PENDAHULUAN
C. Tujuan
Maksud dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu pengertian kode etik profesi.
2. Untuk mengetahui perilaku etis dan perilaku tidak etis bagi perorangan, profesional
dan konteks bisnis.
3. Untuk mengetahui tentang dilema etika.
4. Untuk mengetahui pentingnya etika profesi akuntansi.
5. Untuk mengetahui tujuan dan isi kode perilaku profesional dari AICPA.
6. Untuk mengetahui independen, integritas dan objektifitas dalam hubungannya
dengan kode etik.
7. Untuk mengetahui aturan-aturan kode etik perilaku.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Prilaku Etis dan Prilaku Tidak Etis Bagi Perorangan, Profesional, dan
Konteks Bisnis
Suatu kode etik dapat terdiri dari ketentuan umum (general statements)
mengenai perilaku yang ideal/peraturan khusus yang menguraikan berbagai
tindakan yang tidak dapat di benarkan. Kelemahannya adalah sulit untuk
memaksakan perilaku umum yang ideal, karena tidak adanya standar perilaku
minimum. Prinsip dan nilai moral seseorang serta kepentingan relatif prinsip
tersebut bagi mereka pasti berbeda dengan orang-orang lainnya. Setiap orang
memiliki rangkaian nilai seperti itu, meskipun kita memperhatikannya secara
eksplisit. Para ahli filsafat, organisasi keagamaan, serta kelompok lainnya telah
mendefinisikan serangkaian prinsip dan nilai moral yang telah ditentukan adalah
UU dan peraturan, doktrin gereja, kode etik bisnis bagi kelompok profesi seperti
akuntan publik, serta kode prilaku dalam organisasi.
Contoh serangkaian prinsip yang telah ditentukan dan prinsip-prinsip ini
dikembangkan oleh Josephson Institute of Ethics, sebuah organisasi nirlaba bagi
pengembangan kualitas etika masyarakat. Berikut ini adalah enam nilai inti etis
mengenai prilaku etis menurut Josephson Institute:
1. Dapat dipercaya (trustworthiness) mencangkup kejujuran,
integritas, reliabilitas, dan loyalitas. Kejujuran menuntut itikad baik untuk
mengemukakan kebenaran. Integritas berarti bahwa seseorang bertindak
sesuai dengan kesadaran yang tinggi, dalam situasi apapun. Reliabilitas
berarti melakukan semua usaha yang masuk akal untuk memenuhi
komitmennya. Loyalitas adalah tanggung jawab untuk mengutamakan dan
melindungi berbagai kepentingan masyarakat dan organisasi tertentu.
2. Penghargaan (respect) mencakup gagasan seperti kepantasan (civility),
kesopansantunan (courtesy), kehormatan, toleransi, dan penerimaan.
3. Pertanggungjawaban (responsibility) berarti bertanggung jawab atas
tindakan seseorang serta dapat menahan diri. Pertanggungjawaban juga
berarti berusaha sebaik mungkin dan memberi teladan dengan contoh,
mencakup juga ketekunan serta upaya untuk terus melakukan perbaikan.
4. Kelayakan (fairness) dan keadilan mencakup isu-isu tentang kesamaan
penilaian, sikap tidak memihak, proporsionalitas, keterbukaan, dan
keseksamaan. Perlakuan yang layak berarti bahwa situasi yang serupa akan
ditangani dengan cara yang serupa pula.
5. Perhatian (caring) berarti sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan
pihak lain dan mencakup tindakan yang memperhatikan kepentingan
sesama serta memperlihatkan perbuatan baik.
6. Kewarganegaraan (citizenship) termasuk kepatuhan pada undang-undang
serta melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara agar proses dalam
masyarakat berjalan dengan baik, antara lain pemungutan suara, bertindak
sebagai juri pengadilan di AS, dan melindungi sumber daya yang ada.
Perilaku etis sangat diperlukan oleh masyarakat agar dapat berfungsi secara
teratur. Kita dapat berargumentasi bahwa etika adalah perekat yang dapat mengikat
anggota masyarakat. Bayangkan, misalnya, apa yang akan terjadi jika kita tidak
memiliki kepercayaan akan kejujuran dari orang-orang yang berinteraksi dengan
kita. Jika para orang tua, guru, pemilik perusahaan, saudara kita, rekan kerja, serta
teman-teman kita semuanya berkata bohong, hampir tidak mungkin untuk
mempunyai komunikasi yang efektif.
Kemudian mengapa orang-orang bertindak tidak etis? Sebagian orang
mendefinisikan prilaku tidak etis sebagai tindakan yang berbeda dengan apa yang
mereka anggap tepat dilakukan dalam situasi tertentu. Masing-masing dari kita
memutuskan bagi kita sendiri apa yang kita anggap sebagai prilaku tidak etis, baik
bagi kita sendiri maupun bagi orang lain. Jadi kita harus memahami apa yang
menyebabkan orang-orang bertindak dengan cara yang kita anggap sebagai tidak
etis.
Ada dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis: Standar etika
seseorang berbeda dengan standar etika yang berlaku di masyarakat secara
keseluruhan, atau orang itu memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri.
Sering kali, kedua alasan itu muncul bersamaan.
C. Dilema Etika
Dilema etika adalah suatu situasi di mana seseorang berhadapan dengan suatu
keputusan menyangkut prilaku yang benar. Dilema etika biasanya melibatkan
situasi di mana kesejahteraan seseorang atau lebih terpengaruh akibat suatu
keputusan. Dilema etika yang dihadapi oleh auditor kerapkali berpengaruh terhadap
kesejahteraan banyak atau sekelompok individu. Sebagai contoh, seandainya
seorang auditor membuat keputusan yang tidak etis mengenai kandungan suatu
laporan audit, maka kekayaan ribuan investor dan kreditor mungkin terpengaruh.
Para auditor, akuntan, serta prilaku bisnis lainya menghadapi banyak dilema etika
dalam karier bisnis mereka. Auditor yang menghadapi klien yang mengancam akan
mencari auditor baru kecuali bersedia menerbitkan suatu pendapat wajar tanpa
pengecualian.
Tetap menjadi bagian dari manajemen sebuah perusahaan yang
mempermalukan dan memperlakukan para pegawainya secara tidak wajar atau
tidak jujur malayani para pelanggan merupakan suatu dilema etika, terutama jika
kariyawan tersebut mempunyai keluarga yang harus ditanggung dan ketatnya
persaingan mencari pekerjaan baru.
Terdapat cara-cara alternatif untuk menyelesaikan delima etika, tetapi kita
harus berhati-hati untuk meghindari metode yang merasionalkan prilaku tidak etis.
Berikut ini adalah metode-matode rasionalisasi yang sering digunakan, yang
dengan mudah dapat mengakibatkan tindakan tidak etis.
Setiap orang melakukanya. Argumen bahwa memalsukan SPT pajak, mencotek saat
ujian, atau menjual produk yang cacat merupakan prilakuyang dapat diterima
umumnya didasarkan pada rasionalisasi bahwa setiap orang lain juga melakukan
hal yang sama dan karena itu merupakan prilaku yang dapat diterima.
Jika sah menurut hukum, hal itu etis. Menggunakan argumen bahwa semua prilaku
yang sah menurut hukum adalah prilaku yang etis sangat bergantung pada
kesempurnaan hukum. Menurut filosofi ini, seseorang tidak memiliki kewajiban
untuk mengembalikan suatu barang yang hilang kecuali pihak lain dapat
membuktikan bahwa barang tersebut miliknya.
Kemungkinan penemuan dan konsekuensinya. Filosofi ini bergantung pada
evaluasi atas kemungkinan bahwa orang lain akan menemukan prilaku tersebut.
Biasanya orang itu juga akan menilai besarnya kerugian (konsekuensi) yang akan
diterimanya jika hal itu terbongkar. Salah satu contohnya adalah memutuskan
apakah akan mengoreksi kelebihan tagihan yang tak disengaja kepada seorang
pelanggan ketika pelanggan tersebut telah membayar seluruh tagihanya. Jika
sipenjual yakin bahwa pelanggan itu akan mendeteksi kekeliruan ini dan
memutuskan untuk tidak akan membeli lagi kepadanya, maka penjual akan segera
menginformasikan kesalaha yang terjadi sekarang, sebaliknya penjual juga
menunggu hingga pelanggan tersebut menyampaikan keberatan.
Dalam tahun-tahun terahir ini telah dikembngkan kerangka kerja formal
untuk membantu orang-orang menyelesaikan dilema etika. Tujuan dari kerangka
kerja itu adalah membantu mengidentifikasi isu-isu etis dan memutuskan
serangkaian tindakan yang tepat dengan menggunakan nilai dari orang itu sendiri.
Pendekatan enam langkah berikut ini dimaksudkan agar dapat menjadi suatu
pendekatan yang relatif sederhana untuk menyelesaikan dilema etika.
1. Memperoleh fakta yang relevan
2. Mengidentifikasi isu-isu etis berdasarkan fakta tersebut
3. Menentukan siapa yang terpengaruh oleh akibat dari dilema tersebut dan bagaimana
setiap orang atau kelompok itu terpengaruhi.
4. Mengidentifikasi berbagai alternatif yang tersedia bagi orang yang harus
menyelesaikan dilema tersebut.
5. Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin terjadi dari setiap alternatif
6. Memutuskan tindakan yang tepat.
Peraturan Perilaku :
Bagian dari kode ini mencakup peraturan khusus yang harus dipatuhi oleh satiap
akuntan publik dalam praktik akuntansi publik. Bagian tentang peraturan perilaku
ini merupakan satu-satunya bagian kode etik yang dapat diberlakukan, sehingga
peraturan ini dinyatakan dalam ungkapan yang lebih spesifik daripada ungkapan
yang tercantum dalam bagian prinsip. Jadi banyak praktisi yang merujuk peraturan
ini sebagai kode etik perilaku profesional AICPA.
Kaidah Etika :
Kaidah (ruling) adalah penjelasan komite eksekutif dari divisi etika profesional
tentang situasi faktual khusus.
Sejumlah besar kaidah etika dipublikasikan dalam versi yang diperluas dari kode
perilaku profesional AICPA.[7]
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa kode etik profesi
merupakan pedoman mutu moral profesi di dalam masyarakat yang di atur sesuai
dengan profesi masing-masing. Semua profesi yang diakui mempunyai beberapa
karakteristik yang sama. Karakteristik yang paling penting adalah :
1. Tanggung jawab untuk melayani masyarakat umum/publik.
2. Batang tubuh pengetahuan yang kompleks
3. Standar penerimaan kedalam profesi
4. Kepercayaan publik
Adapun beberapa nilai yang mengandung prilaku etis dan prilaku tidak etis bagi
perorangan, profesional, dan konteks bisnis. Enam nilai inti etis mengenai prilaku
etis menurut Josephson Institute :
1. Dapat dipercaya (trustworthiness)
2. Penghargaan (respect)
3. Pertanggungjawaban (responsibility
4. Kelayakan (fairness) dan
5. Perhatian (caring) berarti
6. Kewarganegaraan (citizenship)
Ada dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis : Standar etika
seseorang berbeda dengan standar etika yang berlaku di masyarakat secara
keseluruhan, atau orang itu memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri.
Sering kali, kedua alasan itu muncul bersamaan.
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A., Randal J. Elder, Mark S. Beasley. 2008. Auditing Dan Jasa
Assurance. Jakarta : Erlangga.
Arens-James k, Alvin A. 1995. Auditing Suatu Pendekatan Terpadu. Jakarta
: Erlangga
Boyton, William C. , dkk. 2001. Modern Auditing jilid I. Jakarta : Erlangga
Hartadi, Bambang.1990. Auditing Edisi 1. Yogyakarta : BPFE-
YOGYAKARTA
http://ariesta-riris.blogspot.com/2012/11/etika-dalam-kantor-akuntan-
publik.html
M.Guy. 2002. Auditing. Jakarta : Erlangga.
Simamora, Henry. 2002. Auditing I. Yogyakarta : Percetakan (UPP) AMP
YKPN
[1] Henry Simamora, Auditing I, (Yogyakarta : Percetakan (UPP) AMP YKPN, 2002), h.
44.
[2] Bambang Hartadi, Auditing edisi 1, (Yogyakarta : BPFE-YOGYAKARTA, 1990), h.
33.
[3] William C. Boyton, dkk, Modern Auditing jilid I, (Jakarta : Erlangga, 2001), h. 98.
[4] Alvin A. Arens-James k, Auditing Suatu Pendekatan Terpadu, (Jakarta : Erlangga,
1995), h. 80.
[5] Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S. Beasley, Auditing Dan Jasa
Assurance, (Jakarta : Erlangga, 2008), h. 98-99.
[6] Ibid., Henry Simamora, Auditing I, h.44
[7] Ibid., Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S. Beasley, Auditing Dan Jasa
Assurance,h.106-108.
[8] http://ariesta-riris.blogspot.com/2012/11/etika-dalam-kantor-akuntan-publik.html
diunduh pada hari Sabtu, 01 Oktober 2016 pukul 11.22am.
[9] M.Guy, Auditing, (Jakarta : Erlangga, 2002), h. 59-60.