Forensic Accounting)
PENDAHULUAN
Maka dengan definisi forensik sebagai penerapan akuntansi pada masalah hukum, hal
ini yang merupakan akibat dari perkembangan pesat dalam dunia ekonomi dan bisnis, ruang
lingkup perusahaan yang semakin tidak terbatas dan tidak terkendali yang diikuti tidak
tindakan-tindakan yang perugikan perusahaan yang sampai kasusnya dibawa dalam rana
hukum. Sehubungan dengan masalah tersebut, karna bukti yang dibawa ke pengadilan juga
bersifat keuangan yang merupakan product dari akuntan maka muncullah istilah akuntansi
forensik sebagai kesaksian ahli dibidang akuntansi.
Istilah akuntansi forensik pertama kali muncul di Amerika Serikat, awalnya istilah
akuntansi forensik ini digunakan dalam penentuan pembagian warisan atau mengungkap
motif pembunuhan. Dengan kata lain istilah akuntansi forensik tersebut bermula dari
penerapan akuntansi untuk menyelesaikan atau memecahkan persoalan hukum, maka istilah
yang dipakai adalah akuntansi forensik bukan audit forensik. Selain itu skandal – skandal
keuangan semacam, Enron dan WorldCom menyebabkan jatuhnya kepercayaan investor atas
profesi akuntan. Sehingga memunculkan akuntansi forensik sebagai sebuah metode untuk
mendeteksi dan menanggulangi penipuan.
Akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk
auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di
sektor publik maupun swata. Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan
hukum atau akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan
atau dalam proses peninjauan yudisial atau tinjauan administratif. Akuntansi forensik
merupakan praktik khusus bidang akuntansi yang menggambarkan keterlibatan yang
dihasilkan dari perselisihan aktual atau yang diantisipasi atau litigasi.
Sehingga akuntansi forensik dapat diartikan sebagai penerapan disiplin ilmu akuntansi
dalam penyelesaian masalah hukum baik di dalam dan di luar pengadilan. Istilah akuntansi
forensik dalam definisi tersebut dapat digunakan dalam pengertian yang luas, termasuk audit.
Hal yang membedakan akuntansi dan audit adalah akuntansi berkaitan dengan perhitungan
sedangkan audit berkaitan dengan adanya penelusuran untuk memastikan kepastian atau
kewajaran dari apa yang dilaporkan. Jadi, akuntansi forensik memayungi segala macam
kegiatan akuntansi untuk kepentingan hukum.
Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan paling sederhana antara akuntansi
dan hukum (misalnya dalam pembagian harta gono-gini). Dalam kasus yang lebih pelik, ada
satu bidang tambahan yaitu audit sehingga model akuntansi forensiknya direpresentasikan
dalam tiga bidang. (Tuanakotta, 2010). Selain itu ada cara lain dalam melihat akuntansi
forensik menurut Tuanakotta (2010) yaitu dengan menggunakan Segitiga Akuntansi
Forensik.
Akuntansi Forensik menekankan tiga area utama: dukungan litigasi, investigasi dan
penyelesaian sengketa. Dukungan litigasi menunjukkan suatu fakta presentasi permasalahan
ekonomi yang berhubungan dengan litigasi yang sedang berlangsung atau tertunda. Dalam
hal ini, seorang Akuntan forensik profesional menghitung kerugian yang diakibatkan pihak
yang terlibat dalam sengketa hukum dan dapat membantu dalam menyelesaikan sengketa,
bahkan sebelum mereka sampai di ruang persidangan. Jika sengketa sampai di ruang sidang,
akuntan forensik dapat memberi kesaksian sebagai saksi ahli. Investigasi adalah tindakan
untuk menentukan apakah peristiwa kejahatan seperti pencurian oleh pegawai, kejahatan
pasar modal (termasuk pemalsuan laporan keuangan), mengidentifikasi pencurian,
kecurangan asuransi atau korupsi dapat terjadi. Sebagai bagian dari pekerjaan akuntan
forensik, dia dapat merekomendasikan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko
kerugian di masa yang akan datang. Investigasi juga dapat dilaksanakan dalam persoalan
perdata. Akuntan forensik sering harus memberiikan bukti ahli dalam persidangan. Akuntan
forensik menginvestigasi segala sesuatu dari korupsi, kecurangan pajak, pelanggaran hak
cipta hingga fakta pengecekan untuk kasus perceraian. Akuntan forensik krusial terhadap
banyak kasus hukum yang dihadapi oleh publik dan organisasi swasta sekarang ini.
Akuntansi forensik juga melihat melewati angka dan mendapatkan substansi dari situasi. Itu
melebihi dari akuntansi biasa, dan melebihi pekerjaan detektif dasar.
Menurut Tuanakota cara lain melihat akuntansi forensik adalah dengan menggunakan
istilah yang disebut sebagai segitiga akuntansi forensik. Konsep yang digunakan dalam
segitiga akuntansi forensik ini adalah konsep hukum yang paling penting dalam menetapkan
ada atau tidaknya kerugian, dan kalau ada bagaimana konsep perhitungannya.
Perbuatan Melawan Hukum
Kerugian HubunganKausalitas
Kerugian adalah titik pertama dalam segitiga akuntansi forensik dan titik keduanya
adalah perbuatan melawan hukum. Tanpa perbuatan melawan hukum tidak ada yang apat
dituntut untuk mengganti kerugian. Kemudian titik ketiganya adalah adanya keterkaitan
antara kerugian dan perbuatan melawan hukum atau ada hubungan kausalitas antara kerugian
dan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas adalah
ranahnya para ahli dan praktisi hukum dalam menghitung besarnya kerugian dan
mengumpulkan barang bukti. Jadi, Segitiga Akuntansi Forensik juga merupakan model yang
mengaitkan disiplin hukum, akuntansi dan auditing.
Bologna dan Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik dalam Tuanakotta (2010)
menekankan beberapa istilah dalam perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud auditing, forensik
accounting investigative support, dan valuation analysis. Litigation support merupakan
istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan ligitasi. Akuntansi forensik
dimulai sesudah ditemukan indikasi awal adanya fraud. Audit investigasi merupakan bagian
awal dari akuntasi forensik. Adapun valuation analysis berhubungan dengan akuntansi atau
unsur perhitungan. Misalnya dalam menghitung kerugian negara karena tindakan korupsi.
2. Praktik di Sektor Pemerintahan
Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada akuntansi
forensik pada sektor swasta. Secara umum akuntansi forensik pada kedua sektor tidak
berbeda, hanya terdapat perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntansi
forensik terbagi-bagi pada berbagai lembaga seperti lembaga pemeriksaan keuangan negara,
lembaga pengawasan internal pemerintahan, lembaga pengadilan, dan berbagai lembaga
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berfungsi sebagai pressure group.
Pembuktian Dapat melibatkan instansi lain di Bukti intern, dengan hasil bukti
luar lembaga yg bersangkutan ekstern yang terbatas
Fraud adalah sebuah perbuatan kecurangan yang melanggar hukum (illegal-acts) yang
dilakukan secara sengaja dan sifatnya dapat merugikan pihak lain. Fraud atau yang sering
dikenal dengan istilah kecurangan merupakan hal yang sekarang banyak dibicarakan di
Indonesia. Pengertian fraud itu sendiri merupakan penipuan yang sengaja dilakukan, yang
menimbulkan kerugian pihak lain dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan dan
atau kelompoknya (Sukanto, 2009). Sementara Albrecht (2003) mendefinisikan fraud sebagai
representasi tentang fakta material yang palsu dan sengaja atau ceroboh sehingga diyakini
dan ditindaklanjuti oleh korban dan kerusakan korban. Dalam bahasa aslinya fraud meliputi
berbagai tindakan melawan hukum.
Adapun menurut the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud adalah:
Perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan
tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-
orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pibadi ataupun
kelompok secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. Dengan demikian fraud
adalah mencangkup segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh
seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain, dengan saran yang salah atau
pemaksaan kebenaran, dan mencangkup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat atau
tersembunyi, dan setiap cara yang tidak wajar yang menyebabkan orang lain tertipu atau
menderita kerugian.
Ada 3 hal yang mendorongterjadinyasebuahupaya fraud, yaitu pressure (dorongan),
opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi).
1. Pressure
Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, contohnya
hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll.
Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah
finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan.
2. Opportunity
3. Rationalization
Korupsi (Corruption).
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya
pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia.Menurut ACFE,
korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap
(bribery), pemberian ilegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion),
yaitu:
3) Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain
seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-
negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata
kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering
kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan
(simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik
kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal
(illegal gratuities) dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).
Pemicu perbuatan fraud pada umumnya merupakan gabungan dari motivasi dan kesempatan.
Motivasi dan kesempatan saling berhubungan. Semakin besar kebutuhan ekonomi seseorang
yang bekerja di suatu organisasi yang pengendaliannya internnya lemah, maka semakin kuat
motivasinya untuk melakukan fraud. Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk
melakukan fraud, yang sering disebut teori GONE (Pusdiklatwas BPKP) yaitu sebagai
berikut:
1) Greed (keserakahan)
2) Opportunity (kesempatan)
3) Need (kebutuhan)
4) Expossure (pengungkapan)
Faktor greed dan need merupakan faktor yang berhubungan dengan pelaku fraud atau disebut
faktor individu. Adapun faktor opportunity dan exposure merupakan faktor yang
berhubungan dengan organisasi sebagai korban.
a. Faktor Generic
Faktor generik yang meliputi opportunity (kesempatan) dan exposure (pengungkapan)
merupakan faktor yang berada pada pengendalian organisasi. Pada umumnya kesempatan
melakukan fraud selalu ada pada setiap kedudukan, hanya saja adanya kesempatan besar
maupun kecil tergantung kedudukan pelaku menempati kedudukan pada manajemen atau
pegawai biasa.
b. Faktor Individu
Faktor individu yang meliputi greed (keserakahan) dan need (kebutuhan) merupakan faktor
yang ada pada diri masing-masing individu, dengan arti berada diluar pengendalian
organisasi. Faktor ini terdiri atas dua unsur yaitu:
(1) Greed factor, yaitu moral yang meliputi karakter, kejujuran dan integritas yang
berhubungan dengan keserakahan.
(2) Need factor, yaitu motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan seperti terlilit hutang
atau bergaya hidup mewah.
9. FRAUD EXAMINITION
Cara pencegahan fraud dapat dilakukan dengan cara (Amrizal, 2004) yaitu sebagai
berikut:
a. Membangun struktur pengendalian yang baik
Dalam memperkuat pengendalian intern di perusahaan, COSO (The Committee of Sponsoring
Organizations of The Treadway Commission) pada bulan September 1992 memperkenalkan
suatu rerangka pengendalian yang lebih luas daripada model pengendalian akuntansi yang
tradisional dan mencakup manajemen risiko, yaitu pengendalian intern terdiri atas 5 (lima)
komponen yang saling terkait yaitu:
1) Lingkungan pengendalian (control environment)
2) Penaksiran risiko (risk assessment) Standar Pengendalian (control activities)
3) Informasi dan komunikasi (information and communication)
4) Pemantauan (monitoring)
Fraudulent statement atau financial statement fraud itu sendiri didefinisikan berbeda-
beda. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mendefinisikan financial statement
fraud sebagai “Salah saji atau pengabaian atas fakta-fakta yang material yang disengaja,
atau data akuntansi yang menyesatkan, dan ketika mempertimbangkan dengan semua
informasi yang tersedia, akan menyebabkan pembaca laporan mengganti atau mengubah
penilaian atau keputusannya.” Sedangkan The Treadway Commission mendefiniskan sebagai
“melakukan tindakan secara sengaja atau ceroboh, apakah (oleh) perbuatan atau kelalaian,
yang menghasilkan materi laporan keuangan yang menyesatkan”.
Dengan melihat pelakunya maka disimpulkan bahwa kejahatan akuntansi ini masuk
dalam kategori kejahatan kerah putih. Hal ini sejalan dengan pendapat Edwin H. Sutherland
yang menyatakan bahwa white collar crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang-
orang terhormat dan status sosial tinggi dalam kaitannya dengan okupasinya. Menurut
Muladi, kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat ini biasanya dilakukan tanpa
kekerasan tetapi selalu disertai dengan kecurangan, penyesatan, penyembunyian dari
kenyataan, akal-akalan, manipulasi, atau pengelakan terhadap peraturan..
Dalam kaitannya dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia, Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang yang terkait menyebutkan beberapa
pasal yang terkait dengan kejahatan akuntansi, diantaranya adalah:
Berkaitan dengan manajemen laba ilegal, dapat dikenakan pasal 390 KUHP yaitu
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang- barang
dagangan, dana-dana atau surat-surat berharga menjadi turun atau naik diancam dengan
pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan”.
Berkaitan dengan pemberian opini auditor yang menyesatkan, dapat dikenakan pasal
416 KUHP yaitu “Seorang pejabat atau orang lain yang diheri tugas menjalankan suatu
jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang sengaja membuat secara
palsu atau memalsu buku buku-buku daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan
administrasi, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Berkaitan dengan kejahatan perbankan yang merupakan kategori penggelapan, dapat
dikenakan pasal 372 KUHP yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum
memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi
yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan
pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus
rupiah”.
Berkaitan dengan kejahatan akuntansi di pasar modal yang berupa manipulasi pasar,
dapat dikenakan pasal 91 Undang-undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yaitu:
”Setiap pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan
tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan
perdagangan, keadaan pasar atau harga efek di Bursa Efek.
SIMPULAN
Tuanakotta, 2010, Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Salemba Empat, Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi
Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Sukanto, Eman. 2009. Perbandingan persepsi auditor internal, akuntan publik, dan auditor
pemerintah terhadap penugasan fraud audit dan profil fraud auditor. Fokus Ekonomi:
Vol. 4 No. 1 Juni 2009
Amrizal, CFE, 2004, Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan oleh Internal Auditor,
Jakarta.