Anda di halaman 1dari 12

RINGKASAN MATA KULIAH SAP 3

“Struktur Kepemilikan Perusahaan”

Mata Kuliah: Corporate Governance (EMA 469A C4)

Dosen Pengampu: Dr. I Gusti Ayu Made Asri Dwija Putri, S.E., M.Si., CMA.

Oleh:
Nengah Saraswati Kusumaputri (1707531010)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
1. Organisasi dan Lingkungan
Organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka mengacu pada pandangan yang
dikemukakan oleh teori organisasi modern yang berkembang sejak tahun 1950-an. Dalam
teori ini, organisasi cenderung dipandang sebagai berikut:
1) Organisasi merupakan suatu sistem yang terbuka
2) Dalam organisasi terjadi transformasi masukan yang menghasilkan keluaran tertentu,
masukan diperoleh dari lingkungannya sedangkan keluaran akan diberikan organisasi
kepada lingkungannya
3) Dalam organisasi terdapat elemen-elemen yang penting yang saling berhubungan satu
sama lain
4) Organisasi memiliki tujuan dan batasan tertentu yang membedakan organisasi
tersebut dari lingkungannya.
Pandangan tentang organisasi yang dikemukan oleh teori organisasi modern
tersebut, terutama memberikan wawasan kepada manajemen untuk memandang
organisasi secara keseluruhan maupun sebagai bagian dari lingkungan eksternal.
Good governance dalam organisasi merupakan kebutuhan mendesak bagi pucuk
pimpinan organisasi. Kebijakan good governance sebagai instrumen dasar dalam
merancang pedoman good governance dalam organisasi harus memiliki perspektif yang
luas, sehingga bisa menjadi pedoman yang dapat diandalkan. Sebagaimana kita ketahui,
dewan komisaris dan dewan direksi yang bertanggungjawab atas pengelolaan sumber
daya organisasi dalam rangka tercapainya tujuan organisasi sesuai dengan prinsip
corporate governance. Berdasarkan literatur manajemen, pemimpin yang menentukan
berhasil atau tidaknya suatu organisasi. Hal ini konsisten dengan konsep good
governance dimana pemain kunci penegakkan “good governance” dalam suatu
organisasi. Dalam konteks manajemen modern sistem governance memerlukan perhatian
yang besar selaras dengan semakin komplek sitasnya organisasi dan tuntutan dari para
stakeholders.
Meskipun prinsip-prinsip manajemen dan governance mempunyai kaitan yang erat,
akan tetapi governance memiliki ruang lingkup yang lebih luas daripada sekedar
manajemen dari sekumpulan manajer dan para bawahannya. Rahasia dari sistim modern
governance adalah kebijakan governance yang tepat sesuai dengan kondisi dan budaya
organisasi. Kebijakan governance harus merupakan suatu model yang lengkap yang
mencakup semua struktur dan instrument governance. Dengan kata lain, kebijakan

1
governance memiliki dimensi saling melengkapi antara konsep dan prinsip yang secara
internal konsisten dalam menghadapi berbagai kemungkinan situasi organisasi.
Sebagaimana kita ketahui, good governance ini merupakan suatu pengetahuan yang baru
bagi kebanyakan para eksekutif di Indonesia, maka diperlukan pemahaman yang
menyeluruh atas prinsip-prinsip yang mendasari kebijakan governance..

2. Control Versus Ownership Right


Dalam pembahasan ini akan dibahas mengenai dua jenis kepemilikan dan dua jenis
kontrol. Dua jenis kepemilikan tersebut yakni kepemilikan tersebar dan kepemilikan
terkonsentrasi. Sedangkan dua jenis kontrol yang akan dibahas adalah kontrol kuat dan
kontrol lemah. Secara garis besar, kepemilikan tersebar memiliki keuntungan dan kerugian,
yaitu:
Keuntungan:
1) Meningkatnya likuiditas kepemilikan saham, karena semakin banyak investor yang
memegang saham akan mencipktakan pasar aktif bagi saham perusahaan tersebut
2) Manajemen perusahaan akan terpacu untuk meningkatkan kinerja perusahaan demi
harga saham yang stabil.
Kerugian:
1) Karena kepemilikan yang tersebar, maka terkadang tidak ada pemegang saham yang
benar-benar memonitor manajemen perusahaan secara langsung.
Untuk kepemilikan terkonsentrasi memiliki keuntungan dan kerugian, yaitu:
Keuntungan:
1) Akan ada pemilik saham yanng benar-benar memonitor langsung manajemen
perusahaan tersebut.
Kerugian:
1) Seringnya pemilik saham yang mengontrol perusahaan tersebut memaksa manajemen
untuk mengambil keputusan yang hanya menguntungkan pemilik saham tersebut dan
merugikan pemilik saham lainnya.

Kombinasi dari struktur kepemilikan dan kontrol akan ditunjukan oleh gambar.

Kombinasi yang ada yakni :


a. Kepemilikan tersebar dengan kontrol lemah
b. Kepemilikan tersebar dengan kontrol kuat
c. Kepemilikan terkonsentrasi dengan kontrol lemah

2
d. Kepemlikian terkonsentrasi dengan kontrol kuat.

Berikut adalah penjelasan dari kombinasi antara kepemilikan dan kontrol perusahaan.
1) Kepemilikan tersebar dengan kontrol lemah
Kombinasi ini sering ditemukan pada perusahaan-perusahaan di Inggris dan Amerika
Serikat. Keunggulan dari kombinasi ini adalah tingginya tingkat likuiditas saham
perusahaan. Sedangkan kelemahan dari kombinasi ini adalah timbulnya masalah
principal-agent.
2) Kepemilikan tersebar dengan kontrol kuat
Kombinasi memiliki dua keunggulan. Pertama tingginya tingkat likuiditas saham,
kedua pemegang saham bisa mencegah manajemen mengambil tindakan yang tidak
menguntungkan pemegang saham atau dengan kata lain adanya kontrol pemegang
saham terhadap manajemen perusahaan. Kelemahan dari kombinasi ini adalah adanya
kemungkinan kepentingan pemilik saham kecil yang tidak dapat tersampaikan akibat
dominasi pemilik saham yang banyak dalam manajemen perusahaan.
3) Kepemilikan terkonsentrasi dengan kontrol lemah
Kombinasi ini melindungi kepentingan pemilik saham yang kecil karena tidak ada
pemilik saham yang dapat mendominasi dalam pengambilan keputusan. Namun
kekurangan dari kombinasi ini adalah kontrol yang kurang dari pemegang saham
terhadap aktivitas manajemen dan likuiditas saham yang rendah.
4) Kepemilikan terkonsentrasi dengan kontrol kuat
Kombinasi ini memberikan kontrol yang sangat kuat dari pemegang saham terhadap
manajemen perusahaan. Namun kelemahannya adalah likuiditas saham dan
kesempatan yang kecil untuk pergantian kepemilikan saham perusahaan.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan kombinasi ini, yaitu:
1) Piramida kepemilikan
Kepemilikan piramida adalah kepemilikan secara tidak langsung terhadap suatu
perusahaan melalui perusahaan lain, baik melalui perusahaan publik maupun
perusahaan nonpublik. Ada dua hal yang harus dipenuhi agar kepemilikan dapat
dikategorikan sebagai kepemilikan piramida yaitu:
(1) Terdapat pemegang saham pengendali atau pemilik ultimat pada pisah batas hak
kontrol yang ditentukan.
(2) Terdapat perusahaan lain yang dalam kepemilikan tersebut antara pemegang saham
pengendali dengan perusahaan publik yang dikendalikan.

3
2) Proxy Votes
Proxy Votes adalah saham yang didepositkan oleh nasabah bank, lalu bank bertindak
atas nama nasabah yang memiliki saham tersebut. Bank akan memberikan pelayanan
berupa memberikan informasi mengenai RUPS atau Rapat Umum Pemegang Saham.
3) Voting koalisi
Voting koalisi adalah jalan yang ditempuh untuk mengontrol perusahaan apabila
saham yang dimiliki kecil, yakni dengan cara membangun koalisi dengan pemegang
saham lainnya untuk memilih voting yang sama.

3. Struktur Kepemilikan di Asia


Dalam sistem Anglo-Saxon kepemilikan dan kepengelolaan perusahaan umunya harus
dipisah. Pemilik modal menyerahkan sepenuhnya pengelolaan perusahaan kepada para
profesional. Adanya perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan manajemen akan
menimbulkan masalah keagenan dalam struktur pengeolaan perusahaan, namun dalam
perkembangan berikutnya ternyata yang lebih menjadi masalah bukan lagi masalah antara
agen dengan principal, melainkan juga konflik kepentingan antara pemegang saham
mayoritas dan pemegang saham minoritas.
Pada umumnya pemisahan antara kepemilikan dan kepengelolaan perusahaan di
kawasan Asia tidak terlalu berkembang dengan baik apabila jika dibandingkan dengan
perusahaan-perusahaan di Eropa. Bisnis yang dijalankan lebih bersifat kekeluargaan sehingga
kelompok-kelompok usaha besar yang berkembang selalu dikendalikan oleh anggota
keluarga karena hubungan darah atau hubungan perkawinan. Hal tersebut dapat dilihat dalam
sistem Keiretsu di Jepang (grup perusahaan yang memiliki ikatan dekat dengan bank yang
bertindak sebagai pemberi pinjaman), Chaebol di Korea (perusahaan yang dikendalikan oleh
keluarga), dan Konglomerasi di Indonesia (group perusahaan dengan usaha terdiversifikasi).
Umumnya, para pemilik modal memiliki suara dalam Rapat Umum Pemegang
Saham. Para pemilik modal dikelompokkan dalam pemilik modal besar (blockholder) atau
pemilik modal kecil (ritel). Pemilik modal besar memiliki hak suara cukup besar serta
pemilik modal kecil cenderung lemah dalam menyuarakan kepentingan. Namun, dalam
perusahaan dikenal sistem “komisaris independen” yang bertugas melindungi kepentingan
pemegang saham minoritas.
Di Korea, Singapura, Taiwan, dan Hongkong, kontrol keluarga terhadap perusahaan
begitu tinggi. Kontrol para pemilik perusahaan dilakukan melalui struktur piramida dan

4
kepemilikan silang diantara beberapa perusahaan. Dalam kasus di berbagai negara di
kawasan Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia, kepemilikan biasanya
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Saham mayoritas umumnya dipegang di tangan keluarga dan negara. Dalam kasus
perusahaan keluarga, pemisahan antara kontrol dan kepemilikan sebenarnya tidak terjadi
karena biasanya para pengelola perusahaan adalah anggota keluarga dari pemilik
perusahaan
2) Pemegang saham pengontrol memiliki hak suara yang melebihi kepemilikan karena
sistem kepemilikan yang bersifat piramida, atau karena mereka menempatkan para
manajer dari anggota keluarga di perusahaan-perusahaan yang dikontrolnya
3) Kepemilikan bank secara signifikan tidak begitu lazim
4) Terdapat hubungan antara struktur kepemilikan dengan pemilihan Dewan Pengawas.

4. Struktur Kepemilikan di Indonesia


Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme tata kelola yang penting untuk
mengendalikan masalah keagenan. Indonesia merupakan Negara dengan sistem hukum
yang lemah dan terutama control of corruption-nya yang masih rendah. Mengingat
kelemahan ini struktur kepemilikan bisa menjadi cara penting untuk mengontrol masalah
keagenan melalui pemilihan agen atau dewan perusahaan untuk melakukan pengelolahan
dan pengawasan. Struktur dewan perusahaan merupakan hasil dari menyeimbangkan
kepentingan dari stakeholders yang berbeda termasuk pemilik atau investor.

4.1 Penerapan Corporate Governance di Indonesia


GCG semakin penting dalam praktik bisnis di Indonesia. Oleh karena itu penerapan
GCG memerlukan komitmen yang kuat untuk mewujudkannya. Implementasi di Indonesai
masih mengalami kendala yang luar biasa. Sehingga sampai saat ini GCG belum
memberikan solusi tata kelola yang baik. Hingga akhirnya Indonesia mengalami realitas
yang tidak terbantahkan apabila dibandingkan dengan negara- negara di kawasan Asia
lainnya.
4.1.1 Report on the Observance of Standards of Codes (ROSC)
Tujuan dari inisiatif ROSC adalah untuk mengidentifikasi berbagai kelemahan yang
dapat berkontribusi terhadap kerentanan ekonomi dan keuangan suatu negara. Penilaian
ROSC atas tata kelola perusahaan dilakukan dengan menilai kerangka hukum dan
peraturan perundang – undangan, prktik bisnis dan kepatuhan dari perusahaan terbuka ,

5
dan kapasitas penegakanya terhadap prinsip- prinsip tata kelola yang dikeluarkan oleh
OECD
4.1.2 Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA)
CLSA menilai tata kelola perusahaan diberapa negara di Asia-Pasifik dengan melihat
aturan dan praktik CG, penegakan hukum , lingkungan politis dan regulasinya,
penerapan standar akuntansi dan auditing, serta budaya CG. Dalam tahun 2012 ,
Indonesia mendapatkan nilai yang cukup baik dalam aspek akuntasi dan auditing ,
namun masih merlukan perbaikan dalam aspek lainnya .
4.1.3 ASEAN CG Scorecard
Asean Capital Market Forum (ACMF) merupakan asosiasi regulator pada pasar modal
kawasan ASEAN yang berupaya mewujudkan ASEAN sebagai sebuah komunitas
ekonomi tunggal. Diantara berbagai inisiatif tersebut , ASEAN Corporate Governance
Scorecard diperkenalkan sebagai suatu alat untuk memeringkat kinerja tata kelola
perusahan publik dan terbuka di ASEAN. Indonesia Bersama-sama dengan lima
negara anggota ACMF lainnya (Malaysia , Pilipina, Singapura, Thailand, dan
Vietnam ) sepakat untuk mengadopsi kriteria yang merupakan penjabaran lebih rinci
dari prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang diterbitkan OECD CG Scorecard

4.2 Karakteristik Umum Penerapan GCG di Indonesia


Penerapan GCG dimasing-masing negara memiliki karakteristik yang berbeda,
termasuk di Indonesia yaitu :
1) Kepemilikan perusahaan terkonsentrasi pada individual atau keluarga, sehingga
memiliki pengaruh kuat untuk menentukan arah perusahaan. Akibatnya problem
keagenan (Agency Problem) lebih terarah pada benturan kepentingan antara
pemilik mayoritas dengan pemilik minoritas. Secara umum pemilik saham
minoritas akan selalu berada di posisi lemah.
2) Kepemilikan saham dengan penguasan mayoritas oleh keluarga, diikuti dengan
ikut campurnya anggota keluarga atau orang-orang dekat kepercayaannya untuk
menduduki posisi direksi atau komisaris di dalam suatu perusahaan, sehiingga
posisi komisaris sebagai pengawas menjadi tidak independen.
3) Kepemilikan saham keluarga juga diikuti berkembangnya kelompok bisnis
keluarga berpola konglomerat dengan bidang usaha sangat terdiversifikasi.
Berbagai perusahaan yang menjadi anggota kelompok bisnis tersebut dikuasai
melalui “penguasaan bertingkat dengan pola piramida”

6
4) Perusahaan publik di Indonesia umumnya memiliki tingkat hutang yang besar dan
sebagian besar dalam bentuk mata uang asing, shingga sangat rentan terhadap
perubahan kondisi perekonomian.
5) Pasar modal relatif kecil dan tidak likuid sehingga tidak mampu secara efektif
berperan sebagai mekanisme kontrol eksternal dalam upaya penerapan prinsip CG
6) Kondisi antara relatif kecilnya pasar modal Indonesia dengan sedikitnya proporsi
kepemilikan perusahaan dalam bentuk saham yang dijual kepada publik, membuat
pemilik mayoritas berada pada posisi yang sangat kuat.
7) Lemahnya penegakan hukum dan lembaga pendukungnya didalam menjaga
berjalannya sistem secara benar, sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan.
Kondisi ini akan memperkuat pemilik mayoritas dan memperlemah pemilik
minoritas
8) Belum terdapat upaya perbaikan menyeluruh yang mencakup pembenahan seluruh
komponen system CG guna mendukung terlaksananya penerapan mekanisme
kontrol untuk menjamin berjalannya sistem.

4.3 Komisaris dan Direksi


Dalam UU Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007, Direksi merupakan organ
perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan,
untuk pekentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, serta mewakili
perseroan, baik didalam maupun diluar pengadilan, sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar. Pasal 101 ayat (1) menyatakan anggota direksi wajib melaporkan kepada perseroan
mengenai saham yang dimiliki anggota direksi.
Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasehat
kepada dewan direksi. Dewan direksi (board of directors) berfungsi untuk mengurus
perusahaan, sementara dewan komisaris (board of commissioner) berfungsi untuk
melakukan pengawasan. Selain itu, komisaris independen (independent commissioner)
berufungsi sebagai kekuatan penyeimbang (conterveiling power) dalam pengambilan
keputusan oleh dewan komisaris. Dewan direksi dan dewan komisaris dipilih oleh
pemegang saham melalui RUPS yang mewakili kepentingan pemegang saham tersebut.
Informasi kepemilikan saham yang wajib dipublikasikan adalah kepemilikan saham di atas
5% dan kepemilikan oleh eksekutif perusahaan. Perusahaan tidak wajib mengungkapkan

7
kepemilikan di bawah nilai tersebut karena dianggap tidak material, kecuali untuk
kepemilikan Direksi dan Komisaris karena menunjukkan kontrol akan perusahaan.
Dalam Undang-Undang No.19 2003 tentang BUMN dikatakan bahwa direksi dan
komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan,
pengalaman, jujur, perilaku yang baik,memahami masalah-masalah manajemen, memiliki
waktu yang cukup serta dedikasi tinggi untuk memajukan dan mengembangkan perseroan.
Masa jabatan anggota direksi dan komisaris ditetapkan selaama 5 tahun.

4.4 Desain Struktur GCG


Negara -negara yang menganut model hukum Anglo-Saxon, Struktur GCG tidak
memisahkan keanggotaan dewan komisaris dan dewan direksi, model ini dikenal sebagai
single board system. Perusahaan-perusahaan di Inggris, Amerika dan negara-negara lain
yang basis hukumnya menganut model Anglo-Saxon , Struktur Corporate Governance
terdiri dari RUPS, Board of Directors (representasi pemegang saham) dan Executive
Manager.

(Anglo-Saxon single board system)

8
Bagi negara- negara yang menganut model Continental Europe, struktur CG
disebut dengan two board system yang terdiri dari RUPS, Dewan Komisaris, Dewan

Direktur dan Manajer Eksekutif. Dalam two board system secara tegas adanya pemisahan
keanggotaan dewan yaitu komisaris sebagai pengawas dan direksi selaku pihak yang
mengelola perusahaan. RUPS adalah struktur tertinggi yang mengangkat dan
memberhentikan dewan komisaris.

(Continental Europe two board system)

Dewan komisaris memiliki kewenangan untuk mengangkat dan meberhentikan


dewan direksi serta melakukan fungsi pengawasan terhadap perusahan.
Peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah peraturan berdasarkan civil
law. Artinya, hukum dijalankan berdasarkan aturan-aturan yang telah dibuat. Menurut
para ahli sistem GCG yang dianut Indonesia mengikuti pola Continental European
System. Di Indonesia , Struktur CG diatur dalam UU PT N0.40 tahun 2007. Secara
umum, perusahaan -perusahaan di Indonesia menggunakan struktur CG berbasis two
board system.
Perbedaan mendasar terletak pada kedudukan dewan komisaris yang tidak
langsung membawahi direksi. Hal ini sesuai dengan UU PT No.40 tahun 2007 bahwa
anggota dewan direksi dan angota dewan komisaris diangkat dan diberhentikan oleh
RUPS, dengan demikian baik direksi maupun komisaris bertanggung jawab pada RUPS.
UU PT menyebutkan bahwa organ perusahaan terdiri dari Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS), Dewan Direksi, dan Dewan Komisaris. RUPS memiliki kekuasaan
tertinggi dalam pengambilan keputusan di perusahaan, misalnya untuk hal penambahan
modal, perubahan modal, pemilihan eksekutif perusahaan, dan lain-lain.

9
(dual board system-Indonesia)

4.5 Penyebab Good Corporate Governance Belum Berjalan Secara Optimal di Indonesia
4.5.1 Kendala internal
Kendala internal meliputi kurangnya komitmen dari pimpinan dan karyawan
perusahaan, rendahnya tingkat pemahaman dari pinpinan dan karyawan perusahaan
terhadap prisip-prinsip CG
4.5.2 Kendala ekternal
Dalam pelaksanaan Corporate Governance terkait dengan perangkat hukum, aturan dan
penegakan hukum. Secara implisit ketentuan- ketentuan mengenai GCG telah ada
didalam UU PT, UU dan Peraturan Perbankan, UU Pasar Modal. Namun penegakannya
oleh pemegang otoritas masih sangat lemah.
4.5.3 Kendala dalam struktur kepemilikan
Kepemilikan terhadap perusahaan dapat dibagi menjadi dua :
1) Kepemilikan terkonsentrasi, akan didominasi oleh seseorang atau sekelompok
orang (40% atau lebih )
2) Kepemilikan menyebar, terjadi pada suatu perusahaan dengan pemegang saham
yang banyak dengan jumlah saham yang kecil (5% atau kurang)

Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan struktur kepemilikan adalah perusahaan
tidak dapat mewujudkan prinsip keadilan dengan baik karena pemegang saham yang
terkonsentrasi dapat menggunakan sumber daya perusahaan secara dominan.

10
REFERENSI

Dwija Putri, Asri., Ulupui, Agung. 2017. Pengantar Corporate Governance. Denpasar:
CVSastra Utama.

Effendi, Muh Arief. 2009. The Power of Good Corporate Governance: Teori dan
Implementasi. Jakarta: Salemba Empat

Goergen, Marc. 2012. International Corporate Governance. England: Pearson Education


Limited.

Hamdani. 2016. Good Corporate Governace; Tujuan Etika Dalam Praktik Bisnis.
Jakarta: Mitra Wacana Media

Prasetyantoko, A. 2008. Corporate Governance: Pendekatan Institusional. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.

https://www.academia.edu/5434174/PENGARUH_CORPORATE_GOVERNANCE_DAN_
STRUKTUR_KEPEMILIKAN_TERHADAP_KINERJA_PERUSAHAAN.

11

Anda mungkin juga menyukai