangkan metode akuntansi dan pelaporan, memelihara kepercayaan publik, dan
melaksanakan tanggung jawab profesi bagi sendiri.
3. Kepentingan publik
CPA wajib memberikan pelayanannya bagi kepentingan publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukkan komitmen serta profesionalisme. Salah satu tanda yang
membedakan profesi adalah penerimaan tanggung jawabnya kepada publik. CPA diandalkan
oleh banyak unsur masyarakat, termasuk klien, kreditor, pemerintah, pegawai, investor, dan
komunitas bisnis serta keuangan. Kelompok ini mengandalkan obyektifitas dan integritas
CPA untuk memelihara fungsi perdagangan yang tertib.
4. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, CPA harus melaksanakan semua
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas tertinggi. Perbedaan karakteristik lainnya
dari suatu profesi adalah pengakuan anggotanya akan kebutuhan memiliki integritas.
Integritas menurut CPA bertindak jujur dan terus terang meskipun dihambat kerahasiaan
klien. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dimanfaatkan untuk keuntungan
pribadi. Integritas dapat mengakomodasi kesalahan akibat kurang berhati-hati dan perbedaan
pendapat yang jujur, akan tetapi, integritas tidak dapat mengakomodasi
kecurangan/pelanggaranprinsip.
5. Obyektifitas dan independensi
Seorang CPA harus mempertahankan obyektifitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam
melaksanakan tanggung jawab profesional. Seorang CPA dalam praktek publik harus
independent dalam kenyataan dan dalam penampilan ketika memberikan jasa auditing dan
jasa atestasi lainnya. Prinsip obyektifitas menuntut seorang CPA untuk tidak memihak, jujur

5
secara intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan. Independensi menghindarkan diri
dari hubungan yang bisa merusak obyektifitas seorang CPA dalam melakukan jasa atestasi.
6. Kemahiran
Seorang CPA harus melakukan standar teknis dan etis profesi, terus berjuang meningkatkan
kompetensi mutu pelayanan, serta melaksanakan tanggung jawab profesional dengan sebaik-
baiknya. Prinsip kemahiran (due care) menuntut CPA untuk melaksanakan jasa profesional
dengan sebaik-baiknya. CPA akan memperoleh kompetensi melalui pendidikan dan
pengalaman dimulai dengan menguasai ilmu yang disyaratkan bagi seorang CPA.
Kompetensi juga menuntut CPA untuk terus belajar di sepanjang karirnya.
7. Lingkup dan sifat jasa
Seorang CPA yang berpraktik publik harus mempelajari prinsip kode etik perilaku
profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan. Dalam
menentukan apakah dia akan melaksanakan atau tidak suatu jasa, anggota AICPA yang
berpraktik publik harus mempertimbangkan apakah jasa seperti itu konsisten dengan setiap
prinsip perilaku profesional CPA dan juga kesan masyarakat terhadap profesi akuntan
publik.
Sedangkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang baru saja diterbitkan oleh IAPI
menyebutkan 5 prinsip-prinsip dasar etika profesi, yaitu:
1. Prinsip Integritas
2. Prinsip Objektivitas
3. Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional
4. Prinsip Kerahasiaan
5. Prinsip Perilaku Profesional

 Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen
karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang
melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji
keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap
jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip.

6
Prinsip integritas mewajibkan setiap Akuntan Profesional untuk bersikap lugas dan jujur
dalam semua hubungan profesional dan hubungan bisnisnya. Integritas juga berarti berterus terang
dan selalu mengatakan yang sebenarnya.

 Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan
nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang
berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam
praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang
lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan
bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah.
Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa
dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

 Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional


Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa
profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa
dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui
pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian
atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan
pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota
untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional
melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau
menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab
untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan
pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.

7
Prinsip kompetensi dan kehati-hatian profesional mewajibkan setiap Akuntan Profesional
untuk:
a. Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional pada tingkat yang dibutuhkan untuk
menjamin klien atau pemberi kerja akan menerima layanan profesional yang kompeten; dan
b. Bertindak cermat dan tekun sesuai dengan standar teknis dan profesional yang berlaku
ketika memberikan jasa profesional.

 Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan
kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban
kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien
atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban
kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
Prinsip kerahasiaan mewajibkan setiap Akuntan Profesional untuk tidak melakukan hal
berikut:
a. Mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan
bisnis kepada pihak di luar Kantor Akuntan atau organisasi tempatnya bekerja tanpa
diberikan kewenangan yang memadai dan spesifik, kecuali jika terdapat hak atau kewajiban
secara hukum atau profesional untuk mengungkapkannya; dan
b. Menggunakan informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan
bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga.
Akuntan Profesional menjaga kerahasiaan informasi, termasuk dalam lingkungan sosialnya,
serta waspada terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja terutama kepada rekan
bisnis dekat atau anggota keluarga dekat. Akuntan Profesional mengambil langkah-langkah yang
dibutuhkan untuk memastikan bahwa staf yang berada di bawah pengawasannya dan orang yang
memberi saran dan bantuan profesional, menghormati kewajiban Akuntan Profesional untuk
menjaga kerahasiaan informasi.

8
 Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku
yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.
Prinsip perilaku profesional mewajibkan setiap Akuntan Profesional untuk mematuhi
ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku serta menghindari setiap perilaku yang Akuntan
Profesional tahu atau seharusnya tahu yang dapat mengurangi kepercayaan pada profesi. Hal ini
termasuk perilaku, yang menurut pihak ketiga yang rasional dan memiliki informasi yang cukup,
setelah menimbang semua fakta dan keadaan tertentu yang tersedia bagi Akuntan Profesional pada
waktu itu, akan menyimpulkan, yang mengakibatkan pengaruh negatif terhadap reputasi baik dari
profesi.
Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaannya, Akuntan Profesional
dilarang mencemarkan nama baik profesi. Akuntan Profesional bersikap jujur dan dapat dipercaya,
serta tidak:
a. Mengakui secara berlebihan mengenai jasa yang ditawarkan, kualifikasi yang dimiliki, atau
pengalaman yang diperoleh; atau
b. Membuat referensi yang meremehkan atau membuat perbandingan tanpa bukti terhadap
pekerjaan pihak lain.

2.1.4 rPenyebab Perilaku Tidak Etis


Dalam kehidupan bermasyarakat, perilaku etis sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena,
interaksi antar individu di dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai etika. Pada
dasarnya dapat dikatakan kesadaran semua anggota masyarakat untuk berperilaku secara etis dapat
membangun suatu ikatan dan keharmonisan bermasyarakat. Namun demikian, kita tidak dapat
mengharapkan semua orang dapat berperilaku etis.
Arens dan Loebbecke (1997:73) menyebutkan bahwa, terdapat dua faktor utama yang
mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yaitu:
1. Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
2. Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan sendiri.
Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi yang
dikumandangkan sendiri oleh yan bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuan.
Menurut Arens dan Loebbecke (1997:75) rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut:

9
1. Semua orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama.
2. Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak melanggar
etika.
3. Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya tidak diketahui orang lain serta yang harus di
tanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan.

2.2. AUDITING DAN PENERAPAN ETIKA DALAM AUDIT


2.2.1 Definisi Auditing
“Auditing is an examination of a company’s financial statements by a firm of independent
public accountants. The audit consists of a searching investigation of the accounting records and
other evidence supporting those financial statements. By obtaining an understanding of the
company’s internal control, and by inspecting documents, observing of assets, making inquiries
within and outside the company, and performing other auditing procedures, the auditors will gather
the evidence necessary to determine whether the financial statements provide a fair and reasonably
complete picture of the company’s financial position and its activities during the period being
audited.” (Whittington, et.al. dalam Agoes, 2001). Adapun unsur-unsur dari auditing itu sendiri jika
ditarik dari beberapa pengertian di atas adalah:
1. Berupa laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan
pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya.
2. Pemeriksaan dilakukan secara kritis dan sistematis.
3. Pemeriksaan dilakukan oleh pihak yang independen, yaitu akuntan publik.
4. Tujuan dari pemeriksaan akuntan adalah untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan yang diperiksa.
Oleh karena itu, definisi auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan
bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan
melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dimaksud yang
dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.

2.2.2 Etika Dalam Auditing


Etika dalam Auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan
pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi
untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria
yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen. Arti lain, etika dalam
auditing juga merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti

10
secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan derajat
kesesuaian antara asersi-asersi tersebut, serta penyampaian hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. 

2.2.3 Kepercayaan Publik


Profesi akuntan memegang peranan yang penting dimasyarakat, sehingga menimbulkan
ketergantungan dalam hal tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan
Publik merupakan kepentingan masyarkat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.
Ketergantungan inimenyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepercayaan masyarakat umum sebagai pengguna jasa audit atas independen sangat penting
bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat
bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa
menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat
mempengaruhi sikap independensi tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara
intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu
kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.
Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor dalam penerapannya akan terkait dengan
etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada
organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana
akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan
obyektivitas mereka.

2.2.4 Tanggung Jawab Auditor Kepada Publik


Profesi akuntan memegang peranan yang penting dimasyarakat, sehingga menimbulkan
ketergantungan dalam hal tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik
diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya
saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan publik adalah
kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan
akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya serta sesuai dengan kode etik
professional AKDA.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang
dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung
jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk

11
melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa
imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi.
Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus
menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Justice Buger mengungkapkan bahwa akuntan publik yang independen dalam memberikan
laporan penilaian mengenai laporan keuangan perusahaan memandang bahwa tanggung jawab
kepada publik itu melampaui hubungan antara auditor dengan kliennya. Ada 3 karakteristik dan
hal-hal yang ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh auditor kepada publik, antara lain:
1. Auditor harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas, dan obyektif.
2. Auditor harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya.
3. Auditor harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung jawab
mereka kepada publik.

2.2.5 rrDilema Etika Seorang Auditor


Setiap profesi pasti pernah mengalami dilema etika. Dilema etika merupakan situasi yang
dihadapi oleh seseorang dimana ia merasa bingung untuk mengambil suatu keputusan tentang
perilaku apa yang seharusnya dilakukan. Banyak alternatif untuk menyelesaikan dilema-dilema
etika, hanya saja diperlukan suatu perhatian khusus dari tiap individu untuk menghindari
rasionalisasi tindakan-tindakan yang kurang atau bahkan tidak etis.

2.3. AKUNTAN PUBLIK DAN AUDITOR INDEPENDEN


2.3.1 Pengertian
Kantor akuntan publik merupakan tempat penyediaan jasa oleh profesi akuntan publik bagi
masyarakat berdasarkan SPAP. Kantor akuntan publik dapat menyediakan jasa:
1. Audit atas laporan historis
2. Atestasi atas laporan keuangan prospektif atau asersi lain
3. Jasa akuntansi dan review
4. Jasa konsultasi.
Menurut Mulyadi sebagaimana dikutip oleh Lina (2000), pengertian akuntan publik adalah:
“Akuntan Profesional yang jasanya kepada masyarakat, terutama dalam bidang pemeriksaan
terhadap laporan keuangan, yang dibuat oleh kliennya dan juga yang menjual jasa sebagai
konsultasi pajak, konsultasi di bidang manajemen, penyusunan sistem akuntansi serta penyusunan
laporan keuangan.”

12
Perlu dibedakan istilah akuntan publik dan auditor independen. Akuntan publik
menyediakan berbagai jasa yang diatur SPAP (auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa
akuntasi). Auditor independen menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum
pada SPAP.

2.3.2 Indepedensi
Independensi merupakan standar umum nomor dua dari tiga standar auditing yang ditetapkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang menyatakan bahwa dalam semua yang berhubungan
dengan perikatan, independensi dan sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
Berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam PSA (Pernyataan Standar Audit) No. 04 (SA Seksi 220),
standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia
melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum, dalam hal ini dibedakan dengan auditor
yang berpraktik sebagai auditor intern.
Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab
bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak
yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Dalam buku
Professional Independence yang diterbitkan oleh The Institute of Chartered Accountants in
Australia (1997) dijelaskan bahwa “independence is a cornerstone of accountancy professional and
one its most precious assets-nevertheless it is difficult to prove and easy to challenge”. Dalam buku
Standar Profesi Akuntan Publik 1999 seksi 220 PSA No.04 Alinea 2, dijelaskan bahwa:
“independensi itu berarti tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk
kepentingan umum (dibedakan dalam hal berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, ia
tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bilamana tidak demikian halnya,
bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak
yang justru paling penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.”

Indepedensi Auditor
Independensi adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain.
Auditor diharuskan memilki sikap independen karena dia bekerja untuk umum. Untuk independensi
di atur dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik Seksi-290.
Terdapat 3 (tiga) aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut:
1. Independence in fact (independensi dalam fakta). Artinya: auditor harus mempunyai
kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.

13
2. Independence in appearance (independensi dalam penampilan). Artinya: pandangan pihak
lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
3. Independence in competence (independensi dari sudut keahliannya). Independensi dari
sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Carey dalam Mautz (1961:205) mendefinisikan independensi akuntan publik dari segi
integritas dan hubungannya dengan pendapat akuntan atas laporan keuangan. Independensi
meliputi:
1. Kepercayaan terhadap diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini
merupakan bagian integritas profesional.
2. Merupakan istilah penting yang mempunyai arti khusus dalam hubungannya dengan
pendapat akuntan publik atas laporan keuangan. Independensi berarti sikap mental yang
bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain.
Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan
fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam
merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi
akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit.
Independensi akuntan publik mencakup 2 (dua) aspek, yaitu :
1. Independensi sikap mental
2. Independensi penampilan.
Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam
mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam
diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya. Independensi penampilan berarti adanya kesan
masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga akuntan publik harus
menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya.
Independensi penampilan berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan
publik (Mautz, 1961:204-205).
Selain independensi sikap mental dan independensi penampilan, Mautz mengemukakan
bahwa independensi akuntan publik juga meliputi independensi praktisi (practitioner
independence) dan independensi profesi (profession independence). Independensi praktisi
berhubungan dengan kemampuan praktisi secara individual untuk mempertahankan sikap yang
wajar atau tidak memihak dalam perencanaan program, pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan
penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Independensi ini mencakup 3 (tiga) dimensi, yaitu

14
independensi penyusunan program, independensi investigatif, dan independensi pelaporan.
Independensi profesi berhubungan dengan kesan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
Pada independensi individual auditor dituntut untuk bersikap tidak memihak dan percaya
diri dalam melaksanakan pemeriksaan. Hal ini berarti bahwa selain harus jujur dan independen,
auditor juga bebas/independen dalam memilih teknik dan prosedur audit, mengemukakan fakta hasil
pemeriksaan dan pemberian pendapat dan rekomendasi yang diberikan.

Seksi 290 Independensi Dalam Perikatan Assurance


Dalam melaksanakan perikatan assurance, Kode Etik ini mewajibkan anggota tim
assurance, KAP, dan jika relevan, Jaringan KAP, untuk bersikap independen terhadap klien
assurance sehubungan dengan kapasitas mereka untuk melindungi kepentingan publik.
Perikatan assurance bertujuan untuk meningkatkan tingkat keyakinan pengguna hasil
pekerjaan perikatan assurance atas hasil pengevaluasian atau hasil pengukuran yang dilakukan atas
hal pokok berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Dalam perikatan assurance, Praktisi menyatakan pendapat yang bertujuan untuk
meningkatkan tingkat keyakinan pengguna hasil pekerjaan perikatan assurance yang dituju, selain
pihak yang bertanggung jawab atas hal pokok, mengenai hasil pengevaluasian atau hasil
pengukuran yang dilakukan atas hal pokok berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Hasil pengevaluasian atau hasil pengukuran yang dilakukan atas hal pokok merupakan
informasi yang dihasilkan dari penerapan kriteria tertentu terhadap hal pokok. Istilah “informasi hal
pokok” (subject matter information) digunakan untuk menunjukkan hasil pengevaluasian atau hasil
pengukuran dari hal pokok tersebut, sebagai contoh:
a. Pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan yang disajikan dalam laporan
keuangan (informasi hal pokok) merupakan hasil penerapan kerangka kerja pelaporan
keuangan untuk pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan, sebagai contoh,
penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (kriteria) atas posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas (ketiganya merupakan hal pokok) dari suatu entitas.
b. Asersi mengenai efektivitas pengendalian internal (informasi hal pokok) merupakan hasil
penerapan kerangka kerja untuk mengevaluasi efektivitas pengendalian internal, sebagai
contoh, penerapan kriteria pengendalian internal berdasarkan The Committee of Sponsoring
Organizations of The Tradeway Commision (”COSO”) (kriteria) atas proses pengendalian
internal (hal pokok).
Bentuk perikatan assurance dapat berupa perikatan assurance berbasis asersi (assertion-
based assurance engagement) maupun perikatan assurance pelaporan langsung (direct reporting

15
assurance engagement). Kedua bentuk perikatan assurance tersebut melibatkan tiga pihak yang
berbeda, yaitu Praktisi, pihak yang bertanggung jawab atas hal pokok atau informasi hal pokok,
dan pengguna hasil pekerjaan yang dituju.
Dalam perikatan assurance berbasis asersi, termasuk perikatan audit laporan keuangan,
pengevaluasian atau pengukuran atas hal pokok dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab atas
hal pokok. Informasi hal pokok adalah informasi yang tersedia dalam bentuk asersi yang dibuat
oleh pihak yang bertanggung jawab untuk pengguna hasil pekerjaan yang dituju.
Dalam perikatan assurance pelaporan langsung, Praktisi dapat melakukan pengevaluasian
atau pengukuran atas hal pokok secara langsung maupun dengan memperoleh representasi dari
pihak yang bertanggung jawab atas hal pokok yang sebelumnya telah melakukan pengevaluasian
atau pengukuran atas hal pokok tersebut yang tidak tersedia bagi pengguna yang dituju. Informasi
hal pokok disediakan bagi pengguna yang dituju dalam bentuk laporan assurance.
Independensi yang diatur dalam Kode Etik ini mewajibkan setiap Praktisi untuk bersikap
sebagai berikut:
a. Independensi dalam pemikiran.
Independensi dalam pemikiran merupakan sikap mental yang memungkinkan pernyataan
pemikiran yang tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang dapat mengganggu pertimbangan
profesional, yang memungkinkan seorang individu untuk memiliki integritas dan bertindak
secara objektif, serta menerapkan skeptisisme profesional.
b. Independensi dalam penampilan.
Independensi dalam penampilan merupakan sikap yang menghindari tindakan atau situasi
yang dapat menyebabkan pihak ketiga (pihak yang rasional dan memiliki pengetahuan
mengenai semua informasi yang relevan, termasuk pencegahan yang diterapkan)
meragukan integritas, objektivitas, atau skeptisisme profesional dari anggota tim
assurance, KAP, atau Jaringan KAP.
Penggunaan kata “independensi” yang berdiri sendiri dapat menimbulkan kesalahpahaman,
yang dapat menyebabkan pengamat beranggapan bahwa seseorang yang menggunakan
pertimbangan profesional harus bebas dari semua pengaruh hubungan ekonomi, hubungan
keuangan, maupun hubungan lainnya. Namun demikian, kondisi seperti itu mustahil terjadi,
karena setiap anggota masyarakat memiliki hubungan satu dengan lainnya. Oleh karena itu,
signifikansi setiap hubungan ekonomi, hubungan keuangan, maupun hubungan lainnya harus
dievaluasi, terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang dapat menyebabkan pihak ketiga yang
rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan menyimpulkan tidak
dapat diterimanya hubungan tersebut.

16
Kode Etik ini tidak memberikan ilustrasi mengenai setiap situasi yang dapat menimbulkan
ancaman terhadap independensi dan penerapan pencegahan yang tepat, mengingat beragamnya
setiap situasi yang relevan, serta beragamnya sifat perikatan assurance, ancaman yang dapat
terjadi, dan pencegahan yang tepat. Kerangka kerja konseptual dibuat dengan tujuan untuk
melindungi kepentingan publik. Oleh karena itu, kerangka kerja konseptual mengharuskan anggota
tim assurance, KAP, atau Jaringan KAP untuk menerapkan kerangka kerja konseptual secara tepat
dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menangani ancaman terhadap independensi, serta tidak
hanya mematuhi seperangkat peraturan yang ada.

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Independensi Auditor


Tidak dapat dipungkiri bahwa bahwa klien berusaha agar laporan keuangan yang dibuat oleh
klien mendapatkan opini yang baik oleh auditor. Banyak cara dilakukan agar auditor tidak
menemukan kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan bahkan yang lebih parah lagi adalah
kecurangan-kecurangan yang dilakukan tidak dapat dideteksi oleh auditor.
Independensi akuntan publik dapat terpengaruh jika akuntan publik mempunyai kepentingan
keuangan atau mempunyai hubungan usaha dengan klien yang diaudit. Menurut Lanvin (1976)
dalam Supriyono (1988) independensi auditor dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Ikatan keuangan dan usaha dengan klien
2. Jasa-jasa lain selain jasa audit yang diberikan klien
3. Lamanya hubungan kantor akuntan publik dengan klien
rSedangkan menurut Shockley (1981) dalam Supriyono (1988) independensi akuntan publik
dipengaruhi oleh faktor:
1. Persaingan antar akuntan publik
2. Pemberian jasa konsultasi manajemen kepada klien
3. Ukuran KAP
4. Lamanya hubungan antara KAP dengan klien
Dari faktor–faktor yang mempengaruhi independensi tersebut di atas bahwa independensi
dapat dipengaruhi oleh ikatan keuangan dan usaha dengan klien, jasa-jasa lain yang diberikan
auditor selain audit, persaingan antar KAP dan ukuran KAP. Seluruh faktor yang mempengaruhi
independensi akuntan publik tersebut adalah ditinjau dari independensi dalam penampilan. 

17
2.3.4 Integritas Dan Objektivitas
Kode etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa “Setiap anggota harus
mempertahankan integritas dan objektifitas dalam melaksanakan tugasnya”. Secara lebih khusus
untuk profesi akuntan publik, Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa
seorang akuntan publik harus mempertahankan sikap independen. Ia harus bebas dari semua
kepentingan yang bisa dipandang tidak sesuai dengan integritas maupun objektivitasnya, tanpa
tergantung efek sebenarnya dari kepentingan itu. Selanjutnya dinyatakan dalam Peraturan No. 1
bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melakukan tugasnya.
Dengan mempertahankan integritas ia akan bertindak jujur, tegas, tanpa pretensi. Dengan
mempertahankan objektivitas ia akan bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan
pihak tertentu atau kepentingan pribadi.
Objektivitas berarti tidak memihak dalam melaksanakan semua jasa. Sebagai contoh,
asumsikan seorang auditor yakin bahwa piutang usaha mungkin tak tertagih, tetapi kemudian
menerima pendapat manajemen tanpa mengevaluasi kolektibilitas secara independen. Auditor telah
mendelegasikan pertimbangannya dan karenanya kehilangan objektivitas. Sekarang misalkan
seorang akuntan publik sedang menyiapkan SPT untuk sebuah klien, dan sebagai penasehat klien,
menganjurkan klien itu untuk mengadakan pengurangan pada SPTnya yang menurutnya sah,
dengan sejumlah pendukung tetapi tidak lengkap. Ini bukan merupakan pelanggaran baik atas
objektivitas ataupun integritas karena dapat diterima seorang akuntan publik menjadi penasehat
klien untuk perpajakan dan jasa manajemen. Jika akuntan publik ini menganjurkan klien untuk
mengadakan pengurangan tanpa pendukung sama sekali, tetapi hanya karena sedikit
kemungkinannya akan diketahui oleh kantor inspeksi pajak, maka berarti telah terjadi pelanggaran.
Pelanggaran itu adalah salah pernyataan atas fakta sehingga integritas akuntan publik itu ternoda.
Bebas dari pertentangan kepentingan berarti tidak adanya hubungan yang dapat
mengganggu objektivitas dan integritas. Misalnya, tidak layak bagi auditor, yang juga seorang
pengacara, untuk membela klien dalam perkara pengadilan. Pengacara adalah pembela klien,
sedangkan auditor harus bersikap tidak memihak.
Di Amerika Serikat terdapat aturan-aturan perilaku bagi anggota AICPA (American
Institute of Certified Public Accountants) yang berkaitan dengan standar teknis, yaitu Peraturan 201
sampai dengan 203.

18
Peraturan 201- Standar Umum. Setiap anggota harus menaati standar-standar berikut dan
setiap interpretasinya yang dibuat oleh lembaga-lembaga yang ditunjuk oleh Dewan.
A. Kompetensi profesional. Hanya melaksanakan jasa-jasa profesional yang dirasa mampu
diselesaikan oleh pegawai atau kantor akuntan publiknya dengan kompetensi
profesional.
B. Kemahiran profesional. Mempergunakan kemahiran profesi dengan seksama dalam
melaksanakan jasa profesional.
C. Perencanaan dan pengawasan. Merencanakan dengan cermat dan mengawasi
pelaksanaan jasa profesional.
D. Data relevan yang mencukupi. Mendapatkan data relevan yang mencukupi guna
mendapatkan dasar yang layak untuk membuat kesimpulan atau memberi rekomendasi
dalam kaitan dengan jasa profesional yang dilakukan.
Peraturan 202 – Ketaatan pada Standar. Seorang anggota yang melaksanakan audit, review,
kompilasi, bantuan manajemen, perpajakan atau jasa profesional lainnya harus taat pada standar
yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang ditetapkan oleh Dewan.
Peraturan 203 – Prinsip Akuntansi. Seorang anggota tidak dibenarkan:
(1) menyatakan pendapat atau menyetujui bahwa laporan keuangan dan data keuangan lain dari
satuan usaha yang diauditnya disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum,
atau
(2) menyatakan bahwa dia tidak mengetahui setiap modifikasi yang material yang telah
dilakukan pada setiap laporan dan data dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip akuntan yang
berlaku umum, jika laporan atau data demikian menyimpang dari prinsip akuntansi yang
ditetapkan oleh badan perumus yang ditunjuk oleh Dewan untuk menyusun prinsip yang
mempunyai dampak material terhadap keseluruhan laporan atau data. Akan tetapi, jika dia
mampu menunjukkan bahwa dalam keadaan tersebut terdapat penyimpangan atas isi laporan
atau data, yang dapat menyebabkan laporan keuangan tersebut dapat menyesatkan, dia harus
menjelaskan di dalam laporannya mengenai penyimpangan tersebut, akibat yang akan
menyertainya, dan sepanjang dianggap praktis, dan alasan-alasan mengapa terjadinya
pernyataan yang menyesatkan jika tetap berpegang pada prinsip yang berlaku.
Di Indonesia terdapat aturan mengenai Kecakapan Profesional, pasal 2 dan Pasal 3 yang
berbunyi sebagai berikut:
(1) (a) Seorang anggota harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar teknis dan
profesional yang relevan.

19
(b) Jika seorang anggota memeprkerjakan staf dan ahli lainnya untuk pelaksanaan tugas
profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka, keterikatan akuntan pada kode etik,
dan ia tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Ia juga
berkewajiban untuk bertindak sesuai dengan kode etik, jika ia memilih ahli lain untuk
memberi saran atau bila merekomendasikan ahli alin itu kepada kliennya.
(2)  Setiap anggota harus meningkatkan kecakapan profesionalnya, agar mampu memberikan
manfaat optimum dalam pelaksanaan tugasnya.
(3)  Setiap anggota harus menolak setiap penugasan yang tidak akan dapat diselesaikannya.

Dalam Pernyataan Etika Profesi No. 2 tentang Kecakapan Etika Profesional dinyatakan:
Anggota harus memperhatikan standars teknik profesi dan etika berupaya terus untuk
meningkatkan kemampuan, kualitas pelayanan dan pelaksanaan tanggung jawab profesional
untuk mendapatkan kemampuan anggota yang baik.
1. Kecakapan (due care) mengaharapkan anggota melaksanakan tanggung jawab profesional
dengan kecakapan dan ketekunan. Hal ini memperlihatkan suatu kewajiban dalam
pengadaan dan pelayanan yang profesional untuk mendapatkan kemampuan anggota yang
memperhatikan kepentingan utama dari setiap pelayanan/jasa yang diadakan dan kosisten
dengan tanggung jawab profesi bagi masyarakat.
2. Kemampuan atau kompetisi didapatkan dari perpaduan pendidikan dan pengalaman.
Dimulai dengan penguasaan pendidikan umum bagi penunjukkan sebagai auditor
independen. Pemeliharaan kemampuan mengharapkan suatu komitmen untuk mempelajari
dan meningkatkan kemampuan profesional. Ini merupakan tanggung jawab anggota. Dalam
semua penugasan dan tanggung jawabnya, setiap anggota harus berusaha mencapai tingkat
kemampuan yang menjamin bahwa kualitas pelayanan anggota telah sesuai dengan tingkat
profesional yang dituntut oleh standar profesi.
3. Kemampuan adalah suatu pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pengertian dan
pengetahuan yang dapat memungkinkan anggota memberikan pelayanan dengan cakap dan
baik. Hal ini membuat suatu pembatasan terhadap kemampuan anggota. Setiap anggota
bertanggung jawab menilai kemampuan mereka, mengevaluasi apakah pendidikan,
pengalaman dan pertimabangannya cukup untuk suatu bentuk tanggung jawab yang
dimaksudkan.
4. Semua anggota harus tekun dalam melaksanakan tanggung jawab terhadap klien, pekerjaan
dan masyarakat. Ketekunan membuat suatu pelayanan yang tepat dan teliti secara
keseluruhan dan memperhatikan standar profesi yang dapat dipakai dan etika.

20
5. Kecakapan Profesional meminta anggota merencanakan dan mengawasi dengan cukup
aktivitas profesional untuk pertanggungjawaban mereka.
Pernyataan Etika Profesi No. 3: Pengungkapan Informasi Rahasia Klien, menyatakan:
a. Yang dimaksud dengan dikehendaki oleh standar profesi, hukum atau negara adalah:
 Kewajiban anggota dalam mematuhi panggilan sidang atau tuntutan pengadilan.
 Setiap anggota tidak boleh menghalangi atau menghindari pelaksanaan review dari
anggota lainnya yang berwenang atau ditunjuk oleh IAI dan instansi lainnya yang
mempunyai otoritas untuk itu.
 Setiap anggota tidak boleh menghindari atau menghalangi penyelidikan Dewan
Pertimbangan Profesi terhadap ketuhanan-ketuhanan yang ada. 
b. Anggota Dewan Pertimbangan Profesi atau Reviewer tidak boleh memanfaatkan atau
mengungkapkan informasi klien kacuali atas tuntutan hukum atau pengadilan.
c. Anggota yang mereview sehubungan dengan pembelian, penjualan atau merger dari seluruh
atau bagian sebuah perusahaan harus melakukan pencegahan yang diperlukan (appropiate
precautions).
Contoh: membuat Written Confidentially Agreement  (perjanjian tertulis untuk merahasiakan
informasi yang diterima).
d.  Auditor boleh mengungkapkan nama-nama pemberi tugas kepada pihak lain tanpa meminta
ijin dari pemberi tugas, kecuali bila pengungkapan nama tersebut mengungkapkan rahasia
informasi atas pemberi tugas.
Contoh: Pengungkapan nama pemberi tugas yang sedang mengalami kesulitan keuangan.
e. Anggota yang menjadi auditor independen tidak boleh memberikan inside
information kepada pihak lain mengenai pemberi tugas yang go public.
f. Auditor terdahulu harus bersedia memperlihatkan audit working papers sebelumnya kepada
auditor pengganti, berdasarkan permintaan pemberi tugas.
g. Auditor independen dapat menggunakan jasa tenaga ahli lainnya, namun harus melakukan
pencegahan untuk menjamin tidak adanya informasi rahasia pemberi tugas terungkap dalam
menggunakan tenaga ahli lainnya tersebut.
h. Auditor independen yang menarik diri dari penugasannya karena menemukan pelanggaran
terhadap undang-undang dan peraturan pemerintah harus memperhatikan aspek hukum atas
status dan kewajibannya bial auditor penggantinya ingin mengetahui alasan penarikan diri
auditor independen tersebut. Auditor independen tersebut juga dapat menganjurkan pada
auditor independen penggantinya untuk meminta ijin kepada pemberi tugas untuk dapat

21
mendiskusikan segala masalah yang ada pada pemberi tugas secara bebas antara auditor
independen sebelumnya dengan penggantinya.
Kode Etika Profesional Dalam Profesi Akuntan
Kode ini menjelma dalam kode etik profesional AKDA, ada 3 karakteristik dan hal-hal
yang ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh CPA/Akuntan Publik kepada publik.
1. CPA harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas, dan obyektif.
2. CPA harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya.
3. CPA harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung jawab
mereka kepada publik.

2.3.5 Tanggung Jawab Dasar Auditorr


The Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices
Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung jawab auditor:
1. Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan: Auditor perlu merencanakan, mengendalikan
dan mencatat pekerjannya.
2. Sistem Akuntansi: Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan
pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan
keuangan.
3. Bukti Audit: Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk
memberikan kesimpulan rasional.
4. Pengendalian Internal: Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada
pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan
melakukan compliance test.
5. Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan: Auditor melaksanakan tinjau ulang
laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang
diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas
pendapat mengenai laporan keuangan.

2.3.6 Hubungan Manajerial Atau Karyawan-Jasa Akuntansi Untuk Audit Klien


Di bawah kondisi tertentu auditor dapat memberikan jasa auditing dan pembukuan untuk
klien yang sama. Satu alasan untuk membolehkan hubungan tersebut adalah bahwa uditor menilai
kewajaran dari hasil keputusan operasi manajemen bukan kebijaksanaan dari keputusan. Syarat-
syaratnya:

22
1. Klien harus menerima tanggung jawab atas laporan keuangan. Ketika rdiperlukan, auditor
harus membantu kliennya untuk memahami masalah-masalah akuntansi secukupnya agar
klien dapat menjalankan tanggnug jawabnya.
2. Auditor tidak boleh menjadi pegawai/manajemen. Ini berarti bahwa sebaiknya auditor tidak
memberi kuasa atas transaksi, pemeliharaan atas harta klien atau kuasa penugasan pada
kepentingan klien.
3. Ketika laporan keuangan disiapkan dari buku dan catatan yang dikelola oleh auditor, auditor
tersebut harus menaati standar audit yang berlaku umum.

2.3.7 Peraturan Pasar Modal Dan Regulator Mengenai Indepedensi Akuntan Publik
Pasar modal memiliki peran yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia. Institusi
yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar
modal di Indonesia adalah Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam. Bapepam mempunyai
kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan, pendaftaran kepada para pelaku pasar modal,
memproses pendaftaran dalam rangka penawaran umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari
perundang-undangan di bidang pasar modal, dan melakukan penegakan hukum atas setiap
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Penilaian kecukupan peraturan perlindungan investor pada pasar modal Indonesia mencakup
beberapa komponen analisa, yaitu:
1. Ketentuan isi pelaporan emitmen atau perusahaan publik yang harus disampaikan kepada
publik dan Bapepam,
2. Ketentuan Bapepam tentang penerapan internal control pada emitmen atau perusahaan
public,
3. Ketentuan Bapepam tentang, pembentukan Komite Audit oleh emitmen atau perusahaan
public,
4. Ketentuan tentang aktivitas profesi jasa auditor independen.
Seperti regulator pasar modal lainnya Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan
izin, persetujuan, pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam
rangka penawaran umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di bidang
pasar modal, dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Salah satu tugas pengawasan Bapepam adalah memberikan perlindungan kepada investor
dari kegiatan-kegiatan yang merugikan seperti pemalsuan data dan laporan
keuangan, window dressing, serta lain-lainnya dengan menerbitkan peraturan pelaksana di bidang

23
pasar modal. Dalam melindungi investor dari ketidakakuratan data atau informasi, Bapepam
sebagai regulator telah mengeluarkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan keaslian data
yang disajikan emiten baik dalam laporan tahunan maupun dalam laporan keuangan emiten.
Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan
Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi
Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal. Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
Periode Audit adalah periode yang mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek
audit, review, atau atestasi lainnya.
1. Periode Penugasan Profesional adalah periode penugasan untuk melakukan pekerjaan
atestasi termasuk menyiapkan laporan kepada Bapepam dan Lembaga Keuangan.
2. Anggota Keluarga Dekat adalah istri atau suami, orang tua, anak baik di dalam maupun di
luar tanggungan, dan saudara kandung.
3. Fee  Kontinjen adalah fee  yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional yang
hanya akan dibebankan apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung
pada temuan atau hasil tertentu tersebut.
4. Orang Dalam Kantor Akuntan Publik adalah orang yang termasuk dalam penugasan audit,
review, atestasi lainnya, dan/atau non atestasi yaitu: rekan, pimpinan, karyawan
professional, dan/atau penelaah yang terlibat dalam penugasan.

2.3.8 Sistem Pengendalian Mutu Kap


Standar Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (KAP) memberikan panduan
bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh
kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional
Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI) dan Aturan Etika Kompartemen
Akuntan Publik yang diterbitkan oleh IAPI.
Unsur-unsur pengendalian mutu yang harus diterapkan oleh setiap KAP pada semua jenis
jasa audit, atestasi dan konsultansi meliputi 9 (sembilan) hal berikut:
1. Independensi
Independensi merupakan kebijakan yang menetapkan bahwa kantor akuntan publik
memperoleh keyakinan yang layak bahwa para auditor, pada semua tingkatan atau jenjang,
mempertahankan independensi sesuai dengan yang ditetapkan dalam Standar Profesi
Akuntan Publik (SPAP).

24
2. Penugasan para auditor
Kebijakan ini ditetapkan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak
bahwa pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh para auditor yang telah mendapat latihan
teknis dan keterampilan yang memadai yang sesuai dengan penugasan.
3. Konsultasi
Ditetapkan dengan maksud agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak
bahwa auditor pada kantor akuntan publik akan meminta bantuan sepanjang diperlukan dari
orang yang mempunyai pertimbangan yang lebih matang ataupun otoritas.
4. Supervisi
Kebijakan dan prosedur dalam melaksanakan supervisi atas semua pekerjaan pada jenjang
organisasi harus ditetapkan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak
bahwa pekerjaan yang dilaksanakan memenuhi norma pegendalian mutu yang ditentukan.
Luas supervisi dan penelaahan yang tepat untuk suatu keadaan tergantung pada banyak
faktor, termasuk kerumitan masalah yang dihadapi, kualifikasi auditor yang ditugasi, serta
tersedia tidaknya dan dimanfaatkan tidaknya tenaga yang dapat memberikan konsultasi.
5. Pengangkatan auditor
Hal ini harus ditetapkan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak
bahwa auditor yang diangkat memiliki karakter yang sesuai sehingga mereka mampu
melaksanakan tugas secara kompeten.
6. Pengembangan profesional
Ditetapkan dengan alasan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak
bahwa para auditor memiliki pengetahuan yang diperlukan sehingga mereka mampu
melaksanakan tugas yang diberikan.
7. Promosi
Ditetapkan dengan alasan agar kantor akuntan publik dapat memperoleh keyakinan yang
layak bahwa para auditor yang dipilih untuk dipromosikan telah memiliki kualifikasi yang
diperlukan untuk memikul tanggung jawab yang akan diserahkan padanya. Tata cara dalam
mempromosikan auditor mempunyai pengaruh besar atas mutu pekerjaan suatu kantor
akuntan publik.
8. Penerimaan dan pemeliharaan hubungan dengan klien
Ditetapkan dalam menerima atau memelihara hubungan dengan klien, agar sejauh mungkin
dihindarkan terlibatnya nama kantor akuntan tersebut dengan klien yang mempunyai itikad
kurang baik.

25
9. Inspeksi
Ditetapkan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa prosedur
yang ada hubungannya dengan unsur pengendalian mutu lainnya telah ditetapkan secara
selektif.

2.4. LAPORAN AUDIT DAN KUALITAS AUDIT


Tahap akhir dari aktivitas audit adalah membuat laporan audit yang diperoleh dari
pelaksanaan penugasannya. Laporan tersebut merupakan alat tugas dan wewenang bagiannya.
Laporan audit menurut Lawrence B. Sawyer yang diterjemahkan oleh Desi Anhariani
(2006:11) adalah sebagai berikut:
“Laporan audit termasuk ringkasan eksekutif, dirancang untuk mengkomunikasikan
perbaikan-perbaikan yang disarankan dan rencana-rencana manajemen operasional untuk
melaksanakan perbaikan tersebut”.
Sedangkan, laporan auditor dalam Standar Profesi Akuntan Publik (2009:73) yang ditulis oleh Siti
Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati adalah sebagai berikut:
“Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara
keseluruhan atau memuat suatu asersi, bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendaapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dikemukakan.
Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan audit harus
memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan jika ada dan
tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor”.
Sebagai profesi yang sudah mapan, auditor memiliki Standar Profesi Audit Internal sebagai
suatu sistem untuk menjamin diterbitkannya laporan audit internal yang berkualitas.
Menurut Hiro Tugiman (2006:70) menyatakan bahwa:
“Laporan audit haruslah objektif, jelas, singkat, konstruktif dan tepat waktu”
Lebih lanjut kriteria-kriteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Objektif
Laporan yang objektif adalah laporan yang faktual, tidak berpihak dan terbebas dari distorsi.
Berbagai temuan, kesimpulan dan rekomendasi haruslah dilakukan tanpa ada suatu prasangka.
2. Jelas
Laporan yang jelas dan mudah dimengerti. Kejelasan suatu laporan dapat ditingkatkan dengan
cara menghindari penggunaan bahasa teknis yang tidak diperlukan dan pemberian berbagai
informasi yang cukup mendukung.

26
3. Singkat
Laporan yang diringkas langsung membicarakan pokok permasalahan dan menghindari
berbagai perincian yang tidak diperlukan. Laporan tersebut disusun dengan menggunakan kata-
kata secara efektif.
4. Konstruktif
Laporan yang konstruktif adalah laporan yang berdasarkan isi dan sifatnya akan membantu
pihak yang akan diperiksa dan organisasi serta menghasilkan berbagai perbaikan yang
dibutuhkan.
5. Tepat Waktu
Laporan yang tepat waktu adalah laporan yang penerbitnya tidak memerlukan penundaan dan
mempercepat kemungkinan pelaksanaan berbagai tindakan efektif.
Dari pengertian diatas menurut beberapa ahli, penulis mengambil kesimpulan bahwa laporan
audit yang berkualitas sebaiknya akurat, objektif, jelas, singkat, konstruktif, lengkap, dan tepat pada
waktunya.
Salah satu fungsi dari akuntan publik adalah menghasilkan informasi yang akurat dan dapat
dipercaya untuk pengambilan keputusan. Namun adanya konflik kepentingan antara pihak internal
dan eksternal perusahaan, menuntut akuntan publik untuk menghasilkan laporan auditan yang
berkualitas yang dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut. Selain itu dengan menjamurnya
skandal keuangan baik domistik maupun manca negara, sebagian besar bertolak dari laporan
keuangan yang pernah dipublikasikan oleh perusahaan. Hal inilah yang memunculkan pertanyaan
tentang bagaimana kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik dalam mengaudit laporan
keuangan klien.
Berdasarkan logika dari paparan di atas maka dikembangkan suatu kerangka pemikiran atas
penelitian ini, yaitu:
1. Pengaruh Kompetensi Auditor terhadap Kualitas Audit.
Kompetensi auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalamannya yang cukup
dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama.
Kualitas audit merupakan segala kemungkinan (probability) dimana auditor pada saat
mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem
akuntansi klien dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan, dimana dalam
melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik
akuntan publik yang relevan. rOleh karena itu dapat dipahami bahwa seorang auditor yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai akan lebih memahami dan mengetahui
berbagai masalah secara lebih mendalam dan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang

27
semakin kompleks dalam lingkungan audit kliennya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi kompetensi yang dimiliki auditor maka semakin tinggi pula kualitas audit yang
dihasilkannya.
2. Pengaruh Independensi Auditor terhadap Kualitas Audit.
Independensi merupakan sikap yang diharapkan dari seorang akuntanpublik untuk tidak
mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan
prinsip integritas dan objektivitas. Oleh karena itu cukuplah beralasan bahwa untuk
menghasilkan audit yang berkualitas diperlukan sikap independen dari auditor. Karena jika
auditor kehilangan independensinya maka laporan audit yang dihasilkan tidak sesuai dengan
kenyataan yang ada sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.
3. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor terhadap Kualitas Audit.
Dalam melaksanakan proses audit, auditor membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang
baik karena dengan kedua hal itu auditor menjadi lebih mampu memahami kondisi keuangan
dan laporan keuangan kliennya. Kemudian dengan sikap independensinya maka auditor dapat
melaporkan dalam laporan auditan jika terjadi pelanggaran dalam laporan keuangan kliennya.
Sehingga berdasarkan logika di atas maka kompetensi dan independensi memiliki pengaruh
dalam menghasilkan audit yang berkualitas baik itu proses maupun outputnya.

28
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
Profesi seorang auditor memegang peranan yang sangat penting bagi pihak manajemen
perusahaan maupun bagi para pemangku kepentingan (stakeholders). Auditor berperan dalam
memberikan opini auditnya terhadap laporan keuangan suatu perusahaan. Opini yang diberikan oleh
auditor disini menyangkut kewajaran penyajian laporan keuangan klien. Auditor akan menilai
apakah laporan keuangan sudah disajikan secara baik sesuai dengan standar-standar akuntansi yang
berlaku umum.
Dalam memberikan opininya, auditor harus memiliki sifat-sifat tertentu karena hasil opini
audit akan berdampak langsung terhadap pihak manajemen dan pengambilan keputusan bagi para
stakeholders. Oleh karena itu, seorang auditor dituntut untuk memiliki pengetahuan lebih dan
kompetensi diri yang memadai. Auditor harus memiliki kemampuan mengaudit yang baik,
memahami secara menyeluruh peraturan / standar akuntansi, memiliki pengalaman yang cukup dan
kompleks, serta mengetahui dengan cermat masalah-masalah yang dihadapi oleh audit klien. Selain
itu, auditor juga harus menjunjung tinggi kode etik profesi akuntan dimana auditor harus memiliki
tanggung jawab etis dalam melakasanakan profesinya. Tanggung jawab etis disini meliputi
objektivitas, integritas, dan independensi. Tiga etika perilaku profesional ini menjadi sangat penting
dalam lingkup auditing sebagai panduan mereka agar meminimalisir kecurangan dan kesalahan.
Hal-hal tersebutlah yang wajib diterapkan dalam sifat dasar seorang auditor ketika memberikan
penilaian atas laporan keuangan dan hasil opini auditnya.
Hasil opini dari auditor yang independen juga berpengaruh terhadap Kantor Akuntan Publik
dimana auditor itu berada. Opini dari auditor yang independen akan menghasilkan kualitas laporan
audit yang lebih baik sehingga para stakeholders dapat mengambil keputusannya dengan tepat.
Dengan demikian, auditor independen akan meningkatkan kepercayaan para stakeholders terhadap
hasil audit serta memberikan citra yang baik pula kepada Kantor Akuntan Publik (tempat auditor
tersebut). Tidak hanya bagi stakeholders, tetapi hasil opini dari auditor independen juga akan
memberikan dampak positif bagi pihak manajemen. Dengan adanya hasil atau temuan audit, pihak
manajemen dapat memperbaiki hal-hal tersebut demi perkembangan dan kelanjutan usaha suatu

29
perusahaan (aspek going concern). Maka dari itu, etika menjadi hal yang sangat penting untuk
diterapkan dalam diri seorang auditor ketika melakukan tanggung jawabnya dalam proses audit.
Berdasarkan uraian dan penjelasan serta aturan nilai etika yang melekat pada auditor,
seorang auditor diwajibkan bersikap independen terhadap semua hal yang berkaitan dengan
profesinya.

30
DAFTAR PUSTAKA

http://mikhaanitaria.blogspot.com/2010/11/etika-dalam-auditing-independensi.html
http://zaicorp-zaicorp.blogspot.com/2014/11/etika-profesi-akuntansi-softskill.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Standar_Pengendalian_Mutu
http://tikuw.blogspot.com/2010/04/auditing-audit-quality.html
http://jabresman.blogspot.com/2009/06/independensi-meningkatkan-kepercayaan.html
http://ziajaljayo.blogspot.com/2011/10/independensi-auditor.html
http://6110111036-helenarizqia.blogspot.com/2012/11/pengertian-objektivitas-independensi.html
https://milamashuri.wordpress.com/seminar-akuntansi/pengaruh-kompetensi-dan-independensi-
terhadap-kualitas-audit/

31

Anda mungkin juga menyukai