Oleh :
Kelompok 9
Fakultas Ekonomi
Universitas Jember
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................4
LATAR BELAKANG MUNCULNYA GCG..............................................................................4
PENGERTIAN GCG...................................................................................................................5
PRINSIP-PRINSIP GCG............................................................................................................7
MANFAAT GCG..........................................................................................................................9
GCG DAN HUKUM PERSEROAN DI INDONESIA.............................................................11
ORGAN KHUSUS DALAM PENERAPAN GCG..................................................................12
GCG DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN).................................................15
GCG DAN PENGAWASAN PASAR MODAL DI INDONESIA...........................................16
GOOD CORPORATE GOVERNANCE PERBANKAN DI INDONESIA...........................16
BAB III KESIMPULAN.................................................................................................................18
REFERENSI...................................................................................................................................20
ii
BAB I PENDAHULUAN
Berkat arus globalisasi dan perdagangan bebas mengakibatkan maraknya skandal
perusahaan-perusahaan besar. Runtuhnya sistem ekonomi komunis pada akhir abad ke-
20 yang menjadikan ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya sistem yang paling dominan
di seluruh dunia. Akibatnya, arus globlasisasi dan perdagangan bebas mampu dipaksakan
oleh negara-negara maju yang menganut sistem ekonomi kapitalis. Sering kali terjadi
pemerintah suatu negara yang merupakan kekuatan terakhir sebagai pengawas, penegak
hukum, dan pengendali perusahaan-perusahaan tidak berdaya menghadapi
penyimpangan yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh.
Organ khusus dalam penerapan GCG terdapat komisaris dan direktur independen
yang diangkat dan diberhentikan oleh RPUS, sedangkan keputusan yang diambil dalam
RPUS didasarkan atas perbandingan jumlah suara para pemegang saham, terdapat juga
Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor SE-03/PM/2002 (bagi
perusahaan publik) dan Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002 (bagi
BUMN). Lalu, ada sekretaris perusahaan yang menempati posisi yang sangat tinggi dan
strategis karena berfungsi sebagai penjabat pejabat penghubung antara perusahaan
dengan pigak di luar perusahaan.
Menyadari bahwa tata kelola perbangkan di Indonesia masih lemah dan masih
banyak muculnya skandal di perusahaan-perusahaan besar maka Bank Indonesia
mengeluarlan peraturan No 8/4/PBI/2006 pada tanggal 30 Januari 2006 yang mengatur
tentang implementasi GCG oleh bank-bank komersial. Pada akhirnya, harus disadari
bahwa sebaik nya suatu sistem dan perangkat hukum yang ada di Indonesia, pada
akhirnya yang menjadi penentu utama adalah kualitas dan tingkat kesadaran moral dan
spiritual dari pelaku bisnis itu sendiri
3
BAB II PEMBAHASAN
Perusahaan saat ini telah berkembang dari sesuatu yang relatif tidak jelas menjadi
institusi ekonomi dunia yang amat dominan. Pengaruh dan kekuatan perusahaan ini besar
sehingga hampir mendikte seluruh hidup kita. Sering kali terjadi pemerintah suatu negara
yang seharusnya menjadi kekuatan terakhir sebagai pengawas, penegak hukum, dan
pengendali perusahaan-perusahaan tidak berdaya menghadapi penyimpangan perilaku
yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh.
Salah satu contoh akibat dari praktik bisnis yang tidak etis adalah krisis ekonomi
yang menimpa Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya, serta mega skandal yang
menimpa perusahaan-perusahaan raksasa di Amerika Serikat. Semua hal ini terjadi
karena perilaku tidak etis bahkan cenderung kriminal yang dilakukan oleh para pelaku
bisnis karena kekuatan mereka yang besar dan tidak berdayanya aparat pemerintah
dalam menegakkan hukum dan pengawasan atas perilaku pelaku bisnis ini.
Timbulnya krisis ekonomi di Indonesia disebabkan oleh tata kelola perusahaan
yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahan yang buruk
4
sehingga memberi peluang besar timbulnya praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Hal ini dapat ditunjukkan pada beberapa fakta berikut:
1. Mudahnya para spekulan mata uang untuk mempermainkan pasar valuta asing
karena tidak ada alat kendali yang efektif.
2. Konglomerat mudah memperoleh dana pinjaman dari perbankan.
3. Banyak direksi BUMN termasuk di bank-bank pemerintah juga tidak independen.
4. Komisaris di BUMN sering kali bukan orang yang professional, melainkan oknum-
oknum birokrasi yang telah memasuki usia pensiun.
5. Banyaknya profesi yang terkait dengan kegiatan ini seperti akuntan publik dan
sebagainya yang mudah diajak bekerja sama untuk merekayasa laporan audit,
laporan keuangan, dan laporan penilaian harta perusahaan untuk berbagai
keperluan seperti :tender, aplikasi kredit bank, dan sebagainya.
6. Saat timbul krisis moneter Bank Indonesia mengucurkan dana berupa bantuan
likuiditas Bank Indonesia yang mencapai triliunan rupiah kepada sektor perbankan
nasional dalam upaya membantu perbankan agar tidak ambruk akibat penarikan
dana nasabah secara besar-besaran tetapi hal ini disalahgunakan oleh pemilik
bank.
PENGERTIAN GCG
Beberapa definisi GCG dari berbagai sumber, yaitu:
5
kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka.
2. Forum for Corporate Governance in Indonesia – FCGI (2006) - tidak membuat
definisi tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury Committee of United
Kingdom.
3. Sukrisno Agoes (2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai
suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan komisaris, peran Direksi,
pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya.
4. Organization for Economic Cooperation and Development – OECD (dalam Tjager
dkk, 2004) – mendefinisikan suatu struktur yang terdiri atas pemegang saham,
direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat
yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.
5. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006) mendefiniskan mekanisme
administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan,
komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan
(stakeholders) yang lain.
GCG dapat diberi pengertian dalam arti sempit dan luas. Kedua pengertian ini
dapat dijelaskan pada gambar dibawah ini.
Setelah mengutip dari berbagai definisi, dapat dirangkum bahwa konsep GCG
pada intinya mengandung pengertian sebagai berikut:
6
2. Model Suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan,
termasuk prinsip-rinsip, serta nilai-nilai yang melandasi
praktis bisnis yang sehat
3. Tujuan a. Meningkatkan kinerja organisasi
b. Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku
kepentingan
c. Mencegah dan mengurangi manipulasi serta
kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan
organisasi
d. Meningkatkan upaya agar para pemangku
kepentingan tidak dirugikan
4. Mekanisme Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran,
wewenang, dan tanggung jawab:
a. Dalam arti sempit: antar pemilik/ pemegang saham,
dewan komisaris, dan dewan direksi
b. Dalam arti luas: antar seluruh pemangku
kepentingan
PRINSIP-PRINSIP GCG
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mencoba
mengembangkan beberapa prinsip yang dijadikan acuan oleh pemerintah maupun para
pelaku bisnis dalam mengatur mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan.
Prinsip-prinsip OECD (dalam Sukrisno Agoes, 2006) secara ringkas dirangkum sebagai
berikut:
Dalam hubungannya dengan tata kelola BUMN, Menteri Negara BUMN juga
mengeluarkan Keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan GCG. Ada 5
prinsip menurut keputusan ini, yaitu:
7
1. Kewajaran (fairness)
2. Transparansi
3. Akuntabilitas
4. Pertanggungjawaban
5. Kemandirian
1. Transparansi (transparency)
2. Akuntabilitas (accountability)
3. Responsibilitas (responsibility)
4. Independensi (independency)
5. Kesetaraan (fairness)
8
para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang diberikan
kepadanya. Prinsip tanggung jawab ini mempunyai 5 dimensi yaitu itu ekonomi,
hukum, moral, sosial, dan spiritual.
5. Kemandirian, artinya suatu keadaan di mana para pengelola dalam mengambil
keputusan bersifat professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan
bebas dari tekanan/pengaruh dari mana pun yang bertentangan dengan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip pengelolaan yang sehat (prinsip
mengelola BUMN).
MANFAAT GCG
Akibat kepanikan dan kehilangan kepercayaan, para investor tersebut melakukan
penarikaan modal besar-besaran secara beruntun dari bursa sehingga menimbulkan
tekanan berat pada indeks harga saham di bursa. Penerapan konsep GCG merupakan
salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan para investor dan institusi terkait di
9
pasar modal. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, tujuan penerapan GCG
adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil peluang
praktik manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan organisasi.
Tjager dkk. (2013) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan
GCG itu bermanfaat, yaitu:
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat
dari penerapan GCG adalah:
Namun harus disadari bahwa betapa pun baiknya suatu sistem dan perangkat hukum
yang ada, pada akhirnya yang menjadi penentu utama adalah kualitas dan tingkat
kesadaran moral dan spiritual dari para aktor/pelaku bisnis itu sendiri.
10
GCG DAN HUKUM PERSEROAN DI INDONESIA
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UU nomor 40 Tahun 2007, yang
dimaksud dengan Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Beberapa ketentuan lama yang
masih relevan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 masih
dipertahankan. Namun ada beberapa ketentuan baru yang ditambahkan, yang kalau
dicermati dengan baik sebenarnya merupakan penyempurnaan rambu-rambu secara garis
besar yang berkaitan dengan tata kelola perusahaan (corporate governance).
11
berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan
untuk kepentingan Perseoran, sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan
serta mewakili Perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan serta mewakili Perseroan,
baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar.
Ayat 6 Dewan Komisaris adalah organ yang
bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan/atau khusus sesuai
dengan anggaran dasar serta
memberi nasehat kepada Direksi.
Dewan Komisaris bertugas untuk mengawasi tindakan Dewan Direksi serta memberikan
nasehat dan arahan kepada Dewan Direksi dalam menjalankan operasi perusahaan.
Dewan Direksi bertugas untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan berdasarkan
arahan dan garis besar kebijakan yang telah ditetapkan oleh RUPS, Dewan Komisaris,
serta Anggaran Dasar Perseroan yang berlaku dalam koridor hukum.
1. Komisaris Independen
2. Direktut Independen
3. Komite Audit
4. Sekretaris Perusahaan (Corprate Secretary)
12
1. Komisaris dan Direktur Independen
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006) mengungkapkan ada dua pengertian
independen terkait konsep Komisaris Direktur Independen tersebut
2. Komite Audit
Menurut Subur (2003) yang dikutip I Putu Sugiartha Sanjaya, syarat-syarat yang
harus dipenuhi untuk menjadi anggota Komite Audit adalah sebagaiberikut:
13
3) Anggota Komite Audit harus memiliki integritas, dedikasi, pemahaman yang baik
mengenai organisasi, lingkungan bisnis serta risiko dan hokuml.
4) Paling sedikit anggota komite audit harus memiliki pengertian yang baik tentang
analisa dan penyusunan laporan keuangan.
5) Ketua Komite Audit harus memiliki kemampuan untuk memimpin dan terampil
berkomunikasi dengan baik. Selain hal tersebut, menurut Keputusan Ketua
Bapepam Nomor: Kep-41/PM/2003 menambahkan bahwa anggota Komite Audit
tidak merangkap jabatan yang sama pada perusahaan lain pada periode yang
sama.
Kewenangan Komite Audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu DK,
sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya sebatas rekomendasi kepada
DK), kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari DK,
misalmya mengevaluasi dan menentukan komposisi auditor eksternal, dan memimpin
suatu investigasi khusus. Peran dan tanggung jawab Komite Audit akan dituangkan dalam
Charter Komite Audit yang secara umum dikelompokkan menjadi tiga bagian besar,
yaitufinancial reporting, corporate governance, dan risk and control management.
Pada akhirnya, suatu Dewan Komisaris yang aktif, canggih, ahli, beragam dan
yang terpenting independen yang menjalankan fungsinya secara efektif dan dibantu oleh
Komite Audit adalah yang paling baik untuk ditempatkan dalam memastikan
14
implementasi Good Corporate Governance berjalan dengan baik sehingga kecurangan
(fraud) maupun keterpurukan bisnis dapat dihindari (Alison).
3. Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)
Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis
karena orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat penghubung (liason officer) tau
semacam public relations / investor relations antara perusahaan dengan pihak diluar
perusahaan.tugas utama sekretaris perusahaan antara lain menyimpan dokumen
perusahaan, Daftar Pemegang Saham, risalah rapat direksi dan RUPS, serta menyimpan
dan menyediakan informasi penting lainnya bagi kepentingan seluruh pemangku
kepentingan.
15
5) Menyukseskan program privatisasi.
16
d. Implementasi manajemen resiko termasuk system pengendalian internal.
e. Ketentuan dalam pihak-pihak terkait dan dana dalam jumlah besar.
f. Rencana strategi bank.
g. Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan.
3) Jumlah komposisi, kriteria dan independensi Dewan Komisaris.
4) Jumlah, komposisi, kriteria dan independensi Dewan Direksi.
5) Komite.
6) Ketaatan, Fungsi Auditor Eksternal dan Internal.
7) Implementasi Management Resiko.
8) Ketentuan Dana.
9) Rencana Strategis Bank.
10) Aspek Transparansi Kondisi Bank.
11) Konflik Kepentingan dan Pelaporan Internal.
12) Laporan dan Asesmen Implementasi GCG.
13) Implementasi GCG di Cabang Luar Negeri.
14) Sanksi-sanksi.
15) Ketentuan Peralihan.
16) Ketentuan Penut
17
BAB III KESIMPULAN
Maraknya praktik bisnis yang tidak etis dan krisis ekonomi yang menimpa
beberapa negara, serta mega skandal yang menimpa perusahaan-perusahaan
raksasa di Amerika Serikat yang terjadi karena perilaku tidak etis dan cenderung
kriminal yang besar dan tidak berdayanya aparat pemerintah dalam menegakkan
hukum dan pengawasan atas perilaku bisnis ini. Tata kelola pemerintah yang buruk
sehingga memberi peluang besar timbulnya praktik-praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Sehingga munculnya penerapan konsep Good Corporate Governance
(GCG) yang menurut Sukrisno Agoes (2006) merupakan tata kelola perusahaan yang
baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan komisaris, peran
Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Dewan Komisaris
bertugas untuk mengawasi tindakan Dewan Direksi dalam menjalankan operasi
perusahaan. Dewan Direksi bertugas untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan
berdasarkan arahan dan garis kebijakan yang telah ditetapkan oleh RPUS, Dewan
Komisaris, serta Anggaran Dasar Perseroan yang berlaku dalam koridor hukum. Selain
itu, salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan para investor dan institusi terkait
di pasar modal.
Terdapat beberapa organ khusus dalam penerapan GCG menurut Indra Surya
dan Ivan Yustiavandana (2006), yaitu Komisaris dan Direktur Independen, Komite
Audit, Sekretaris Perusahaan. Komisaris dan Direktur Independen yang merupakan
seseorang yang ditunjuk untuk mewakili pemegang saham independen (pemegang
saham minoritas), Komite Audit yang mempunyai fungsi membantu Dewan Komisaris
dalam beberapa bidang. Pada akhirnya, suatu Dewan Komisaris yang aktif, canggih,
ahli, beragam dan yang terpenting independen yang menjalankan fungsinya secara
efektif dan dibantu oleh Komiete Audit yang paling baik untuk ditempatkan dalam
memastikan implementasi Good Corporate Governance berjalan dengan baik sehingga
kecurangan (fraud) maupun keterpurukan bisnis dapat dihindari. Sedangkan, sekretaris
perusahaan memiliki tujuan yaitu menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis
18
karena merupakan pejabat penghubung antara perusahaan dengan pihak luar
perusahaan.
19
REFERENSI
Sukrisno Agoes dan I.C. Ardana. 2014. Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya. Bab I. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat
20