Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate social
responsibility (CSR) dewasa ini menjadi suatu pembahasan penting.CSR merupakan
konsekuensi logis dari implementasi praktek tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance GCG). Prinsip dari GCG diantaranya menyatakan perlunya
perusahaan memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingannya (stakeholders)
sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin kerjasama yang aktif dengan pemangku
kepentingannya demi keberlangsungan jangka panjang perusahaan.
Perhatian perusahaan pada saat ini lebih terkonsentrasi kepada kepentingan
manajemen dan pemilik modal. Perusahaan seringkali mengabaikan stakeholders, sehingga
menyebabkan banyak aksi protes yang dilakukan oleh elemen stakeholders kepada
manajemen perusahaan yang menuntut keadilan terhadap kebijakan upah maupun pemberian
fasilitas kesejahteraan yang diterapkan perusahaan. Masyarakat juga banyak yang melakukan
protes atas dampak sosial dan lingkungan yang dihasilkan perusahaan, sehingga
menyebabkan hubungan yang tidak harmonis antara perusahaan dengan lingkungan
sosialnya.
Menurut Wordworth, ada empat alasan tanggung jawab sosial perusahaan penting
untuk dilaksanakan yaitu; pertama, menghidari dari reputasi negatif, kedua, menyahuti
tanggapan dari lingkungan sekitar seperti permintaan lapangan kerja, ketiga mendapatkan
respek dari kelompok masyarakat inti terutama yang mengharapkan keberadaan perusahaan,
dan yang keempat adalah menjamin keamanan dari gangguan lingkungan sekitar dalam
rangka melakukan proses produksi dan keberlanjutan usaha perusahaan itu sendiri.
CSR merupakan sebuah gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan
pada tanggung jawab yang berpijak pada nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi
keuangannya saja. Kesadaran atas pentingnya CSR dilandasi pemikiran bahwa perusahaan
tidak hanya mempunyai kewajiban ekonomi dan legal kepada pemegang saham (shareholder)
melainkan juga kewajiban terhadap stakeholder. CSR menunjukkan bahwa tanggung jawab
perusahaan harus berpijak pada aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.

BAB II
PEMBAHASAN
Prinsip Peran Pemangku Kepentingan dan Tanggung Jawab Korporat
1. Prinsip dan tanggung jawab korporat
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR)
adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah
memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang
di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan
dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan",
yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus
mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi,
misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan
lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk
jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai
kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen
dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh
pemangku kepentingannya.
Ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah
ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan
masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap
karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidaknyamanan ataupun bahaya bagi
konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturanpemerintah pada beberapa
negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan
hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan
(misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaam
manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam
membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi
bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).

Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan
"perbuatan baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for
Humanity atau Ronald McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial
merupakan bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan
uang untuk proyek-proyek komunitas, pemberian beasiswa dan pendirian yayasan sosial.
Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan
(volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu
itikad baik di mata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi
perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama
triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai
kegiatan sosial di atas.
CSR bukanlah sekedar kegiatan amal, melainkan CSR mengharuskan suatu
perusahaan

dalam

pengambilan

keputusannya

agar

dengan

sungguh-sungguh

memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan,


termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan
antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang
saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development
(WBCSD) yaitu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara
khusus bergerak di bidang "pembangunan berkelanjutan" (sustainable development) yang
menyatakan sebagai berikut:
" CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis
dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat
ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya
beserta seluruh keluarganya".
Untuk menunjukkan bahwa perusahaan adalah warga dunia bisnis yang baik maka
perusahaan dapat membuat pelaporan atas dilaksanakannya beberapa standar CSR termasuk
dalam hal:

Akuntabilitas atas standar AA1000 berdasarkan laporan sesuai standar John Elkington
yaitu laporan yang menggunakan dasar triple bottom line (3BL)

Global Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan yang
paling banyak digunakan sebagai standar saat ini.

Verite, acuan pemantauan

Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8000

Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14000


Di beberapa negara dibutuhkan laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit diperoleh

kesepakatan atas ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam aspek
sosial. Sementara aspek lingkungan, apalagi aspek ekonomi memang jauh lebih mudah
diukur. Banyak perusahaan sekarang menggunakan audit eksternal guna memastikan
kebenaran laporan tahunan perseroan yang mencakup kontribusi perusahaan dalam
pembangunan berkelanjutan, biasanya diberi nama laporan CSR atau laporan keberlanjutan.
Akan tetapi laporan tersebut sangat luas formatnya, gayanya dan metodologi evaluasi yang
digunakan (walaupun dalam suatu industri yang sejenis). Banyak kritik mengatakan bahwa
laporan ini hanyalah sekadar "pemanis bibir" (suatu basa-basi), misalnya saja pada kasus
laporan tahunan CSR dari perusahaan Enron dan juga perusahaan-perusahaan rokok. Namun,
dengan semakin berkembangnya konsep CSR dan metode verifikasi laporannya,
kecenderungan yang sekarang terjadi adalah peningkatan kebenaran isi laporan.
Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan keberlanjutan merupakan upaya untuk
meningkatkan akuntabilitas perusahaan di mata para pemangku kepentingannya.
Argumen yang mendukung perlunya keterlibatan sosial perusahaan adalah sebagai
berikut :
a. Kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin berubah
Setiap kegiatan bisnis dimaksudkan untuk mendatangkan keuntungan. Ini tidak bisa
disangkal. Namun dalam masyarakat yang semakin berubah, kebutuhan dan harapan
masyarakat terhadap bisnis pun ikut berubah. Karena itu, untuk bisa bertahan dan berhasil
dalam persaingan bisnis modern yang ketat ini, para pelaku bisnis semakin menyadari
bahwaa mereka tidak bisa begitu saja hanya memusatkan perhatian pada upaya
mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya.
b. Terbatasnya sumber daya alam

Argumen ini didasarkan pada kenyataan bahwa bumi kita ini mempunyai sumber daya
alam yang terbatas. Bisnis justru berlangsung dalam kenyataan ini, dengan berupaya
memanfaatkan secara bertanggung jawab dan bijaksana sumber daya yang terbatas itu
demi memenuhi kebutuhan manusia. Maka, bisnis diharapkan untuk tidak hanya
mengeksploitasi sumber daya alam yang terbatas itu demi keuntungan ekonomis,
melainkan juga ikut melakukan kegiatan sosial tertentu yang terutama bertujuan untuk
memelihara sumber daya alam.

c. Lingkungan sosial yang lebih baik


Bisnis berlangsung dalam suatu lingkungan sosial yang mendukung kelangsungan dan
keberhasilan bisnis itu untuk masa yang panjang. Ini punya implikasi etis bahwa bisnis
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab moral dan sosial untuk memperbaiki
lingkungan sosialnya kearah yang lebih baik.
d. Pertimbangan tanggung jawab dan kekuasaan
Keterlibatan sosial khususnya, maupun tanggung jawab sosial perusahaan secara
keseluruhan, juga dilihat sebagai suatu pengimbang bagi kekuasaan bisnis modern yang
semakin raksasa dewasa ini. Alasannya, bisnis mempunyai kekuasaan sosial yang sangat
besar.
e. Bisnis mempunyai sumber-sumber daya yang berguna
Argumen ini akan mengatakan bahwa bisnis atau perusahaan sesungguhnya mempunyai
sumber daya yang sangat potensial dan berguna bagi masyarakat. Perusahaan tidak hanya
punya dana, melainkan juga tenaga professional dalam segala bidang yang dapat
dimanfaatkan atau dapat disumbangkan bagi kepentingan kemajuan masyarakat.
f. Keuntungan jangka panjang
Argumen ini akan menunjukkan bahwa bagi perusahaan, tanggung jawab sosial secara
keseluruhan, termasuk keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial merupakan
suatu nilai yang sangat positif bagi perkembangan dan kelangsungan pengusaha itu dalam
jangka panjang.

Prinsip OECD IV (keempat) membahas mengenai Peranan Stakeholders dalam


Corporate Governance (CG).Secara umum, prinsip ini menyatakan bahwa: Kerangka
corporate governance harus mengakui hak stakeholders yangdicakup oleh perundangundangan atau perjanjian (mutual agreements)dan mendukung secara aktif kerjasama
antara

perusahaan

danstakeholders

dalam

menciptakan

kesejahteraan,

lapangan

pekerjaan,dan pertumbuhan yang bekesinambungan (sustainibilitas) dari kondisikeuangan


perusahaan yang dapat diandalkan.
Pernyataan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: para pemangku kepentingan
(stakeholder) seperti investor, karyawan, kreditur dan pemasok memiliki sumberdaya yang
dibutuhkan oleh perusahaan. Sumber daya yang dimiliki oleh stakeholder tersebut harus
dialokasikan secara efektif untuk meningkatkan efisiensi dan kompetisi perusahaan dalam
jangka panjang. Alokasi yang efektif dapat dilakukan dengan cara memelihara dan
mengoptimalkan kerja sama para stakeholder dengan perusahaan. Hal tersebut dapat tercapai
dengan penerapan kerangka corporate governance dalam pengelolaan perusahaan yaitu
denganadanya jaminan dari perusahaan tentang perlindungan kepentingan para pemangku
kepentingan baik melalui perundang-undangan maupun perjanjian.
Selanjutnya, secara lebih rinci prinsip yang terkait dengan Peranan Stakeholders
dalam Corporate Governance (CG) terbagi atas 6 (enam) subprinsip antara lain:
A. Hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang dicakup dalam perundangundangan atau perjanjian (mutual agreements) harus dihormati
Di semua negara anggota OECD, prinsip yang memuat mengenai hak-hak stakeholders
dicakup dalam perundang-undangan seperti Undang-Undang Ketenagakerjaan, UndangUndang Usaha, Undang- Undang Komersial dan Insolvensi (kesulitan likuiditas dalam jangka
panjang) atau perjanjian-perjanjian lain. Dalam hal hak-hak stakeholder tidak dicakup dalam
perundang-undangan di atas, maka perusahaan-perusahaan akan memuat tambahan mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan komitmen perusahaan terhadap stakeholder dan
reputasinya khususnya terkait dengan kepentingan perusahaan dalam arti luas.
B. Jika kepentingan stakeholder dilindungi oleh undang-undang, maka stakeholders
seharusnya memiliki kesempatan untuk menuntut (redress) secara efektif atas hak-hak
yang dilanggar.

Subprinsip ini menyatakan bahwa kerangka dan proses hukum yang berlaku harus transparan
dan tidak menghalangi stakeholder dalam mengkomunikasikan dan memperoleh hak untuk
menuntut (redress) apabila terjadi pelanggaran terhadap hak-hak mereka. Dengan kata lain
subprinsip kedua ini merupakan hak perlindungan terhadap stakeholder apabila, hak-hak
stakeholder yang dicakup dalam subprinsip pertama tidak dapat berjalan dengan baik.
C. Mekanisme peningkatan kinerja bagi partisipasi karyawan harus diperkenankan untuk
berkembang.
Implementasi tingkat partisipasi karyawan dalam corporate governance sangat bervariasi, hal
ini tergantung dari perundangundangandan praktik yang ada disuatu negara dan juga
kebijakanperusahaan. Walaupun memiliki kemungkinan implementasi yangberbeda baik
disetiap negara ataupun perusahaan, subprinsip iniakan memberikan manfaat bagi perusahaan
baik

secara

langsungmaupun

tidak

langsung

yaitu

dengan

adanya

komitmen

kesiapankaryawan dalam menginvestasikan skill yang dimilikinya dalamperusahaan. Contoh


mekanisme peningkatan kinerja perusahaanmelalui partisipasi karyawan adalah:
Perwakilan karyawan dalam Dewan Komisaris,
Keterlibatan Serikat Pekerja dalam mempertimbangkan suatukeputusan penting,
Employee Stock Option Plan (ESOP), dan
Pension Plan.
Sebagai catatan, dalam skema Pension Plan, perusahaan harus membentuk pengelola dana
pensiun yang independen terhadap manajemen perusahaan. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi benturan kepentingan antara manajemen dan karyawan.
D. Jika Pemangku Kepentingan (stakeholders) berpartisipasi dalam proses CG, maka
stakeholder harus memiliki akses atas informasi yang relevan, memadai dan dapat
diandalkan secara tepat waktu dan berkala.
Dalam hal perundang-undangan dan praktik Good Corporate Governance (GCG)
memberikan atau mensyaratkan partisipasistakeholder, maka stakeholder harus memiliki
akses atas informasipenting secara akurat, tepat waktu dan berkala dalam rangkamemenuhi
kewajibannya terhadap perusahaan.
E. Stakeholders termasuk didalamnya individu karyawan dan serikatkaryawan, seharusnya
dapat secara bebas mengkomunikasikankepedulian mereka terhadap praktik ilegal atau
7

tidak etis kepadaDekom, dan tindakan tersebut seharusnya tidak merpengaruhi hakhakmereka.
Tindakan manajemen perusahaan yang tidak etis dan illegal tidak hanya melanggar hak-hak
stakeholder akan tetapi juga akan menurunkan reputasi dan meningkatkan risiko keuangan
dari perusahaan dan pemegang sahamnya dimasa yang akan datang. Oleh karena itu sudah
sewajarnya apabila perusahaan dan para pemegang saham menciptakan suatu prosedur dan
perlindungan bagi komplain (whistle blower) yang dilakukan oleh karyawan perusahaan baik
secara personal maupun melalui badan yang mewakilinya dan pihak lain diluar perusahaan
yang memiliki kepedulian terhadap praktik tidak etis dan ilegal. Praktik yang umum
dilakukan dalam rangka memfasilitasi whistle blower antara lain:

Dewan komisaris (board) disarankan/didukung oleh perundangundangan dan atau


prinsip-prinsip GCG untuk memberikan karyawan terhadap akses langsung yang bersifat

rahasia pada komisaris independen, anggota dewan audit atau komite etik.
Di level negara, pendirian lembaga ombudsman sebagai wadah penyaluran dari

komplain.
Penyediaan sarana telepon dan e-mail bersifat rahasia untuk menerima pengaduan.
Serikat pekerja yang mewakili kepentingan karyawan, komplain yang dilakukan oleh
lembaga ini diharapkan lebih efektif dan berpengaruh dibandingkan dengan komplain

secara individual.
Jika tidak terdapat tanggapan yang jelas tentang komplain yang dilakukan oleh karyawan
atau pihak-pihak lain, maka OECD guidelines untuk perusahaan multinasional
menyarankan agar setiap perusahaan multinasional menyampaikan komplain tersebut
kepada pihak pemerintah yang berwenang di suatu negara tempat berpoperasinya
perusahaan

tersebut.Berkaitan

dengan

whistle

blower,

subprinsip

OECD

ini

mengharuskan bahwa perusahaan atau manajemen perusahaan untuk tidak memberikan


sanksi atau mengurangi hak-hak kepada pihak yang melakukan komplain tersebut.
F. Kerangka CG harus dilengkapi dengan kerangka insolvency yang efisien dan efektif serta
penegakan hukum (enforcement) yang efektif atas hak-hak kreditur.
Subprinsip ini berkaitan dengan hak-hak kreditur. Di negara-negara yang termasuk emerging
market seperti Indonesia, kreditur merupakan stakeholder utama. Besarnya kredit yang
diberikan olehkreditur tersebut sangat tergantung pada hak-hak kreditur dan bagaimana
enforcement dari hak-hak tersebut. Secara umum, perusahaan yang beroperasi di negara
dengan rating GCG yang baik akan memperoleh dana yang lebih besar dan jangka waktu
8

kredityang lebih menguntungkan dibandingkan dengan perusahaan yangberoperasi pada


negara dengan rating GCG yang kurang baik.
Selanjutnya, salah satu hak kreditur adalah mendapatkan perlidungan khususnya pada saat
suatu perusahaan (debitur) mengalami kesulitan keuangan yang berakibat kepada
kemampuannya

dalam

memenuhi

kewajiban

keuangannya

(insolvensi).

Implementasikerangka insolvensi perusahaan sangat bervariasi dibeberapa negara sebagai


contoh:

Pada saat perusahaan menghadapi kondisi insolvensi, kerangka hukum mewajibkan


direktur untuk bertindak atas kepentingan kreditur yang dapat berperan penting dalam

penerapan GCG didalam perusahaan.


Pada saat menghadapi kesulitan keuangan, debitur diwajibkan untuk menyediakan
informasi tepat waktu tentang kesulitan keuangan perusahaan serta solusi yang telah

disepakati antara debitur dan kreditur.


Hak-hak kreditur sangat bervariasi mulai dari secured bondholder sampai dengan
unsecured bondholder. Oleh karena itu prosedurinsolvensi mewajibkan mekanisme
rekonsiliasi antara kepentinganyang berbeda dari masing-masing kreditur tersebut. Solusi
yangditawarkan adalah hak khusus yang disebut dengan debtor in possession yaitu
perlindungan atas kreditur yang menyediakandana pada saat perusahaan menghadapi
kebangkrutan.

2. Pengakuan dan respect terhadap kepentingan para pemangku kepentingan


(karyawan, kreditur, konsumen, pemasok, masyarakat, pemerintah)
Pemangku kepentingan adalah terjemahan dari kata stakeholder dapat diartikan
sebagai segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat.
Pemangku kepentingan adalah seseorang, organisasi atau kelompok dengan kepentingan
terhadap suatu sumberdaya alam tertentu (Brown et al, 2001).
Dalam konteks perusahaan, Clarkson memberikan definisi pemangku kepentingan
secara lebih khusus sebagai suatu kelompok atau individu yang menanggung suatu jenis
risiko baik karena mereka telah melakukan investasi (material ataupun manusia) di
perusahaan tersebut (Stakeholders sukarela), ataupun karena mereka menghadapi risiko
akibat kegiatan perusahaan tersebut (Stakeholders non-sukarela). Berdasarkan pandangan
tersebut pemangku kepentingan adalah pihak yang akan dipengaruhi secara langsung oleh
9

keputusan dan strategi perusahaan.


Clarkson membagi pemangku kepentingan menjadi dua. Pertama, pemangku
kepentingan primer adalah pihak di mana tanpa partisipasinya yang berkelanjutan organisasi
tidak dapat bertahan. Contohnya adalah pemegang saham, investor, pekerja, pelanggan, dan
pemasok. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan sebagai
suatu sistem pemangku kepentingan primer yang merupakan rangkaian kompleks hubungan
antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan tanggung
jawab yang berbeda. Kedua pemangku kepentingan sekunder didefinisikan sebagai pihak
yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka tidak terlibat dalam
transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk kelangsungan hidup
perusahaan. Contohnya adalah media dan berbagai kelompok kepentingan tertentu.
Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk kelangsungan hidupnya, tapi mereka
bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan mengganggu kelancaran bisnis perusahaan.
Pemangku kepentingan tersebut dikelompok menjadi tiga katagori:
(a)

pemangku kepentingan internal, yaitu individu atau kelompok yang berada dalam
struktur organisasi bisnis yang memiliki pengaruh terhadap tujuan perusahaan.

(b) pemangku kepentingan eksternal, yaitu individu atau kelompok yang berada di luar
struktur organisasi bisnis yang memiliki pengaruh baik langsung ataupun tidak langsung
terhadap kebijakan dan proses bisnis.
(c) pemangku kepentingan penghubung yaitu inidividu atau kelompok yang memiliki peran
sebagai penghubung atau memiiki keterkaitan dengan pemangku kepentingan internal
dan eksternal.
Masing-masing pemangku kepentingan berbeda baik dari segi perhatian dan minat
dalam kegiatan bisnis dan juga kekuasaan untuk mempengaruhi keputusan perusahaan.
a. Kebijakan dan program sistematik terhadap para pemangku kepentingan Kebijakan
Kebijakan adalah ketentuan yang telah disepekati dan ditetapkan oleh yang
berwenang sebagai pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap pemangku kepentingan
baik aparatur pemerintah, swasta, LSM, kelompok perempuan ataupun masyarakat agar
tercapai, berjalan dengan lancar dan terpadu dalam upaya mencapai sasaran, tujuan, misi dan
visi. Uraian tentang aktivitas atau program yang dilaksanakan oleh masyarakat harus
menjelaskan proses kegiatan dalam mencapai sasaran dan tujuan secara terukur serta
10

memberikan kontribusi dalam pencapaian visi dan misi. Kegiatan yang menjadi perhatian
utama adalah tugas pokok dan fungsi pemangku kepentingan, program kerja yang ditetapkan,
prioritas yang berhubungan dengan masalah yang akan diselesaikan konsisten dengan visi,
misi, tujuan dan sasaran. Langkah-langkah perumusan kebijakan sebagai berikut:

Mengklarifikasi tujuan dan sasaran yang akan dicapai.

Menentukan dan mengklarifikasi prioritas dan isu-isu kritis yang akan diselesaikan.
Merumuskan program atau kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai respon dari masalah
atau isu-isu kritis.
Menyusun arah kebijakan berdasarkan pengelompokkan program atau kegiatan yang akan
dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan dan sasaran.
Program dan Kegiatan
Program adalah penjabaran atau realisasi dari kebijakan berupa kumpulan kegiatan
nyata, sistematis dan terpadu yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa organisasi baik
pemerintah maupun non-pemerintah, kerjasama dengan pemangku kepentingan atau
partisipasi masyarakat yang bertujuan untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan. Program diartikan sebagai suatu rencana kegiatan dari suatu organisasi atau
komunitas yang terarah, terpadu, sistematis dan disusun dalam rentang waktu yang telah
ditentukan. Program akan menjadi pegangan bagi pemangku kepentingan dalam menjalankan
roda kelembagaan dan sebagai saranauntuk mewujudkan cita-cita atau tujuan. Ada dua alasan
pokok mengapa program perlu disusun oleh komunitas:
Efisiensi komunitas untuk menjalankan fungsinya terkait dengan waktu yang dihabiskan
untuk memikirkan bentuk implementasi kegiatan yang sesuai atau dibutuhkan menurut
kapasitas dan tujuan yang ingin dicapai. sehingga tidak terjadi pemborosan waktu, sumber
daya dan biaya.
Efektifitas dalam menjalankan fungsi dan peran (eksekusi) dan sinkronisasi unit-unit
organisasi atau komunitas terkait dengan rencana, distribusi tugas, model manajeman secara
terpadu untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.
Kegiatan adalah tindakan nyata dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan oleh
instansi pemerintah dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai sasaran
dan tujuan sesuai dengan kebijakan dan program yang telah ditetapkan. Pengertian
Kegiatan berbeda dengan Pekerjaan, karena yang dimaksud dengan Kegiatan dalam
11

sistem perecanaan dan penganggaran merupakan serangkaian tindakan yang dilaksanakan


satuan kerja atau unit kerja yang ada dalam organisasi atau komunitas sesuai tugas pokoknya
untuk menghasilkan keluaran yang ditentukan. Jadi dalam satu Kegiatan akan terdapat
beberapa tindakan. Dalam suatu kegiatan dituntut adanya keluaran (output) yang jelas dan
terukur sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan.
b. Fasilitas terhadap keluhan pemangku kepentingan
HAK PEMEGANG SAHAM
Hak untuk memperoleh dividen dengan syarat dan ketentuan sesuai keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).
Hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan didalam RUPS sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan Tata Tertib RUPS.
Hak untuk memperoleh informasi mengenai tata tertib RUPS termasuk prosedur voting di
dalam RUPS.
Pemegang Saham minimum 10% (sepuluh per seratus) berhak meminta secara tertulis kepada
Perseroan agar diselenggarakan RUPS.
Pemegang Saham minimum 10% (sepuluh per seratus) berhak mengajukan usul acara/agenda
RUPS.
HAK KARYAWAN
Untuk menciptakan ketenangan serta kenyamanan dalam bekerja dan berusaha maka
disusunlah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Perusahaan dengan Karyawan, dalam hal
ini diwakili oleh Serikat Pekerja (SP). PKB tersebut disusun berdasarkan Pancasila, UUD
1945, dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di wilayah Republik Indonesia. Pada
PKB diatur secara jelas mengenai hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing pihak
dalam suasana saling menghormati, saling menghargai, saling mempercayai, dan saling
bekerja sama. Kebijakan pada PKB tersebut antara lain diatur mengenai Kebijakan kesehatan,
keamanan, dan kesejahteraan bagi Karyawan, serta pelatihan dan pengembangan bagi
Karyawan. PKB tersebut direvisi setiap 2 (dua) tahun sekali secara bersama-sama antara
Manajemen dan Serikat Pekerja.
Karyawan memiliki hak antara lain sebagai berikut:
a. Memperoleh Upah/gaji sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan.
12

b. Memperoleh Upah/gaji lembur untuk kelebihan jam kerja dari waktu kerja yang telah
ditetapkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
c. Memperoleh dan melaksanakan cuti.
d. Memperoleh penggantian biaya kesehatan sesuai dengan isi PKB.
e. Menerima seluruh bentuk Tunjangan sesuai yang ditetapkan dalam PKB.
f.Mengemukakan pendapat, usul dan saran yang baik demi membangun perbaikan kinerja
khususnya dan kemajuan Perseroan pada umumnya.
g. Memperoleh kesempatan untuk berkarya sesuai dengan ketrampilan dan kompetensi di
dalam Perseroan.
h. Melakukan pemutusan hubungan kerja sesuai ketentuan yang berlaku dalam PKB dan
perundang-undangan yang berlaku.
i. Pensiun sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Peran aktif korporat dalam memberantas korupsi
Upaya pemberantasan korupsi telah banyak dilakukan dengan pendekatan hukum
yaitu yang yang tertangkap korupsi diproses secara hukum. Pendekatan ini ternyata kurang
memberikan efek jera, sehingga jumlah korupsi tetap tinggi. Pendekatan hukum ini juga
membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar.
Pemberantasan (termasuk pencegahan) memerlukan pendekatan yang lebih tepat.
Pendekatan hukum menyatakan bahwa korupsi adalah masalah hukum, sehingga pendekatan
penyelesaiannya melalui hukum. Ternyata pendekatan ini kurang efektif. Kurang efektifnya
pendekatan ini adalah karena kesalahan dalam merumuskan permasalahannya. Korupsi
sebenarnya bukan masalah hukum, tetapi masalah manajemen atau lebih tepatnya masalah
manajemen pemerintahan.Korupsi disebabkan manajemen pemerintahan yang lemah.
Korupsi harus dipandang sebagai akibat dari lemahnya manajemen pemerintahan. Dengan
demikian pendekatan penyelesaiannya adalah dengan pendekatan manajemen. Salah satu
bagian pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan corporate governance.
Pengertian Corporate governance menurut Sir Adrian Cadbury dalam buku
Handbook of Internal Auditing (2005:11): .. as the way organization are directed and
controlled.
Jadi Corporate governance memiliki arti mengarahkan dan mengendalikan organisasi
dengan baik sesuai dengan keinginan stakeholder. Keinginan stake holder antara lain adalah
keamanan harta atau agar manajemen tidak korupsi dalam memberikan pelayanan. Corporate
governance dirancang berdasarkan the agency concept. Dengan terjadinya pemisahan antara
13

pemilik dengan manajemen, kepada manajemen diberikan kewenangan yang luas termasuk
hak pengelolaan harta organisasi. Kewenangan yang luas ini diperlukan agar manajemen
dapat mengelola sumberdaya dengan leluasa, sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal.
Pemberian kewenangan yang luas ini pada hakekatnya memiliki risiko apabila
manajemen menyalahgunakan kewenangan tersebut untuk kepentingan mereka. Contoh
penyalahgunaan wewenang ini adalah melakukan korupsi terhadap sumber daya organisasi.
Untuk menghindari penyalahgunaan wewenang manajemen diharapkan menerapkan
corporate governance.
United Nation Development Program (UNDP) dalam modul Akuntabilitas dan Good
Governance memberikan karakteristik dari corporate governance (2001:7) sebagai berikut:
1. Participation. Setiap anggota masyarakat mempunyai hak suara dalam pengambilan
keputusan. Partisipasi dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta
berpartisipasi secara konstruktif.
2. Rules of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama
hukum untuk hak azasi manusia.
3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Informasi
harus dapat dipahami dan dimonitor.
4. Responsivenes. Lembaga-lembaga dan proses harus ditujukan untuk melayani
stakeholders.
5. Consensus orientation. Corporate governance menjadi perantara kepentingan yang
berbeda untuk memperoleh pilihan yang terbaik bagi kepentingan yang lebih luas.
6. Equity. Semua warga Negara mempunyai kesempatan untuk menjaga dan meningkatkan
kesejahteraannya.
7. Effectiveness and efficiency. Proses dan lembaga menghasilkan barang dan jasa sesuai
kebutuhan stakeholder dengan menggunakan sumber daya secara efisien.
8. Accountability. Para pengambil keputusan bertanggungjawab kepada publik dan lembaga
stakeholder.
9. Strategic vision. Para pemimpin publik harus mempunyai perpektif good governance dan
pengembangan manusia yang luas.
Dengan fungsi mengarahkan dan mengendalikan corporate governance dapat mencegah
terjadinya korupsi. Masing-masing komponen corporate governance dapat berperan
mencegah korupsi.
Komponen dari model corporate governance menurut K H Spencer Pickett (2005: 45)
yang dapat digunakan untuk mencegah korupsi adalah:
14

1. Stakeholder
Stakeholder harus memahami peranan organisasi dan kontribusinya kepada anggota,
dan mendapatkan informasi tentang praktek corporate governance organisasi. Dalam hal ini,
diasumsikan para stakeholder adalah orang-orang yang cerdas yang mengerti tentang hak-hak
yang harus diterimanya dari organisasi. Para stakeholder memahami betul bahwa organisasi
didirikan untuk memberikan kontribusi kepada stakeholder. Dengan pemahaman yang
demikian akan terjadi keseimbangan antara organisasi dengan stakeholder dan akan
merupakan pengendalian yang efektif bagi operasi organisasi.
Stakeholder yang memahami peranan instansi pemerintah akan mengatahui apabila
instansi tersebut gagal memberikan peranan dan selanjutnya akan memberikan peringatan
untuk segera memperbaiki peranannya. Contoh tentang pemahaman stakeholder adalah,
masyarakat perlu mengetahui lamanya penerbitan KTP, prosedur pengurusan ijin investasi
disuatu daerah. Dengan demikian birokrasi tidak mempermainkan prosedur untuk berlamalama memberikan pelayanan. Prosedur yang berbelit atau berlama-lama dalam pelayanan
berpotensi menimbulkan korupsi. Prosedur yang berlama-lama memaksa masyarakat untuk
mengambil jalan pintas dengan memberikan uang suap kepada pegawai yang memberikan
pelayanan.
Beberapa cara untuk mendidik masyarakat untuk memahami peran instansi
pemerintah adalah dengan cara mensosialisasikan tanggungjawab instansi dan peranannya.
Instansi tersebut harus terbuka menjelaskan prosedur pelayanan dan persyaratan yang harus
disiapkan oleh masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Cara lainnya adalah masyarakat
itu sendiri yang harus berusaha memahami instansi terasebut dan bila perlu menuntut supaya
prosedur pelayan disederhanakan.
2. Legislation, rules and regulation
Hubungan instansi pemerintah dengan masyarakat yang dilayani perlu diatur dengan
ketentuan. Ketentuan ini akan mengatur hak dan kewajiban masing-masing. Dengan adanya
ketentuan tentang hak dan kewajiban masing-masing, hubungan kerja dan koordinasi akan
lebih lancar. Misalnya dalam pemberian izin investasi, keterlambatan menerbitkan izin lebih
dari 30 hari mewajibkan instansi tersebut membayar denda kepada pemohon ijin. Demikian
sebaliknya, apabila pemohon ijin memiliki kewajiban tertentu untuk melunasi kewajibannya.
Dengan situasi ini masing-masing pihak akan selalu memperbaiki diri.
Ketentuan tersebut harus mengandung unsur keadilan dan melindungi yang lemah.
Tidak adanya aturan atau ketentuan tentang pelayanan, akan mengakibatkan kualitas
pelayanan yang kurang baik.Dalam situasi tidak adanya ketentuan yang mengatur hubungan
pelayanan antara instansi pemerintah dan masyarakat, sering terjadi instansi pemerintah
15

membuat ketentuan yang menguntungkan instansi dan merugikan masyarakat. Misalnya


instansi pemerintah membuat persyaratan pelayanan yang harus menyertakan begitu banyak
dokumen, membuat prosedur yang berbelit dan menetapkan tarif secara sepihak. Contohnya
adalah dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), pembuatan Surat Keterangan Catatan
Kepolisian (SKCK).
Ketidak adaan ketentuan tentang pelayanan memberi peluang untuk terjadinya
pungutan liar atau korupsi. Instansi kemudian menciptakan situasi yang memaksa masyarakat
harus membayar lewat pintu belakang untuk memperlancar pelayanan. Oknum-oknum pada
instansi pemerintah sudah paham bahwa apabila pelayanan diberikan secara lambat akan
merugikan masyarakat dan masyarakat tentunya tidak akan mau menderita rugi yang lebih
besar. Karena itu lebih baik membayar pada oknum untuk memperlancar pelayanan. Contoh
adalah membayar pelayanan di pabean agar barang dipelabuhan cepat keluar sehingga cepat
dapat dijual. Seandainya terlambat keluar dari pelabuhan akibat prosedur yang lama, para
pengusaha akan menanggung biaya yang besar berupa bunga kredit dan akan kehilangan
peluang untuk menjual barangnya kepelanggan. Jadi lebih baik membayar para oknum yang
memang sengaja memperlambat.
Mencegah penyalah gunaan wewenang yang merugikan masyarakat dan pengusaha
oleh instansi pemerintah, memerlukan aturan yang adil. Aturan tersebut hendaknya tidak
dibuat secara sepihak oleh instansi pemerintah, tetapi perlu dirundingkan dengan pihak yang
berkepentingan terhadap pelayanan instansi tersebut (stakeholder).Dengan adanya ketentuan
yang jelas dan adil dan ditambah dengan pemahaman masyarakat dan pengusaha tentang
peranan instansi pemerintah korupsi dapat dicegah.Masing-masing pihak melaksanakan
kewajibannya dan memperoleh haknya masing-masing sesuai dengan ketentuan.
3. Final account
Laporan keuangan dan akun harus mencakup informasiyang perlu dilaporkan pada
stakeholder. Pelaporannya harus sesuai dengan standar pelaporan keuangan. Laporan
keuangan ini menjadi jendela bagi pembaca yang berkepentingan untuk mengetahui kinerja
dari organisasi.
Laporan keuangan yang standar meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan
modal, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan, dianggap sudah merupakan
laporan yang memadai sebagai media komunikasi antara organisasi dan stakeholder. Untuk
jenis perusahaan tertentu yang mempunyai sifat yang relatif unik, dapat dilengkapi dengan
laporan lainnya yang dianggap penting. Atau apabila laporan keuangan standar belum cukup
mewakili perusahaan tersebut.
16

Laporan keuangan instansi pemerintah yang terdiri dari laporan realisasi anggaran,
neraca, laporan arus kas, laporan operasional dan catatan atas laporan keuangan memang
sudah dirancang sebagai media pertanggung jawaban keuangan pemerintah. Sebagai media
pertanggungjawaban instansi pemerintah, laporan keuangan harus memenuhi syarat
kewajaran. Syarat kewajaran laporan keuangan adalah bahwa semua laporan keuangan sudah
disusun, didukung oleh bukti yang otentik dan disusun sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku.
Bukti yang otentik berarti bukti asli yang tidak fiktif atau asli tapi palsu atau setengah
palsu. Bukti fiktif misalnya bukti perjalanan dinas yang tidak pernah dilaksanakan atau yang
bersangkutan dalam bukti tidak pernah berangkat perjalanan dinas. Bukti asli tapi palsu
seperti bukti perjalanan dinas yang memang dijalankan tetapi tidak memberi manfaat, yang
bersangkutan hanya jalan-jalan ke luar kota. Bukti yang setengah palsu adalah bukti
pengadaaan barang atau jasa yang sudah di mark-up harganya.Bukti-bukti yang demikian
dibuat dalam rangka korupsi dan mengambil uangnya. Atau proses korupsi disusul dengan
membuat bukti yang tidak otentik. Tentunya bukti-bukti yang demikian tidak bisa dipakai
sebagai bukti pertanggungjawaban keuangan.
Penyusunan laporan keuangan yang wajar, keotentikan bukti-bukti transaksi hanya
diperoleh apabila instansi pemerintah menerapkan pengendalian intern dalam sistem dan
penerapannya menjadi tanggungjawab pimpinan instansi. Penyusunan laporan keuangan yang
wajar berarti mencegah terjadinya korupsi pada instansi pemerintah.
Kenyataaannya laporan keuangan yang telah disusun secara wajar ini masih kurang
lengkap untuk menjelaskan pencapaian visi dan misi instansi pemerintah. Untuk itu laporan
keuangan perlu dilengkapi dengan laporan kinerja. Dalam hal ini setiap instansi pemerintah
sudah diwajibkan menyusun laporan akuntabilitas kinerja pemerintah (LAKIP) untuk
melengkapi laporan keuangan yang udah ada. Instansi tertentu sudah menambahkan lagi
dengan laporan pencapaian indeks kinerja utama (IKU).
Apabila laporan keuangan instansi pemerintah sudah mendapatkan pendapat wajar
tanpa pengecualian dari BPK dan LAKIP sudah menggambarkan kinerja yang bagus, tetapi
kemudian pada instansi tersebut terbukti terjadi korupsi yang cukup signifikan dan nyatanya
kinerja pelayanannya dilapangan juga kurang bagus. Berarti laporan laporan tersebut belum
menggambarkan yang sebenarnya.
Lebih lengkapnya, laporan-laporan tersebut perlu dilengkapi dengan laporan bebas
korupsi yang ditandatangani pimpinan instansi. Laporan ini penting dibuat sebagai wujud
tanggungjawab pimpinan untuk mencegah korupsi di instansinya. Laporan bebas korupsi
17

tersebut sebelum dikeluarkan sebagai bagian dari laporan pertanggungjawaban keuangan


diperiksa terlebih dahulu oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK).
4. External auditor
Sehubungan dengan final account dalam bentuk laporan tersebut pada butir c. di atas,
sebelum laporan tersebut digunakan oleh stakeholder laporan tersebut harus diaudit terlebih
dahulu oleh auditor independen.Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, Auditor
independen untuk instansi pemerintah adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Keberadaan auditor independen ini adalah untuk mengaudit laporan pertanggungjawaban
keuangan. Atau memastikan kewajaran laporan pertanggungjawaban keuangan dari instansi
pemerintah.
Agar dapat mengaudit laporan keuangan instansi pemetrintah, eksternal auditor yang
dalam hal ini BPK RI harus dalam posisi independen secara organisasi dan dalam
melaksanakan audit. BPK RI harus berada diluar institusi pemerintah. Selain itu BPK RI
harus dikelola secara professional agar dapat dipercaya oleh stakeholder.
Jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK RI terhadap instansi pemerintah meliputi
pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pada
saat ini jenis pemeriksaan yang paling dominan dilakukan oleh BPK RI adalah pemeriksaan
keuangan dengan memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan. Pemeriksaan
keuangan mencakup pemeriksaan terhadap bukti-bukti transaksi keuangan yang mendukung
lasporan keuangan tersebut. Pemeriksaan terhadap bukti tersersebut mencakup kompetensi
bukti bukti. Misalnya keaslian bukti perjalanan dinas dengan melakukan konfirmasi ke
perusahaan penerbangan.
Pemeriksaan terhadap bukti-bukti transaksi dalam pemeriksaan keuangan sangat
perlu, mengingat tindakan korupsi sering dilakukan dengan membuat bukti fiktif, asli tapi
palsu, memperbesar nilai pengeluaran dari yang seharusnya (mark-up). Laporan keuangan
yang disusun berdasarkan bukti yang tidak kompeten, berarti laporan keuangan juga tidak
kompeten atau tidak wajar. Pemeriksaan keuangan dengan menekankan pemeriksaan
terhadap kompetensi bukti dapat mencegah korupsi pada instansi pemerintah.
Sehubungan dengan semakin banyaknya praktek korupsi pada instansi pemerintah,
maka pemeriksaan BPK RI hendaknya selalu dikaitkan dengan dampak korupsi terhadap
tujuan pemeriksaan yaitu korupsi mengakibatkan sebagian bukti transakti tidak kompeten dan
menyebabkan laporan keuangan tidak wajar. Korupsi menyebabkan kinerja instansi
pemerintah tidak optimal.
5. The board
18

Keberadaan perwakilan masyarakat untuk mewakili kepentingannya pada instansi


pemerintah sangat dibutuhkan. Ketentuan peraturan perundang-undangan sebenarnya sudah
mengatur mengenai hak dan kewajiban pemerintah. Namun dalam perjalanannya bisa saja
pelaksanaannya kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Keberadaan perwakilan
masyarakat yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat mengawasi pemerintah agar dalam
melaksanakan tanggungjawabnya sesuai dengan kepentingan rakyat.
DPR sebagai perwakilan rakyat mempunyai tanggungjawab legislasi membentuk
aturan hukum, menyetujui anggaran yang diajukan pemerintah. DPR akan melihat kesesuaian
anggaran yang diajukan pemerintah dengan kebutuhan masyarakat. Dalam tahun berjalan
DPR dapat memanggil pemerintah yang diwakili menteri- menteri untuk meminta penjelasan
tentang kinerja kementerian tertentu. Dengan demikian DPR mengawasi dan mengingatkan
pemerintah agar menjalankan tugasnya dengan mengelola dengan baik (corporate
governance).
6. Audit committee
Tugas dan fungsi para anggota DPR relative luas. Sebagai perwakilan dari partai
politik setiap anggota DPR juga perlu mengunjungi konstituennya di daerah. Kondisi ini
mengakibatkan para anggota DPR kurang memiliki waktu dan konsentrasi untuk mengawasi
pelaksanaan corporate governance, penerapan manajemen risiko dan pengendalian intern.
Agar fungsi pengawasan DPR lebih efektif, DPR selayaknya membentuk komite audit yang
menangani pengawasan atau memastikan ketiga aspek tersebut telah dilaksanakan dengan
baik.
Anggota komite audit bisa berasal dari sebagian anggota DPR ditambah para ahli dari
luar seperti dari perguruan tinggi yang memahami mengenai audit. Komite audit akan
memberi arahan bagi BPK apabila mereka ada masalah-masalah tertentu yang perlu didalami
melalui audit. Misalnya anggota komite menduga terjadi korupsi pada suatu instansi
pemerintah, anggota komite meminta kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan khusus
pada instansi tersebut.
Pembentukan komite audit akan meningkatkan efektivitas pengawasan DPR terutama
dalam melakukan pencegahan terhadap korupsi. Pada sisi lainnya pemeriksaan BPK akan
lebih terarah pada masalah tertentu seperti korupsi yang sedang terjadi pada instansi
pemerintah. Keberadaan komite audit dapat mengurangi penyimpangan pada suatu instansi
karena menyadari adanya pengawasan yang lebih terarah dari DPR. Pada saat sekarang ini
komite audit di DPR belum ada.
7. Performance, conformance dan accountability
19

Pelaksanaan corporate governance memerlukan konsep performance, conformance


dan accountability sebagai kerangka perilaku manajemen. Konsep performance (kinerja),
conformance (kesesuaian) dan accountability (tanggungjawab) mensyaratkan bebas dari
korupsi.
8. KPIs
Pengelolaan organisasi harus didasarakan pada visi, misi dan nilai yang jelas. KPIs
memandu pengelolaan organsiasi agar sesuai dengan visi, misi dan nilai tersebut. Perluang
korupsi akan terbuka lebar pada organisasi yang kurang memilki visi, misi, nilai dan KPIs
yang kurang jelas. Dengan ditetapkannya indicator kinerja utama manajemen pemerintahan
diarahkan untuk mencapai indicator tersebut dan mempersempit kesempatan untuk korupsi.
9. Internal audit
Fungsi internal audit adalah untuk mengevaluasi dan memberikan rekomendasi
terhadap penerapan corporate governance, manajemen risiko dan internal control. Ketiga
aspek ini kalau berjalan dengan baik akan dapat mencegah korupsi secara signifikan. Internal
auditor seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat
Jenderal akan lebih cepat mengetahui adanya korupsi pada suatu institusi. Para menteri atau
ketua lembaga dapat menggunakan inspektotara jenderal untuk mengidentifikasi dan
memeriksa korupsi di lembaganya. Dengan demikian kejadian korupsi akan dapat diketahui
sedini mungkin.
10. Risk management
Risk Management adalah proses melaksanakan upaya mengidentifikasi risiko dan
mengelolanya untuk mempengaruhi pencapaian tujuan.The Australian/New Zealand Risk
Management Standard mengatakan, terdapat 7 (tujuh) komponen dari manajemen risiko yaitu
penetapan konteks, identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, penanganan risiko,
monitoring dan reviu dan komunikasi dan konsultasi.
Yang dimaksud risiko dalam hal ini adalah risiko korupsi. Dengan manajemen risiko
korupsi dimaksudkan instansi pemerintah dapat memahami potensi korupsi di instansinya
kemudian kelola agar dapat diminimalisasikan.
11. Managers, supervisors and operational and front line staf
Corporate governance memberikan kerangka kerja bagi para manajer, supervisor dan
staf terdepan untuk memiliki tanggungjawab yang jelas yang memungkinkan mereka untuk
tidak melakukan korupsi dalam jabatannya.
12. System of internal control
20

Pada proses atau titik risiko korupsi pada suatu instansi diterapkan internal control
untuk meminimalkan risiko korupsi tersebut. Internal kontrol tersebut hendaknya dievaluasi
secara periodik untuk mengetahui tingkat efektivitasnya dalam menekan risiko korupsi.
13. Performance mangement
Pelaksanaaan corporate governance perlu diikuti dengan penerapan manajemen
kinerja yang berlandaskan pada keseimbangan. Dengan manajemen kinerja maka seluruh
proses manajemen, pikiran, kegiatan dan anggaran diarahkan untuk mencapai kinerja.
Adanya rencana untuk korupsi, adanya anggaran yang di mark-up dan sejenisnya yang
bertentangan dengan prisip manajemen kinerja akan mengakibatkan kinerja tidak tercapai.
Penerapan manajemen kinerja yang benar dapat mencegah korupsi pada instansi pemerintah.
Pemberlakukan standar etika pada suatu instansi pemerintah akan memberikan
pedoman operasional yang dapat membimbing perilaku para pegawai tentang cara bertindak.
Instansi pemerintah yang memiliki standart etika akan mengurangi korupsi pada instansi
tersebut. Misalnya larangan seorang kepala kantor menerima hadiah dari masyarakat yang
dilayaninya.
14. Commitment and capability
Komitmen adalah Janji pada diri sendiri untuk melaksanakan tanggungjawabnya
tanpa imbalan dari yang dilayani. Komitmen ini harus dipupuk terus sehingga menjadi
kebiasaan dalam bekerja. Komitmen ini akan lebih efektif apabila kesejahteraan pegawai
telah mencukupi. Bekerja dengan komitmen dan mendapatkan kesejahteraan yang setimpal
merupakan keseimbangan yang menguntungkan instansi pemerintah dan pegawai.
Kapabilitas adalah kemampuan melaksanakan tanggungjawab. Dalam hal ini pegawai
harus memiliki kompetensi yang sesuai untuk melaksanakan tanggungjawabnya. Instansi
pemerintah memiliki tanggungjawab untuk mempersiapkan pegawainya menjadi pegawai
yang memiliki kompetensi melalui pendidikan, pelatihan maupun melalui coaching dan
mentoring. Pegawai yang memiliki kompetensi yang baik cenderung akan bekerja lebih jujur
dibandingkan dengan yang tidak memiliki kompetensi.
Instansi yang memiliki pegawai yang memiliki komitmen untuk bekerja dengan jujur
dan memiliki pegawai yang mempunyai kapabilitas melaksanakan tugasnya, berarti memiliki
dasar yang kuat untuk melaksanakan corporate governance untuk menghindari terjadinya
korupsi pada instansi tersebut.
4. Peran aktif korporat dalam melestarikan lingkungan

21

Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) terhadap lingkungan merupakan


kemampuan perusahaan untuk menutupi implikasi lingkungan yang berasal dari; produk
operasi dan fasilitas, menghilangkan limbah dan emisi, memaksimalkan efisiensi dan
produktivitas sumber daya alam dan meminimalkan praktek-praktek yang buruk dapat
mempengaruhi kenikmatan sumber daya alam bagi generasi mendatang. Untuk mewujudkan
itu semua maka dibutuhkan peran aktif korporat dalam melestarikan lingkungan yang ada.
Peran aktif korporat dalam melestarikan lingkungan adalah salah satu tindakan konkrit untuk
meningkatkan peran serta dunia usaha dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dimana lebih dikenal dengan sebutan corporat sosial responbility.
Dalam corporat sosial responbility dikenal dengan istilah triple bottom line yaitu:
people, planet, profit.

Dalam hal peran aktif korporat untuk melestarikan lingkungan,

terlebih dahulu harus mengetahui pengertian dari lingkungan itu sendiri. Lingkungan yang
dimaksud dalam corporat sosial responbility adalah kondisi di sekeliling mahluk hidup.
Kondisi ini merupakan kombinasi kondisi fisik eksternal yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan, perkembangan dan kemampuan mempertahankan hidup semua mahluk.
Lingkungan juga mencakup kondisi sosial dan budaya yang mempengaruhi kehidupan
individu atau masyarakat.
Kegiatan CSR terhadap lingkungan harus didasarkan pada filosofi perbaikan yang
berkelanjutan bagi kebijakan lingkungan dan strategi pengembangan untuk mengurangi
dampak buruk terhadap lingkungan. Maka itu ada 3 hal peran korporat yang mendasari
tanggung jawab sosial terhadap lingkungan, yaitu: penyusunan rencana kegiatan sosial
perusahaan terhadap lingkungan, kualitas kebijakan lingkungan dan sistem manajemen
lingkungan. Ketiga hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Penyususnan rencana kegiatan sosial perusahaan terhadap lingkungan dimulai dengan
mengidentifikasi dampak negatif lingkungan dari rencana bisnis operasional. Kemudian
dilanjutkan dengan mengidentifikasi lingkungan dan alam potensi sumber daya di
masyarakat serta kebutuhan masyarakat dan aspirasi terhadap bisnis operasional. Dan yang
terakhir memulai untuk menyusun rencana kegiatan CSR terhadap lingkungan yang harus
meliputi beberapa hal, seperti:

Kegiatan CSR yang dilakukan oleh sebuah perusahaan sekiranya untuk dapat
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan akibat operasional bisnis.

22

Kegiatan CSR yang dilakukan oleh sebuah perusahaan harus secara bijak dan cerdas
dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam yang terletak mengelilingi area bisnis
operasional.

Kegiatan CSR berdasarkan harus berdasarkan aspirasi masyarakat yang menetap dan
tinggal di sekitar wilayah operasional bisnis. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya,
karena jika perusahaan berurusan dengan lingkungan artinya perusahaan juga akan
berurusan dengan masyarakat disekitar lingkungan tersebut.

2. Kualitas kebijakan lingkungan didefinisikan sebagai pengaturan tujuan perusahaan


berdasarkan hasil tinjauan pentingnya proses dalam kaitannya dengan dampak perusahaan
terhadap lingkungan dan secara continously dalam menerapkan sistem manajemen
lingkungan.
3. Standar Manajemen Lingkungan (EMS) adalah kegiatan perusahaan untuk menyediakan
bisnis dengan perkembangan yang sistematis untuk meningkatkan kinerja lingkungan.
Pelaksanaan EMS harus distandardisasi dengan ISO 14001.ISO 14001 pertama kali
diterbitkan pada 1996 dan menetapkan beberapa persyaratan untuk sistem manajemen
lingkungan. ISO 14001 berlaku untuk aspek-aspek lingkungan dengan persayaratan
sebagai berikut:

Perusahaan dapat meminimalisasikan efek yang merugikan pada lingkungan disebabkan


oleh segala kegiatan operasional bisnis

Perusahaan dapat melakukan perbaikan berkesinambungan pada lingkungan


Sebagai upaya mewujudkan harmonisasi antara perusahaan dengan lingkungan, sejak

tahun 2011, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah mendorong CSR bidang
lingkungan. CSR bidang lingkungan yang dikembangkan terdiri dari tujuh bidang kegiatan
yaitu Produksi Bersih, Kantor Ramah Lingkungan (eco office), Pengelolaan Limbah dengan
3R (Reduce, Reuse, Recycle), Konservasi Sumberdaya Alam dan Energi, Energi
Terbaharukan, Adaptasi Perubahan Iklim dan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Peran
aktif korporat dalam melestarikan lingkungan dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan
seperti :
1. pemakaian bahan baku terpakai per unit produksi dalam program Produksi Bersih.
23

2. penggunaan listrik per jam operasional dalam program KantorRamah Lingkungan.


3. penggunaan bahan bakar dalam program Konservasi SumberdayaAlam dan Energi.
4. volume sampah yang digunakan kembali (reuse), dikurangi (reduce),atau didaur ulang
(recycle) dalam program Pengelolaan Sampahmelalui 3R.
5. penggunaan energi terbarukan menggantikan energi fosil dalamprogram energi
terbarukan.
6. Kegiatan CSR lingkungan seperti kampanye lingkungan, pemberian bantuan pendidikan
maupun pelatihan, penanaman pohon, pembuatan ruang terbuka hijau maupun taman,
penghematan sumber daya alam yang digunakan di pabrik ataupun toko, pengajaran
hingga pengaplikasian daur ulang serta penggunaan kembali produk-produknya.
Di Indonesia, kewajiban bagi perusahaan untuk melakukan kegiatan-kegiatan CSR
tercantum di dalam UU 40 Tahun 2007 pasal 74 tentang Perseroan Terbatas. Ayat 1
menyatakan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ayat 2
berbunyi tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan

sebagai

biaya

perseroan

yang

pelaksanaannya

dilakukan

dengan

memerhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat 3 menggariskan perseroan yang tidak


melaksanakan kewajiban sebagaimana Pasal 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Ayat 4 menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai
tanggung jawab dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.
Contoh beberapa perusahaan yang melakukan kegiatan CSR terhadap lingkungan :
1. Kegiatan CSR berwawasan lingkungan yang dilakukan PT. Astra Honda Motor (AHM)
misalnya, lebih merujuk pada program penghijauan yang juga terintegrasi ke dalam
produk-produk yang diproduksinya. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 AHM telah
melakukan penanaman pohon lebih dari 6.600 pohon melalui Program Hijau Jakartaku
yang merupakan bagian dari Program Penanaman Sejuta Pohon. Selain itu, AHM juga
membangun 2 taman kota, yaitu di Jl. Galunggung, Jakarta Pusat, dan di Kompleks
Perumahan Cirendeu Permai, Tangerang. AHM juga membangun Zona Teknologi
Otomotif Roda Dua di Taman Pintar Yogyakarta, sebagai wahana edukasi tentang
teknologi sepeda motor ramah lingkungan dan sosialisasi berkendara dengan aman.
AHM juga mengklaim bahwa perusahaannya telah menerapkan green process, yaitu
proses produksi pembuatan sepeda motor yang memakai prinsip reduce (pengurangan),
reuse (pengunaan kembali), recycle (daur ulang), retrieve energy (pemulihan kembali
24

energi), dan recover (pemulihan) sesuai dengan sistem manajemen lingkungan ISO
14001 pada seluruh lini produksi. Kegiatan CSR berbasis lingkungan yang dilakukan
oleh AHM juga telah diikuti oleh perusahaan-perusahaan serupa, terutama dalam hal
pengembangan mesin motor yang ramah lingkungan, pendidikan berwawasan
lingkungan hidup, dan pembangunan taman kota.
2. PT. Coca Cola Bottling Indonesia lebih mengarahkan kegiatan CSR lingkungannya pada
konservasi sumber daya air. Selain terlibat dalam berbagai kampanye lingkungan,
kegiatan Water for School, Program Cinta Air, dan penanaman pohon, produsen
minuman ringan ini menerapkan konsep penghijauan melalui penggunaan biopori atau
alat penyerapan air serta daur ulang sampah organik menjadi pupuk organik di pabrikpabriknya dan lingkungan sekitarnya. Di Bandung PT. Coca Cola Bottling Indonesia
bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran dan Universitas Islam Bandung serta
masyarakat sekitar membangun Green Organic Farm (Rumah hijau) yang merupakan
sarana pembibitan tanaman untuk penghijauan dan pembelajaran bagi warga setempat.
Sementara itu, PT. Coca Cola Amatil Indonesia (CCAI) di Bali telah mengganti
kendaraan operasional karyawannya dengan E-Bike, yaitu sepeda motor bertenaga
listrik. Sepeda motor ini mampu mereduksi kontribusi karbondioksida ke udara hingga
78% per unitnya, tidak menimbulkan polusi suara, serta memiliki kendali kecepatan
sehingga aman dan efesien untuk dikendarai.
3. Sasaran CSR lingkungan PT. Danone Indonesia juga banyak ditujukan bagi konservasi
sumber daya air dan hutan. Melalui websitenya, PT. Danone Indonesia menyebutkan
tidak hanya terlibat dalam kegiatan konservasi Daerah Aliran Sungai yang terletak di 12
lokasi pabriknya di seluruh Indonesia, namun juga aktif melakukan reboisasi dan
konservasi hutan melalui kegiatan penanaman ratusan ribu pohon di kawasan hutan
lindung, lahan kritis, dan pegunungan di pulau Jawa. Salah satu bagian kegiatan CSR PT.
Danone untuk menyelesaikan masalah berkaitan dengan penyediaan air bersih adalah
Program Satu untuk Sepuluh yang hingga saat ini masih terus dilakukan. Program ini
bertujuan untuk dapat menyediakan bak-bak penampung air bersih bagi masyarakat Nusa
Tenggara Timur yang sering mengalami kekeringan.
4. Kegiatan CSR Starbucks Coffee Indonesia (SCI) lebih banyak diterapkan secara
langsung, baik melalui produk dan pelayanan yang dihasilkan, fasilitas toko, maupun
kegiatan kampanye lingkungan bersama komunitasnya. Adapun strategi yang diambil
SCI adalah renewable energy (energi terbarukan), energy conservation (konservasi
energi), collaboration (kolaborasi), dan advocacy (advokasi). Dalam situsnya, SCI
menyebutkan bahwa pihaknya berupaya untuk secara signifikan mengecilkan dampak
25

lingkungan melalui menghemat energi dan air, mengurangi limbah yang berhubungan
dengan pemakaian tisu, cangkir, maupun pembungkus produknya, meningkatkan
kegiatan daur ulang, serta memakai konsep green building (bangunan hijau) pada geraigerai tokonya di seluruh dunia. Komitmen SCI untuk memperjuangkan kebijakan
perubahan iklim dilakukan advokasi melalui kemitraan dengan perusahaan maupun
organisasi lainnya. SCI juga bekerja sama dengan Conservation International melakukan
uji coba program insentif konservasi hutan di Sumatera, Indonesia, dan Chiapas, Mexico,
yang menghubungkan para petani kopi dengan perdagangan karbon sebagai upaya
mengurangi emisi karbon.
5. Penyaluran pengaduan oleh pemangku kepentingan terhadap kemungkinan
pelanggaran aturan/etika oleh orang dalam korporat
Standar Kode Etik dan Tanggung Jawab Profesional (Kode Etik) yang telah disahkan
melalui Surat Keputusan Direksi Nomor: SK-008/DIR/X/10, tanggal 19 Oktober 2010.
Seluruh manajemen dan karyawan wajib memahami standar kode etik ini sebagai dasar
penerapan dalam berperilaku yang mengatur hubungan antara karyawan dengan Perseroan,
sesama karyawan, pelanggan, pemasok, pemegang saham, pemangku kepentingan,
pemerintah dan masyarakat. Seluruh manajemen dan karyawan wajib menandatangani
standar kode etik tersebut setiap dua tahun sekali.
Penanganan terhadap penyimpangan atas Peraturan
Perseroan dan Kode Etik dan Tanggung Jawab Profesional dilakukan melalui
penyelidikan yang mendalam dan didasari dengan fakta-fakta, sedangkan keputusannya
dibuat dan diberikan berdasarkan pertimbangan akibat tindakan, derajat kesalahan dan motif
tindakan. Melalui pertimbangan yang cermat dan obyektif, Direksi memutuskan jenis sanksi
yang disesuaikan dengan bobot penyimpangan dan hirarki organisasi (pangkat atau jabatan
karyawan). Sanksi kepada karyawan dapat berbentuk teguran lisan, surat peringatan (I, II,
III), tidak diberikan kenaikan gaji, pangkat atau bonus, hingga pemutusan hubungan kerja
(PHK). Khusus untuk pemutusan hubungan kerja, setelah mendapatkan persetujuan Direksi,
dilanjutkan dengan pengajuan permohonan ijin kepada Departemen Tenaga Kerja sesuai
Undang-Undang Ketenagakerjaan Republik Indonesia.Kebijakan Pengelolaan Pengaduan
Pelanggaran Kebijakan Pengelolaan Pengaduan Pelanggaran (KP3) merupakan sistem yang
dapat dijadikan media bagi saksi pelapor untuk menyampaikan informasi mengenai tindakan

26

pelanggaran yang diindikasi terjadi. Pengaduan yang diperoleh dari mekanisme pengaduan
pelanggaran (whistleblowing) ini perlu mendapatkan perhatian dan tindak lanjut, termasuk
juga pengenaan hukuman yang tepat agar dapat memberikan efek jera bagi pelaku
pelanggaran dan juga bagi mereka yang berniat melakukan hal tersebut. KP3 dimaksudkan
sebagai dasar atau pedoman pelaksanaan dalam menangani Pengaduan Pelanggaran dari
pemangku kepentingan untuk menjamin terselenggaranya mekanisme penyelesaian
pengaduan pelanggaran yang efektif dalam jangka waktu memadai. Tujuan akhirnya adalah
sebagai upaya dalam pengungkapan berbagai permasalahan dalam Perseroan yang tidak
sesuai dengan Kode Etik yang berlaku di Perseroan. KP3 ini diberlakukan bagi manajemen
dan karyawan di lingkungan Perseroan dan seluruh unit usahanya dalam menjalankan tugas
sehari-hari sesuai dengan prinsip tata kelola Perseroan yang baik.
Ketentuan Umum Penanganan Pengaduan Pelanggaran
Perseroan wajib menerima pengaduan pelanggaran dari pihak internal maupun
eksternal. Perseroan wajib menerima dan menyelesaikan pengaduan pelanggaran, baik dari
pelapor yang mencantumkan identitasnya maupun yang tidak. Perseroan menyediakan dua
jalur pengelolaan pengaduan, yaitu melalui jalur Direksi apabila pelanggaran diduga
dilakukan oleh karyawan, dan jalur Dewan Komisaris apabila pelanggaran diduga dilakukan
oleh Direksi, Dewan Komisaris, organ penunjang Dewan Komisaris dan Kepala Unit Kerja
sesuai dengan tingkat pelaku pelanggaran.

A. Proses Penanganan Pengaduan


1. Tim Pengelola Pengaduan Pelanggaran melakukan verifikasi atas laporan yang masuk
berdasarkan catatan tim. Tim Pengelola Pengaduan Pelanggaran akan memutuskan perlu
tidaknya dilakukan investigasi atas pengaduan pelanggaran dalam waktu 30 hari dan
dapat diperpanjang paling lama 30 hari kerja.
2. Apabila hasil verifikasi menunjukkan bahwa pengaduan tidak benar dan tidak ada bukti
maka tidak akan diproses lebih lanjut.
3. Apabila hasil verifikasi menunjukkan adanya indikasi pelanggaran yang disertai buktibukti yang cukup, maka pengaduan dapat diproses ke tahap investigasi.
4. Terkait pengaduan pelanggaran yang melibatkan oknum Karyawan yang memerlukan
investigasi, wajib ditindaklanjuti oleh Tim Pengelola Pengaduan Pelanggaran tingkat
Direksi untuk diinvestigasi.

27

5. Terkait pengaduan pelanggaran yang melibatkan Direksi, Dewan Komisaris, organ


penunjang Dewan Komisaris dan Kepala Unit Kerja yang memerlukan investigasi, wajib
ditindaklanjuti oleh Tim Pengelola Pengaduan Pelanggaran tingkat Dewan Komisaris
untuk diinvestigasi.
6. Pelaku pelanggaran yang telah terbukti berdasarkan hasil investigasi, akan diproses
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
7. Apabila hasil investigasi terbukti adanya pelanggara disiplin oleh karyawan, maka dapat
ditindaklanjuti sidang disiplin sesuai ketentuan yang berlaku dengan Direksi sebagai
hakim, Divisi Audit Internal sebagai penuntut, Divisi Sumber Daya Manusia atau Divisi
Corporate Legal sebagai pembela dan pendapat atau masukan dari atasan yang
bersangkutan.
8. Apabila hasil investigasi terbukti adanya pelanggaran oleh karyawan yang mengarah ke
tindak pidana, maka dapat ditindaklanjuti proses hukum yang berlaku kepada lembaga
penegak hukum dengan Direksi atau yang diberi kuasa untuk itu sebagai pejabat yang
menangani perkara.
9. Seluruh proses pengaduan pelanggaran diadministrasikan secara baik oleh Tim Pengelola
Pengaduan Pelanggaran.
B. Pemantauan Tindak Lanjut
1. Pemantauan tindak lanjut pengaduan pelanggaran dilakukan oleh Tim Pengelola
Pengaduan Pelanggaran.
2. Tim Pengelola Pengaduan Pelanggaran harus menginformasikan pengaduan pelanggaran
yang masuk, yang diinvestigasi, dan yang dianggap selesai kepada Direksi dan atau
Dewan Komisaris setiap saat diperlukan.

6. Peran akuntan profesional dalam memfasilitasi peran pemangku kepentingan


Akuntansi (accounting) dapat diartikan sebagai sistem informasi yang menyediakan
laporan untuk pemangku kepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan.
Para pemangku kepentingan mengunakan laporan akuntansi yang dibuat oleh para akuntan
profesionalsebagai informasi utama, meskipun bukan satu-satunya untuk membuat
keputusan. Peran akuntan dalam memfasilitasi peran pemangku kepentingan dapat dilihat
dari:
1. Mengidentifikasikan pemangku kepentingan
2. Menilai kebutuhan pemangku kepentingan
28

3. Merancang sistem informasi akuntansi untuk memenuhi kebutuhan pemangku


kepentingan
4. Mencatat data ekonomi mengenai aktivitas dan peristiwa perusahaan
5. Menyiapkan laporan akuntansi bagi para pemangku kepentingan

Peran akuntan terhadap peran pemangku kepentingan dildapat dilihat dari sisi :

Sisi perusahaan
1. Manajemen merupakan pihak intern yang berkaitan langsung dan sangat memerlukan
infomasi keuangan untuk melakukan pengendalian (controll), pengkoordinasian
(coordination), dan perencanaan (planning).
2. Pihak ekstern yang mempunyai kaitan langsung dengan perusahaan, antara lain investor
(pemilik), kreditor, pelanggan, karyawan, dan masyarakat. Mereka berkepentingan
dengan informasi keuangan perusahaan dengan manfaat yang berbeda-beda, antara lain :
a. Pemilik berkepentingan untuk menentukan sikap tetap memegang saham atau
melepasnya.
b. Kreditor berkepentingan untuk memutuskan kredit kepada perusahaan dapat
diperpanjang atau diperbesar.
c. Pelanggan (customer) berkepentingan untuk mengevaluasi hubungan usaha dengan
perusahaan.
d. Karyawan berkepentingan untuk mengetahui hak-hak yang dapat diperoleh dari
peusahaan.
e. Masyarakat umum berkepentingan untuk aspek umum dan sosial perusahaan.
f. Perusahaan dan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaannya memerlukan
informasi mengenai alokasi sumber daya. Informasi tersebut digunakan untuk
menentukan aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar
penyusunan statistik pendapatan nasional.

Sisi bisnis
Dalam dunia bisnis, peran akuntan dapat diartikan sebagai pemberi informasi dalam

bentuk laporan untuk para pemangku kepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi
perusahaan. Para pemangku kepentingan tersebut adalah owners (pemegang saham),
employes (pekerja), costumer (pelanggan), kreditors (orang yang memberi pinjaman),
goverment (pemerintah), communty (masyarakat). Para pemangku kepentingan menggunakan
29

laporan akuntansi sebagai informasi utama, meskipun bukan satu-satunya untuk membuat
keputusan, mereka juga menggunakan informasi yang lain. Sebagai contoh, dalam
memutuskan dalam memberikan fasilitas kredit ke sebuah toko rintel setempat, bank tidak
hanya menggunakan laporan akuntansi tersebut, tetepi juga mendatangi toko dan bertanya
pada lingkunan sekitarnya mengnai reputasi pemilik toko.

BAB III
KESIMPULAN
Prinsip dari Good Corporate Governance(GCG) diantaranya menyatakan bahwa
perusahaan perlu memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingannya (stakeholders)
sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin kerjasama yang aktif dengan pemangku
kepentingannya demi keberlangsungan jangka panjang perusahaan.Hal tersebut penting
dikarenakan cepatnya perubahan lingkungan yang berdampak pada peta persaingan global
dan semakin banyak serta kompleksitas stakeholdersyang termasuk struktur kepemilikan
bisnis.
Pemangku kepentingan adalah pihak yang akan dipengaruhi secara langsung oleh
keputusan dan strategi perusahaan.Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social
Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan memiliki
tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah
konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek
operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", yakni
suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan
keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat
30

keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang
timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih
panjang.
Sebagai upaya mewujudkan harmonisasi antara perusahaan dengan lingkungan, sejak
tahun 2011, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah mendorong CSR bidang
lingkungan. CSR bidang lingkungan yang dikembangkan terdiri dari tujuh bidang kegiatan
yaitu Produksi Bersih, Kantor Ramah Lingkungan (eco office), Pengelolaan Limbah dengan
3R (Reduce, Reuse, Recycle), Konservasi Sumberdaya Alam dan Energi, Energi
Terbaharukan, Adaptasi Perubahan Iklim dan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH).Beberapa
investor dan perusahaam manajemen investasi juga telah mulai memperhatikan kebijakan
CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang
dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).

31

Anda mungkin juga menyukai