Anda di halaman 1dari 17

Akuntansi Forensik dan Kecurangan (Fraud and

Forensic Accounting)

PENDAHULUAN

Munculnya istilah Forensik dalam dunia akuntansi menakjubkan banyak pihak,


karena memang keahlian ini sebelumnya banyak ditemukan pada dunia medis dan kedokteran
yang dijakan sebagai bahan (bukti) kesaksian saat terjadi sengketa di pengadilan. Kamus
Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Pusat Bahasa mendefinisikan forensik secara
terbatas yaitu 1) forensik merupakan cabang ilmu kedokteran yang berhubungan pemaparan
fakta medis pada masaalah hukum, 2) ilmu bedah yang bekaitan dengan penentuan identitas
mayat seseorang yang ada kaitannya dengan kehakiman dan peradilan . Namun Merriam
Webster’s Collegiate Dictionary forensik dalam bidang akuntansi diartikan sebagai
penerapan disiplin akuntansi pada masalah hukum

Maka dengan definisi forensik sebagai penerapan akuntansi pada masalah hukum, hal
ini yang merupakan akibat dari perkembangan pesat dalam dunia ekonomi dan bisnis, ruang
lingkup perusahaan yang semakin tidak terbatas dan tidak terkendali yang diikuti tidak
tindakan-tindakan yang perugikan perusahaan yang sampai kasusnya dibawa dalam rana
hukum. Sehubungan dengan masalah tersebut, karna bukti yang dibawa ke pengadilan juga
bersifat keuangan yang merupakan product dari akuntan maka muncullah istilah akuntansi
forensik sebagai kesaksian ahli dibidang akuntansi.

1. Sejarah Akuntansi Forensik

Istilah akuntansi forensik pertama kali muncul di Amerika Serikat, awalnya istilah
akuntansi forensik ini digunakan dalam penentuan pembagian warisan atau mengungkap
motif pembunuhan. Dengan kata lain istilah akuntansi forensik tersebut bermula dari
penerapan akuntansi untuk menyelesaikan atau memecahkan persoalan hukum, maka istilah
yang dipakai adalah akuntansi forensik bukan audit forensik. Selain itu skandal – skandal
keuangan semacam, Enron dan WorldCom menyebabkan jatuhnya kepercayaan investor atas
profesi akuntan. Sehingga memunculkan akuntansi forensik sebagai sebuah metode untuk
mendeteksi dan menanggulangi penipuan.

Dalam perkembangannya kemudian akuntansi forensik terbentuk dari penggabungann


antara akuntan dan system hukum. Pengacara menggunakan akuntansi forensik untuk
menemukan bukti dalam kasus korupsi yang tidak dapat mereka peroleh. Di Amerika,
seorang auditor forensik (orang yang berprofesi di bidang akuntansi forensik) atau pemeriksa
fraud bersertifikasi (Certified Fraud Examiners/CFE) tergabung dalam Association of
Certified Fraud Examiners (ACFE).

Akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk
auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di
sektor publik maupun swata. Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan
hukum atau akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan
atau dalam proses peninjauan yudisial atau tinjauan administratif. Akuntansi forensik
merupakan praktik khusus bidang akuntansi yang menggambarkan keterlibatan yang
dihasilkan dari perselisihan aktual atau yang diantisipasi atau litigasi.

2. Defenisi Akuntansi Forensik

Tuanakotta (2010) mendefinisikan akuntansi forensik dengan penerapan disiplin


akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum
di dalam atau di luar pengadilan. Sedangkan menurut D. Larry Crumbey dalam Tuanakotta
(2010) mengemukakan bahwa secara sederhana akuntansi forensik dapat dikatakan sebagai
akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, atau akuntansi yang tahan uji dalam kancah
perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan yudisial, atau tinjauan
administratif. Definisi dari Crumbey menekankan bahwa ukuran dari akuntansi forensik
adalah ketentuan hukum dan perundang-undangan, berbeda dari akuntansi yang sesuai
dengan GAAP (Generally Accepted Accounting Principles). Akuntansi forensik didefinisikan
sebagai analisis akuntansi yang dapat mengungkap penipuan, yang mungkin sangat cocok
untuk presentasi di pengadilan. Analisis semacam itu akan menjadi dasar untuk resolusi
diskusi, perdebatan, dan perselisihan. Seorang akuntan forensik menggunakan
pengetahuannya tentang akuntansi, studi hukum, investigasi dan kriminologi untuk
mengungkap fraud, menemukan bukti dan selanjutnya bukti tersebut akan dibawa ke
pengadilan jika dibutuhkan.

Akuntansi forensik, menyediakan suatu analisis akuntansi yang dapat digunakan


dalam perdebatan di pengadilan yang merupakan basis untuk diskusi serta resolusi di
pengadilan. Penerapan pendekatan-pendekatan dan analisis-analisis akuntansi dalam
akuntansi forensik dirancang untuk menyediakan analisis dan bukti memeadai atas suatu
asersi yang nantinya dapat dijadikan bahan untuk pengambilan berbagai keputusan di
pengadilan.

Sehingga akuntansi forensik dapat diartikan sebagai penerapan disiplin ilmu akuntansi
dalam penyelesaian masalah hukum baik di dalam dan di luar pengadilan. Istilah akuntansi
forensik dalam definisi tersebut dapat digunakan dalam pengertian yang luas, termasuk audit.
Hal yang membedakan akuntansi dan audit adalah akuntansi berkaitan dengan perhitungan
sedangkan audit berkaitan dengan adanya penelusuran untuk memastikan kepastian atau
kewajaran dari apa yang dilaporkan. Jadi, akuntansi forensik memayungi segala macam
kegiatan akuntansi untuk kepentingan hukum.

Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan paling sederhana antara akuntansi
dan hukum (misalnya dalam pembagian harta gono-gini). Dalam kasus yang lebih pelik, ada
satu bidang tambahan yaitu audit sehingga model akuntansi forensiknya direpresentasikan
dalam tiga bidang. (Tuanakotta, 2010). Selain itu ada cara lain dalam melihat akuntansi
forensik menurut Tuanakotta (2010) yaitu dengan menggunakan Segitiga Akuntansi
Forensik.

3. Metode Akuntansi Forensik

Perbedaaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit konvensional


yaitu terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis akuntansi tersebut tidak
jauh berbeda. Akuntasi forensik lebih menekankan pada keanehan (exceptions, oddities,
irregularities) dan pola tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan (errors) dan
keteledoran (ommisions) seperti pada audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi forensik
menekankan pada analytical review dan teknik wawancara mendalam (in depth interview)
walaupun seringkali masih juga menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik,
rekonsiliasi, konfirmasi dan lain sebagainya. Akuntansi forensik biasanya memfokuskan pada
area-area tertentu (misalnya penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah
terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau,
petunjuk terjadinya kecurangan, dan petunjuk lainnya. Sebagian besar tindak kecurangan
terbongkar karena tip off atau ketidaksengajaan (accident).

Akuntansi Forensik menekankan tiga area utama: dukungan litigasi, investigasi dan
penyelesaian sengketa. Dukungan litigasi menunjukkan suatu fakta presentasi permasalahan
ekonomi yang berhubungan dengan litigasi yang sedang berlangsung atau tertunda. Dalam
hal ini, seorang Akuntan forensik profesional menghitung kerugian yang diakibatkan pihak
yang terlibat dalam sengketa hukum dan dapat membantu dalam menyelesaikan sengketa,
bahkan sebelum mereka sampai di ruang persidangan. Jika sengketa sampai di ruang sidang,
akuntan forensik dapat memberi kesaksian sebagai saksi ahli. Investigasi adalah tindakan
untuk menentukan apakah peristiwa kejahatan seperti pencurian oleh pegawai, kejahatan
pasar modal (termasuk pemalsuan laporan keuangan), mengidentifikasi pencurian,
kecurangan asuransi atau korupsi dapat terjadi. Sebagai bagian dari pekerjaan akuntan
forensik, dia dapat merekomendasikan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko
kerugian di masa yang akan datang. Investigasi juga dapat dilaksanakan dalam persoalan
perdata. Akuntan forensik sering harus memberiikan bukti ahli dalam persidangan. Akuntan
forensik menginvestigasi segala sesuatu dari korupsi, kecurangan pajak, pelanggaran hak
cipta hingga fakta pengecekan untuk kasus perceraian. Akuntan forensik krusial terhadap
banyak kasus hukum yang dihadapi oleh publik dan organisasi swasta sekarang ini.
Akuntansi forensik juga melihat melewati angka dan mendapatkan substansi dari situasi. Itu
melebihi dari akuntansi biasa, dan melebihi pekerjaan detektif dasar.

4. Segitiga Akuntansi Forensik

Menurut Tuanakota cara lain melihat akuntansi forensik adalah dengan menggunakan
istilah yang disebut sebagai segitiga akuntansi forensik. Konsep yang digunakan dalam
segitiga akuntansi forensik ini adalah konsep hukum yang paling penting dalam menetapkan
ada atau tidaknya kerugian, dan kalau ada bagaimana konsep perhitungannya.
Perbuatan Melawan Hukum

Kerugian HubunganKausalitas

Kerugian adalah titik pertama dalam segitiga akuntansi forensik dan titik keduanya
adalah perbuatan melawan hukum. Tanpa perbuatan melawan hukum tidak ada yang apat
dituntut untuk mengganti kerugian. Kemudian titik ketiganya adalah adanya keterkaitan
antara kerugian dan perbuatan melawan hukum atau ada hubungan kausalitas antara kerugian
dan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas adalah
ranahnya para ahli dan praktisi hukum dalam menghitung besarnya kerugian dan
mengumpulkan barang bukti. Jadi, Segitiga Akuntansi Forensik juga merupakan model yang
mengaitkan disiplin hukum, akuntansi dan auditing.

5. RUANG LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK

Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan


bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang
menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit investigatif.

1. Praktik di Sektor Swasta

Bologna dan Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik dalam Tuanakotta (2010)
menekankan beberapa istilah dalam perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud auditing, forensik
accounting investigative support, dan valuation analysis. Litigation support merupakan
istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan ligitasi. Akuntansi forensik
dimulai sesudah ditemukan indikasi awal adanya fraud. Audit investigasi merupakan bagian
awal dari akuntasi forensik. Adapun valuation analysis berhubungan dengan akuntansi atau
unsur perhitungan. Misalnya dalam menghitung kerugian negara karena tindakan korupsi.
2. Praktik di Sektor Pemerintahan

Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada akuntansi
forensik pada sektor swasta. Secara umum akuntansi forensik pada kedua sektor tidak
berbeda, hanya terdapat perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntansi
forensik terbagi-bagi pada berbagai lembaga seperti lembaga pemeriksaan keuangan negara,
lembaga pengawasan internal pemerintahan, lembaga pengadilan, dan berbagai lembaga
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berfungsi sebagai pressure group.

Perbandingan akuntansi Forensik di Sektor Publik dan Swasta

Dimensi Sektor publik Sektor Swasta


Landasan Amanat Undang-Undang Penugasan Tertulis Secara
Penugasan Spesifik

Imbalan Lazimnya tanpa imbalan Fee dan Biaya


Hukum Pidana Umum dan khusus, Perdata, Arbitrase, administratif
hukum administrasi Negara aturan intern perusahaan

Ukuran Memnangkan perkara pidana Memulihkan kerugian


Keberhasilan dan memulihkan kerugian

Pembuktian Dapat melibatkan instansi lain di Bukti intern, dengan hasil bukti
luar lembaga yg bersangkutan ekstern yang terbatas

Teknik Audit Sangat bervariasi karena Relatif lebih sedikit dibandingkan


Investigatif kewenangan yang relatif besar di sektor publik. Kreativitas dalam
pendekatan

Akuntansi Tekanan pada kerugian negara Penilaian Bisnis


dan kerugian keungan negara
6. Kecurangan (Fraud)

Fraud adalah sebuah perbuatan kecurangan yang melanggar hukum (illegal-acts) yang
dilakukan secara sengaja dan sifatnya dapat merugikan pihak lain. Fraud atau yang sering
dikenal dengan istilah kecurangan merupakan hal yang sekarang banyak dibicarakan di
Indonesia. Pengertian fraud itu sendiri merupakan penipuan yang sengaja dilakukan, yang
menimbulkan kerugian pihak lain dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan dan
atau kelompoknya (Sukanto, 2009). Sementara Albrecht (2003) mendefinisikan fraud sebagai
representasi tentang fakta material yang palsu dan sengaja atau ceroboh sehingga diyakini
dan ditindaklanjuti oleh korban dan kerusakan korban. Dalam bahasa aslinya fraud meliputi
berbagai tindakan melawan hukum.

Bologna (1993) dalam Amrizal (2004) mendefinisikan kecurangan “Fraud is criminal


deception intended to financially benefit the deceiver” yaitu kecurangan adalah penipuan
kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal
disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Ia
memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial dari tindakannya tersebut.
Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu (1) tindakan/the act., (2)
penyembunyian/the concealment dan (3) konversi/the conversion.

Adapun menurut the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud adalah:
Perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan
tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-
orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pibadi ataupun
kelompok secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. Dengan demikian fraud
adalah mencangkup segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh
seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain, dengan saran yang salah atau
pemaksaan kebenaran, dan mencangkup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat atau
tersembunyi, dan setiap cara yang tidak wajar yang menyebabkan orang lain tertipu atau
menderita kerugian.
Ada 3 hal yang mendorongterjadinyasebuahupaya fraud, yaitu pressure (dorongan),
opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi).

1. Pressure
Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, contohnya
hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll.
Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah
finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan.

2. Opportunity

Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan


karena internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan /
atau penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity
merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui
penerapan proses, prosedur, dan kontrol dan upaya deteksi dini terhadap fraud.

3. Rationalization

Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku


mencari pembenaran atas tindakannya, misalnya:

 Bahwasanya tindakannya untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang yang


dicintainya.
 Masa kerja pelaku cukup lama dan dia merasa seharusnya berhak mendapatkan
lebih dari yang telah dia dapatkan sekarang (posisi, gaji, promosi, dll.)
 Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak
mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut.

Association of Certified Fraud Examinations (ACFE), salah satuasosiasi di USA yang


mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan penanggulangan kecurangan,
mengkategorikan kecurangan dalam 3 (tiga) kelompok sebagai berikut :

 Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud).

Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang


dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang
merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat finansial atau
kecurangan non finansial.

 Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation).


Penyalahgunaan asset dapat digolongkan ke dalam “Kecurangan Kas” dan
“Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya”, serta pengeluaran-pengeluaran biaya
secara curang (fraudulent disbursement).

 Korupsi (Corruption).

Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya
pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia.Menurut ACFE,
korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap
(bribery), pemberian ilegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion),
yaitu:

- Penyuapan (bribery), yang meliputi sumbangan, pemberian, penerimaan,


persembahan sesuatu yang bernilai dengan maksud untuk mempengaruhi suatu
tindakan / official act. Istilah official act mencakup penyuapan yang dilakukan
dengan maksud mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh pegawai atau instansi
pemerintah.
- Konflik Kepentingan (Conflict of Interest), yang terjadi manakala seorang
pegawai, manajer, atau seorang eksekutif memiliki kepentingan ekonomi atau
kepentingan pribadi yang tersembunyi dalam suatu transaksi yang bertentangan
dengan perusahaan.
- Economic Extortion, yang merupakan kebalikan dari penyuapan (bribery). Dalam
economic extortion, bukannya penjual yang menawarkan sesuatu yang bernilai
untuk mempengaruhi keputusan, melainkan pegawai / karyawan perusahaan yang
meminta pembayaran dari penjual / vendor untuk suatu keputusan yang akan
menguntungkan penjual tersebut.
- Illegal Gratuities, yang seperti halnya penyuapan, tetapi tidak dimaksudkan untuk
mempengaruhi keputusan yang akan dibuat, tetapi suatu imbalan yang diberikan
karena telah dibuatnya keputusan yang menguntungkan.

7. KLARIFIKASI FRAUD (FRAUD TREE)


The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa
Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan
atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk
memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi,
dan dikenal dengan istilah “ The Fraud Tree” yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-hal
Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan (Uniform Occupational Fraud Classification
System.
ACFE dalam Tuanakotta (2010) membagi fraud (kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis
atau tipologi berdasarkan perbuatan, yaitu:

1) Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Statement)


Kecurangan Laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan
kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat finansial atau kecurangan non finansial.
2) Penyimpangan atas Aset (Asset Misappropriation)
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau
pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang
tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).

3) Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain
seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-
negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata
kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering
kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan
(simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik
kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal
(illegal gratuities) dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).

8. PENYEBAB TERJADINYA FRAUD

Pemicu perbuatan fraud pada umumnya merupakan gabungan dari motivasi dan kesempatan.
Motivasi dan kesempatan saling berhubungan. Semakin besar kebutuhan ekonomi seseorang
yang bekerja di suatu organisasi yang pengendaliannya internnya lemah, maka semakin kuat
motivasinya untuk melakukan fraud. Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk
melakukan fraud, yang sering disebut teori GONE (Pusdiklatwas BPKP) yaitu sebagai
berikut:
1) Greed (keserakahan)
2) Opportunity (kesempatan)
3) Need (kebutuhan)
4) Expossure (pengungkapan)

Faktor greed dan need merupakan faktor yang berhubungan dengan pelaku fraud atau disebut
faktor individu. Adapun faktor opportunity dan exposure merupakan faktor yang
berhubungan dengan organisasi sebagai korban.

a. Faktor Generic
Faktor generik yang meliputi opportunity (kesempatan) dan exposure (pengungkapan)
merupakan faktor yang berada pada pengendalian organisasi. Pada umumnya kesempatan
melakukan fraud selalu ada pada setiap kedudukan, hanya saja adanya kesempatan besar
maupun kecil tergantung kedudukan pelaku menempati kedudukan pada manajemen atau
pegawai biasa.

b. Faktor Individu
Faktor individu yang meliputi greed (keserakahan) dan need (kebutuhan) merupakan faktor
yang ada pada diri masing-masing individu, dengan arti berada diluar pengendalian
organisasi. Faktor ini terdiri atas dua unsur yaitu:

(1) Greed factor, yaitu moral yang meliputi karakter, kejujuran dan integritas yang
berhubungan dengan keserakahan.
(2) Need factor, yaitu motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan seperti terlilit hutang
atau bergaya hidup mewah.

9. FRAUD EXAMINITION
Cara pencegahan fraud dapat dilakukan dengan cara (Amrizal, 2004) yaitu sebagai
berikut:
a. Membangun struktur pengendalian yang baik
Dalam memperkuat pengendalian intern di perusahaan, COSO (The Committee of Sponsoring
Organizations of The Treadway Commission) pada bulan September 1992 memperkenalkan
suatu rerangka pengendalian yang lebih luas daripada model pengendalian akuntansi yang
tradisional dan mencakup manajemen risiko, yaitu pengendalian intern terdiri atas 5 (lima)
komponen yang saling terkait yaitu:
1) Lingkungan pengendalian (control environment)
2) Penaksiran risiko (risk assessment) Standar Pengendalian (control activities)
3) Informasi dan komunikasi (information and communication)
4) Pemantauan (monitoring)

b. Mengefektifkan aktivitas pengendalian


(a) Review kinerja
(b) Pengolahan informasi
(c) Pengendalian fisik
(d) Pemisahan tugas

c). Meningkatkan kultur organisasi


Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan mengimplementasikan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance (GCG). Saifuddien Hasan (2000) dalam Amrizal (2004)
mengemukakan GCG meliputi:
(a) Keadilan (Fairness)
(b) Transparansi
(c) Akuntabilitas (Accountability)
(d) Tanggung jawab (Responsibility)
(e) Moralitas
(f) Kehandalan (Reliability)
(g) Komitmen

d) Mengefektifkan fungsi internal audit

10. SKANDAL KORPORASI DAN AKUNTAN


Skandal akuntansi (accounting scandals) atau skandal akuntansi perusahaan
(corporate accounting scandals) adalah skandal politik dan bisnis yang muncul dengan
pengungkapan kelakuan buruk para eksekutif perusahaan publik. Kejahatan tersebut biasanya
melibatkan metode yang kompleks untuk menyalahgunakan dana atau menyesatkan, melebih-
lebihkan pendapatan, mengecilkan biaya, melebih-lebihkan nilai aset perusahaan atau
mengurangi pelaporan terhadap besarnya kewajiban, terkadang mereka juga melakukan
kerjasama dengan pejabat di perusahaan lain atau afiliasinya. Jika mengacu pada pengertian
skandal akuntansi tersebut di atas maka kejahatan akuntansi cenderung lebih dekat dengan
istilah fraudulent statement (fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuangan).

Fraudulent statement atau financial statement fraud itu sendiri didefinisikan berbeda-
beda. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mendefinisikan financial statement
fraud sebagai “Salah saji atau pengabaian atas fakta-fakta yang material yang disengaja,
atau data akuntansi yang menyesatkan, dan ketika mempertimbangkan dengan semua
informasi yang tersedia, akan menyebabkan pembaca laporan mengganti atau mengubah
penilaian atau keputusannya.” Sedangkan The Treadway Commission mendefiniskan sebagai
“melakukan tindakan secara sengaja atau ceroboh, apakah (oleh) perbuatan atau kelalaian,
yang menghasilkan materi laporan keuangan yang menyesatkan”.

11. BENTUK KEJAHATAN AKUNTANSI


Hakekatnya kejahatan akuntansi bermuara pada pelaporan keuangan yang
menyesatkan bagi penggunanya, termasuk aktivitas yang tidak benar atau ilegal pada proses
pengidentifikasian dan pengukuran transaksi-transaksi keuangan. Adapun beberapa bentuk
kejahatan akuntansi, diantaranya adalah:
1. Manajemen Laba yang Tidak Sah (illegal earnings management)
Manajemen Laba adalah suatu intervensi atas tujuan dalam proses
pelaporan keuangan eksternal yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan pribadi
(Schipper, 1989). Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan penilaian dalam
pelaporan keuangan dan dalam penataan transaksi untuk mengubah laporan keuangan
untuk menyesatkan stakeholder tentang kinerja ekonomi perusahaan, atau untuk
mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan
(Healy dan Wahlen, 1999). Manajemen laba dapat dikategorikan sebagai kejahatan akuntansi
jika laporan keuangan yang disajikan ditujukan untuk menyesatkan pengguna laporan
keuangan dan mengabaikan atau melanggar PABU (Prinsip-prinsip Akuntansi yang Berlaku
Umum).
2. Pendapat (opini) Auditor Eksternal yang Tidak Benar
Auditor eksternal diberi wewenang untuk melakukan audit keuangan pada perusahaan
publik. Auditor dianggap melakukan kejahatan jika dalam menjalankan profesinya
mengabaikan atau melanggar Standar Pemeriksaan Akuntan Publik (SPAP). Salah satu
contohnya adalah memberikan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan
keuangan suatu perusahaan padahal auditor tersebut mengetahui dan menemukan adanya
pelanggaran dan kesalahan yang material pada laporan keuangan yang diaudit tersebut. Hal
ini terjadi jika terdapat persekongkolan jahat atau kolusi antara auditor dengan manajemen
perusahaan.
3. Kejahatan Perbankan
Kejahatan akuntansi di perbankan diantaranya dilakukan dengan mengambil dana
nasabah tanpa sepengetahuan nasabah, memanipulasi data nasabah, memalsukan rekening
nasabah dan pemalsuan tanda-tangan nasabah yang dilakukan oleh pelaku kejahatan.
Kejahatan ini termasuk dalam kategori penggelapan.
4. Kejahatan Akuntansi di Pasar Modal
Kejahatan akuntansi di pasar modal mencakup pelanggaran penyajian informasi yang
tidak benar atau menyesatkan (missleading information). Hal ini terjadi jika emiten tidak
menjalankan kewajiban pelaporan dan keterbukaan informasi dan isi laporan tersebut
mengandung informasi yang tidak benar atau dapat menyesatkan bagi investor dalam
mengambil keputusan ketika hendak menjual atau membeli saham emiten tersebut. Kejahatan
akuntansi di pasar modal lainnya adalah manipulasi pasar. Manipulasi pasar ini merupakan
modus kejahatan yang menggunakan teknik dan mekanisme pasar sebagai alat untuk
menciptakan pembentukan harga.
5. Transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa (Related-Party
Transactions).
Bentuk pelanggaran ini mencakup transaksi yang material atau dalam jumlah yang
tidak biasa dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, yang meliputi (1) penjualan
fiktif pada pihak yang memiliki hubungan istimewa (2) pinjaman kepada atau dari pihak yang
memiliki hubungan istimewa dimana tingkat bunganya lebih rendah dibandingkan pasar (3)
transaksi lainnya dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan harga yang lebih
rendah dibandingkan dengan transaksi normal, dan (4) pengungkapan yang tidak memadai
atas transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa.
12. PENGGOLONGAN KEJAHATAN AKUNTANSI DALAM
KRIMINOLOGI
Kejahatan akuntansi atau skandal akuntansi melibatkan kaum elit bisnis dan kaum
profesional. Contoh kasus yang populer adalah kasus Enron dimana harga saham perusahaan
tersebut anjlok karena ulah pendiri Enron, mantan CEO, eksekutif Enron lainnya serta Kantor
Akuntan Publik Arthur Anderson yang bersekongkol memanipulasi laporan keuangan Enron.
Kejahatan akuntansi di perbankan dan di pasar modal juga melibatkan kaum profesional.

Dengan melihat pelakunya maka disimpulkan bahwa kejahatan akuntansi ini masuk
dalam kategori kejahatan kerah putih. Hal ini sejalan dengan pendapat Edwin H. Sutherland
yang menyatakan bahwa white collar crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang-
orang terhormat dan status sosial tinggi dalam kaitannya dengan okupasinya. Menurut
Muladi, kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat ini biasanya dilakukan tanpa
kekerasan tetapi selalu disertai dengan kecurangan, penyesatan, penyembunyian dari
kenyataan, akal-akalan, manipulasi, atau pengelakan terhadap peraturan..

Dalam kaitannya dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia, Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang yang terkait menyebutkan beberapa
pasal yang terkait dengan kejahatan akuntansi, diantaranya adalah:

Berkaitan dengan manajemen laba ilegal, dapat dikenakan pasal 390 KUHP yaitu
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang- barang
dagangan, dana-dana atau surat-surat berharga menjadi turun atau naik diancam dengan
pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan”.

Berkaitan dengan pemberian opini auditor yang menyesatkan, dapat dikenakan pasal
416 KUHP yaitu “Seorang pejabat atau orang lain yang diheri tugas menjalankan suatu
jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang sengaja membuat secara
palsu atau memalsu buku buku-buku daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan
administrasi, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Berkaitan dengan kejahatan perbankan yang merupakan kategori penggelapan, dapat
dikenakan pasal 372 KUHP yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum
memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi
yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan
pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus
rupiah”.

Berkaitan dengan kejahatan perbankan sehubungan pemalsuan rekening nasabah,


dapat dikenakan pasal 49 ayat (1) huruf c UU Perbankan No 10 Tahun 1998 yaitu:
“mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu
pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah,
mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut,
diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah)”.

Berkaitan dengan kejahatan akuntansi di pasar modal yang berupa manipulasi pasar,
dapat dikenakan pasal 91 Undang-undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yaitu:
”Setiap pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan
tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan
perdagangan, keadaan pasar atau harga efek di Bursa Efek.

SIMPULAN

Akuntansi forensik merupakan formulasi yang dapat dikembangkan sebagai strategi


preventif, detektif dan persuasif melalui penerapan prosedur audit forensik dan audit
investigatif yang bersifat litigation suport untuk menghasilkan temuan dan bukti yang dapat
membantu proses pengambilan putusan di pengadilan. Disamping itu dengan fraud
examinition yang tidak terlepas dari akuntansi forensik akan menjadi bahan untuk profesi
akuntansi khususnya untuk menelusuri adanya kemungkinan-kemungkinan kecurangan yang
dilakukan.
Referensi

Tuanakotta, 2010, Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Salemba Empat, Jakarta.

Wiratmaja, ‘Akuntansi Forensik dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi’,


Universitas Udayana, Denpasar.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi
Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.

Sukanto, Eman. 2009. Perbandingan persepsi auditor internal, akuntan publik, dan auditor
pemerintah terhadap penugasan fraud audit dan profil fraud auditor. Fokus Ekonomi:
Vol. 4 No. 1 Juni 2009

Amrizal, CFE, 2004, Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan oleh Internal Auditor,
Jakarta.

Faisol, Muhammad. 2013. “AKUNTANSI FORENSIK DAN FRAUD


EXAMINATION, APA DAN BAGAIMANA? *introduction”.
http://semangadmu.blogspot.co.id/2013/10/akuntansi-forensik-dan-fraud.html
(diakses pada Selasa, 26 April 2016)

Anda mungkin juga menyukai