Anda di halaman 1dari 17

Kasus PT.

KAI 2006
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
tuntunan, rahmat, dan karunia-Nyalah yang telah memberikan berkat
kepada

penulis

sehingga

dapat

menyelesaikanmakalah ini

dengan

judul Kasus Etika Profesi Akuntansi pada Kasus Manipulasi Laporan


Keuangan PT KAI 2006 tepat pada waktunya.
Adapun maksud dan tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Akuntansi Internasional Makalah yang penulis susun ini
memang masih jauh dari kata sempurna baik dari bentuk penyusunannya
maupun materinya. Kritik dari pembaca yang membangun sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan makalah kami selanjutnya semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa
terutama dalam menyusun makalah selanjutnya yang dapat digunakan
sebagai referensi.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pentingnya penerapan Etika Profesi merupakan pedoman yang penting

dalam berperilaku yang baik dalam suatu profesi. Belakangan ini banyak
sekali pelanggaran dan kecurangan yang timbul akibat penerapan etika
profesi yang tidak maksimal. Banyak kecurangan-kecurangan yang timbul

karena terkikisnya kejujuran dan kebijaksanaan dalam berperilaku. Banyak


perusahaan yang kurang memperhatikan terhadap laporan keuangan
tersebut apakah sudah sesuai atau kurang sesuai dengan Standar Akuntansi
yang berlaku di Indonesia. Untuk itu, perusahaan dapat menggunakan jasa
audit yang dianggap independen dalam memeriksa laporan keuangan
tersebut, jasa audit yang dimaksud adalah dengan menggunakan jasa
auditor eksternal yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik. Salah satu
contoh kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT.
KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan
dalam suatu perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap badan
pengawas dalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji
dan

mampu

menggambarkan

keadaan

keuangan

perusahaan

yang

sebenarnya.
Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen
dan Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak
menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh
Auditor Eksternal. Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar
laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan
fakta yang ada. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kasus PT.
KAI adalah rumitnya laporan keuangan PT. KAI.
Perbedaan pandangan antara manajemen dan komisaris tersebut
bersumber pada perbedaan mengenai, masalah uang muka gaji. Biaya
dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan gaji Januari 2006 dan
seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31
Desember 2005 diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji, yang menurut

Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005. Dari kasus diatas dapat
dilihat bahwa terdapat perselisihan antara manajemen dan komite audit,
dimana dalam menentukan pembayaran gaji untuk bulan Januari 2006,
komite audit meminta untuk dibebankan pada Desember 2005. Menurut
laporan yang dihasilkan oleh auditor eksternal, pembayaran gaji dapat
dibayarkan dimuka pada Bulan Desember 2005 untuk pembayaran gaji
tahun 2006.
Dari penjelasan tentang pentingnya peran akuntan publik tersebut
maka penulis tertarik untuk mengambil judul kasus pelanggaran etika profesi
akuntansi tentang manipulasi laporan keuangan PT. KAI yang diharapkan
dapat memberikan informasi lebih nyata tentang pentingnya etika profesi
akuntansi agar pembaca dapat lebih mudah memahaminya.
1.2

Rumusan Masalah dan Batasan Masalah

1.2.1

Rumusan Masalah

1.Bagaimana opini penulis terhadap masalah yang terjadi pada kasus PT. KAI?
2.Etika profesi apa yang dilanggar oleh PT. KAI?
1.2.2 Batasan masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis hanya membahas kasus
PT. KAI pada tahun 2006
1.3 Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui opini penulis tentang masalah apa yang terjadi pada
PT. KAI
2. Untuk mengetahui etika profesi apa yang dilanggar oleh PT. KAI

BAB II

LANDASAN TEORI
2.1

Pengertian Etika
Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) Etika adalah Nilai

mengenai

benar

dan

salah

yang

dianut

suatu

golongan

atau

masyarakat.Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk,
tentang hak dan kewajiban moral. Menurut Maryani & Ludigdo (2001) Etika
adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur
perilaku

manusia,

baik

yang

harus

dilakukan

maupun

yang

harus

ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat


atau profesi.
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata
etika yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos
mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Dalam Al Quran disebut
dengan khuluk (etika), Khayr (kebaikan), Birr (kebenaran), Qist (persamaan),
adl (kesetaraan dan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan) dan maruf
(mengetahui dan menyetujui).
2.2

Etika Akuntansi
Menurut

International Federation of Accountants

dalam Regar,2003

yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan


yang

mempergunakan

bidang pekerjaan

akuntan

keahlian
publik,

di

bidang

akuntan

intern

akuntansi,
yang

termasuk

bekerja

pada

perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di


pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.

Dalam arti sempit,profesi akuntan adalah lingkup pekerjaanyangdilaku


kan oleh akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri dari
pekerjaan audit, akuntansi, pajak dankonsultan manajemen. Profesi Akuntan
biasanya dianggap sebagai salah satu bidang profesi seperti organisasi
lainnya, misalnya Ikatan Dokter Indonesia(IDI).
Adapun ciri profesi menurut Harahap (1991) adalah sebagai berikut:
1. Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang merupakan

pedoman

dalam melaksanakan keprofesiannya.


2. Memiliki

kode

etik

sebagai

pedoman

yang

mengatur

tingkah

laku

anggotanya dalam profesi itu.


3. Berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang diakui oleh masyarakat atau
pemerintah.
4. Keahliannya dibutuhkan oleh masyarakat.
5. Bekerja bukan dengan motif komersil tetapi didasarkan kepada fungsinya
sebagai kepercayaan masyarakat.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan
standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan
orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut
terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
1. Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem
informasi.
2. Profesionalisme.

Diperlukan

individu

yang

dengan

jelas

dapat

diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntansebagai profesional di bidang


akuntansi.

3. Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari
akuntan diberikan denganstandar kinerja tertinggi.
4. Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa
terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh
akuntan.
2.3

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia


Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:

1.

Prinsip Etika
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai
berikut:

a. Tanggung Jawab profesi


Dalam

melaksanakan

anggota

harus

tanggung

senantiasa

jawabnya

menggunakan

sebagai

profesional,

pertimbangan

setiap

moral

dan

profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus


selalu bertanggungjawab untuk bekerjasama dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat
dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri.
b. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan

kepada

publik,

menghormati

kepercayaan

publik,

dan

menunjukan komitmen atas profesionalisme.


c. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang melandasi kepercayaan public,
mengharuskan seorang anggota untu bersikap jujur dan berterus terang
tanpa

harus

mengorbankan

rahasia

penerima

jasa,

pelayanan

dan

kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi.


Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan
pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan
prinsip.
d. Obyektivitas
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
e. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati,
kompetensi

dan

ketekunan,

serta

mempunyai

kewajiban

untuk

mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat


yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
f.

Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama

melakukan

jasa

profesional

dan

tidak

boleh

memakai

atau

mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak


atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
g. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi
sebagai perwujudan tanggungjawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga,
anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

h. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Standar teknis dan
standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of
Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang
relevan.

2.

Aturan Etika

a. Independensi, Integritas dan Obyektivitas


Independensi berarti dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu
mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa
profesional sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik
yang ditetapkan oleh IAI. Integritas dan Obyektifitas dimana anggota KAP
mempertahankan

integrits

dan

obyektifitas

harus

bebas

dari

konflik

kepentingan dan tidak boleh membiarkan adanya salah saji.


b. Standard Umum dan Prinsip Akuntansi
Standard Umum, anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta
interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang
ditetapkan IAI:
1. Kompetensi Profesional.
Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang
secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi
profesional.
2. Kecermatan dan Keseksamaan Profesional.

Anggota

KAP

wajib

melakukan

pemberian

jasa

profesional

dengan

kecermatan dan keseksamaan profesional.


3. Perencanaan dan Supervisi.
Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap
pelaksanaan pemberian jasa profesional.
4. Data Relevan yang Memadai.
Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi
dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan
pelaksanaan jasa profesionalnya
Prinsip Akuntansi, Anggota KAP tidak diperkenankan:
1. menyatakan

pendapat

atau

memberikan

penegasan

bahwa

laporan

keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum atau
2. menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang
harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan
prinsip

akuntansi

yang

berlaku,

apabila

laporan

tersebut

memuat

penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara


keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan
pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan
atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut diatas. Dalam
kondisi tersebut anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir
ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan
menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara
mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta

alasan mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan
menghasilkan laporan yang menyesatkan.
c. Tanggung Jawab Kepada Klien
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang
rahasia tanpa persetujuan klien.
d. Tanggung Jawab kepada Rekan
Anggota wajib memlihara citra profesi dan tidak melakukan perkataan dan
perbuatan yang dapat merusak citra reputasi rekan seprofesi.
e. Tanggung jawab Praktik lain
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan atau mengucapkan
perkataan yang dapat mencemarkan profesi.
3.

Interpretasi Aturan Etika


Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh
Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari
anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam
penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1

Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT. KAI


Kejujuran dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu

derivasi amanah reformasi ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh


salah satu badan usaha milik negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam

kasus PT. KAI, terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan


keuangan, ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan
investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah
pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Dalam laporan kinerja keuangan
tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa
keuntungan sebesar Rp. 6,9 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila
dicermati sebenarnya ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp.
63 milyar.
Komisaris PT. KAI, Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi
dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen
Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT. KAI untuk
tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan
Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT. KAI untuk disetujui
sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris
PT. KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT. KAI
tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti
dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT.
KAI tahun 2005.
Adapun kejanggalan disebabkan karena perbedaan pandangan antara
Manajemen dan Komisaris bersumber pada perbedaan pendapat mengenai:

1.

Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam

laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun


2005.

2.

Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak

pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh


Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan
keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang
seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart
Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa
dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat
penerimaan perusahaan selama tahun 2005.

3.

Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp

24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui
manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun.
Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum
dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya
dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.

4.

Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal

total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara
sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31
Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus
bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian
dari modal perseroan.

5.

Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap

kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah


dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI
tahun 1998 sampai 2003.

Akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola


perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat
komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan
keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah
mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan
Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu
diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek. (Harian KOMPAS Tanggal
5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006).
Kasus PT KAI di atas menurut beberapa sumber yang saya dapat,
berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi
berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan
karena

tidak

menguasai

prinsip

akuntansi

berterima

umum

bisa

menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan. Laporan Keuangan PT KAI


tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak
terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan
tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah
biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan
adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada
penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut
dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit
oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang
melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu

menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan


Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.

BAB IV
PENUTUP

4.1

Kesimpulan
Maka

dari

itu,

berdasarkan

kasus

yang

terjadi

didalam

PT. KAI dapat disimpulkan bahwaLaporan Keuangan PT KAI disinyalir telah


dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam
laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar
akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa
diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor
menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari
standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan. Kasus ini
juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi
yang

menurut saya,

akuntan

internal

di

PT.

KAI

belum

sepenuhnya

menerapkan 8 prisip etika akuntan. Kedelapan prinsip akuntan tersebut


yaitu:

1.

Tanggung

jawab

profesi,

dimana

seorang

akuntan

harus

bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang


dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia
tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan
tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan
dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.

2.

Kepentingan

Publik,

dimana

akuntan

harus

bekerja

demi

kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan


seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI
diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja
memanupulasi

laporan keuangan sehingga

PT. KAI

yang seharusnya

menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat


mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi
PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak
dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian
tersebut.

3.

Integritas, dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme

yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya,
karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.

4.

Objektifitas, dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap

independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI
diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan
sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.

5.

Kompetensi dan kehati-hatian

professional, akuntan dituntut

harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian,


kompetensi,

dan

mempertahankan
tingkat

yang

melaksanakan

ketekunan,
pengetahuan

diperlukan.

serta
dan

Dalam

kehati-hatian

mempunyai

keterampilan

kasus

profesional

ini,

kewajiban
profesionalnya

akuntan

sehingga

PT.

terjadi

KAI

untuk
pada
tidak

kesalahan

pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita


kerugian namun laporan keuangan mengalami keuntungan.

6.

Kerahasiaan, akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi

yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai
atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada
hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Dalam kasusun ini akuntan sudah menerapkan prinsip kerahasiaan karena
hanya melaporkan laporan yang dapat dipublikasikan saja.

7.

Perilaku profesional, akuntan sebagai seorang profesional dituntut

untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini
akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan
kekeliruan

dalam

melaporkan

laporan

keuangan,

dan

hal

ini

dapat

mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.

8.

Standar teknis, akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya

harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama

penugasan

tersebut

sejalan

dengan

prinsip

integritas

dan

obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar


teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar
akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga
tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan
keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal,
berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan
dalam bentuk pendapatan atau asset.
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1.

http://mayangveva.blogspot.com/2013/11/makalah-kasuspelanggaran-profesi.html

2.

http://mayangveva.blogspot.com/2013/11/makalah-kasuspelanggaran-profesi.html

3.

http://aguszulbay.blogspot.com/2013/05/makalah-etika-bisnis.html

4.

http://eprints.uny.ac.id/8961/2/BAB%201%20-08412144023.pdf

5.

http://eprints.uny.ac.id/8961/2/BAB%201%20-08412144023.pdf

6.

(http://www.scribd.com/doc/22547071/Pembahasan-Kasus-Pt-Kai-Indonesia)

Anda mungkin juga menyukai