KELOMPOK 1
1. Adi Bayu Pamungkas (40010218060237)
2. Novi Indriyani (40010218060243)
3. Nur Cahyaningsih (40010218060269)
1. FILOSOFI ETIKA
1.1 Hak asasi manusia
Pembahasan tentang filsafat etika tidak bisa dilepaskan dari pemahaman mengenai hak asasi
manusia. Sumber dari etika adalah pengakuan atas hak-hak asasi manusia. Namun,
kebebasan individu dalam menikmati keinginan pribadi yang dianggap sebgai hak juga harus
didasarkan pada asas menghrmati hak dan kewajiabn orang lain. Pelaksanaan hak asasi
manusia juga harus berdasarkan pada konsep keadilan.
1.2 Ultilitarianisme
Filsafat etika memandang moralitas secara rasional dan sekuler yang didasari oleh
kebahagiaan atau kehidupan.Filsafat etika mencoba menghindar dari sifat doktrin (
authoritorian) dari hukum lam dan agama serta bebas dari subjectivitas, arbriter, dan irasioanl
yang melekat pada pandangan budaya atau pendpat pribadi. Pada dasarnya filsafat etika
terdiri atas dua aliran yaitu tleological dan deontological yang dipelopori oleh Imanuel Kant.
Teori ultilitarianisme adalah filsafat etika yang mendasarkan pada tujuan yang ingin
dicapai dalam melakukan sesuatu perbuatan dan cara mencapainya. Tujuan hidup dijabarkan
dalam bentuk tercapainya kebahagiaan dan kemudian dielaborasikan lagi menjadi kesenangan
dan manfaat. Cara yang digunakan untuk mencapai tujuan harus berupa cara yang etis.
Walaupun dalam mendefinisikan tujuan hidup telah berdasarkan atas kebahagiaan masyarakat
secara keseluruhan, tetapi ultilitarianisme belum mengeksplorasi lebih lanjut tentang
pembagian kebahagiaan tersebut diantara anggota masyarakat sehingga dapat tercapai
keadilan didalamnya.
Teori ultilitarianisme juga disebut sebgai teori konsekuensi, teori konsekuensi uini
merupakan ultilitarianisme tindakan yang merupakan lawan dari ultilitarianisme aturan.
Konsep yang dianut dalam definisi tersebut adalah kesenangan bersih setelah penderitaan
diperhitungkan.
1.3 Deontologi
Deontologi berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti tuags (duty) atau kewajian. Teori
deonologi mengukur baik buruk berdasarkan ada tidaknya prinsip-prinsip universal yang
mengharuskan adanya tugas dan kewajiban tersebut.
Berbeda dengan utilitarianisme yang memandang perbuatan etis dari sudut pandang
tujuan yang dinyatakan dalam bentuk manfaat bagi orang bayank, deontologisme
memandangnya dari cara atau pendekatan dalam melaksanakan perbuatan tersebut. Cara yang
diguankan harus didasrkan pada aturan universal yang diyakini sebagi kebenaran. Saat
melaksanakan hak dan kewajiban, perlu diperhatikan keseimbangan anatara hak dan
kewajiban diri sendiri dan kewajibandan hak orang lain. Menghormati hak dan kewajiban
orang lain adalah kunci dari perbuatan etis. Asas timbal balik dalam perlakuan sehubungan
dengan pelaksanaan hak dan kewajiabn harus dipertimbangkan.
Etika Terapan
Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara lebih spesifik
kepada topik-topik kontroversial baik pada domain privat atau publik seperti perang,
hak-hak binatang, hukuman mati dan lain-lain. Etika terapan ini bisa dibagi menjadi
etika profesi, etika bisnis dan etika lingkungan. Secara umum ada dua fitur yang
diperlukan supaya sebuah permasalahan dapat dianggap sebagai masalah etika
terapan.
Pertama, permasalahan tersebut harus kontroversial dalam arti bahwa ada
kelompok-kelompok yang saling berhadapan terkait dengan permasalahan moral.
Masalah pembunuhan, misalnya tidak menjadi masalah etika terapan karena semua
orang setuju bahwa praktik tersebut memang dinilai tidak bermoral. Sebaliknya, isu
kontrol senjata akan menjadi masalah etika terapan karena ada kelompok yang
mendukung dan kelompok yang menolak terhadap isu kontrol senjata.
Etika Deskriptif
Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap ‘etis’ oleh
individu atau masyarakat. Dengan begitu, etika deskriptif bukan sebuah etika yang
mempunyai hubungan langsung dengan filsafat tetapi merupakan sebuah bentuk studi
empiris terkait dengan perilaku-perilaku individual atau kelompok. Tidak heran jika
etika deskriptif juga dikenal sebagai sebuah etika komparatif yang membandingkan
antara apa yang dianggap etis oleh satu individu atau masyarakat dengan individu atau
masyarakat yang lain serta perbandingan antara etika di masa lalu dengan masa
sekarang. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang apa yang
dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis serta apa kriteria etis
yang digunakan untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak (Kitchener, 2000, 3).
Metaetika
Metaetika berhubungan dengan sifat penilaian moral. Fokus dari metaetika adalah arti
atau makna dari pernyataan-pernyataan yang ada di dalam etika. Dengan kata lain,
metaetika merupakan kajian tingkat kedua dari etika. Artinya, pertanyaan yang
diajukan dalam metaetika adalah apa makna jika kita berkata bahwa sesuatu itu baik?
Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi
pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk
dari pernyataan-pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan
sebagai sesuatu yang bermakna.
Perkembangan metaetika awalnya merupakan jawaban atas tantangan dari
Positivisme Logis yang berkembang pada abad 20-an (Lee, 1986, 8). Kalangan
pendukung Positivisme Logis berpendapat bahwa jika tidak bisa memberikan bukti
yang menunjukkan sebuah pernyataan itu benar, maka pernyataan itu tidak bermakna.
Ketika prinsip dari Positivisme Logis juga diujikan kepada pernyataan-pernyataan
etis, maka pernyataan-pernyataan itu harus berdasarkan bukti. Ringkasnya, jika tidak
ada bukti, maka tidak ada makna.
Disini kata kuncinya adalah apa yang dikenal dengan “naturalistic fallacy“,
yaitu dianggap akan melakukan kesalahan jika kita menarik suatu pernyataan tentang
apa yang seharusnya dari pernyataan tentang apa yang ada. Kesulitan dari bahasa
etika adalah penyataan-pernyataannya tidak selalu berupa fakta. Disinilah peran
sentral dari metaetika yang mengembangkan berbagai cara untuk menjelaskan apa
yang dimaksud dengan bahasa etika dengan intensi bahwa pernyataan-pernyataan etis
punya makna. Dalam pembahasan ini metaetika biasanya terbagi menjadi dua, yaitu
realisme etis dan nonrealisme etis.
3.
BAB II
1.1 Keserakahan
Keserakahan biasanya digambarkan sebagai keinginan yang tak tertahankan untuk
memiliki lebih banyak sesuatu (uang, barang materi) daripada yang sebenarnya
dibutuhkan seseorang.
Menurut beberapa akademisi, keserakahan, seperti cinta, memiliki kekuatan
untuk mengirimkan aliran kimiawi ke otak kita yang memaksa kita untuk
mengesampingkan akal sehat dan pengendalian diri kita dan dengan demikian
memicu perubahan dalam otak dan tubuh kita. Namun, tidak ada penelitian yang
diterima secara umum tentang fisiologi keserakahan.
Akademisi lain cenderung membandingkan keserakahan dengan kecanduan,
karena keserakahan seperti merokok dan minum dapat menggambarkan bahwa jika
seseorang dapat mengambil alih kecanduannya, adalah mungkin untuk menghindari
efek buruk dari menolaknya. Sebaliknya, jika seseorang tidak dapat menahan
godaannya, ia dapat dengan mudah terhanyut olehnya. Dengan kata lain, dapat
disimpulkan bahwa pedagang tertentu yang bergabung dengan dunia bisnis karena
agitasi emosional dan keinginan mencapai emosi yang tinggi, kecanduan pelepasan
bahan kimia otak tertentu yang menentukan keadaan kebahagiaan, euforia dan
relaksasi tersebut. Fakta yang disebutkan sebelumnya juga dapat menyiratkan bahwa
pedagang seperti itu rentan terhadap semua kecanduan. Lebih jauh, otak manusia
secara alami diaktifkan oleh penghargaan finansial, yang sama seperti obat-obatan
menghasilkan perasaan yang luar biasa tetapi berbahaya dan dengan demikian
pengalaman yang membuat ketagihan. Keserakahan dapat pula diakibatkan oleh
ketakutan terhadap tidak diperolehnya sesuatu yang diinginkan.
1.2 Ketakutan
Emosi ketakutan biasanya dicirikan sebagai keadaan yang tidak nyaman dan penuh
tekanan, dipicu oleh bahaya yang akan datang dan kesadaran akan bahaya.
Gelembung internet bukan hanya contoh yang baik dari keserakahan investor
tetapi juga periode setelah gelembung dapat berfungsi sebagai karakteristik yang baik
untuk pasar yang diinduksi ketakutan.
Dalam mengejar solusi untuk menekan kerugian mereka setelah kehancuran
gelembung Internet , investor yang ketakutan memutuskan untuk segera keluar dari
pasar saham yang memusatkan perhatian mereka pada pembelian yang tidak terlalu
pasti, memacu modal mereka ke sekuritas pasar, dana nilai stabil dan dana terproteksi
utama, semuanya rendah. risiko dan pengembalian sekuritas. Perilaku tersebut adalah
contoh dari kelalaian total dari rencana investasi jangka panjang yang didasarkan pada
fundamental. Investor mengabaikan rencana mereka karena takut terus menerus
mengalami kerugian, yang identik tidak membawa untung dan untung.
Rasa takut berkaitan dengan dampak negatif terhadap kehidupan,misalnya kerugian
atau bangkrut. Rasa takut mengakibatkan seseorang berusaha secara eksesif untuk
memperoleh apa yang diinginkan tersebut. Ketakukan menimbulkan rasa tidak aman dan
ketidakpastian.
ETIKA
Pelanggaran
Etika
Sanksi
Sosial
Greed
Perilaku Moral pengambilan
and kecurangan
tidk etis Hazard keputusan Pidana
Fear
Pelanggaran Sanksi
Hukum Hukum
Perdata
REGULASI
Pengendalian Diri
Keserakahan dan ketakutan dapat diatasi dengan pengendalian diri, dengan cara
mengikhlaskan atau bersyukur dalam setiap keadaan yang dihadapi.
Sumber pengendalian diri dapat berupa pendidikan dari keluarga, agama, budaya, atau
lingkungan sosial.
Regulasi
Pencegahan atas pelanggaran juga bisa dilakukan melalui regulasi, baikdalam bentuk undang-
undang maupun peraturan pemerintah. Jika etika tidak dilaksankan atau organisasi yang
bersngkutan tidak mampu mengatur diri sendiri, subjek-subjek tentang etika dapat diambil
alih dengan cara regulasi.
Laba abnormal
Laba abnormal merupakan pemicu dari keserakahan, merupakan konsep abstrak dan
subjektif. Oleh karena itu pengendlian diri dalam bidang bsinis berhubungan dengan apa,
siapa, dan bagaimana laba abnormal diperuntukan.
Cara memperoleh laba abnormal bersangkutan dengan metode-metode perdagangan
yang diterapkan termasuk cara memperoleh pelanggan dan cara memenuhi pesanan
pembelian. Jika produk yang dijual melalui cara-cara yang benar dalam menghasilkan prosuk
dan menjual produk, hal tersebut tidak menunjukkan keserakahan dalam bisnis. Laba (baik
normal dan abnormal) bukan momok yang dapat digunakan untuk memberikan stigma
serakah terhadap perusahaan. Keserakahan lebih mengacu pada cara untuk memperoleh laba
tersebut da perlakuan tidak adil terhadap pihak-pihak yang berkepentingan terhadap usaha.
Cara curang dan pengabaian terhadap hak orang lain adalah ciri keserakahan dan bukan ciri
laba.
Moral Hazard
Moral hazard adalah tindakan yang dilakukan oelh seseoang demi keuntungna diri sendiri dan
dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain. Meskipun tindakanini bukan berasal dari
ketakutan dan keserakahan akan tetapi tindakan mementingkan diri sendiri tersebut
didolongkan sebgaai tindakan yang tidak etis.