Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh
kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan
kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Profesi akuntan
publik akan selalu berhadapan dengan dilema yang mengakibatkan seorang akuntan
publik berada pada dua pilihan yang bertentangan. Seorang akuntan publik akan
mengalami suatu dilema ketika tidak terjadi kesepakatan dengan klien mengenai
beberapa aspek dan tujuan pemeriksaan. Apabila akuntan publik memenuhi
tuntutan klien berarti akan melanggar standar pemeriksaan, etika profesi dan
komitmen akuntan publik tersebut terhadap profesinya, tetapi apabila tidak
memenuhi tuntutan klien maka dikhawatirkan akan berakibat pada penghentian
penugasan oleh klien. Kode etik akuntan Indonesia dalam pasal 1 ayat (2) adalah
berisi tentang setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektifitas
dalam melaksanakan tugasnya tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan.
Kurangnya kesadaran etika akuntan publik dan maraknya manipulasi akuntansi
korporat membuat kepercayaan para pemakai laporan keuangan auditan mulai
menurun, sehingga para pemakai laporan keuangan seperti investor dan kreditur
mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak independen.
Seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya memperoleh kepercayaan
dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran
laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai
kepentingan yang berbeda, dan mungkin saja bertentangan dengan kepentingan
para pemakai laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, auditor harus bersikap
independen, integritas dan objektifitas.
B. Rumusan Masalah
Sebelum membahas lebih lanjut, perlu untuk mengidentifikasikan
permasalaha-permasalahan yang akan dikembangkan dalam penulisan makalah ini.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Apa pengertian kode etik profesi?
2. Bagaimankah perilaku etis dan perilaku tidak etis bagi perorangan, profesional dan
konteks bisnis?
3. Apa itu dilema etika?
4. Apakah pentingnya etika pada profesi akuntansi?
5. Apakah tujuan dan isi kode perilaku profesional dari aicpa?
6. Apa itu independen, integritas dan objektifitas dalam hubungannya dengan kode
etik?
7. Apa sajakah aturan-aturan kode etik perilaku?

C. Tujuan
Maksud dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu pengertian kode etik profesi.
2. Untuk mengetahui perilaku etis dan perilaku tidak etis bagi perorangan, profesional
dan konteks bisnis.
3. Untuk mengetahui tentang dilema etika.
4. Untuk mengetahui pentingnya etika profesi akuntansi.
5. Untuk mengetahui tujuan dan isi kode perilaku profesional dari AICPA.
6. Untuk mengetahui independen, integritas dan objektifitas dalam hubungannya
dengan kode etik.
7. Untuk mengetahui aturan-aturan kode etik perilaku.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Kebutuhan Kode Etik Profesi


1. Pengertian Kode Etik
Etika (ethics) merupakan peraturan-peraturan yang dirancang untuk
mempertahankan suatu profesi pada tingkat yang bermartabat, mengarahkan
anggota profesi dalam hubungannya satu dengan yang lain, dan memastikan kepada
publik bahwa profesi akan mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi. Setiap
hubungan diantara dua atau lebih individu menyertakan di dalamnya ekspektasi
pihak-pihak yang terlibat.
Kode Etik Profesi adalah pedoman untuk bersikap, tingkah laku dalam perbuatan ketika
melaksanakan tugas.karena dalam melaksanakan tugas, kode etik profesi memiliki peran
sebagai, sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang berprofesional, supaya
tidak merusak etika profesi ketika sedang menjalankan tugasnya.

2. Kebutuhan Akan Etika Profesional


Kode etik berupaya untuk memastikan standar kompetensi yang tinggi
diantara anggota-anggota kelompok, mengatur dan mengokohkan hubungan
mereka dan meningkatkan juga melindungi citra profesi dan kesejahteraan
komunitas profesi.
Semua profesi yang diakui mempunyai beberapa karakteristik yang sama.
Karakteristik yang paling penting adalah :
a. Tanggung jawab untuk melayani masyarakat umum/publik.
Kantor akuntan publik terdaftar merupakan representasi publik/kredituor,
konsumen, karyawan, pemegang saham, dan lain-lain. Peran auditor independen
adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan fair to all parties (wajar bagi
semua pihak). Dan tidak bisa dengan mementingkan satu kelompok dan
mengorbankan kelompok lainnya. Akuntan publik harus mempertahankan taraf
independensi yang tinggi dari klien mereka, jika mereka ingin melayani komunitas
yang lebih besar.
b. Batang tubuh pengetahuan yang kompleks.
Teori yang mendasari profesi akuntan publik adalah teori akuntansi/prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan praktik.
c. Standar penerimaan kedalam profesi
Untuk mendapatkan izin berpraktik sebagai akuntan publik, seseorang
diharuskan memenuhi standar minimum pendidikan dan pengalaman. Orang
tersebut pula lolos dari ujian yang memperlihatkan penguasaannya terhadap
pengetahuan akuntansi. Begitu telah mendapat izin praktik, orang tersebut harus
pula memenuhi kode etik profesinya.
d. Kepercayaan publik
Bagi kantor akuntan publik, keyakinan publik mempunyai signifikansi khusus.
Produk kantor akuntan publik adalah kredibilitas. Etika profesional dalam
akuntansi publik sebagaimana halnya dalam profesi lainnya, sudah berkembang
secara bertahap dan masih dalam proses perubahan karena praktik akuntansi publik
itu sendiri mengalami perubahan secara terus menerus.

B. Prilaku Etis dan Prilaku Tidak Etis Bagi Perorangan, Profesional, dan
Konteks Bisnis
Suatu kode etik dapat terdiri dari ketentuan umum (general statements)
mengenai perilaku yang ideal/peraturan khusus yang menguraikan berbagai
tindakan yang tidak dapat di benarkan. Kelemahannya adalah sulit untuk
memaksakan perilaku umum yang ideal, karena tidak adanya standar perilaku
minimum. Prinsip dan nilai moral seseorang serta kepentingan relatif prinsip
tersebut bagi mereka pasti berbeda dengan orang-orang lainnya. Setiap orang
memiliki rangkaian nilai seperti itu, meskipun kita memperhatikannya secara
eksplisit. Para ahli filsafat, organisasi keagamaan, serta kelompok lainnya telah
mendefinisikan serangkaian prinsip dan nilai moral yang telah ditentukan adalah
UU dan peraturan, doktrin gereja, kode etik bisnis bagi kelompok profesi seperti
akuntan publik, serta kode prilaku dalam organisasi.
Contoh serangkaian prinsip yang telah ditentukan dan prinsip-prinsip ini
dikembangkan oleh Josephson Institute of Ethics, sebuah organisasi nirlaba bagi
pengembangan kualitas etika masyarakat. Berikut ini adalah enam nilai inti etis
mengenai prilaku etis menurut Josephson Institute:
1. Dapat dipercaya (trustworthiness) mencangkup kejujuran,
integritas, reliabilitas, dan loyalitas. Kejujuran menuntut itikad baik untuk
mengemukakan kebenaran. Integritas berarti bahwa seseorang bertindak
sesuai dengan kesadaran yang tinggi, dalam situasi apapun. Reliabilitas
berarti melakukan semua usaha yang masuk akal untuk memenuhi
komitmennya. Loyalitas adalah tanggung jawab untuk mengutamakan dan
melindungi berbagai kepentingan masyarakat dan organisasi tertentu.
2. Penghargaan (respect) mencakup gagasan seperti kepantasan (civility),
kesopansantunan (courtesy), kehormatan, toleransi, dan penerimaan.
3. Pertanggungjawaban (responsibility) berarti bertanggung jawab atas
tindakan seseorang serta dapat menahan diri. Pertanggungjawaban juga
berarti berusaha sebaik mungkin dan memberi teladan dengan contoh,
mencakup juga ketekunan serta upaya untuk terus melakukan perbaikan.
4. Kelayakan (fairness) dan keadilan mencakup isu-isu tentang kesamaan
penilaian, sikap tidak memihak, proporsionalitas, keterbukaan, dan
keseksamaan. Perlakuan yang layak berarti bahwa situasi yang serupa akan
ditangani dengan cara yang serupa pula.
5. Perhatian (caring) berarti sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan
pihak lain dan mencakup tindakan yang memperhatikan kepentingan
sesama serta memperlihatkan perbuatan baik.
6. Kewarganegaraan (citizenship) termasuk kepatuhan pada undang-undang
serta melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara agar proses dalam
masyarakat berjalan dengan baik, antara lain pemungutan suara, bertindak
sebagai juri pengadilan di AS, dan melindungi sumber daya yang ada.

Perilaku etis sangat diperlukan oleh masyarakat agar dapat berfungsi secara
teratur. Kita dapat berargumentasi bahwa etika adalah perekat yang dapat mengikat
anggota masyarakat. Bayangkan, misalnya, apa yang akan terjadi jika kita tidak
memiliki kepercayaan akan kejujuran dari orang-orang yang berinteraksi dengan
kita. Jika para orang tua, guru, pemilik perusahaan, saudara kita, rekan kerja, serta
teman-teman kita semuanya berkata bohong, hampir tidak mungkin untuk
mempunyai komunikasi yang efektif.
Kemudian mengapa orang-orang bertindak tidak etis? Sebagian orang
mendefinisikan prilaku tidak etis sebagai tindakan yang berbeda dengan apa yang
mereka anggap tepat dilakukan dalam situasi tertentu. Masing-masing dari kita
memutuskan bagi kita sendiri apa yang kita anggap sebagai prilaku tidak etis, baik
bagi kita sendiri maupun bagi orang lain. Jadi kita harus memahami apa yang
menyebabkan orang-orang bertindak dengan cara yang kita anggap sebagai tidak
etis.
Ada dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis: Standar etika
seseorang berbeda dengan standar etika yang berlaku di masyarakat secara
keseluruhan, atau orang itu memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri.
Sering kali, kedua alasan itu muncul bersamaan.

C. Dilema Etika
Dilema etika adalah suatu situasi di mana seseorang berhadapan dengan suatu
keputusan menyangkut prilaku yang benar. Dilema etika biasanya melibatkan
situasi di mana kesejahteraan seseorang atau lebih terpengaruh akibat suatu
keputusan. Dilema etika yang dihadapi oleh auditor kerapkali berpengaruh terhadap
kesejahteraan banyak atau sekelompok individu. Sebagai contoh, seandainya
seorang auditor membuat keputusan yang tidak etis mengenai kandungan suatu
laporan audit, maka kekayaan ribuan investor dan kreditor mungkin terpengaruh.
Para auditor, akuntan, serta prilaku bisnis lainya menghadapi banyak dilema etika
dalam karier bisnis mereka. Auditor yang menghadapi klien yang mengancam akan
mencari auditor baru kecuali bersedia menerbitkan suatu pendapat wajar tanpa
pengecualian.
Tetap menjadi bagian dari manajemen sebuah perusahaan yang
mempermalukan dan memperlakukan para pegawainya secara tidak wajar atau
tidak jujur malayani para pelanggan merupakan suatu dilema etika, terutama jika
kariyawan tersebut mempunyai keluarga yang harus ditanggung dan ketatnya
persaingan mencari pekerjaan baru.
Terdapat cara-cara alternatif untuk menyelesaikan delima etika, tetapi kita
harus berhati-hati untuk meghindari metode yang merasionalkan prilaku tidak etis.
Berikut ini adalah metode-matode rasionalisasi yang sering digunakan, yang
dengan mudah dapat mengakibatkan tindakan tidak etis.
Setiap orang melakukanya. Argumen bahwa memalsukan SPT pajak, mencotek saat
ujian, atau menjual produk yang cacat merupakan prilakuyang dapat diterima
umumnya didasarkan pada rasionalisasi bahwa setiap orang lain juga melakukan
hal yang sama dan karena itu merupakan prilaku yang dapat diterima.
Jika sah menurut hukum, hal itu etis. Menggunakan argumen bahwa semua prilaku
yang sah menurut hukum adalah prilaku yang etis sangat bergantung pada
kesempurnaan hukum. Menurut filosofi ini, seseorang tidak memiliki kewajiban
untuk mengembalikan suatu barang yang hilang kecuali pihak lain dapat
membuktikan bahwa barang tersebut miliknya.
Kemungkinan penemuan dan konsekuensinya. Filosofi ini bergantung pada
evaluasi atas kemungkinan bahwa orang lain akan menemukan prilaku tersebut.
Biasanya orang itu juga akan menilai besarnya kerugian (konsekuensi) yang akan
diterimanya jika hal itu terbongkar. Salah satu contohnya adalah memutuskan
apakah akan mengoreksi kelebihan tagihan yang tak disengaja kepada seorang
pelanggan ketika pelanggan tersebut telah membayar seluruh tagihanya. Jika
sipenjual yakin bahwa pelanggan itu akan mendeteksi kekeliruan ini dan
memutuskan untuk tidak akan membeli lagi kepadanya, maka penjual akan segera
menginformasikan kesalaha yang terjadi sekarang, sebaliknya penjual juga
menunggu hingga pelanggan tersebut menyampaikan keberatan.
Dalam tahun-tahun terahir ini telah dikembngkan kerangka kerja formal
untuk membantu orang-orang menyelesaikan dilema etika. Tujuan dari kerangka
kerja itu adalah membantu mengidentifikasi isu-isu etis dan memutuskan
serangkaian tindakan yang tepat dengan menggunakan nilai dari orang itu sendiri.
Pendekatan enam langkah berikut ini dimaksudkan agar dapat menjadi suatu
pendekatan yang relatif sederhana untuk menyelesaikan dilema etika.
1. Memperoleh fakta yang relevan
2. Mengidentifikasi isu-isu etis berdasarkan fakta tersebut
3. Menentukan siapa yang terpengaruh oleh akibat dari dilema tersebut dan bagaimana
setiap orang atau kelompok itu terpengaruhi.
4. Mengidentifikasi berbagai alternatif yang tersedia bagi orang yang harus
menyelesaikan dilema tersebut.
5. Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin terjadi dari setiap alternatif
6. Memutuskan tindakan yang tepat.

D. Pentingnya Etika Pada Profesi Akuntansi


Masyarakat kita telah memberikan pengertian khusus atas
istilah profesional. Seorang profesional diharapkan dapat berprilaku pada tingkat
yang lebih tinggi dari yang dilakukan oleh sebagian besar anggota masyarakat lain.
Sebagai contoh, ketika pers memberitakan bahwa seorang dokter, biarawan,
senator, atau akuntan publik telah didakwa melakukan suatu kejahatan, mayoritas
masyarakat akan merasa lebih kecewa ketimbang jika hal yang sama terjadi pada
seseorang yang bukan profesional.
Arti istilah profesional adalah tanggung jawab untuk bertindak lebih dari
sekedar memenuhi tanggung jawab diri sendiri maupun ketentuan hukum dan
peraturan masyarakat. Akuntan publik, sebagai profesional, mengakui adanya
tanggung jawab kepada masyarakat, klien, serta rekan praktisi, termasuk prilaku
yang terhormati, meskipun itu berarti pengorbanan diri.
Alasan utama mengharapkan tingkat prilaku profesional yang tinggi oleh
setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik atas kualitas jasa yang
diberikan oleh profesi, tanpa memandang individu yang menyediakan jasa tersebut.
Bagi akuntan publik, kepercayaan klient dan pemakai laporan keuangan eksternal
atas kualitas audit dan jasa lainnya sangatlah penting. Jika para pemakai jasa tidak
memiliki kepercayaan kepada para dokter, hakim, atau akuntan publik, maka
kemampuan para profesional itu untuk melayani klien serta masyarakat secara
efektif akan hilang.

E. Tujuan dan Isi Kode Prilaku Profesional dari AICPA


Kode perilaku profesional AICPA menyediakan baik standar umum perilaku
yang ideal maupun peraturan perilaku khusus yang harus diberlakukan. Kode etik
terdiri dari empat bagian, yaitu : prinsip-prinsip, peraturan perilaku, interpretasi atas
peraturan perilaku, dan kaidah etika.
Prinsip–prinsip Etis :
a. Tanggung jawab, dalam mengemban tanggung jawabnya sebagia profesional, para
anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitif
dalam semua kativitas mereka.
b. Kepentingan publik, para anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak
sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan publik, menghargai kepercayaan
publik dan menunjukkan komitmen nya padaprofesionalisme
c. Integritas, untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, para
anggota harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan
tingkat integritas tertinggi
d. Objektivitas dan indepedensi, anggota harus mempertahankan objektivitas dan
bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab
profesionalnya.
e. Keseksamaan, anggota harus memperhatikan standar teknis dan etis profesi, terus
berusaha meningkatkan kompetensi dan mutu jasa yang diberikannya, serta
melaksanakan tanggungjawab profesional sesuai dengan kemampuan terbaiknya.
f. Ruang lingkup dan sifat jasa, anggota yang berpraktik bagi publik harus
memperhatikan prinsip-prinsip kode perilaku profesional dalam menentukan
lingkup dan sifat jasa yang akan disediakannya.

Peraturan Perilaku :
Bagian dari kode ini mencakup peraturan khusus yang harus dipatuhi oleh satiap
akuntan publik dalam praktik akuntansi publik. Bagian tentang peraturan perilaku
ini merupakan satu-satunya bagian kode etik yang dapat diberlakukan, sehingga
peraturan ini dinyatakan dalam ungkapan yang lebih spesifik daripada ungkapan
yang tercantum dalam bagian prinsip. Jadi banyak praktisi yang merujuk peraturan
ini sebagai kode etik perilaku profesional AICPA.

Interpretasi Peraturan Perilaku :


Komite eksekutif etika profesional AICPA menyiapkan setiap interpretasi
berdasarkan konsensus komite yang terdiri dari para praktisi akuntan publik.
Interpretasi itu dikirimkan kepada sejumlah besar orang–orang penting dalam
profesi untuk diminta masukannya.

Kaidah Etika :
Kaidah (ruling) adalah penjelasan komite eksekutif dari divisi etika profesional
tentang situasi faktual khusus.
Sejumlah besar kaidah etika dipublikasikan dalam versi yang diperluas dari kode
perilaku profesional AICPA.[7]

F. Indenpenden, Integritas dan Objektifitas dalam Hubungannya dengan Kode


Etik.
Untuk memberikan pedoman etika yang spesifik di bidang etika profesi
akuntan publik , IAI Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) telah menyusun
aturan etika. dalam hal keterterapan aturan ini mengharuskan anggota IAI-KAP dan
staf profesional (baik yang anggota maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang
bekerja di suatu kantor akuntan publik untuk mematuhinya. Aturan etika ini
meliputi pengaturan tentang :
a. Indenpendensi
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap
mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur
dalam Standar Profesional Akuantan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental
independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (infacts) maupun dalam
penampilan (in appearance).
Independen berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain dan
tidak tergantung pada orang lain. Tiga aspek dalam independensi auditor, yaitu:
(a) Independensi dalam diri auditor (independence in fact): kejujuran dalam diri
auditor dalam mempertimbangkan berbagai faktor dalam audit finding.
(b) Independensi dalam penampilan (perceived independence). Independensi ini
merupakan tinjauan pihak lain yang mengetahui informasi yang bersangkutan
dengan diri auditor.
(c) Independensi di pandang dari sudut keahliannya. Keahlian juga
merupakanfaktor independensi yang harus diperhitungkan selain kedua
independensi yang telah disebutkan. Dengan kata lain auditor dapat
mempertimbangkan fakta dengan baik yang kemudian ditarik menjadi suatu
kesimpulan jika ia memiliki keahliam mengenai hal tersebut.

b. Integritas dan Objektifitas


Integritas adalah auditor yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan apa
yang diyakini kebenarannya tersebut kedalam kenyataan.
Objektifitas adalah unsur karakter yang menunjukkan kemampuan seseorang
maupun menyatakan kenyataan sebagaimana adanya, terlepas dari kepentingan
pribadi maupun kpentingan pihak lain.
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dn
objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak
boleh mmebiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang
diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada
pihak lain.

G. Aturan-Aturan Kode Etik Prilaku


Interpretasi aturan etika merupakan interpretasi yang di keluarkan oleh badan
yang di bentuk oleh himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota dan
pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan aturan
etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan
etika profesi yang berlaku saat ini dapat di pakai sebagai interpretasi atau aturan
etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Adapun aturan yang berlaku bagi auditor adalah sebagai berikut:
1. Integritas
a. Melaksanakan tugas nya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh
sungguuh;
b. Menunjukan kesetiaan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan profesi dan
organisasi dalam melaksanakan tugas;
c. Mengikuti perkembangan peraturan perundang- undang dan mengungkapkan
segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undang dan profesi yang
berlaku.
d. Menjaga citra dan visi misi organisasi.
2. Obyektifitas
a. Mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya yang apabila tidak di
ungkapan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang di audit;
b. Tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin
mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang
mungkin yang menyebabkan terjadinya benturan kepentingan;
c. Menolak suatu pemberian auditi yang terkait dengan keputusan maupun
pertimbangan profesianalnya.
3. Kerahasiaan
a. Secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diberikan oleh
si auditi;
b. Tidak akan menggunakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan
pribadi/golongan di luar kepentingan organisasi atau dengan cara yang
bertentangan dengan peraturan perundang-perundang.
4. Kompetensi
a. Melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan stndart audit;
b. Terus menerus meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil
pekerjaan;
c. Menolak untuk melaksakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan,
keahlian dan keterampilan yang dimiliki.

BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa kode etik profesi
merupakan pedoman mutu moral profesi di dalam masyarakat yang di atur sesuai
dengan profesi masing-masing. Semua profesi yang diakui mempunyai beberapa
karakteristik yang sama. Karakteristik yang paling penting adalah :
1. Tanggung jawab untuk melayani masyarakat umum/publik.
2. Batang tubuh pengetahuan yang kompleks
3. Standar penerimaan kedalam profesi
4. Kepercayaan publik
Adapun beberapa nilai yang mengandung prilaku etis dan prilaku tidak etis bagi
perorangan, profesional, dan konteks bisnis. Enam nilai inti etis mengenai prilaku
etis menurut Josephson Institute :
1. Dapat dipercaya (trustworthiness)
2. Penghargaan (respect)
3. Pertanggungjawaban (responsibility
4. Kelayakan (fairness) dan
5. Perhatian (caring) berarti
6. Kewarganegaraan (citizenship)
Ada dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis : Standar etika
seseorang berbeda dengan standar etika yang berlaku di masyarakat secara
keseluruhan, atau orang itu memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri.
Sering kali, kedua alasan itu muncul bersamaan.

DAFTAR PUSTAKA

Arens, Alvin A., Randal J. Elder, Mark S. Beasley. 2008. Auditing Dan Jasa
Assurance. Jakarta : Erlangga.
Arens-James k, Alvin A. 1995. Auditing Suatu Pendekatan Terpadu. Jakarta
: Erlangga
Boyton, William C. , dkk. 2001. Modern Auditing jilid I. Jakarta : Erlangga
Hartadi, Bambang.1990. Auditing Edisi 1. Yogyakarta : BPFE-
YOGYAKARTA
http://ariesta-riris.blogspot.com/2012/11/etika-dalam-kantor-akuntan-
publik.html
M.Guy. 2002. Auditing. Jakarta : Erlangga.
Simamora, Henry. 2002. Auditing I. Yogyakarta : Percetakan (UPP) AMP
YKPN

[1] Henry Simamora, Auditing I, (Yogyakarta : Percetakan (UPP) AMP YKPN, 2002), h.
44.
[2] Bambang Hartadi, Auditing edisi 1, (Yogyakarta : BPFE-YOGYAKARTA, 1990), h.
33.
[3] William C. Boyton, dkk, Modern Auditing jilid I, (Jakarta : Erlangga, 2001), h. 98.
[4] Alvin A. Arens-James k, Auditing Suatu Pendekatan Terpadu, (Jakarta : Erlangga,
1995), h. 80.
[5] Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S. Beasley, Auditing Dan Jasa
Assurance, (Jakarta : Erlangga, 2008), h. 98-99.
[6] Ibid., Henry Simamora, Auditing I, h.44
[7] Ibid., Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S. Beasley, Auditing Dan Jasa
Assurance,h.106-108.
[8] http://ariesta-riris.blogspot.com/2012/11/etika-dalam-kantor-akuntan-publik.html
diunduh pada hari Sabtu, 01 Oktober 2016 pukul 11.22am.
[9] M.Guy, Auditing, (Jakarta : Erlangga, 2002), h. 59-60.

Anda mungkin juga menyukai