Anda di halaman 1dari 56

PENGUNGKAPAN TRIPLE BOTTOM LINE

DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI:


STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN
DI INDONESIA

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan


Seminar Proposal

OLEH :
MUAMMAR PRAWIRA SIREGAR
NIM : 7123220042

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2016

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PENGUNGKAPAN TRIPLE BOTTOM LINE:
STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN
DI INDONESIA

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan


Seminar Proposal

OLEH :
MUAMMAR PRAWIRA SIREGAR
NIM : 7123220042

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2016

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................

1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................

1.2 Identifikasi Masalah ........................................................................

1.3 Pembatasan Masalah .......................................................................

1.4 Rumusan Masalah ...........................................................................

1.5 Tujuan Penelitian .............................................................................

1.6 Manfaat Penelitian ...........................................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 10


2.1 Kerangka Teoritis ............................................................................ 10
2.1.1 Teori Stakeholder .................................................................. 10
2.1.2 Pengungkapan Triple Bottom Line........................................ 11
2.1.3 Ukuran Perusahaan ............................................................... 13
2.1.4 Jenis Industri ......................................................................... 13
2.1.5 Status Kepemilikan ............................................................... 14
2.1.6 Negara Asal Perusahaan........................................................ 15
2.1.7 Reputasi Auditor ................................................................... 16
2.1.8 Dewan Komisaris Independen .............................................. 17
2.1.9 Umur Perusahaan .................................................................. 18
2.1.10 Leverage ................................................................................ 18
2.1.11 Likuiditas .............................................................................. 19
2.1.12 Profitabilitas .......................................................................... 20

2.1.13 Penelitian Terdahulu ............................................................. 21


2.2 Kerangka Berpikir ........................................................................... 24
2.3 Hipotesis .......................................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 28
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 28
3.2 Populasi dan Sampel........................................................................ 28
3.3 Variabel Operasional dan Definisi Operasional .............................. 29
3.3.1 Variabel Terikat (Dependen) ................................................ 29
3.3.2 Variabel Bebas (Independen) ................................................ 30
3.3.2.1 Ukuran Perusahaan .................................................. 30
3.3.2.2 Jenis Industri ............................................................ 31
3.3.2.3 Status Kepemilikan .................................................. 31
3.3.2.4 Negara Asal Perusahaan .......................................... 32
3.3.2.5 Reputasi Auditor...................................................... 32
3.3.2.6 Dewan Komisaris Independen ................................. 32
3.3.2.7 Umur Perusahaan..................................................... 33
3.3.2.8 Leverage .................................................................. 33
3.3.2.9 Likuiditas ................................................................. 34
3.3.2.10 Profitabilitas ............................................................ 34
3.4 Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 36
3.5 Teknik Analisis Data ....................................................................... 36
3.5.1 Analisis Deskriptif ................................................................ 36
3.5.2 Analisis Regresi Linier Berganda ......................................... 37

3.5.3 Uji Asumsi Klasik ................................................................. 38


3.5.3.1 Uji Normalitas ......................................................... 38
3.5.3.2 Uji Multikolinearitas ............................................... 38
3.5.3.3 Uji Heterokedastisitas .............................................. 39
3.5.4

Pengujian Hipotesis .............................................................. 39


3.5.4.1 Uji Determinasi (R2) ................................................ 39
3.5.4.2 Uji Statistik F........................................................... 40
3.5.4.3 Uji Statistik t (t-test) ................................................ 40

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah


Dalam mempertahankan keberlangsungan suatu perusahaan tidak cukup

hanya dengan mengejar profit saja, ini dibuktikan dengan adanya fenomenafenomena di sekitar kita seperti penghentian pembelian minyak kelapa sawit yang
diproduksi oleh Grup Sinar Mas oleh Burger King, Unilever, Nestle dan Kraft
Foods karena diindikasikan adanya perusakan hutan tropis yang membahayakan
kehidupan satwa, begitu juga dengan fenomena bunuh dirinya delapan pegawai di
pabrik FoxCoon China, bahkan pembakaran hutan oleh perusahaan di sumatera dan
kalimantan akhir-akhir ini, dan banyak fenomena lainnya. Ini mengimplikasikan
bahwa apabila perusahaan terfokus pada kesehatan keuangan saja, maka tidak akan
menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan. Keberlanjutan perusahaan
akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi terkait lainnya, termasuk
dimensi sosial lingkungan (Failasufa dan Permatasari, 2014).
Oleh karena itu, perusahaan kini tidak cukup dengan hanya memperhatikan
kepentingan shareholder tetapi juga harus memperhatikan kepentingan stakeholder,
sehingga pengungkapan informasi pada perusahaan tidak hanya dengan informasi
keuangan perusahaan saja, tetapi juga mengungkapkan informasi tentang tanggung
jawab perusahaan terhadap sosial (social) dan lingkungan (environment). Tanggung
jawab perusahaan ini telah kita kenal sebagai CSR (Corporate Social
Responsibility), dan menurut John Elkington bahwa konsep CSR ini berasal dari

pemikiran konsep Triple Bottom Line yang menyatakan bahwa perusahaan dapat
sustainable jika menjalankan konsep TBL ini. (Ronald Jeurissen, 2000)

Triple Bottom Line memiliki konsep pembangunan Profit, People, dan


Planet. Profit berarti keuntungan yang akan diperoleh perusahaan, People berarti
tanggung jawab dengan sosial, dan Planet berarti tanggung jawab terhadap
lingkungan, sehingga dengan terpenuhinya tanggung jawab sosial dan lingkungan
akan lebih memudahkan tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Sebab
sumber-sumber produksi yang sangat penting bagi aktivitas perusahaan dapat lebih
terjaga. Dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan, perusahaan tidak lagi
dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line (SBL),
yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi ekonomi
(financial) saja. Tapi lebih berpijak pada triple bottom lines (TBL) yaitu ekonomi,
sosial dan lingkungan. (Aulia dan Kartawijaya, 2011).
Dalam menganalisa pengungkapan triple bottom line ini, peneliti
menggunakan item pengungkapan yang sesuai dengan penelitian Jennifer Ho dan
Taylor (2007) yang terdiri dari item pengungkapan untuk ekonomi, sosial dan
lingkungan yang terdapat pada laporan keuangan perusahaan, website ataupun
laporan terpisah lainnya, dengan maksud untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pengungkapan TBL tersebut.
Beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan pengungkapan triple
bottom line ini, seperti penelitian Aulia dan Kartawijaya (2011) pada perusahaan
Indonesia dan Jepang dengan hasil bahwa variabel ukuran perusahaan, likuiditas,
dan jenis industri berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan TBL, sementara

leverage, kepemilikan asing, corporate governance, dan negara tidak berpengaruh


signifikan.
Penelitian Suttipun (2012) pada perusahaan Thailand dengan hasil adanya
hubungan antara variabel umur perusahaan, jenis bisnis, likuiditas, ukuran, leverage,
dan profitabilitas terhadap pengungkapan triple bottom line. sedangkan jenis
industri, status kepemilikan, negara asal perusahaan (country of origin of company)
dan reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap pengungkapan triple bottom line.
Penelitian Nugroho (2013) pada perusahaan Indonesia dengan hasil variabel
leverage, jenis industri, ukuran dewan komisaris, dan komite audit yang
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan triple bottom line oleh perusahaan,
sementara profitabilitas, liquiditas, kepemilikan institusional, kepemilikan
manajemen, dan kepemilikan asing tidak berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan triple bottom line oleh perusahaan.
Penelitian Yanti (2014) yang meneliti pengungkapan triple bottom line pada
negara Indonesia dan Singapura dengan hasil bahwa profitabilitas, kepemilikan
asing, dan karakteristik negara berpengaruh signifikan pada pengungkapan triple
bottom line pada perusahaan Indonesia dan Singapura, sedangkan variabel leverage
dan likuiditas dalam penelitian ini tidak berpengaruh pada pengungkapan triple
bottom line.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi triple bottom line dalam
penelitian ini mengacu pada penelitian Suttipun (2012) yaitu ukuran perusahaan,
jenis industri, status kepemilikan, reputasi auditor, jenis bisnis, negara asal
perusahaan, umur perusahaan, leverage, likuiditas, dan profitabilitas. Alasan

peneliti menggunakan faktor pada penelitian Muttanachai Suttipun dikarenakan


masih jarangnya penelitian tentang triple bottom line di indonesia dengan
menggunakan faktor-faktor tersebut.
Perbedaan penelitian ini terletak pada variabel jenis bisnis. Variabel jenis
bisnis ini dinilai berdasarkan usaha yang bersifat keluarga dan non keluarga (family
businesses and non-family businesses). Pada penelitian ini tidak menggunakan
variabel tersebut dikarenakan berdasarkan survei yang dilakukan PwC tahun 2014
bahwa lebih dari 95% bisnis di Indonesia adalah dimiliki keluarga, sehingga
menurut peneliti, variabel ini tidak sesuai dilakukan di Indonesia sebagai variabel
independen.
Selanjutnya, peneliti menambahkan variabel independen yaitu dewan
komisaris independen. Aulia (2011) menyatakan bahwa masyarakat menganggap
dan menilai tinggi suatu perusahaan jika memiliki independen direktur yang
seimbang atau banyak dalam dewan perusahaan, karena kondisi seperti ini
menandakan lebih efektifnya pengawasan dalam aktivitas managemen perusahaan.
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan besar berdasarkan
market capitalization yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014,
karena pada dasarnya dalam negara berkembang, perusahaan dan stakeholders
saling membutuhkan dikarenakan dengan adanya perusahaan-perusahaan besar
yang dapat membuat ekonomi menjadi lebih maju, serta masyarakat yang ada
disekitar area perusahaan menjadi sejahtera akibat adanya peluang kerja.
Penelitian ini ditujukan untuk menguji secara empiris mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi pengungkapan triple bottom line, dan mendorong

penelitian mengenai triple bottom line sehingga dapat mendukung perkembangannya


di Indonesia serta membantu mengoptimalkan tanggung jawab perusahaan ke sosial
dan lingkungannya.

1.2

Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah yang akan

diidentifikasi adalah sebagai berikut :


1. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pengungkapan triple
bottom line ?
2. Apakah ukuran perusahaan, jenis industri, status kepemilikan, negara
asal perusahaan, reputasi auditor, dewan komisaris independen, umur
perusahaan, leverage, likuiditas, dan profitabilitas berpengaruh pada
pengungkapan triple bottom line ?

1.3

Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini tujuannya adalah untuk

membatasi cakupan penelitian dikarenakan keterbatasan penulis. Adapun batasan


masalah dari penelitian ini adalah untuk melihat dan menguji apakah faktor-faktor
ukuran perusahaan, jenis industri, status kepemilikan, negara asal perusahaan,
reputasi auditor, dewan komisaris independen, umur perusahaan, leverage,
likuiditas, dan profitabilitas terhadap pengungkapan triple bottom line yang
terdapat pada laporan keuangan, website, ataupun laporan terpisah lainnya yang
dikeluarkan perusahaan di Indonesia pada tahun 2014.

1.4

Rumusan Masalah
Berdasarkan pengindentifikasian masalah diatas, maka rumusan masalah

yang diambil adalah sebagai berikut :


1. Apakah ada pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan triple
bottom line?
2. Apakah ada pengaruh jenis industri terhadap pengungkapan triple
bottom line?
3. Apakah ada pengaruh status kepemilikan terhadap pengungkapan triple
bottom line?
4. Apakah ada pengaruh negara asal perusahaan terhadap pengungkapan
triple bottom line?
5. Apakah ada pengaruh reputasi auditor terhadap pengungkapan triple
bottom line?
6. Apakah ada pengaruh dewan komisaris independen terhadap
pengungkapan triple bottom line?
7. Apakah ada pengaruh umur perusahaan terhadap pengungkapan triple
bottom line?
8. Apakah ada pengaruh leverage terhadap pengungkapan triple bottom
line?
9. Apakah ada pengaruh likuiditas terhadap pengungkapan triple bottom
line?

10. Apakah ada pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan triple


bottom line?
11. Apakah ada pengaruh ukuran perusahaan, jenis industri, status
kepemilikan, negara asal perusahaan, reputasi auditor, dewan komisaris
independen, umur perusahaan, leverage, likuiditas, dan profitabilitas
terhadap pengungkapan triple bottom line?

1.5

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan
triple bottom line.
2. Untuk mengetahui pengaruh jenis industri terhadap pengungkapan
triple bottom line.
3. Untuk mengetahui pengaruh status kepemilikan terhadap pengungkapan
triple bottom line.
4. Untuk mengetahui pengaruh negara asal perusahaan terhadap
pengungkapan triple bottom line.
5. Untuk mengetahui pengaruh reputasi auditor terhadap pengungkapan
triple bottom line.
6. Untuk mengetahui pengaruh dewan komisaris independen terhadap
pengungkapan triple bottom line.

7. Untuk mengetahui pengaruh usia perusahaan terhadap pengungkapan


triple bottom line.
8. Untuk mengetahui pengaruh leverage terhadap pengungkapan triple
bottom line.
9. Untuk mengetahui pengaruh likuiditas terhadap pengungkapan triple
bottom line.
10. Untuk mengetahui pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan triple
bottom line.
11. Untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan, jenis industri, status
kepemilikan, negara asal perusahaan, reputasi auditor, dewan komisaris
independen, umur perusahaan, leverage, likuiditas, dan profitabilitas
terhadap pengungkapan triple bottom line?

1.6

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Penulis.
Untuk

menambah

pengetahuan

mengenai

faktor-faktor

yang

mempengaruhi pengungkapan triple bottom line pada perusahaanperusahaan besar di Indonesia dan dapat memberikan informasi dan
referensi tambahan dengan topik sejenis.
2. Bagi Universitas Negeri Medan dan Para Akademis.

Untuk menambah literatur tentang faktor-faktor yang mempengaruhi


triple bottom line dan dapat memacu penelitian yang lebih baik
mengenai pengungkapan triple bottom line.
3. Bagi Masyarakat atau Investor.
Sebagai referensi untuk pengambilan keputusan dalam berinvestasi
pada perusahan-perusahaan besar.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1

Kerangka Teoritis

2.1.1

Teori Stakeholder
Stakeholder menurut Freeman (Thomas Pedersen, 2004) didefinisikan

sebagai those who can affect or are affected by the achievement or the companys
objectives. Para stakeholder yang dimaksud antara lain adalah masyarakat,
karyawan,

pemerintah,

supplier,

pasar

modal,

dan

lain-lain.

Hal

ini

mengindikasikan bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan akan
berpengaruh kepada stakeholder dan apa yang dilakukan oleh stakeholder dapat
mempengaruhi tujuan perusahaan tersebut.
Teori stakeholder ini merupakan teori yang didasarkan pada pemikiran atas
harapan dari stakeholder kepada perusahaan untuk bertanggung jawab pada sosial
dan lingkungannya. Deegan menyatakan bahwa teori stakeholder menekankan
akuntabilitas organisasi jauh melebihi kinerja keuangan atau ekonomi sederhana
Hutahaean (2014). Teori ini menyatakan bahwa organisasi akan memilih secara
sukarela untuk mengungkapkan informasi mengenai informasi lingkungan, sosial
dan intelektual mereka, melebihi dan di atas permintaan wajibnya, untuk memenuhi
ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder.
Gray, et al. (1994) dalam Ghozali dan Chariri (2007) menyatakan bahwa:
Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder
dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah
untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerful stakeholder, makin

10

11

besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap


sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholder-nya.

Oleh karena itu perusahaan akan berusaha agar para stakeholder tetap
menaruh harapan kepercayaan terhadap perusahaan. Oleh karena itu, dalam
memenuhi

harapan

tersebut

perusahaan

dapat

melakukannya

melalui

pengungkapan triple bottom line dalam bentuk tanggung jawab kepada para
stakeholder agar tetap sustainable.

2.1.2

Pengungkapan Triple Bottom Line


Triple Bottom Line (TBL) pertama kali diperkenalkan oleh Elkington pada

tahun 1994. Dalam bukunya yang berjudul Cannibals with Forks, Elkington
menjelaskan TBL sebagai economic prosperity, environmental quality, dan social
justice (Felisia, 2014). TBL/3BL kini telah menjadi semakin populer dalam
manajemen, konsultasi, investasi, dan lingkaran LSM selama beberapa akhir tahun
ini. Ide di balik paradigma 3BL ini adalah keberhasilan atau kesuksesan tertinggi
suatu entitas tidak hanya diukur dengan pendekatan keuangan tradisional sebagai
bottom line, tetapi juga oleh kinerja sosial/etika dan lingkungan (Norman and
MacDonald, 2003).
Menurut Andrew Savitz (Slaper dan Hall, 2011) menyatakan bahwa TBL
sebagai berikut:
captures the essence of sustainability by measuring the impact of an
organizations activities on the world ... including both its profitability and
shareholder values and its social, human and environmental capital.

12

Pada penelitian Zu (2009) dalam Aulia (2011) menjabarkan keterkaitan


antara dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan sebagai konsep sebagai berikut .
Gambar 2.1
Konsep Triple Bottom Line

Gambar 2.1 di atas menunjukkan komponen utama dalam triple bottom line
yaitu economic, social, environment saling berkaitan agar dapat menciptakan
sustainable.
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa triple bottom line
adalah suatu konsep dimana dalam membuat suatu perusahaan itu agar
sustainability maka perusahaan itu tidak cukup hanya dengan memperhatikan
keuangan atau ekonomi saja, tetapi juga memperhatikan sosial dan lingkungannya
dikarenakan perusahaan memiliki berbagai kewajiban kepada para stakeholder. Hal
ini juga membuat bahwa perusahaan tidak bisa sukses dalam jangka panjang jika
mereka terus mengabaikan kepentingan para stakeholder. Oleh karena itu
sebaiknya perusahaan melakukan pengungkapan triple bottom line pada laporan
tahunan perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab ke para stakeholder.

13

2.1.3

Ukuran Perusahaan
Pada umumnya perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih

banyak daripada perusahaan kecil. Dalam teori stakeholder pengungkapan yang


lebih banyak itu dikarenakan mereka memiliki stakeholder yang lebih banyak
daripada perusahaan kecil (Cowen, Ferreri, & Parker, 1987). Pengungkapan ini
dilakukan untuk membuat stakeholder tetap menaruh harapan pada perusahaan,
pengungkapan itu berupa informasi tentang tanggung jawab ke sosial dan
lingkungan.
Berbagai penelitian menunjukkan hasil yang beragam tentang pengaruh
ukuran perusahaan terhadap pengungkapan infromasi sosial dan lingkungan. Salah
satunya adalah penelitian Ho & Taylor (2007) menemukan adanya hubungan
antara ukuran perusahaan terhadap pengungkapan informasi sosial dan lingkungan.
Sari (2013) tidak menemukan adanya hubungan antara ukuran perusahaan terhadap
pengungkapan informasi sosial dan lingkungan.

2.1.4

Jenis Industri
Perusahaan dapat dibedakan pada beberapa kriteria. Pada umumnya

perusahaan dapat dibagi menjadi perusahaan dengan high profile atau low profile.
Perusahaan dengan kategori high profile umumnya merupakan perusahaan yang
mendapatkan sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasi perusahaan memiliki
potensi dan kemungkinan berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas. Oleh
karena

itu,

industri

high

profile

diyakini

melakukan

pengungkapan

pertanggungjawaban sosial dan lingkungan yang lebih banyak daripada industri

14

yang low profile, hal ini digambarkan oleh Dierkes & Preston (dalam Hackston dan
Milne, 1996) yaitu:
... companies whose economic activities modify to environment, such
as extractive industries, are more likely to disclose information about
their environmental impacts than in other industries.

Pada penelitian ini, perusahaan yang dikategorikan sebagai high profile


antara lain perusahaan perminyakan dan pertambangan, kimia, hutan, kertas,
otomotif, agrobisnis, tembakau dan rokok, makanan dan minuman, media dan
komunikasi, kesehatan, transportasi, dan pariwisata. Sedangkan kategori low
profile meliputi bidang bangunan, keuangan dan perbankan, suplier peralatan medis,
retailer, tekstil dan produk tekstil, produk personal, dan produk rumah tangga
(Sembiring, 2005).
Pada penelitian terdahulu (Ho & Taylor, 2007; Aulia & Kartawijaya, 2011)
menemukan bahwa adanya hubugan jenis industri dengan pengungkapan TBL pada
beberapa negara dan pada penelitian ini akan meneliti apakah adanya hubungan
antara jenis industri dengan pengungkapan TBL pada perusahaan di Indonesia.

2.1.5

Status Kepemilikan
Pada penelitian ini, perusahaan dibagikan ke dalam 2 status kepemilikan,

yaitu perusahaan milik negara ataupun perusahaan milik swasta. Kateogri


perusahaan ini dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan
Usaha Milik Swasta (BUMS). Sehubungan dengan informasi TBL, pemerintah dan
perusahaan swasta mungkin berbeda dalam kuantitas dan kualitas keterbukaan
mereka (Suttipun, 2012).

15

Pada penelitian (Tagesson et al, 2009). Perusahaan milik negara


mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan lebih banyak dari swasta
dikarenakan adanya tekanan dari negara sebagai pemilik, dan dari media massa
untuk memenuhi harapan masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini akan meneliti
apakah adanya hubungan antara status kepemilikan dengan pengungkapan TBL
pada perusahaan di Indonesia.

2.1.6

Negara Asal Perusahaan


Negara Asal (country of origin) secara umum dianggap sebagai bagian dari

menkarakteristik ekstrinsik produk. Asal negara menunjukkan tempat negara


sebuah perusahaan atau negara yang konsumen simpulan dari nama merek produk
(Fitriyah dan Iriani, 2014). Dalam variabel ini negara asal perusahaan menunjukkan
tempat negara sebuah perusahaan atau negara yang konsumen simpulan dari nama
perusahaan.
Kotler dan Keller (2009: 338) dalam (Fitriyah dan Iriani, 2014).
menyebutkan bahwa negara asal membentuk sebuah persepsi, yaitu persepsi negara
asal. Persepsi negara asal adalah asosiasi dan kepercayaan mental yang dipicu oleh
sebuah negara. Negara asal merupakan indikator terhadap kualitas dan
mempengaruhi proses evaluasi produk secara keseluruhan. Oleh karena itu, hal ini
memungkinkan para stakeholder untuk lebih percaya ke perusahaan dengan melihat
asal negara perusahaan tersebut.
Negara asal perusahaan hampir serupa dengan status kepemilikan, pada
variabel ini dibagi dengan 2 jenis yaitu international dan domestic companies

16

(Suttipun, 2012). International companies adalah perusahaan yang berasal dari luar
negeri tapi berlokasi di Indonesia dan domestic comapnies adalah perusahaan yang
berasal dan berada di Indonesia.
Pada penelitian sebelumnya (Niskala & Pretes, 1995; Jahamani, 2003;
Stanwick & Stanwick, 2006) menemukan adanya kemungkinan hubungan antara
country of origin of the company dalam membuat pengungkapan dan banyaknya
infromasi terkait sosial dan lingkungan perusaaan (Suttipun, 2012). Terkait dengan
pengungkapan TBL, variabel ini sangat jarang sekali diuji untuk menganalisis
adanya hubungan tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini akan meneliti apakah
adanya hubungan antara negara asal perusahaan dengan pengungkapan TBL pada
perusahaan di Indonesia.

2.1.7

Reputasi Auditor
Para stakeholder dalam mengambil keputusan akan melihat bagaimana

pelaporan yang diungkapkan berdasarkan laporan yang telah dibuat oleh auditor
mengenai laporan keuangan suatu perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa auditor
memiliki peranan penting dalam laporan keuangan perusahaan (Antonia, 2008).
Menurut Chen et al (2009) auditor dengan reputasi baik seperti Big Four
juga cenderung untuk lebih memilih berhubungan dengan klien yang memiliki nilai
yang baik dalam komunitas bisnis, oleh karena itu auditor Big Four akan
mempengaruhi klien untuk bertindak sesuai dengan praktek terbaik (Andarini dan
Januarti, 2010). Praktek terbaik disini dapat berupa panduan kepada kliennya
mengenai pengungkapan informasi tanggung jawab perusahaan terhadap sosial dan

17

lingkungannya, sehingga membuat para stakeholder lebih percaya kepada


perusahaan dengan laporan keuangan perusahaan yang dapat dipercaya
dikarenakan telah di audit oleh auditor yang berafiliasi dengan Big Four. Oleh
karena itu, penelitian ini akan meneliti apakah adanya hubungan antara reputasi
auditor dengan pengungkapan TBL pada perusahaan di Indonesia.

2.1.8

Dewan Komisaris Independen


Menurut Mulyadi (2002) dewan komisaris adalah wakil shareholder dalam

perusahaan yang berbadan hukum perseroan terbatas yang berfungsi mengawasi


pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi) dan
bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggung
jawab mereka dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalian intern
perusahaan. Karena dewan komisaris berfungsi untuk mengawasi pengelolaan
perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen, maka dewan komisaris seharusnya
tidak ada hubungan afiliasi dengan perusahaan atau independen. Hal ini bertujuan
agar tidak terjadi kecurangan dalam pengawasan terhadap kinerja perusahaan demi
kelangsungan perusahaan tersebut (Sari, 2013).
Direktur non-eksekutif yang pada umumnya lebih independen terhadap
manajemen mungkin memiliki lebih banyak kekuatan untuk mendorong
manajemen mengungkapkan informasi secara sukarela seperti informasi
lingkungan kepada stakeholders. Hal ini akan membuat masyarakat akan menilai
lebih tinggi suatu perusahaan jika memiliki independen direktur yang seimbang
atau banyak dalam dewan perusahaan (Aulia dan Kartawijaya, 2011). Oleh karena

18

itu, pada penelitian ini akan meneliti apakah ada pengaruh dewan komisaris
independen terhadap pengungkapan TBL di Indonesia.

2.1.9

Umur Perusahaan
Umur perusahaan adalah lamanya suatu perusahaan berdiri, apakah

perusahaan telah lama atau baru berdiri. Umur perusahaan merupakan hal yang
dipertimbangkan investor dalam menanamkan modalnya, umur perusahaan
mencerminkan perusahaan tetap survive dan menjadi bukti bahwa perusahaan
mampu bersaing dan dapat mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam
perekonomian (Bestivano, 2013).
Teori Stakeholder mengimplikasikan bahwa perusahaan yang telah lama
berdiri menyediakanan informasi keuangan dan non-keuangan lebih banyak,
dikarenakan mereka memiliki stakeholder yang lebih daripada perusahaan yang
lebih mudah (Cowen, et al., 1987).
Mengenai hubungan umur perusahaan dengan pengungkapan TBL belum
diuji di Indonesia dan penelitian ini akan meneliti apakah ada terdapat hubungan
antara umur perusahaan dengan pengungkpan TBL di Indonesia.

2.1.10 Leverage
Leverage merupakan rasio untuk mengukur berapa aktiva yang harus
dibiayai oleh utang atau proporsi total utang terhadap rata-rata ekuitas pemegang
saham. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi mempunyai kewajiban
untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas dibanding perusahaan lainnya

19

dikarenakan para kreditor mereka yang merupakan salah satu dari stakeholder
perusahaan ingin mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya termasuk informasi
tantang sosial dan lingkungan (Schiper, 1981 dalam Suttipun, 2012).
Penelitian tentang hubungan leverage dengan tanggung jawab perusahaan
terahadap sosial dan lingkungannya di Indonesia sudah banyak dilakukan dan
menemukan beragam hasil penelitian pada beberapa tahun belakangan ini, hasil
penelitian tersebut berupa adanya hubungan antara leverage dan pengungkapan
infromasi tentang sosial dan lingkungan oleh perusahaan (Nugroho, 2013), dan ada
penelitian yang menemukan tidak adanya hubungan antara leverage dan
pengungkapan informasi tentang sosial dan lingkungan (Sari, 2013; Yanti, 2014).
Oleh karena itu, penelitian ini akan meneliti apakah ada terdapat hubungan leverage
dengan pengungkapan triple bottom line.

2.1.11 Likuiditas
Likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya kepada kreditur jangka pendek. Kreditur
jangka pendek lebih tertarik pada aliran kas perusahaan dana manajemen modal
kerja dibandingkan dengan besarnya profit yang diperoleh perusahaan. Jadi,
kreditur jangka pendek akan lebih memperhatikan perkembangan likuiditas
perusahaan. Perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas tinggi merupakan
gambaran keberhasilan perusahaan dalam membayar kewajiban-kewajiban jangka
pendeknya tepat waktu. Hal ini tentunya menunjukkan kemampuan perusahaan
yang kredibel sehingga menciptakan image positif dan kuat melekat pada

20

perusahaan. Image positif tersebut semakin memungkinkan pihak stakeholders


untuk selalu ada pada pihak perusahaan atau mendukung perusahaan tersebut
(Suryono dan Prastiwi, 2011).
Ho dan Taylor (2007) mengatakan bahwa likuiditas perusahaan adalah
faktor yang penting bagi pengungkapan yang dilakukan perusahaan terkait dengan
informasi keuangan dan informasi non-keuangan. karena investor, kreditor dan
pemangku kepentingan lainnya sangat memperhatikan status going concern
perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan dengan likuiditas yang tinggi akan
didorong untuk mengungkapkan infromasi keuangan dan non-keuangan pada
laporan tahunannya dibanding perusahaan dengan likuiditas yang rendah.
Penelitian ini akan meneliti apakah terdapat hubungan antara likuiditas dengan
pengungkapan TBL pada perusahaan di Indonesia.

2.1.12 Profitabilitas
Profitabilitas diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
atau profit dalam upaya meningkatkan nilai para pemegang saham perusahaan. Semakin
tinggi rasio profitabilitas, maka semakin tinggi pula informasi yang diberikan oleh manajer.
Hal ini dikarenakan perusahaan ingin tetap meberi harapan ke para stakeholder agar tetap
yakin kepada perusahaan. Para stakeholder tidak hanya menginginkan informasi apakah
pendapatan suatu perusahaan mengalami kenaikan atau penurunan. Akan tetapi, lebih dari
itu para pemegang saham membutuhkan informasi sejauh mana perusahaan dapat
menggunakan pendapatan yang dimiliki untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan,
baik dari internal maupun eksternal perusahaan. Berkaitan dengan informasi yang
dibutuhkan oleh para pemegang saham, salah satu kegiatan eksternal yang dilakukan

21

perusahaan adalah menyangkut dengan aktivitas sosial yang mampu dilakukan perusahaan
selama perusahaan tersebut beroperasi (Mutia et al, 2011).

Jati (dalam Suryono dan Prastiwi, 2011) menyatakan bahwa profitabilitas


akan mendorong tingkat kebebasan dan fleksibilitas yang diberikan kepada
manajemen untuk melakukan dan mengungkapkan tanggung jawab sosial secara
luas kepada para stakeholder, sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas maka akan
semakin tinggi pula luas pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan. Oleh
karena itu,

maka

penelitian ini akan meneliti apakah terdapat hubungan antara

profitabilitas dengan pengungkapan TBL pada perusahaan di Indonesia.

2.1.13 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu yang terkait dengan faktor-faktor dalam penelitian ini
antara lain adalah :
1. Jennifer Ho dan Taylor (2007) tentang pengungkapan triple bottom line
pada negara Amerika dan Jepang dengan variabel independen yaitu size,
profitabilitas, likuiditas, dan keanggotaan industri. Hasilnya tingkat
pelaporan yang ditunjukkan oleh perusahaan yang besar, profitabilitas,
likuiditas dan keanggotaan industri manufaktur yang rendah. Pengungkapan
triple bottom line lebih tinggi di Jepang daripada Amerika.
2. Indah Dewi Utami (2009) yang melakukan penelitian pada perusahaan
property dan real estate yang terdaftar di BEI. Dengan faktor-faktor atau
variabel independennya antar lain ukuran perusahaan, ukuran dewan
komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan asing, umur perusahaan.
Penelitian ini menyatakan bahwa ternyata ukuran perusahaan, dewan

22

komisaris, kepemilikan instusional, umur perusahaan berpengaruh


signifikan terhadap pengungkapan CSR. Hanya kepemilikan asing yang tak
berpengaruh terhadap pengungkapan CSR terhadap perusahaan real estate
dan property di Indonesia.
3. Sandra Aulia dan Idris Kartawijaya (2011) yang melakukan penelitian
pengungkapan triple bottom line pada negara Indonesia dan Jepang dengan
menggunakan variabel ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas,
likuiditas, kepemilikan asing, corporate governance, jenis industri, dan
negara. Hasil penelitian ini adalah hanya ukuran perusahaan, likuiditas dan
jenis industri yang secara signifikan mempengaruhi pengungkapan triple
bottom line.
4. Muttanachai Suttipun (2012) yang melakukan penelitian pengungkapan
triple bottom line pada negara Thailand dengan menggunakan variabel
ukuran perusahaan, jenis industri, status kepemilikan, asal negara
perusahaan, reputasi auditor, jenis bisnis, umur, leverage, likuiditas, dan
profitabilitas. Hasil penelitian ini adalah adanya hubungan antara variabel
umur perusahaan, jenis bisnis, likuiditas, ukuran, leverage, dan
profitabilitas terhadap pengungkapan triple bottom line. Sedangkan jenis
industri, status kepemilikan, negara asal perusahaan dan reputasi auditor
tidak berpengaruh terhadap pengungkapan triple bottom line.
5. Adhy Nugroho (2013) yang melakukan analisis pengaruh karakteristik
perusahaan, struktur kepemilikan, dan good corporate governance terhadap
pengungkapan triple bottom line di Indonesia. Hasil penelitian

23

menunjukkan adanya hubungan signifikan antara leverage, jenis industri,


ukuran dewan komisaris, dan komite audit terhadap pengungkapan triple
bottom line. sementara profitabilitas, liquiditas, kepemilikan institusional,
kepemilikan manajemen, dan kepemilikan asing tidak berpengaruh
signifikan terhadap pengungkapan triple bottom line oleh perusahaan.
6. Fitri Yanti (2014) meneliti pengungkapan triple bottom line pada negara
Indonesia dan Singapura dengan variabel leverage, profitabilitas, likuiditas,
kepemilikan asing, dan karakteristik negara. Hasil menunjukkan bahwa
profitabilitas kepemilikan asing, dan karakteristik negara berpengaruh
signifikan pada pengungkapan triple bottom line pada perusahaan Indonesia
dan Singapura, sedangkan variabel leverage dan likuiditas dalam penelitian
ini tidak berpengaruh pada pengungkapan triple bottom line.
Ringkasan hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah
ini.
Tabel 2.1
Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
No
1.

2.

Peneliti
Variabel
(Tahun)
Penelitian
Jennifer Ho dan Size, profitabilitas,
Taylor (2007)
likuiditas, dan
keanggotaan
industri.

Indah Dewi
Utami (2009)

Ukuran perusahaan,
ukuran dewan
komisaris,
kepemilikan
institusional,

Hasil Penelitian
Tingkat pelaporan yang
ditunjukkan oleh perusahaan yang
besar, profitabilitas, likuiditas dan
keanggotaan industri manufaktur
yang rendah. Pengungkapan TBL
lebih tinggi di Jepang daripada
Amerika.
Hanya kepemilikan asing yang
tak berpengaruh terhadap
pengungkapan CSR terhadap
perusahaan real estate dan
property di Indonesia.

24

3.

Sandra Aulia
dan Idris
(2011)

4.

Muttanachai
Suttipun
(2012)

5.

Adhy Nugroho
(2013)

6.

Fitri Yanti
(2014)

2.2

kepemilikan asing,
umur perusahaan.
Ukuran perusahaan,
leverage,
profitabilitas,
likuiditas,
kepemilikan asing,
corporate
governance, jenis
industri, dan
negara.
Ukuran perusahaan,
jenis industri, status
kepemilikan, asal
negara perusahaan,
reputasi auditor,
jenis bisnis, umur,
leverage, likuiditas,
dan profitabilitas.
Leverage,
profitabilitas,
likuiditas,
kepemilikan asing,
kepemilikan
manajemen,
kepemilikan
institusional, jenis
industri, ukuran
dewan komisaris,
ukuran komite
audit.
Leverage,
profitabilitas,
likuiditas,
kepemilikan asing,
dan karakteristik
negara.

Hanya ukuran perusahaan,


likuiditas dan jenis industri yang
secara signifikan mempengaruhi
pengungkapan triple bottom line.

Adanya hubungan antara variabel


umur perusahaan, jenis bisnis,
likuiditas, ukuran, leverage, dan
profitabilitas terhadap
pengungkapan triple bottom line.

Adanya hubungan signifikan


antara leverage, jenis industri,
ukuran dewan komisaris, dan
komite audit terhadap
pengungkapan triple bottom line.

Bahwa profitabilitas kepemilikan


asing, dan karakteristik negara
berpengaruh signifikan pada
pengungkapan triple bottom line
pada perusahaan Indonesia dan
Singapura

Kerangka Berpikir
Berdasarkan anaisis dalam kajian teoritis diatas mengenai faktor-faktor

yang memengaruhi pengungkapan triple bottom line, yaitu ukuran perusahaan, jenis
industri, status kepemilikan, negara asal perusahaan, reputasi auditor, dewan

25

komisaris independen, umur perusahaan, leverage, likuiditas, dan profitabilitas.


Maka dapat digambarkan skema kerangka berpikir sebagai berikut:

Gambar 2.2
Model Kerangka Berpikir
Ukuran Perusahaan
(X1)
Jenis Industri
(X2)
Status Kepemilkan
(X3)
Negara Asal
Perusahaan (X4)
Reputasi Auditor
(X5)
Dewan Komisaris
Independen (X6)
Umur Perusahaan
(X7)
Leverage
(X8)
Likuiditas
(X9)
Profitabilitas
(X10)

Pengungakapan
Triple Bottom Line
(Y)

26

2.3

Hipotesis
Berdsarkan teori dan penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas, maka

penelitian ini akan menguji pengaruh ukuran perusahaan, jenis industri, status
kepemilikan, negara asal perusahaan, reputasi auditor, dewan komisaris independen,
umur perusahaan, leverage, likuiditas, dan profitabilitas terhadap pengungkapan
triple bottom line, dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:
H1

: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan triple


bottom line.

H2

: Jenis industri berpengaruh terhadap pengungkapan triple bottom


line.

H3

: Status kepemilikan berpengaruh terhadap pengungkapan triple


bottom line.

H4

: Negara asal perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan triple


bottom line.

H5

: Reputasi auditor berpengaruh terhadap pengungkapan triple bottom


line.

H6

: Dewan komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan


triple bottom line.

H7

: Umur perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan triple


bottom line.

H8

: Leverage berpengaruh terhadap pengungkapan triple bottom line.

H9

: Likuiditas berpengaruh terhadap pengungkapan triple bottom line.

H10 : Profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan triple bottom line.

27

H11 : Ukuran perusahaan, jenis industri, status kepemilikan, negara asal


perusahaan, reputasi auditor, dewan komisaris independen, umur
perusahaan, leverage, likuiditas, dan profitabilitas terhadap
pengungkapan triple bottom line.

28

Perusahaan yang termasuk dalam jenis industri high profile merupakan perusahaan
yang mempunyai tingkat sensitivitas tinggi terhadap lingkungan,
tingkat risiko politik yang tinggi, atau tingkat kompetisi yang kuat
(Robert, 1992 dalam Utomo, 2000).

Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan diri atau memiliki


kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang
digunakan perusahaan. Hal ini ditentukan oleh besar kecilnya kekuatan (power)
yang dimiliki oleh stakeholder atas sumber ekonomi tersebut (Ghozali dan Chariri,
2007). Power tersebut dapat berupa kemampuan untuk membatasi pemakaian
sumber ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja), akses terhadap media yang
berpengaruh, kemampuan untuk mengatur perusahaan atau kemampuan untuk
mempengaruhi konsumsi atas barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan (Deegan,
2000 dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Dimana perusahaan akan berusaha agar
para stakeholder tetap menaruh harapan kepercayaan terhadap perusahaan. Oleh
karena itu, dalam memenuhi harapan tersebut perusahaan dapat melakukannya
melalui pengungkapan triple bottom line dalam bentuk tanggung jawab kepada para
stakeholder agar tetap sustainable.

29

Ukuran Perusahaan
(X1)
Jenis Industri
(X2)
Status Kepemilkan
(X3)
Negara Asal
Perusahaan (X4)
Reputasi Auditor
(X5)
Dewa Komisaris
Independen (X6)
Umur Perusahaan
(X7)
Leverage
(X8)
Likuiditas
(X9)
Profitabilitas
(X10)

Pengungakapan
Triple Bottom Line
(Y)

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian dilakukan pada Bursa Efek Indonesia melalui situs

http://www.idx.co.id/ dan masing-masing situs perusahaan yang menjadi objek


dalam penelitian ini. Penelitian akan dimulai pada Januari 2016.

3.2

Populasi dan Sampel


Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang

terdaftar (listing) dalam di Bursa Efek Indonesia tahun 2014. Pemilihan tahun
amatan tersebut dikarenakan pada tahun 2014 ini merupakan massa transisi dimana
perusahaan dapat menerapkan pedoman laporan berkelanjutan yang baru yang
dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative (GRI) berkolaborasi bersama National
Center for Sustainability Reporting (NCSR) pada pertengahan 2013 lalu, untuk
membuat transparansi mengenai dampak ekonomi, lingkungan dan sosial menjadi
komponen utama bagi efektifnya hubungan dengan stakeholder, kebijakan investasi
dan hubungan pasar lainnya.
Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan dengan 50 market
capitalization terbesar selama tahun 2014. Penentuan sampel ini dipilih
berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu (mis. Ho & Taylor, 2007; Aulia &
Kartawijaya, 2011; Suttipun, 2012; Yanti, 2014). Menurut Brammer dan Pavelin
(2008) dalam Suttipun (2012) perusahaan yang lebih besar cenderung memiliki

28

29

shareholder yang lebih peduli terhadap program lingkungan dan sosialnya. Selain
itu, perusahaan yang lebih besar lebih sering menghadapi respon tentang kegiatan
lingkungan daripada perusahaan kecil ataupun sedang.

3.3

Variabel Operasional dan Definisi Operasional

3.3.1

Variabel Terikat (Dependen)


Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah pengungkapan triple

bottom line. Pengungkapan triple bottom line merupakan pengungkapan yang


menggunakan tiga pilar sebagai alat pengukuran kinerja, yaitu dari sisi ekonomi
atau keuangan, sosial, dan lingkungan. Tiga pilar ini saling mendukung untuk
tercapainya keberlangsungan (sustainability). Ketiga pilar ini bersifat tidak
mutually exclusive dan dapat menjadi mutually reinforcing, sehingga seringkali
disebut sebagai triple bottom line sustainability (Felisia, 2014).
Pengungkapan triple bottom line diukur dengan 60 item yang merupakan
replikasi dari penelitian Jennifer Ho dan Taylor (2007) yang terdiri dari 20 item
untuk pengungkapan ekonomi, 20 item untuk pengungkapan sosial, dan 20 item
untuk pengungkapan lingkungan. Item pengungkapan ini dilihat pada laporan
tahunan, website, ataupun laporan terpisah lainnya yang dimiliki oleh perusahaan.
menilai pengungkapan triple bottom line ini digunakan metode content analysis
yaitu menganalisis pengungkapan perusahaan dalam semua laporan yang
menyediakan informasi TBL. Penilaian dalam melakukan content analysis terdiri
dari pemberian skor dari 0 dan 1. Nilai 0 jika informasi tidak diungkapkan/tidak
tersedia, dan nilai 1 jika informasi diungkapkan.

30

Kategori-kategori yang termasuk dalam pengungkapan triple bottom line


terdiri dari pengungkapan ekonomi meliputi general, customer, suppliers,
employees, investor/creditor, public sector, corporate investment, others. Kategori
pengungkapan sosial meliputi general, employee, diversity, opportunity and human
rights, customers and communities, integrity and ethics. Kategori pengungkapan
lingkungan meliputi general, energy, water and materials, pollution and waste
management, others.

3.3.2

Variabel Bebas (Independen)

3.3.2.1 Ukuran Perusahaan


Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecilnya suatu perusahaan menurut berbagai cara, antara lain adalah nilai pasar
saham (market capitalization) dan total aktiva. Pada penelitian ini, ukuran
perusahaan diukur melalui Ln market capitalization. Ln market capitalization lebih
representatif dibandingkan Ln total assets terutama untuk perusahaan yang go
public (Marston dan Polei, 2004 dan Oyelere et al, 2003). Penggunaan natural log
(Ln) dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengurangi fluktuasi data yang berlebih.
Adapun pengukurannya dengan menggunakan rumus :
SIZE = ln (market capitalizationI)

31

3.3.2.2 Jenis Industri


Jenis industri adalah karakteristik yang dimiliki oleh perusahaan yang
berkaitan dengan bidang usaha, risiko usaha, karyawan yang dimiliki dan
lingkungan perusahaan. Karakterisik teresbut membuat perusahaan dapat dibagi
menjadi perusahaan dengan high profile atau low profile. Yang termasuk kategori
high profile adalah perusahaan yang menjalankan bisnisnya dalam bidang industri
konstruksi, pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan, kimia, otomotif, barang
konsumsi, makanan dan minuman, kertas, farmasi dan plastik. Sedangkan yang
termasuk low profile adalah perusahaan yang menjalankan bisnisnya dalam bidang
tekstil, produk personal dan produk rumah tangga (Sembiring, 2005). Jenis industri ini

diukur dengan menggunakan dummy variable yaitu diberi skor 1 untuk perusahaan
yang termasuk high profile dan skor 0 untuk low profile.

3.3.2.3 Status Kepemilikan


Status kepemilikan adalah status dari kepemilikan perusahaan apakah
dimiliki oleh negara atau pihak swasta. Jika pemerintah memiliki 51% saham
perusahaan maka perusahaan tersebut disebut sebagai perusahaa pemerintah
(BUMN). Status kepemilikan ini diukur dengan menggunakan dummy variable
yaitu diberi skor 1 untuk perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah (BUMN) dan
skor 0 untuk milik swasta (BUMS).

32

3.3.2.4 Negara Asal Perusahaan


Negara asal perusahaan merupakan asal suatu negara yang menunjukkan
tempat negara sebuah perusahaan atau negara yang konsumen simpulan dari nama
perusahan tersebut. Variabel negara dapat diproksikan dengan perusahaan yang
berasal dari luar yang berkembang di Indonesia (international company) dan
perusahaan yang berasal dan berkembang di Indonesia (domestic company). Negara
asal perusahaan ini diukur dengan menggunakan dummy variable yaitu diberi skor
1 untuk international company dan skor 0 untuk domestic company.

3.3.2.5 Reputasi Auditor


Reputasi auditor merupakan tingkat kepercayaan stakeholder terhadap
laporan perusahaan yang telah dibuat oleh auditor. Pada penelitian ini, reputasi
auditor diukur dengan KAP yang berafiliasi dengan KAP Big Four
(PricewaterhouseCoopers, Deloitte Touche Tohmasu, Ernst & Young, dan KPMG)
atau tidak. Skor 1 akan diberikan untuk perusahaan yang menggunakan KAP yang
berafiliasi dengan KAP Big Four dan skor 0 untuk perusahaan yang menggunakan
KAP yang tidak berafiliasi dengan KAP Big Four.

3.3.2.6 Dewan Komisaris Independen


Dewan komisaris independen merupakan dewan komisaris yang tidak ada
hubungan afiliasi dengan perusahaan. Pada penelitian ini, ukuran dewan komisaris
independen diukur dengan persentase antara jumlah komisaris independen

33

dibandingkan dengan semua anggota dewan komisaris yang ada pada perusahaan.
Perumusan untuk mengukurnya adalah sebagai berikut :
Komisaris Independen=

Jumlah anggota komisaris independen


Jumlah seluruh anggota dewan komisaris

3.3.2.7 Umur Perusahaan


Umur perusahaan dapat diartikan lamanya suatu perusahaan berdiri, apakah
perusahaan telah lama atau baru berdiri. Umur perusahaan dalam penelitian ini
adalah umur perusahaan semenjak terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI),
dikarenakan ketika perusahaan sudah terdaftar di BEI maka perusahaan wajib
melaporkan pelaporan keuangannya ke publik. Umur perusahaan pada penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut :
Umur Perusahaan = Tahun 2014 Tahun listing perusahaan di BEI

3.3.2.8 Leverage
Leverage merupakan rasio untuk mengukur berapa aktiva yang harus
dibiayai oleh utang atau proporsi total utang terhadap rata-rata ekuitas pemegang
saham. Leverage juga menggambarkan ketergantungan perusahaan terhadap hutang
dalam membiayai kegiatan operasinya, sehingga dapat memperlihatkan seberapa
jauh perusahaan dibiayai oleh hutang atau pihak luar. Dalam penelitian ini, leverage
diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER) dikarenakan DER dapat menggambarkan
bagaimana modal yang dimiliki perusahaan dapat menjamin seluruh hutang pada
perusahaan. Adapun perumusannya adalah sebagai berikut :

34

Leverage =

Total Debt
Total Equity

3.3.2.9 Likuiditas
Likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya kepada kreditur jangka pendek. Likuiditas
dalam penelitian ini diukur dengan current ratio. Rasio ini menunjukkan
kemampuan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancar.
Rasio ini juga merupakan rasio yang penting dalam analisis likuiditas
(Subramanyam & Wild, 2009). Perumusan dalam mencari likuiditas adalah sebagai
berikut :
Likuiditas =

Total Aset Lancar


Total Kewajiban Lancar

3.3.2.10 Profitabilitas
Profitabilitas diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba atau profit dalam upaya meningkatkan nilai para pemegang saham perusahaan.
Dalam penelitian ini, profitabilitas diukur dengan menggunakan rumus Return on
Equity (ROE) dikarenakan pemegang saham tertarik dalam menilai kinerja manajemen
perusahaan berdasarkan pembiayaan ekuitas (Subramanyam & Wild, 2009). Adapun
perumusannya adalah sebagai berikut :

ROE =

Laba Setelah Pajak


Ekuitas

35

Tabel 3.1
Tabel Definisi Operasional Variabel
VARIABEL
Variabel Independen:
Pengungkapan TBL

Variable Dependen:
Ukuran Perusahaan

Jenis Industri

Status Kepemilikan

Asal Negara
Perusahaan

Reputasi Auditor

Dewan Komisarin
Independen

Umur Perusahaan

DEFINISI
Pengungkapan yang
menggunakan tiga pilar
sebagai alat pengukuran
kinerja, yaitu dari sisi
ekonomi atau keuangan,
sosial, dan lingkungan.
Ukuran perusahaan adalah
suatu skala dimana dapat
diklasifikasikan besar
kecilnya suatu perusahaan
menurut berbagai cara
Karakteristik yang dimiliki
oleh perusahaan yang
berkaitan dengan bidang
usaha, risiko usaha,
karyawan yang dimiliki dan
lingkungan perusahaan.
Status dari kepemilikan
perusahaan apakah dimiliki
oleh negara atau pihak
swasta.
Asal suatu negara yang
menunjukkan tempat negara
sebuah perusahaan atau
negara yang konsumen
simpulan dari nama
perusahan tersebut.
Tingkat kepercayaan
stakeholder terhadap
laporan perusahaan yang
telah dibuat oleh auditor.
Dewan komisaris yang tidak
ada hubungan afiliasi
dengan perusahaan.
Lamanya suatu perusahaan
berdiri, apakah perusahaan
telah lama atau baru berdiri.

PENGUKURAN

Jumlah skor
yang diungkapkan
Jumlah skor maksimal

Ln (market
capitalization)

High Profile (1),


Low Profile (0)

BUMN (1),
BUMS (0)

International (1),
Domestic (0)

Big Four (1),


Non Big Four (0)
Anggota
komisaris independen
Seluruh anggota
dewan komisaris
2014 Tahun listing

36

Leverage

Likuiditas

Profitabilitas

3.4

Rasio untuk mengukur


berapa aktiva yang harus
dibiayai oleh utang atau
proporsi total utang
terhadap rata-rata ekuitas
pemegang saham.
Rasio yang mengukur
kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya kepada
kreditur jangka pendek.
Kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba
atau profit dalam upaya
meningkatkan nilai para
pemegang saham
perusahaan.

Total Debt
Total Equity

Total Aset Lancar


Total Kewajiban Lancar

Laba Setelah Pajak


Ekuitas

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan teknik dokumentasi, yaitu penggunaan data yang berasal dari
dokumen yang sudah ada. Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder
dikarenakan lebih mudah diperoleh dan lebih dapat dipercaya karena sudah diaudit
oleh akuntan publik. Data tersebut diperoleh dari perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada situs http://www.idx.co.id/ serta website
perusahaan terkait.

3.5

Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

3.5.1

Analisis Deskriptif
Metode analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam mengorganisir dan

menganalisis data kuantitatif, sehingga diperoleh gambaran yang teratur mengenai

37

suatu kegiatan. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabel-variabel


dalam penelitian ini. Alat analisis yang digunakan adalah minimum, maksimum, nilai
rata-rata (mean) dan standar deviasi. (Ghozali, 2011).

3.5.2

Analisis Regresi Linier Berganda


Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih

variabel independen terhadap variabel dependen. Data yang di analisis dalam

penelitian ini adalah pengaruh dari variabel independen yaitu ukuran perusahaan,
jenis industri, status kepemilikan, negara asal perusahaan, reputasi auditor, dewan
komisaris independen, umur perusahaan, leverage, likuiditas, dan profitabilitas
terhadap Pengungkapan Triple Bottom Line. Dari penjelasan sebelumnya maka
persamaan regresi diformulasikan sebagai berikut:
TBL = 0 + 1 SIZE + 2 PROFILE + 3 STATUS + 4 NEGARA + 5 RADIT +
6 DKI + 7 AGE + 8 LEV + 9 LIQ + 10 ROA +

Keterangan:
TBL

: Pengungkan Triple Bottom Line

SIZE

: Ukuran Perusahaan (Market Capitalization)

PROFILE : Jenis Industri (High Profile dan Low Profile)


STATUS

: Status Kepemilikan (BUMN dan BUMS)

NEGARA : Negara Asal Perusahaan (International dan Domestic Company)


RADIT

: Reputasi Auditor (Big Four dan Non Big Four)

DKI

: Dewan Komisaris Independen (jumlah anggota komisaris


independen dibagi seluruh anggota komisaris)

AGE

: Umur Perusahaan (jumlah umur perusahaan sejak listing di BEI)

38

LEV

: Leverage (Debt to Equity Ratio)

LIQ

: Likuiditas (Current Ratio)

ROA

: Profitabilitas (Return On Assets)

3.5.3

Uji Asumsi Klasik


Dalam melakukan analisis regresi linier berganda maka terdapat syarat yang

harus dipenuhi, yaitu dengan melakukan uji normalitas dan uji asumsi klasik. Uji
asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas.

3.5.3.1 Uji Normalitas


Uji Normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam dalam model regresi,
variabel residual mempunyai distribusi normal (Ghozali, 2011). Uji ini dilakukan

melalui analisis One Sample Kolmogrov-Smirnov Test. Dalam uji One Sample
Kolmogorov-Smirnov Test variabel-variabel yang mempunyai asymp. Sig (2-tailed) di
bawah tingkat signifikan sebesar 0,05 maka diartikan bahwa variabel-variabel tersebut
memiliki distribusi tidak normal dan sebaliknya (Ghozali, 2011).

3.5.3.2 Uji Multikolinearitas


Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear ditemukan adanya korelasi yang tinggi diantara variabel bebas (independen).
Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai
tolerance dan variance inflation factor (VIF). adalah 0,10 dan batas VIF adalah 10
(Ghozali, 2011). Jika nilai tolerance lebih kecil dari 0,10 dan nilai VIF lebih besar dari

39

10, maka terjadi multikolinieritas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi

korelasi antar variabel independen.

3.5.3.3 Uji Heterokedastisitas


Uji heterokedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual 1 pengamat ke pengamat yang
lain (Ghozali, 2011). Jika variance dari residuan suatu pengamatan ke pengamatan

yang lain sama, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heterokedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan
dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antar SRESID dan
ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual
(Y prediksi Y sesungguhnya). Jika ada titik pola tertentu yang teratur

(bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka mengindikasikan telah


terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011). Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.

3.5.4

Pengujian Hipotesis

3.5.4.1 Uji Determinasi (R2)


Uji determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi
adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen terbatas. Nilai yang
mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Hal ini

40

berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel


dependen (Ghozali, 2011).

3.5.4.2 Uji Statistik F


Menurut Ghozali (2011) uji stastistik F pada dasarnya menunjukkan apakah
semua variabel independen atau bebas yang dimaksudkan dalam model mempunyai
pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan significance level 0,05 (=5%). Ketentuan peneriman atau penolakan
hipotesis adalah sebagi berikut :
1.

Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi
tidak signifikan). Ini berarti bahwa secara simultan variabel independen
tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable
dependen.

2.

Jika nilai signifikan 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi


signifikan). Ini berarti secara simultan variabel independen tersebut
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

3.5.4.3 Uji Statistik t (t-test)


Menurut Ghozali (2011) uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa
jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam
menerangkan

variasi

variabel

dependen.

Pengujian

dilakukan

dengan

menggunakan significance level 0,05 (=5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis


dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

41

1. Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak
signifikan). Ini berarti bahwa secara parsial variabel independen tersebut
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
2. Jika nilai signifikan 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi
signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

42

3.5.3.3 Uji Autokorelasi


Uji autokrelasi digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi linear
terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu(Ghozali, 2011). Untuk mendeteksi
ada tidaknya autokorelasi yaitu dengan menggunakan Run Test. Jika antar residual
tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau
random. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random
atau tidak (sistematis). Keputusan ada tidaknya autokorelasi menurut Ghozali (2009)
adalah:
H0: residual (res_1) random (acak)
HA: residual (res_1) tidak random

Kriteria ini dipilih karena


sebelumnya telah menemukan bahwa perusahaan besar cenderung mengungkapkan
lebih lingkungan
Informasi publik (Gray et al, 1995, Deegan dan Gordon, 1996). Perusahaan besar
cenderung
memiliki lebih pemegang saham yang mungkin prihatin tentang, dan menuntut lebih
sosial dan
program lingkungan. Selain itu, perusahaan besar lebih mungkin untuk telah merespon
agenda lingkungan dari perusahaan berukuran kecil atau menengah (Brammer dan
Pavelin,
2008).

dipilih dengan metode purposive sampling yaitu merupakan jenis pemilihan sampel yang
diharapkan peneliti mendapatkan informasi dari sekelompok yang spesifik dengan
tingkatan tertentu. Adapun kriteria yang digunakan dalam penelitian sampel adalah
perusahaan dengan 50 market capitalization

DAFTAR PUSTAKA
Aulia, Sandra Z. dan TB MH Idris Kartawijaya. 2011. Analisis Pengungkapan
Triple Bottom Line dan Faktor Yang Mempengaruhi; Lintas Negara
Indonesia dan Jepang. Simposium nasional Akuntansi XIV. Aceh.
Andraini, Putri dan Indira Januarti. 2010. Hubungan Karakteristik Dewan
Komisaris dan Perusahaan Terhadap Pengungkapan Risk Management
Committee (RMC) Pada Perusahaan Go Public Indonesia. Simposium
nasional Akuntansi XIII. Purwokerto.
Antonia, Edgina. 2008. Analisis Pengaruh Reputasi Auditor, Proporsi Dewan
Komisaris Independen, Leverage, Kepemilikan Manajerial dan Proporsi
Komite Audit Independen Terhadap Manajemen Laba. Program Studi
Magister Manajemen Universitas Diponogoro. Semarang.
Bestivano, Wildham. 2013. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan,
Profitabilitas, dan Leverage Terhadap Perataan Laba pada Perusahaan yang
Terdaftar di BEI. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. Padang.
Cowen, S. S., Ferreri, L. B., & Parker L. D. 1987. The impact of corporate
characteristics on social responsibility disclosure: a typology an frequencybased analysis. Accounting, Organizations and Society. Vol. 12, No. 2, pp.
111-122.
Failasufa, Nadhia dan Ika Permatasari. 2014. Isu Mengenai Pola Pikir Yang
Menjadi Tantangan Perusahaan Dalam Menerapkan Corporate
Sustainability Management. Jurnal Akuntansi UNESA. Vol. 2, No. 3.
Felisia, Amelia Limijaya. 2014. Triple Bottom Line dan Sustainability. Bina
Ekonomi Majalah Ilmiah Fakultas Ekonomi Unpar. Vol. 18, No.1.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPPS.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Ghozali, Imam dan A. Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Jeurissen, Ronald. 2000. Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line of 21st
Century Business. Journal of Business Ethics. 23, 2, pg. 229
Hackston, David and Markus J. Milne. 1996. Some determinants of social and
environmental disclosures in New Zealand companies. Accounting,
Auditing & Accountability Journal. Vol. 9, No. 1, pp. 77-108

Ho, Li-Chin Jennifer and Martin E. Taylor. 2007. An Empirical Analysis of Triple
Bottom-Line Reporting and its Determinants: Evidence from the United
States and Japan. Journal of International Financial Management and
Accounting. 18:2
Hutahaean, S., R. 2014. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan
pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI. Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Marston, C. and A. Polei. 2004. Corporate Reporting on The Internet by German
Companies. International Journal of Accounting Information Systems 5.
pp. 285-311.
Mulyadi. 2002. Auditing: Jilid 1 Edisi Enam. Jakarta: Salemba Empat.
Mutia, Evi, Zuraida dan Devi Andriani. 2011. Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Profitabilitas dan Ukuran Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan
Corporate Social Responsibility pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Telaah & Riset Akuntansi. Vol.
4, No. 2, hal. 187-201.
Norman, Wayne and C. MacDonald. 2004. "Getting to the Bottom of Triple
Bottom Line'" Business Ethics Quarterly 14(2) (April): 243-62.
Nugroho, Adhy Karyo. 2013. Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Struktur
Kepemilikan, dan Good Corporate Governance terhadap Pengungkapan
Triple Bottom Line di Indonesia. Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponogoro. Semarang.
Oyelere, P., F. Laswad and R. Fisher. 2003. Determinants of Internet Financial
Reporting by New Zealand Companies. Journal of International Financial
Management and Accounting. 14, 26-62.
PricewaterhouseCoopers. 2014. Survey Bisnis Keluarga 2014. PwC Indonesia.
Pedersen, Thomas. 2004. Stakeholder Theory lessons from Denmark.
Department of Finance Aarhus University. Aarhus, Denmark.
Fitriyah, Reni dan Sri Setyo Iriani. 2014. Pengaruh Negara Asal Terhadap Persepsi
Kualitas. Jurnal Ilmu Manajemen. Vol. 2, No. 4.
Sari, M. Putri Yustia. 2013. Pengaruh Kinerja Keuangan, Ukuran Perusahaan Dan
Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Sustainability Report.
Fakultas Ekonomikan dan Bisnis Universitas Diponegoro. Semarang.

Sembiring, Eddy Rismanda. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan


Tanggung Jawab Sosial: Study Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di
Bursa Efek Jakarta. Simposisum nasional Akuntansi VIII. Solo.
Slaper, T.F and Hall, T.J. 2011 The triple bottom line: what is it and how does it
work?. Indiana Business Review, Spring 2011.
Subramanyam, K. & Wild, J., Financial Statement Analysis, 10th ed., 2009. New
York, NY: McGraw-Hill.
Suryono, Hari dan Andri Prastiwi. 2011. Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan
Corporate Governance terhadap Praktik Pengungkapan Sustainability
Report. Simposium nasional Akuntansi XIV. Aceh.
Suttipun, Muttanachai. 2012. Triple Bottom Line Reporting in Annual Reports: A
Case Study of Companies Listed on the Stock Exchange of Thailand (SET).
Asian Journal of Finance & Accounting. Vol. 4, No.1.
Tagesson, T., Blank, V., Broberg, P., & Collin, S., O. 2009. What Explains the
Extent and Content of Social and Environmental Disclosures on Corporate
Websites: A Study of Social and Environmental Reporting in Swedish
Listed Corporations. Corporate Social Responsibility and Environmental
Management. 16, 352-364.
Utami, Indah Dewi dan Rahmawati. 2009. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Ukuran
Dewan Komisaris, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Asing, dan
Umur Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure
Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terhadap di Bursa Efek
Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Yanti, Fitri. 2014. Analisis Pengungkapan Triple Bottom Line dan Faktor yang
Mempengaruhi : Studi di Perusahaan Indonesia Dan Singapura. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Denpasar.

LAMPIRAN

Lampiran 1
Item pengungkapan Triple Bottom Line
No.
Keterangan
A. Item untuk pengungkapan ekonomi
Umum
1. Informasi tentang ukuran dan profitabilitas
2. Indentifikasi pihak yang dapat dihubungi (contact person) untuk
penyediaan informasi tambahan
Pelanggan
3. Layanan produk dan gangguan
4. Penguasaan pasar regional
5. Informasi tentang tumpukan pesanan
Pemasok
6. Informasi tentang pemasok utama
Karyawan
7. Informasi daftar gaji oleh negara atau regional
8. Informasi jaminan sosial oleh negara atau regional
9. Opsi saham karyawan atau bonus program
Investor/kreditor
10. Informasi tentang kreditor utama
11. Pembagian deviden
Sektor publik
12. Pajak
13. Pembahasan pembentukan modal sosial, misalnya kegiatan seperti amal
sumbangan
Investasi perusahaan
14. Ukuran dan jenis investasi
15. Kinerja ekonomi
16. Investasi R & D
17. Investasi dalam teknologi informasi
18. Investasi tidak berwujud lainnya, misalnya, modal manusia, nilai merek,
dan reputasi)
Lainnya
19. Laba atau perkiraan penjualan
20. Penyebutan informasi ekonomi masa depan lainnya
B. Item untuk pengungkapan sosial
Umum
1. Pernyataan dari perusahaan tentang komitmen perusahaan kepada
pemegang saham dan masyarakat secara umum
2. Penghargaan atau pengakuan yang diterima relevan untuk kinerja sosial
3. Identifikasi kontak yang dapat dihubungi untuk informasi tambahan
Karyawan
4. Jumlah karyawan dan distribusi geografisnya

5.
6.
7.

Perputaran tenaga kerja


Tingkat pendidikan karyawan
Manfaat untuk karyawan mengenai kepedulian terhadap kesehatan, cacat,
atau pensiun
8. Kepuasan kerja karyawan
9. Kesehatan karyawan dan informasi tentang keselamatan karyawan
(seperti jumlah hari kerja yang hilang,kecelakaan atau kematian)
10. Pelatihan dan pendidikan karyawan
Keanekaragaman, kesempatan dan hak asasi manusia
11. Penyebutan kebijakan atau program menangani pelecehan dan
diskriminasi
12. Jumlah atau persentase perempuan dan kelompok minoritas diorganisasi
13. Kebijakan atau prosedur berurusan dengan hak asasi manusia
Pelanggan dan masyarakat
14. Penyebutan kebijakan untuk melestarikan kesehatan dan keamanan
pelanggan
15. Keterlibatan perusahaan dalam masyarakat kegiatan kedermawanan
16. Kebijakan untuk memprioritaskan tenaga kerja lokal
Integritas dan etika
17. Kebijakan untuk mekanisme kepatuhan untuk suap dan korupsi
18. Kebijakan untuk mencegah perilaku anti-persaingan
19. Kebijakan privasi konsumen
20. Pemberian kode bisnis
C. Item untuk pengungkapan lingkungan
Umum
1. Pernyataan dari perusahaan dalam berkomitmen untuk perlindungan
lingkungan
2. Penyebutan peraturan lingkungan
3. Keterlibatan para ahli lingkungan didalam operasi bisnis
4. Audit Lingkungan
5. Penghargaan Lingkungan
6. Pendirian masalah lingkungan ke dalam keputusan bisnis (misalnya,
penanaman pohon)
7. Identifikasi kontak yang dihubungi untuk memberikan informasi
tambahan
Energi, air, dan bahan
8. Informasi penggunaan energi
9. Dorongan untuk mengkonsumsi energi terbarukan
10. Informasi penggunaan air
11. Informasi yang berkaitan dengan mendaur ulang bahan dan penggunaan
kembalinya
12. Penyebutan strategi untuk penggunaan daur ulang produk
Polusi dan pengelolaan limbah
13. Informasi tentang sumber, jenis dan obat prosedur emisi

14.

Polusi dampak transportasi peralatan yang digunakan untuk tujuan


logistik
15. Dampak lingkungan dari produk pokok dan jasa
16. Diskusi tentang jumlah, jenis limbah dan metode pengelolaan sampah
Lainnya
17. Pengamplikasian kebijakan akuntansi lingkungan
18. Pengeluaran lingkungan
19. Denda / tuntutan hukum / insiden ketidakpatuhan
20. Kewajiban kontinjensi lingkungan
Sumber : Ho & Taylor, 2007

Anda mungkin juga menyukai