Anda di halaman 1dari 37

Tugas Mata Kuliah

CORPORATE GOVERNANCE (TATA KELOLA PERUSAHAAN)

ETHICS IN ACCOUNTING PROFESSION


(Etika dalam Profesi Akuntansi)

Kelompok 2:

Arnawan Hendy Prabawa NIM 1910247694


Seri Wastuti NIM 1910247695
Hilman Faluthy NIM 1910247701
Basse Upi Rika NIM 1910247703

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS RIAU

PROGRAM STUDI PASCASARJANA S2 ILMU AKUNTANSI

2021
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan Pembahasan......................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
A. Pengertian Etika, Profesi Akuntansi, dan Prinsip Etika Profesi Akuntansi. .5
B. Tujuan, Fungsi, dan Sanksi Kode Etik Profesi Akuntansi............................8
C. Aturan/Pedoman Perilaku Profesional (AICPA)..........................................9
1. Independensi, Integritas, dan Objektivitas (100).......................................9
2. Standar Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (200)...........................12
3. Tanggung Jawab kepada Klien (300)......................................................13
4. Tanggung Jawab kepada Rekan Kerja (400)...........................................14
5. Tanggung Jawab Lainnya dan Praktiknya (500).....................................14
D. Etika Akuntansi Manajemen.......................................................................18
1. Etika dalam akuntansi manajemen..........................................................18
2. Standar Etika Akuntan Manajemen.........................................................18
3. Whistle Blowing (Pelaporan tindakan tidak etis/kecurangan)................19
E. Etika Akuntansi Pajak.................................................................................20
F. Kasus Worldcom.........................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etika profesi sebagai sesuatu yang penting, karena merupakan aturan-
aturan khusus yang harus ditaati untuk menjalankan suatu profesi. Etika
profesi merupakan tolak ukur kepercayaan masyarakat dan pemangku
kepentingan terhadap suatu profesi.
Berkembangnya profesi akuntan telah mendapat banyak pengakuan
dari berbagai kalangan seperti dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat luas.
Hal ini disebabkan karena makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya jasa akuntan.
Kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan ini mengalami
tekanan maka pengaruh signifikan dari keterlibatan etika dalam organisasi
sangat diperlukan. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi
akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan
bisnis oleh para pelaku bisnis. Para pelaku bisnis ini diharapkan mempunyai
integritas dan kompetensi yang tinggi (Abdullah dan Halim, 2002).
Namun, belakangan ini etika profesi akuntan menjadi diskusi
berkepanjangan di tengah-tengah masyarakat. Saat ini jamak ditemui adanya
akuntan yang bertindak menyimpang dari peraturan yang ada dan tidak
berperilaku etis yaitu melakukan pemalsuan catatan keuangan, penggelapan,
penipuan, distress bank, dan lain-lain. Secara umum, isu-isu etika dalam
akuntansi berkisar pada prinsip-prinsip objektivitas, independensi,
kerahasiaan, integritas, perilaku khusus, kompetensi dan hati-hati. Beberapa
contoh kasus pelanggaran etika di Indonesia antara lain kasus Garuda
Indonesia dan PT Sunprima Nusantara Finance, sedangkan untuk level
internasional ada kasus WorldCom.
Pelanggaran-pelanggaran seakan menjadi titik tolak bagi masyarakat
pemakai jasa profesi akuntan publik untuk menuntut mereka bekerja secara
lebih profesional dengan mengedepankan integritas diri dan profesinya
sehingga hasil laporannya benar-benar adil dan transparan. Hal ini semakin
mempengaruhi kepercayaan terhadap profesi akuntan dan masyarakat
semakin menyangsikan komitmen akuntan terhadap kode etik profesinya. Hal
ini seharusnya tidak perlu terjadi atau dapat diatasi apabila setiap akuntan
mempunyai pemahaman, pengetahuan dan menerapkan etika secara memadai
dalam pekerjaan profesionalnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa
permasalahan yang perlu dikemukakan. Adapun perumusan masalah yang
hendak dikemukakan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana aturan/pedoman perilaku profesional akuntan?;
2. Bagaimana etika akuntansi manjerial ?; dan
3. Bagaimana etika akuntansi pajak?

C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tim penulis menentukan
tujuan penulisan makalah sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan bagaimana aturan/pedoman perilaku profesional
akuntan;
2. Untuk menjelaskan bagaimana etika akuntansi manjerial; dan
3. Untuk Menjelaskan bagaimana etika akuntansi pajak.
BAB II
POKOK BAHASAN

A. Pengertian Etika, Profesi Akuntansi, dan Prinsip Etika Profesi


Akuntansi
Etika
Kata etika memiliki beberapa makna, Webster’s Collegiate Dictionary
yang dikutip oleh Ronald Duska dalam buku Accounting Ethics memberi
empat makna dasar dari kata etika, yaitu:
• Suatu disiplin terhadap apa yang baik dan buruk dan dengan tugas moral
serta kewajiba;
• Seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai;
• Sebuah teori atau sistem atas nilai-nilai moral; dan
• Prinsip atas pengaturan prilaku suatu individu atau kelompok.
Etika adalah seperangkat aturan/norma/pedoman yang mengatur
perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan
yang dianut oleh sekelompok/ segolongan manusia masyarakat/ profesi.
Profesi Akntansi
Profesi akuntansi merupakan sebuah profesi yang menyediakan jasa
atestasi maupun non atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi kode etik
yang ada. Profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang
mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan
akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan
industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan
akuntan sebagai pendidik.
Prinsip Etika Profesi Akuntansi
Menurut Chua dkk (1994) menyatakan bahwa etika profesional juga
berkaitan dengan perilaku moral yang lebih terbatas pada kekhasan pola etika
yang diharapkan untuk profesi tertentu. Setiap profesi yang memberikan
pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan
seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesional
(Agoes, 1996). Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi
akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan
bisnis oleh para pelaku bisnis.
Prinsip – Prinsip Etika Profesi Akuntansi antara lain:
a. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap
anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga
harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama
anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam
mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk
memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
b. Kepentingan Publik
Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi
kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan
keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara
tertib. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat
pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan
tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan
untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat
dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang
diberikan publik kepadanya, anggota harus menunjukkan dedikasi untuk
mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
c. Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh
keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip.
d. Obyektivitas
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap
adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau
bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak
lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan,
serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan
keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan
bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri,
pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-
orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya,
anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara
obyektivitas.
e. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-
hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi
menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat
pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota
untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal
penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan,
anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada
pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk
menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan,
pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung
jawab yang harus dipenuhinya.
f. Kerahasiaan
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan
informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa
profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan
kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang
mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah
hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
g. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan
profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf,
pemberi kerja dan masyarakat umum.
h. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis
dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of
Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang
relevan.

B. Tujuan, Fungsi, dan Sanksi Kode Etik Profesi


Akuntansi Tujuan
Dalam dunia lembaga akuntansi, seorang akuntan profesional harus
memiliki Etika Profesi Akuntansi. Tujuan dari kode etik profesi akuntansi ini
diantaranya adalah:
• Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
• Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
• Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
• Untuk meningkatkan mutu profesi
• Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
• Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
• Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi
• Menentukan baku standar
Fungsi
Fungsi dari etika profesi Akuntansi adalah sebagai berikut:
• Sebagai sarana dalam memperoleh orientasi kritis yang berhadapan
dengan berbagai moralitas yang membingungkan;
• Etika profesi akuntansi yang ingin menampilkan berbagai ketrampilan
intelektual yaitu ketrampilan dalam berargumentasi secara rasional dan
kritis; dan
• Orientasi secara etis ini sangat diperlukan dalam mengabil sikap yang
wajar dalam menghadapi suasana dan situasi pluralisme.
Sanksi
Sanksi pelanggaran dari etika profesi akuntansi :
• Sanksi Sosial adalah sanksi dengan skala yang relatif kecil, dapat
dipahami sebagai kesalahan yang tentu saja dapat “dimaafkan”.
• Sanksi Hukum adalah sanksi dengan skala besar, banyak merugikan hak
dari pihak lain.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelanggaran etika profesi
Akuntansi adalah sebagai berikut:
• Kebutuhan dari setiap individu;
• Sama sekali tidak memiliki Pedoman;
• Perilaku dan kebiasaan dari para individu yang terakumulasi dan sam
sekali tidak dikoreksi;
• Lingkungan yang tidak mendukung dan tidak etis; dan
• Perilaku dari komunitas.

C. Aturan/Pedoman Perilaku Profesional (AICPA)


American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) yaitu suatu
organisasi profesional dalam bidang akuntansi publik yang keanggotaannya
hanya bagi akuntan publik terdaftar (certified public accountants) saja.
Organisasi ini menetapkan standar etika profesi dan standar audit AS untuk
perusahaan swasta, organisasi nirlaba, pemerintah federal, negara bagian, dan
daerah.
Pendirian AICPA menjadikan akuntansi sebagai suatu profesi yang
istimewa karena persyaratan pendidikan yang ketat, standar profesional yang
tinggi, kode etik profesional yang tegas, dan komitmen untuk melayani
kepentingan publik.
Anggaran dasar dari AICPA mengharuskan anggotanya mematuhi
aturan/pedoman perilaku profesional dan siap untuk menjustifikasi
penyimpangannya. Jika anggota melanggar aturan, maka harus tunduk kepada
disiplin/ketentuan AICPA. Aturan/pedoman perilaku professional akuntan
tersebut terbagi menjadi lima:
1. Independensi, Integritas, dan Objektivitas (100)
a. Independensi (101)
Aturan ini berbunyi “A member in public practice shall be
independent in the performance of professional services as required
by standards promulgated by bodies designated by Council”.
Dalam peraturan tidak disebutkan seperti apa yang merupakan
independensi, namun sebaliknya disebutkan apa saja yang menjadi
ancaman dari independensi itu sendiri. Independensi terganggu jika
transaksi, minat, atau hubungan berikut terjadi:
1) Selama periode perikatan profesional, seorang anggota
(AICPA):
a) Memiliki atau berkomitmen untuk memperoleh keuntungan
finansial baik secara langsung atau tidak langsung dari
klien;
b) Merupakan wali amanat atau pelaksana atau administrator
dari setiap harta kekayaan klien;
c) Memiliki investasi bersama yang material dengan klien; dan
d) Memiliki pinjaman apa pun kepada atau dari klien, pejabat
atau direktur klien, atau individu yang memiliki 10 persen
atau lebih sekuritas ekuitas klien yang beredar atau
kepentingan kepemilikan lainnya.
2) Selama periode perikatan profesional, mitra atau karyawan
profesional firma, keluarga dekatnya, atau kelompok orang
seperti itu yang bertindak bersama-sama memiliki lebih dari 5
persen dari sekuritas ekuitas klien yang beredar atau
kepentingan kepemilikan lainnya.
3) Selama periode laporan keuangan atau selama periode perikatan
profesional, firma, atau mitra atau karyawan profesional dari
perusahaan secara bersamaan dikaitkan dengan klien sebagai:
a) Direktur, pejabat, atau karyawan, atau dalam kapasitas apa
pun yang setara dengan anggota manajemen;
b) Promotor, penjamin emisi, atau wali pemungutan suara;
atau
c) Wali amanat untuk pensiun atau kepercayaan berbagi
keuntungan dari klien.
Keterikatan di atas tidak hanya dapat membahayakan independensi
akuntan, tetapi juga dapat membahayakan integritas dan objektivitas
akuntan dengan menciptakan konflik kepentingan yang nyata atau
yang dianggap sebagai konflik kepentingan, subjek yang dibahas
dalam aturan berikutnya.
b. Integritas dan Objektivitas (102)
Adalah aturan pemerintah dalam etika akuntansi: “In the
performance of any professional service, a member shall maintain
objectivity and integrity, shall be free of conflicts of interest, and
shall not knowingly misrepresent facts or subordinate his or her
judgment to others”.
Integritas, berdasarkan kode, didefinisikan sebagai berikut:
“Integrity is an element of character fundamental to professional
recognition. It is the quality from which the public trust derives and
the benchmark against which a member must ultimately test all
decisions… [It] requires a member to be, among other things, honest
and candid within the constraints of client confidentiality. Service
and the public trust should not be subordinated to personal gain and
advantage… [It] is measured in terms of what is right and just”.
Lebih lanjut, kode etik memaksa akuntan untuk tidak memihak, jujur
secara intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan. Sedangkan
objektivitas adalah kemampuan untuk mundur sebagai pengamat
pihak ketiga, untuk mengesampingkan kepentingan pribadi dan
menilai suatu masalah dengan kemampuan sendiri. Kejujuran
intelektual memungkinkan untuk melihat permasalahan dari seluruh
perspektif.
1) Misspresentation (102-1)
Aturan 102-1 melarang dengan sengaja, karena mengetahui
kekeliruan penyajian fakta. Representasi yang keliru adalah
kebohongan dan tidak etis. Aturan ini melarang auditor dari
salah merepresentasikan laporan keuangan, akuntan pajak dari
salah merepresentasikan pendapatan atau aset, dan akuntan
manajemen dari salah merepresentasikan persediaan.
2) Conflicts of interest (102-2)
Aturan 102-2 menjelaskan konflik kepentingan sebagai situasi di
mana hubungan tertentu merusak objektivitas.
Konflik kepentingan dapat terjadi jika seorang anggota
melakukan jasa profesional untuk klien atau pemberi kerja dan
anggota atau firmanya memiliki hubungan dengan orang,
entitas, produk, atau layanan lain yang dapat, menurut penilaian
profesional anggota, dipandang oleh klien, pemberi kerja, atau
pihak lain dapat merusak objektivitas anggota.
Contoh: Seorang anggota merekomendasikan kepada klien
perusahaan jasa, dimana anggota tersebut memiliki kepentingan
materi keuangan (memiliki saham).
3) Obligations to e xternal a ccountants (102-3)
Aturan 102-3 menyebutkan kewajiban seorang anggota kepada
akuntan eksternal kliennya, mengharuskan anggota untuk “terus
terang dan tidak dengan sengaja menyajikan fakta yang salah
atau dengan sengaja gagal mengungkapkan fakta material. Oleh
karena itu, jika ada penyimpangan, kewajiban akuntan adalah
memberitahukannya
4) Subordination of judgment (102-4)
Dalam Aturan 102-4, kode tersebut melarang anggota untuk
mengesampinhkan penilaian kepada supervisor mereka.
Dibutuhkan keberanian dan pengendalian diri untuk tidak setuju
dengan seorang pengawas. Namun demikian, tidak etis untuk
mewakili situasi keuangan perusahaan dengan cara yang
diinginkan oleh supervisor jika penilaian terbaik akuntan
menunjukkan bahwa representasi tersebut tidak akurat atau
menyesatkan. Akuntan harus menggunakan penelitian dan
konsultasi untuk menentukan apakah pendekatan supervisor
dapat diterima di bawah audit yang berlaku umum atau praktik
akuntansi.
2. Standar Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (200)
a. Bagian pertama dari aturan (201) ini adalah berbunyi “A member
shall comply with the following standards and with any
interpretations thereof by bodies designated by Council.” Standar
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kompetensi profesional. Seorang auditor hanya memberikan
layanan profesional, sesuai yang diharapkan anggota/perusahaan,
yang diselesaikan sesuai dengan kompetensi profesional;
2) Kecermatan profesional. Mengutamakan kehati-hatian dalam
kinerja layanan profesional.
3) Perencanaan dan Pengawasan. Rencanakan dan awasi secara
memadai kinerja layanan profesional
4) Data Relevan yang Memadai. Dapatkan data relevan yang cukup
untuk memberikan dasar yang masuk akal untuk kesimpulan atau
rekomendasi terkait dengan layanan profesional yang dilakukan.
b. Aturan 202 berbunyi, “A member who performs auditing, review,
compilation, management consulting, tax, or other professional
services shall comply with standards promulgated by bodies
designated by Council”.
Beberapa badan menentukan standar teknis, The Financial
Accounting Standards Board (FSAB) menetapkan prinsip keuangan
untuk entitas pemerintah federal. The Governmental Accounting
Standards Board (GASB) berwenang menetapkan standar akuntansi
keuangan dan pelaporan untuk kegiatan dan transaksi pemerintah
negara bagian dan local. AICPA mengakui Public Company
Accounting Oversight Board (PCAOB) sebagai badan yang
menetapkan standar yang berkaitan dengan persiapan dan penerbitan
laporan audit untuk entitas dalam yuridiksinya. AICPA menetapkan
International Accounting Standards Board (IASB) untuk menetapkan
standar profesional untuk prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan
internasional.
c. Aturan terakhir dari bagian 200 berkaitan dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berterima umum, anggota tidak boleh:
1) menyatakan pendapat atau menyatakan secara tegas bahwa
laporan keuangan atau data keuangan lainnya dari entitas mana
pun disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum; atau
2) menyatakan bahwa dia tidak mengetahui adanya modifikasi
material yang harus dilakukan untuk itu pernyataan atau data
agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, jika
pernyataan atau data tersebut mengandung penyimpangan dari
prinsip akuntansi yang diumumkan oleh badan-badan yang
ditunjuk oleh Dewan untuk menetapkan prinsip-prinsip
tersebut yang memiliki dampak material pada pernyataan atau
data diambil secara keseluruhan
3. Tanggung Jawab kepada Klien (300)
Tanggung akuntan jawab kepada Klien yaitu:
a. Informasi rahasia Klien (301)
Seorang anggota dalam praktik publik tidak boleh mengungkapkan
informasi rahasia klien tanpa persetujuan khusus dari klien.
Seorang akuntan dapat dibebaskan dari kewajiban kerahasiaan dalam
keadaan tertentu. Akuntan harus mematuhi, misalnya, untuk
"panggilan pengadilan atau panggilan yang dikeluarkan secara sah
dan dapat dilaksanakan", dan tidak boleh melarang peninjauan
praktik profesional anggota.
b. Biaya Kontinjensi (302)
Dalam aturan ini AICPA melarang anggota untuk menerima biaya
yang bergantung pada audit atau peninjauan laporan keuangan, atau
kompilasi laporan yang akan digunakan oleh pihak ketiga yang tidak
mengungkapkan kurangnya independensi. Oleh karena itu, akuntan
yang terlibat dalam "pembelanjaan opini," atau menjamin bahwa
audit mereka akan membuat perusahaan terlihat bagus - tidak peduli
seberapa halus mereka memasarkan aktivitas ini - melanggar aturan
302. Aturan tersebut juga melarang menyiapkan pengembalian pajak
asli atau yang diubah untuk biaya kontingen.
Definisi biaya kontinjensi berdasarkan kode ini yaitu “biaya yang
ditetapkan untuk pelaksanaan layanan apa pun berdasarkan
pengaturan di mana tidak ada biaya yang akan dikenakan kecuali
jika hasil atau temuan yang ditentukan tercapai, atau di mana Jumlah
biaya sebaliknya tergantung pada temuan atau hasil dari layanan
tersebut." Biaya yang ditetapkan oleh otoritas publik tidak dianggap
bergantung di area ini.
4. Tanggung Jawab kepada Rekan Kerja (400)
Bagian berikutnya dari kode (400) disediakan untuk tanggung jawab
akuntan kepada rekan kerja. Sementara kode profesi lain menasihati
sesama profesional untuk mendorong, membantu, dan membimbing satu
sama lain, dan mereka menggambarkan tanggung jawab pemolisian diri,
kode AICPA saat ini belum mengatur terkait hal tersebut. Menurut
William Keenan, manajer teknis komite etika profesional AICPA, “Saat
ini tidak ada apa pun yang dapat dimasukkan dalam Bagian 400. Saya
yakin bagian itu disediakan untuk membahas kemungkinan aturan dan
interpretasi di masa depan yang berhubungan dengan tanggung jawab
kepada rekan kerja, tetapi tidak ada apa-apa saat ini dan sepengetahuan
saya tidak ada apa pun yang telah dikeluarkan di masa lalu dalam bentuk
draf paparan keanggotaan. ”
Meskipun Bagian 400 tetap kosong, jelas ada kalanya akuntan harus
mengevaluasi tanggung jawab mereka kepada rekan kerja mereka,
bagaimana menangani situasi di mana akuntan lain melakukan tindakan
ilegal atau tidak etis dalam menjalankan pekerjaan mereka, misalnya.
Akuntan juga harus mempertimbangkan tanggung jawab mereka kepada
profesional lain dalam kelompok perencanaan keuangan multidisiplin di
mana mereka berpartisipasi. Sepanjang perjalanan buku ini, kita akan
membahas isu-isu spesifik yang muncul.
5. Tanggung Jawab Lainnya dan Praktiknya (500)
Bagian terakhir dari kode merinci tanggung jawab dan praktik akuntan
lainnya.
Bertindak mendiskreditkan (501)
Seorang anggota tidak boleh melakukan tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Interpretasi aturan ini membahas kapan dan
sejauh mana permintaan catatan oleh klien dan mantan klien harus
dihormati. Singkatnya, klien berhak menerima catatan yang disediakan
klien, catatan klien yang disiapkan oleh anggota, atau catatan pendukung.
Akuntan dapat “membebankan biaya yang wajar kepada klien untuk
waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk mengambil dan menyalin
catatan tersebut dan mengharuskan biaya tersebut dibayarkan sebelum
waktu catatan tersebut diberikan kepada klien; menyediakan catatan yang
diminta dalam format apa pun yang dapat digunakan oleh klien; dan
membuat dan menyimpan salinan dari setiap catatan yang dikembalikan
atau diberikan kepada klien. Akuntan tidak berkewajiban mengembalikan
kertas kerja yang merupakan milik akuntan.
Aturan tersebut kemudian mencantumkan jenis tindakan mendiskreditkan
berikut:
• diskriminasi dan pelecehan dalam praktik ketenagakerjaan;
• kegagalan untuk mengikuti standar dan/atau prosedur atau
persyaratan lain dalam audit pemerintah;
• kelalaian dalam penyusunan laporan atau catatan keuangan;
• kegagalan untuk mengikuti persyaratan atau badan pemerintah,
komisi, atau badan pengatur lainnya;
• ajakan atau pengungkapan pertanyaan atau jawaban pemeriksaan
CPA;
• kegagalan untuk mengajukan pengembalian pajak atau membayar
kewajiban pajak; dan
• kegagalan untuk mengikuti persyaratan badan pemerintah, komisi,
atau badan pengatur lainnya tentang ganti rugi dan pembatasan
ketentuan kewajiban sehubungan dengan audit dan jasa atestasi
lainnya other.
Aturan 501 juga mencatat bahwa jika undang-undang dan peraturan
negara memberlakukan kewajiban yang lebih besar dari ketentuan dalam
interpretasi ini, akuntan harus mematuhi undang-undang dan peraturan
tersebut.
Iklan dan bentuk ajakan lainnya (502)
Aturan 502 melarang anggota dalam praktik publik untuk mendapatkan
klien dengan iklan atau bentuk ajakan lainnya dengan cara yang salah,
menyesatkan, atau menipu. Permohonan dengan menggunakan paksaan,
melampaui batas, atau perilaku melecehkan dilarang.
Menurut kode tersebut, kegiatan yang dilarang adalah kegiatan yang:
• Ciptakan harapan yang salah atau tidak berdasar atas hasil yang
menguntungkan;
• Menyiratkan kemampuan untuk mempengaruhi pengadilan, tribunal,
badan pengatur, atau badan atau pejabat serupa;
• Berisi representasi bahwa jasa profesional tertentu pada periode saat
ini atau masa depan akan dilakukan dengan biaya tertentu, perkiraan
biaya atau kisaran biaya ketika kemungkinan besar pada saat
representasi bahwa biaya tersebut akan meningkat secara substansial
dan calon klien telah tidak disarankan kemungkinan itu; dan
• Berisi representasi lain yang mungkin menyebabkan orang yang bisa
salah paham atau tertipu.
Komisi dan Biaya Rujukan (503)
Seorang anggota dalam praktik publik tidak boleh untuk memperoleh
komisi karena merekomendasikan atau merujuk klien ke produk atau
layanan apa pun, atau untuk komisi merekomendasikan atau merujuk
produk atau layanan apa pun yang akan dipasok oleh klien, atau
menerima komisi, ketika anggota atau anggota perusahaan juga
melakukan untuk klien itu.
Bagian ini menimbulkan masalah bagi akuntan yang melakukan
perencanaan keuangan untuk klien mereka. Mengingat bahwa seorang
akuntan akrab dengan urusan keuangan klien, dikatakan, adalah
bijaksana bagi akuntan untuk melakukan jasa perencanaan keuangan,
asalkan, tentu saja, bahwa akuntan terlatih dan memiliki kompetensi
untuk menawarkan layanan tersebut. Karena layanan ini sering kali
melibatkan produk perantara untuk mendapatkan komisi, tampaknya
wajar jika akuntan berhak mendapatkan komisi atas penjualan produk
tersebut.
Di bagian standar pengungkapan untuk komisi yang diizinkan, kode
tersebut mengakui potensi konflik kepentingan yang dapat dihasilkan
oleh penjualan berbasis komisi:
Seorang anggota dalam praktik publik yang tidak dilarang oleh aturan ini
dari melakukan layanan untuk atau menerima komisi dan yang dibayar
atau mengharapkan untuk dibayar komisi harus mengungkapkan fakta itu
kepada orang atau badan mana pun kepada siapa anggota tersebut
merekomendasikan atau merujuk produk atau layanan yang terkait
dengan komisi.
Aturan 503 juga membahas biaya rujukan:
Setiap anggota yang menerima biaya rujukan untuk merekomendasikan
atau merujuk layanan CPA apa pun kepada orang atau entitas mana pun
atau yang membayar biaya rujukan untuk mendapatkan klien harus
mengungkapkan penerimaan atau pembayaran tersebut kepada klien.
Singkatnya, jika seorang akuntan menerima komisi atau biaya rujukan,
dia berkewajiban untuk mengungkapkan fakta itu kepada klien.
Aturan 505 – Bentuk organisasi
Aturan umum dari aturan akhir kode (Aturan 504 telah dihapus)
sederhana:
• Seorang anggota dapat mempraktekkan akuntan publik hanya dalam
bentuk organisasi yang diizinkan oleh undang-undang atau peraturan
yang karakteristiknya sesuai dengan resolusi Dewan.
• Seorang anggota tidak boleh mempraktekkan akuntan publik dengan
nama perusahaan yang menyesatkan. Nama satu atau lebih pemilik
masa lalu dapat dimasukkan dalam nama perusahaan dari organisasi
penerus.
• Sebuah perusahaan tidak boleh menunjuk dirinya sebagai "Anggota
American Institute of Certified Public Accountants" kecuali semua
pemilik CPA adalah anggota dari Institut.
Namun demikian, ada dua penerapan aturan ini yang rumit: permohonan
kepada anggota yang memiliki bisnis terpisah dan penerapan pada
praktik alternatif. Untuk anggota yang, baik secara individu atau kolektif,
memiliki bisnis terpisah, semua prinsip dan aturan dalam kode AICPA
berlaku untuk anggota. Apakah mereka berlaku untuk perusahaan itu
sendiri dalam hal rujukan tergantung pada komposisi perusahaan.
Berkenaan dengan praktik alternatif, kode tersebut mensyaratkan, sebagai
berikut:
• Bahwa sebagian besar kepentingan keuangan dalam perusahaan yang
bergerak dalam jasa atestasi (sebagaimana didefinisikan di
dalamnya) dimiliki oleh CPA. Dalam konteks struktur praktik
alternatif (APS) di mana (1) mayoritas kepentingan keuangan di
perusahaan atestasi dimiliki oleh CPA dan (2) semua atau secara
substansial semua pendapatan dibayarkan kepada entitas lain sebagai
imbalan atas jasa dan sewa karyawan, peralatan, dan ruang kantor,
timbul pertanyaan tentang penerapan aturan 505.
• Fokus utama dari Resolusi adalah bahwa CPA tetap bertanggung
jawab, secara finansial dan sebaliknya, untuk pekerjaan atestasi yang
dilakukan untuk melindungi kepentingan publik. Resolusi berisi
banyak persyaratan yang dikembangkan untuk memastikan tanggung
jawab itu. Selain ketentuan Resolusi, persyaratan lain dari Kode Etik
Profesional dan anggaran rumah tangga memastikan bahwa
tanggung jawab:
a. Kepatuhan terhadap semua aspek hukum atau peraturan negara
bagian yang berlaku;
b. Pendaftaran di AICPA - program pemantauan praktik yang
disetujui;
c. Kepatuhan terhadap aturan independensi yang ditentukan oleh
Aturan 101, Independensi; dan
d. Kepatuhan terhadap standar yang berlaku yang diumumkan oleh
Dewan - badan yang ditunjuk dan semua ketentuan lain dari
Kode, termasuk ET pasal 91, Keberlakuan.
Diambil dalam konteks semua perlindungan kepentingan publik
yang disebutkan di atas, jika CPA yang memiliki perusahaan atestasi
tetap bertanggung jawab secara finansial, berdasarkan hukum atau
peraturan yang berlaku, anggota tersebut dianggap mematuhi
ketentuan kepentingan keuangan dari Resolusi.

D. Etika Akuntansi Manajemen


1. Etika dalam akuntansi manajemen
Akuntansi manajemen adalah disiplin ilmu yang berkenaan dengan
penggunaan informasi akuntansi oleh para manajemen dan pihak-pihak
internal lainnya untuk keperluan penghitungan biaya produk,
perencanaan, pengendalian dan evaluasi, serta pengambilan keputusan.
ISB (the Independence Standards Board) menjelaskan tanggung jawab
manajemen, termasuk akuntan manajemen dan akuntan keuangan,
sebagai berikut:
“Manajemen bertanggungjawab atas laporan keuangan, termasuk
bertanggungjawab atas pilihan metode akutansi dan judgment dalam
penyajian laporan keuangan. Tanggungjawab ini tidak bisa dialihkan
kepada siapapun”
Standards of Ethical Conduct for Practitioners of Management
Accounting and Financial Management, yang merupakan bagian dari
Institute of Management Accountants’ Code of Ethics, mendeskripsikan
cakupan tanggungjawab sebagai berikut:
“Praktisi akuntansi manajemen dan akuntansi keuangan memiliki
tanggungjawab kepada publik, kepada profesi, kepada organisasi yang
dilayaninya, dan kepada dirinya sendiri, untuk menjaga standard tertinggi
dari etika profesi”
Kebiasaaan beretika adalah sangat penting dalam menjalankan
perekonomian kita telah memicu berbagai perubahan peraturan dan
permintaan perundang-undangan baru. Dalam perekonomian yang baru,
digital, dan berbasis kepercayaan, kepentingan sangat dijunjung tinggi.
Kejujuran perusahaan, yang diwujudkan dalam merek dan reputasi,
meningkatkan kepercayaan pelanggan, karyawan dan investor. Ikatan
Akuntan Manajemen (Institute of Management Accountant– IMA) di
Amerika Serikat telah mengembangkan kode etik yang disebut Standar
Kode Etik untuk Praktisi Akuntan Manajemen dan Manajemen Keuangan
(Standards of Ethical Conduct for Practitioners of Management Accounting
and Financial Management).
2. Standar Etika Akuntan Manajemen
Standar Kode Etik untuk praktisi Akuntan Manajemen dan Manajemen
Keuangan dibagi menjadi dua bagian:
a Berisi tuntunan untuk berperilaku etis, singkatnya akuntan
manajemen memiliki etika tanggung jawab dalam empat bidang,
yaitu:
1) Mempertahankan kompetensi professional.
2) Menjaga kerahasiaan hal-hal yang sensitif.
3) Mempertahankan integritas.
4) Menjaga objektivitas dalam semua pengungkapan.
b Berisi panduan khusus bagaimana cara seseorang mencari bukti
perilaku tidak etis dalam organisasi. Apabila kode etik tidak dipatuhi
maka mengakibatkan bisnis terganggu.
Etika akuntan manajemen dan akuntan keuangan mencakup empat
standard sebagai berikut:
a. Kompetensi (Competence)
Akuntan manajemen harus menjaga pengetahuan dan keterampilan
pada tingkat yang tepat; mengikuti hukum, aturan, dan standard
teknis; dan menyajikan laporan secara jelas dan lengkap berdasarkan
informasi yang terpercaya dan relevan, yang telah dianalisis secara
memadai
b. Kerahasiaan (Confidentiality)
Akuntan manajemen harus mencegah pengungkapan informasi
rahasia, kecuali dituntut oleh kewajiban legal untuk
mengungkapkannya.
c. Kejujuran (Integrity)
Akuntan manajemen harus menghindari konflik kepentingan, baik
yang bersifat nyata maupun tidak nyata (actual or apparent), dan
juga menghindari aktivitas yang bisa meragukan kemampuannya
dalam melaksanakan tanggungjawab etika.
d. Obyektivitas Akuntan Manajemen (Objectivity of Management
Accountant)
Inti dari standar kode etik adalah objektivitas, yang menuntut
akuntan manajemen untuk “mengkomunikasikan informasi secara
wajar (fairly) dan secara objektif (objectively), dan juga untuk
mengungkap secara penuh seluruh informasi relevan yang dipandang
dapat mempengaruhi pemahaman pengguna informasi atas laporan,
komentar, serta rekomendasi yang disajikannya.
3. Whistle Blowing (Pelaporan tindakan tidak etis/kecurangan)
Whistle blowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang
atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan baik
yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain.
Pihak yang dilaporkan ini bisa saja atasan yang lebih tinggi ataupun
masyarakat luas.
Whistle Blowing terbagi dalam dua macam, yaitu
a. Whistle blowing internal
Hal ini terjadi ketika seorang atau beberapa orang karyawan
mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain atau
kepala bagiannya kemudian melaporkan kecurangan itu kepada
pimpinan perusahaan yang lebih tinggi, Contohnya: Kecurangan
yang dilakukan karyawan lain dalam memanipulasi laporan
keuangan perusahaan demi kepentingan pribadi. Motivasi utama
dari whistle blowing ini adalah: demi mencegah kerugian bagi
perusahaan tersebut, karena hal tersebut sangat sensitif maka untuk
mengamankan posisinya, karyawan pelapor perlu melakukan
beberapa langkah pencegahan, antara lain:
1) Mencari cara yang paling cocok dalam penyampaian tanpa
harus menyinggung perasaan sesama karyawan atau atasan
yang ditegur.
2) Anda perlu mencari dan mengumpulkan data sebanyak
mungkin sebagai pegangan konkret untuk menguatkan
posisinya, kalau perlu disertai dengan saksi-saksi kuat.
b. Whistle blowing eksternal
Whistle Blowing ini menyangkut kasus dimana seorang pekerja
mengetahui kecurangan yang dilakukan perusahaannnya lalu
membocorkannya kepada masyarakat karena dia tahu bahwa
kecurangan itu akan merugikan masyarakat.
Contohnya: Adanya pembuangan limbah yang dilakukan
perusahaan atau pabrik ke pemukiman masyarakat, sehingga
membahayakan kesehatan warga. Motivasi utamanya adalah
mencegah kerugian bagi masyarakat atau konsumen. Pekerja ini
mempunyai motivasi moral untuk membela kepentingan konsumen
karena dia sadar semua konsumen adalah manusia yang sama
dengan dirinya dan karena itu tidak boleh dirugikan hanya demi
memperoleh keuntungan.
Kondisi-kondisi yang mendorong perlunya whistle blowing:
a. The proper motivation (motivasi yang tepat). Whistle blowing harus
dilakukan dengan tujuan moralitas yang tepat, bukan untuk tujuan
persaingan atau balas dendam.
b. The proper evidence (bukti yang tepat). Didasarkan pada bukti-
bukti yang kuat tentang adanya pelanggaran etika.
c. The proper analysis (analisis yang tepat). Hanya dilakukan setelah
dilakukan analisis secara cermat tentang kerugian yang ditimbulkan
oleh pelanggaran etika.
d. The proper channel (saluran yang tepat). Harus dicari saluran
komunikasi internal yang tepat sebelum menginformasikan ke
publik. Sedapat mungkin pelanggaran moral dan etika terselesaikan
secara internal.
Persayaratan lain whistle blowing (Simon, Powers, dan Gunneman)
a Terdapat kebutuhan (need), misalnya karena pelanggaran
etika/moral tidak kunjung teratasi;
b Kemampuan (capability). Memiliki kemampuan untuk
menyelamatkan keadaan;
c Kedekatan (proximity). Pelanggaran etika moral terjadi di
lingkungan terdekat dengan tanggungjawabnya;
d Orang terakhir (last resort). Menjadi satu-satunya orang yang tahu
dan memiliki kemampuan untuk menjadi whistle-blowing; dan
e Kemungkinan keberhasilan (likelihood of success).Whistle-blower
harus berpotensi sukses, jika tidak ada harapan memunculkan
tekanan masyarakat, institusi, dan pemerintah, maka whilstle-
blower akan menjadi sia-sia.

E. Etika Akuntansi Pajak


Akuntan pajak mempunyai beberapa tanggung-jawab kepada publik, melalui
pemerintah. Tanggung jawab akuntan pajak adalah bukan untuk suatu
kepalsuan dalam suatu kewajiban pajak, dan sebagai attestor, suatu kewajiban
pajak adalah suatu pernyataan/deklarasi atas sangsi dari kecurangan, dan
informasi dari hasil menyajikan laporan keuangan adalah benar, dan lengkap.
Dalam Laporan keuangan AICPA itu dari Responsibility Tax Preparers
(SRTP) dalam kewajibann Pajak Memposisikan 5.05 dan 5.06:
5.5 "Sistem perpajakan penilaian diri sendiri dapat berfungsi secara efektif
jika wajib pajak melaporkan hasil mereka di suatu kewajiban pajak yang
benar, mengoreksi, dan melengkapi. Suatu kewajiban pajak adalah suatu
laporan wajib pajak fakta-fakta, dan wajib pajak mempunyai tanggung
jawab akhir untuk posisi-posisi menerima imbal hasil.
5.6 "CPAS menetapakn bentuk cukai atas sistem perpajakan seperti juga
kepada klien-klien mereka. Kedudukan kuat bahwa wajib pajak tidak
memiliki kewajiban untuk membayar lebih banyak pajak dibanding dengan
menurut hukum berhutang, dan CPA mempunyai suatu cukai kepada klien itu
untuk membantu dalam mencapai target."
Statements on Standards for Tax Services (SSTS) merupakan pertimbangan
etika umum yang mendasari standar yang dibuat oleh Tax Executive
Committee of the AICPA. Ada 6 (enam) standar yang ditunjukkan dalam
SSTS, yaitu:
a Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi kecuali
ada kemungkinan realistik untuk kebaikan yang berkelanjutan;
b Seorang akuntan pajak tidak boleh membuat atau menandatangani return
jika ini berada dalam posisi yang tidak boleh disarankan menurut point 1;
c Seorang akuntan pajak dapat menyarankan sebuah posisi yang
menurutnya tidak ceroboh selama ini bisa didisklosur;
d Seorang akuntan pajak berkewajiban untuk menasehati klien tentang
potensi hukuman di beberapa posisi, dan menyarankan disklosur;
e Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi yang
“mengeksploitasi” proses seleksi audit IRS atau; dan
f Dilarang bertindak sekadar dalam posisi “membantah”.
Menurut standar ini, dikatakan tidak etis bila mengkapitulasi permintaan klien
untuk mengurangi liabilitas pajak klien sebenarnya, karena ketika
menandatangani return, anda berarti menyatakan bahwa return adalah benar,
tepat, dan lengkap. Bila menandatanganinya berarti maka anda terlibat
kebohongan.
Akuntan dan perusahaan akuntansi perlu mengetahui tanggungjawabnya pada
masyarakat besar. Akuntan dan perusahaannya perlu tegas, karena
profesionalismenya, untuk mengikuti jalur etika. Bantuan yang sering
digunakan adalah nilai moral personal dan standar plus sebuah kultur dalam
perusahaan yang melarang pelanggaran nilai etika dalam mencapai tujuan
organisasi–sebuah filosofi manajemen kuat yang mempertegas tindakan etika
dan komunikasi jelas dari perilaku etika. Dalam situasi ini, bahkan ketika
menyebabkan kerugian klien, akuntan tetap akan melakukan apa yang benar.
Ancaman kehilangan lisensi akibat tindakan tidak beretika adalah sebuah
faktor, tapi ini bukanlah faktor primer.
Beberapa tantangan untuk etika akuntansi perpajakan, berikut ini adalah yang
termasuk peringkat atas:
a kompleksitas dan perubahan sifat dari hukum pajak;
b keterbatasan waktu untuk praktek;
c pengetahuan tentang hukum pajak yang kompleks;
d tekanan dari klien untuk mengurangi liabilitas pajak;
e dan kurangnya pemahaman klien terkait tanggungjawab profesional dan
potensi hukuman dari akuntan baik bagi praktisi pajak dan pembayar
pajak.
Tax Shelter/ Tax Planning
Pengertian tax sheltering yang merupakan tax planning menurut US
Congress (1999), adalah pengaturan sedemikian rupa untuk menghindari
pengenaan pajak dengan membuat keuntungan ekonomi tanpa adanya
kerugian dan risiko ekonomi. Menurut American Institute of Certified Public
Accountants (AICPA), tax sheltering tidak mempunyai tujuan bisnis, namun
hanya untuk penghindaran pajak yang sesuai dengan peraturan pajak. Contoh
dari tax sheltering adalah penggunaan special legal vehicles atau SPV
(special purpose vehicle) untuk mengalihkan penghasilan dan mempunyai
perusahaan yang ada di tax heaven country.
Crenshaw dalam artikelnya memberikan empat alasan mengapa tax
shelter ini muncul:
1. Ada upaya manajemen korporat untuk mencari cara baru guna
mengendalikan biaya bisnis, dan karena tidak mampu menaikkan
harganya, perusahaan mulai mencari cara untuk memotong pajaknya
yang dianggap sebagai biaya.
2. Bertambahnya kerumitan dalam aturan pajak dan dunia keuangan, realita
ekonomi akan terhambat – atau berkurangnya realita tersebut – dalam
serangkaian transaksi.
3. Persepsi antar bank investasi dan lainnya bahwa memimpikan dan
mengemas produk pajak “adalah sebuah lini bisnis yang sukses”, seperti
yang dikatakan William J. Wilkins dari Wilmer, Cutler & Pickering, dan
salah seorang anggota dari divisi pajak dari American Bar Association.
(Divisi pajak ini, yang tidak berbicara sebagai wakil ABA, berisi
pengacara yang khusus dalam urusan pajak).
4. Resiko rendah. Bukan hanya sulit bagi IRS untuk mendeteksi shelter, tapi
hukumannya cenderung ringan dan tidak selalu diberikan. Jika shelter
ditemukan dan dilarang, perusahaan akan menghutang pajak yang
seharusnya dibayar, ditambah bunga. “Ini seperti deal finansial yang
bagus”, kata John E. Chapoton, mantan Assistant Treasury Secretary dan
anggota divisi pajak ABA, yang meminta disklosur perusahaan untuk
menghambat shelter.
Statements on Standards for Tax Services (SSTS)
Berikut isi dari Statements on Standards for Tax Services (SSTS) bagi
akuntan pajak:
Pernyataan Standar No.1. Standar kemungkinan realistik:
“Secara umum, anggota memiliki keyakinan bahwa posisi return pajak yang
disarankan memiliki sebuah kemungkinan realistik untuk berlanjut secara
administratif atau judisial”, untuk mengkapitulasi kebutuhan
perusahaannya”.
Pernyataan No.2: Pernyataan ini bukanlah yang problematik dan
mengemukakan:
“Seorang anggota membuat upaya wajar untuk memperoleh informasi dari
pembayar pajak untuk memberikan jawaban pada semua pertanyaan tentang
return pajak sebelum memberikan tanda tangan sebagai preparer”.
Pernyataan No.3. Kewajiban untuk memeriksa atau memverifikasi data
yang mendukung:
Seorang preparer dapat menggunakan keyakinan klien yang bagus untuk
memberikan informasi akurat dalam membuat sebuah return pajak, tapi
“tidak mengabaikan implikasi informasi yang dibuat dan harus membuat
penelitian wajar jika informasi menjadi tidak tepat, tidak lengkap atau tidak
konsisten” (SSTS). Di sini, kewajiban untuk sistem pajak menjadi jelas.
Preparer akan menandatangani pernyataan yang menguji bahwa informasi
yang terkandung menjadi benar, tepat, dan lengkap menurut pengetahuan
preparer. Konsekuensinya, jika preparer menyimpulkan bahwa karena
ketidakkonsistensinya, informasi menjadi tidak tepat atau lengkap, preparer
berkewajiban untuk tidak menandatangani return.
Pernyataan No.4. Gunakan estimasi:
Ini bukan standar non-problematik. Preparer menggunakan estimasi
pembayar pajak jika ini tidak berpengaruh praktikal dalam memperoleh data
dan jika preparer menentukan bahwa estimasinya sudah beralasan, yang
didasarkan pengetahuan preparer.
Pernyataan No.5. Berawal dari sebuah posisi sebelumnya:
Ini adalah sebuah standar teknis. “Seperti yang ditunjukkan dalam SSTS
No.1, Tax Return Positions, anggota bisa merekomendasikan sebuah posisi
return pajak atau mempersiapkan atau menandatangani return pajak yang
berawal dari perlakuan sebuah item yang disimpulkan dalam urusan
administratif atau keputusan pengadilan terkait return sebelumnya dari
pembayar pajak”.
Pernyataan No.6. Pengetahuan keliru:
Apa yang perlu dilakukan ketika preparer menjadi sadar akan kekeliruan
dalam pengembalian pajak pembayar pajak sebelumnya? Anggota harus
“memberitahu pembayar pajak” dan “merekomendasikan ukuran korektif
yang perlu diambil” (SSTS). Jika dalam mempersiapkan return tahun
sekarang, preparer menemukan bahwa pembayar pajak tidak mengambil
tindakan tepat untuk membenarkan errornya dari tahun sebelumnya,
preparer perlu memutuskan apakah perlu melanjutkan hubungan dengan
pembayar pajak. Penarikan diri ini bisa terjadi jika pembayar pajak tidak
mau membenarkan error, dan jika error ini memiliki efek terhadap return.
Pernyataan No.7. Pengetahuan tentang error: urusan administratif:
Jika dalam urusan administratif, preparer menemukan error, preparer harus
“meminta persetujuan pembayar pajak untuk mendisklosur error tersebut
kepada otoritas pajak. Bila tidak ada persetujuan, anggota harus
mempertimbangkan penarikan diri dari representasi pembayar pajak dalam
urusan administratif”.
Pernyataan No.8. Bentuk dan Isi dari advis untuk pembayar pajak:
Pernyataan ini tidak menggambarkan bentuk atau isi advis karena kisaran
advis begitu ekstensif dan spesifik menurut kebutuhan setiap pembayar pajak.
Apa yang disarankan adalah bahwa advis ini mencerminkan kompetensi
profesional dan memenuhi kebutuhan pembayar pajak.

F. Kasus Worldcom
1. Deskripsi Perusahaan
Worldcom pada awalnya merupakan perusahaan penyedia layanan telpon
jarak jauh. Selama tahun 90an perusahaan ini melakukan beberapa
akuisisi terhadap perusahaan telekomunikasi lain yang kemudian
meningkatkan pendapatnnya dari $152 juta pada tahun 1990 menjadi
$392 miliarpada 2001, yang pada akhirnya menempatkan worldcom pada
posisi ke 42 dari 500 perusahan lainnya menurut versi majah fortune.
Akuisisi yang besar telah terjadi pada tahun 1998 pada saat worlcom
mengambil alih perusahaan MCI yaitu peruahaan kedua terbesar di
Amerika yang bergerak pada bidang telekomunikasi jarak jauh. Dan pada
tahun yang sama Worldcom membeli perusahaan UUNet, Compuserve,
dan jaringan data AOL (american Online) yang mengukuhkan posisi
Worldcom menjadi operator no 1 dalam infrastruktur internet.
2. Gambaran Umum Kasus
Pada tahun 1990 terjadi masalah fundamental ekonomi pada WorldCom
yaitu terlalu besarnya kapasitas telekomunikasi. Masalah ini terjadi
karena pada tahun 1998 Amerika mengalami resesi ekonomi sehingga
permintaan terhadap infrastruktur internet berkurang drastis. Hal ini
berimbas pada pendapatan WorldCom yang menurun drastis sehingga
pendapatan ini jauh dari yang diharapkan. Nilai pasar saham perusahaan
Worldcom turun dari sekitar 150 miliardollar (januari 2000) menjadi
hanya sekitar $150 juta (1 juli 2002). Keadaan ini mebuatan pihak
manajemen berusaha melakukan praktek-praktek akuntansi untuk
menghindari berita buruk tersebut.
3. Praktik Akuntansi Tidak Sehat
Dalam laporannya pada 25 Juni Worldcom mengakui bahwa perusahan
mengklasifikasikan lebih dari $3,8 miliar untuk beban jaringan sebagai
pengeluaran modal. Beban jaringan adalah beban yang dibayar oleh
Worldcom kepda perusahaan lain untuk jaringan telekomunikasi, seperti
biaya akses dan biaya pengiriman pesan bagi Worldcom. Dilaporkan
sekitar $3,005 miliar telah salah diklasifiksi pada tahun 2001, sementara
sisanya sekitar $797 juta pada triwulan pertama tahun 2002. Berdasarkan
data Worldcom $14,7 miliar pada tahun 2001 disajikan sebagai biaya.
Dengan memindahkan akun beban kepada akun modal, Worldcom
mampu menaikkan pendapatan atau laba. Worldcom mampu menaikan
laba karena akun beban dicatat lebih rendah, sedangkan akun aset dicatat
lebih tinggi karena beban kapitalisasi disajikan sebagai beban investasi.
Kalau hal itu tidak terdeteksi praktek ini akan berakibat pendapatan
bersih yang lebih rendah dalam tahun-tahun brikutnya. Karena beban
kapitalisasi jaringan tersebut akan didepresiasikan.secara esensi beban
kapitalisasi jaringan akan memungkinkan perusahaan untuk
mengalokasikan biyanya dalam beberapa tahun dimasa depan, mungkin
antara 10 tahun bahkan lebih.
Secara umum, pelanggaran-pelanggaran dan perilaku tidak etis yang
dilakukan WorldCom antara lain:
a. Penggelembungan tersebut terjadi karena adanya praktik akuntansi
yang keliru dan manipulasi laporan keuangan oleh pihak manajemen
puncak perusahaan;
b. Praktik akuntansi yang keliru ini dapat terealisasi karena dibantu
oleh eksternal Arthur Andersen dan staf akuntansi perusahaan
tersebut;
c. Selain praktik akuntansi yang keliru, CEO WorldCom juga
menggunakan uang pereusahaan untuk kepentingan pribadi. Dari
poin pelanggaraan diatas, diketahui bahwa WorldCom melakukan
penggelembungan angka pada periode berjalan.
Cara manajemen WorldCom melakukan penggelembungan yaitu:
a. Biaya jaringan yang telah dibayarkan pihak worldcom kepada pihak
ketiga dipertanggungjawabkan dengan tidak benar. Dimana biaya
jaringan yang seharusnya dibebankan dalam laporan laba rugi, oleh
perusahaan dibebankan ke rekening modal. Hal ini mengakibatkan
laba periode berjalan menjadi lebih besar dari laba yang sebenarnya
didapat oleh perusahaan. Dengan cara ini worldcom mampu
meningkatkan keuntungannya hingga $ 3.85 M.
b. Dana cadangan untuk beberapa biaya operasional dinaikkan oleh
perusahaan. Dana cadangan yang sudah terbentuk, nantinya akan
dikurangi secara tidak benar oleh perusahaan untuk memanipulasi
jumlah keuntungan yang diperoleh perusahaan pada periode
berjalan.
Dengan praktik ini, Worldcom berhasil memanipulasi keuntungannya
sebesar $ 2 M. Berdasarkan poin tersebut, penyajian beban jaringan
sebagai pengeluaran modal ditemukan oleh auditor Cynthia Cooper. Mei
2002 Auditor Cynthia Cooper mendiskusikan masalah tersebut kepada
kepala keuangan Worldcom Scott D. Sullivandan controller perusahaan
saat itu David F. Myers. Cooper melaporkan masalah tersebut pada
kepala komite audit Max Bobbitt, sekitar 12 Juni. Yang kemudian Max
Bobbitt meminta kepada KPMG selaku eksternal auditor saat itu untuk
melakukan investigasi. Kepala keuangan worldcom diminta untuk
mengkoreksi salah saji/salah pengklasifikasiannya.
Setelah berdiskusi lebih lanjut Scott D. Sullivan dipecat pada saat
Worldcom mengadakan pengumuman. Pada hari yang sama David F.
Myers mengundurkan diri. Dilaporkan bahwa Sullivan tidak pernah
mengkonsultasikan penyajian tersebut kepada Artuhr Anderson selaku
auditor eksernal pada tahun 2001 dan Arthur Anderson pun menyatakan
bahwa Sullivan tidak pernah berkonsultasi dengannya. Pada tanggal 15
Juli, Tauzi yang merupakan House Energy and Commerce Committee
mengatakan bahwa berdasarkan dokumen-dokumen internal dan email
Worldcom mengindikasikan bahwa sebenarnya pihak eksekutif sudah
mengetahui salah saji tersebut sejak awal.
Internal auditor adalah pertahanan awal terhadap kesalahan paktek-
praktek akuntansi dan kecurangan akuntansi. Satu pertanyaan kepada
Internal Auditor Worldcom adalah kenapa butuh waktu lama (1 tahun)
untuk mengungkap salah saji ini. Padahal mengingat nilai kapitalisasi
yang begitu besar dan pengaruhnya terhadap nilai pendapatan bersih dan
total aktiva harusnnya bisa diungkap lebih cepat.
4. Dampak Kasus Worldcom
Dampak akibat kasus WorldCom sangat besar dan multidimensional.
Secara ringkas dampaknya antara lain:
a Nilam saham WorldCom anjlok dari US$ 64.5 per lembar saham,
menjadi US$ 2 per lembar saham, kemudian anjlok lagi hingga
mencapai kurang dari 1 sen per lembar saham;
b Para pegawai mengalamai kerugian dana pensiun. Pada akhir tahun
2000, sekitar 32 % atau US$642.3 juta dana pensiun pegawai berupa
saham;
c Adanya PHK missal terhadap karyawan WorldCom yakni sekitar
17.000 karyawan diberhentikan dari total 85.000 karyawan;
d Worldcom akhirnya mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan ini
merupakan salah satu kebangkrutan paling besar di Amerika Serikat;
dan
e Bernie Ebbers dan Scott Sulivan didakwa dengan hukuman penjara
25 tahun.
5. Analisis Kasus
Alasan terjadinya adanya pelanggaran Dari hasil analisis kasus, adanya
pelanggaran etika bisnis pada perusahaan WorldCom terjadi karena
beberapa faktor, antara lain:
a. Faktor Uang
Adanya iming-iming uang dan bonus yang besar bagi para akuntan
jika mereka mau bekerja sama dengan pihak manajemen untuk
memanipulasi laporan keuangan.
b. Faktor Tekanan
Adanya tekanan dari atasan untuk memanipulasi laporan kaunagan.
Yang mana jika tidak dituruti akan mengakibatkan para akuntan
dipecat.
c. Faktor Budaya Perusahaan
Budaya perusahaan, yang menghalalkan segala cara untuk dapat
memperoleh penghasilan, agar perusahaan tetap terlihat baik dimata
publik dan harga saham perusahaan tidak turun drastis.
d. Faktor Pengendalian Internal
Lemahnya pengendalian internal perusahaan, sehingga tindakan
manipulasi dan kecurangan dapat terjadi dalam perusahaan.
e. Faktor Kesempatan
Adanya kesempatan untuk memanipulasi LK worldcom, dimana
dalam hal ini semua pihak dari manajemen puncak hingga staf
akuntansi dapat diajak bekerja sama untuk memanipulasi LK
perusahaan.
f. Faktor Etika
Kurangnya etika profesi akuntansi, para akuntan yang bekerja di
worldcom tidak berpegang teguh pada etika profesi akuntansi
ataupun GAAP, sehingga mereka bersedia untuk melakukan
tindakan yang melanggar kegiatan kode etik profesi akuntansi.
Faktor- faktor diatas adalah faktor yang paling sering mempengaruhi para
akuntan dalam melakukan kecurangan dan perilaku-perilaku tidak etis
dalam pekerjaan mereka. Untuk itu, alangkah baiknya setiap manajemen
dari perusahaan manapun di dunia, bisa meminimalisir peluang adanya
faktor-faktor tersebut agar tidak terjadi lagi kasus seperti Enron dan
WorldCom.
Pelanggaran WorldCom dilihat dari Etika Profesi Tuntutan profesional
sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing
profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang
berlaku untuk suatu profesi. WorldCom yang melakukan kecurangan
telah melanggar prinsip-prinsip etika profesi, antara lain.
a. Prinsip Tanggung Jawab
Prinsip ini menekankan bahwa seorang professional haruslah
bertanggung jawab dalam melakukan pekerjaannya. Dari kasus
WorldCom, bisa dilihat bahwa beberapa oknum staf akuntansi di
perusahaan melakukan praktik tidak bertanggung jawab dengan
melakukan praktik akuntansi yang sesuai dengan kaidah.
b. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menekankan bahwa setiap profesioanl haruslah memiliki
integritas yang tinggi dan moral yang luhur. Dari kasus Worlcom,
bias dilihat bahwa CEO perusahaan yang seharusnya berintegitas
dan menjadi contoh bagi bawahannya, malah menggunakan uang
perusahaan untuk kepentingan pribadi yang jelas jelas melanggar
prisip integritas moral.
BAB III
KESIMPULAN

Profesi akuntan adalah profesi yang sangat penting dan beresiko. Akuntan
bisa mengakibatkan dampak yang begitu besar jika tergoda melakukan praktik
praktik akuntansi yang tidak jujur. Seperti kasus WorldCom diatas, setiap
professional khususnya akuntan, harus menyadari bahwa mereka adalah seorang
professional yang harusnya bekerja dengan tetap berpedoman pada kode etik dan
prinsip-prinsip etika profesi. Kasus WorldCom menjadi pelajaran bahwa sebagai
seorang professional, kita harus bekerja secara professional juga agar tidak
mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Ronald Duska, Brenda Shay Duska, Julie Ragatz. 2011. Accounting


Ethics Second Edition. A John Wiley & Sons, Ltd., Publication

Anda mungkin juga menyukai