Oleh :
Kelompok 6
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
PEMBAHASAN
Berdasarkan literatur manajemen, pemimpin yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu organisasi.
Hal ini konsisten dengan konsep good governance dimana pemain kunci penegakkan “ good
governance” dalam suatu organisasi. Dalam konteks manajemen modern sistem governance
memerlukan perhatian yang besar selaras dengan semakin komplek sitasnya organisasi dan tuntutan
dari para stakeholders.
Kadang-kadang, hal ini dapat membuat konflik antara manajer dan pemilik, dan
seringnyapergantian kepemilikan karena pemegang saham melepaskan sahamnya untuk
mendapatkan profit pada saham lain yang lebih menguntungkan, sehingga hal tersebut dapat
melemahkan stabilitas perusahaan. Investor minoritas ini kurang mengawasi keputusan dewan
dan tidak dapat mempertahankan direktur yang dapat dipercaya, sehingga apabila terdapat
direktur yang mendukung keputusan yang tidak sejalan dengan perusahaan mungkin masih
tetap di dewan.
kepemilikan tersebar
memiliki keuntungan, yakni :
Kerugian :
3) Karena kepemilikan yang tersebar, maka terkadang tidak ada pemegang saham
yang benar-benar memonitor manajemen perusahaan secara langsung.
2.Kepemilikan Terkonsentrasi (Concentrated Ownership)
Pada tipe perusahaan yang seperti ini, terdapat dua kelompok pemegang saham,
yaitupemegang saham mayoritas yang bertindak sebagai pengendali dan pemegang
saham minoritas. Menurut Bae et al. (2003) kepemilikan yang terkonsentrasi ini
merupakan salah satu ciri dari control based model, selain menekankan pada insider
board, pengungkapan yang terbatas, dan ketergantungan pada keuangan atau sistem
perbankan keluarga. Karakteristik perusahaan ini banyak dijumpai di negara-negara
yang sedang berkembang (seperti Indonesia, Korea) dan Continental European.
Masalah keagenan yang timbul terutama adalah antara pengendali dan pemegang
saham minoritas.
Kelemahan dari sistem ini antara lain, pemegang saham mayoritas dapat
berkolusi dengan manajemen untuk mengambil alih aset perusahaan dengan
biaya dari pemegang saham
minoritas. Ini merupakan risiko yang signifikan bagi pemegang saham minoritas
yang tidak dilindungi dengan hukum. Hal yang sama, ketika manajer
mengendalikan sejumlah besar
saham atau hak suara yang digunakan untuk mempengaruhi keputusan dewan
yang menguntungkan mereka dengan biaya perusahaan. Jadi terdapat masalah
keagenan antara pemegang saham minoritas dengan pengendali (pemegang saham
mayoritas). Selain itu kemungkinan terjadi masalah keagenan antara pemilik dan
kreditur lebih besar daripada tipe perusahaan yang kepemilikannya menyebar.
Samad (2004) dalam penelitiannya pada
Kombinasi ini melindungi kepentingan pemilik saham yang kecil karena tidak
ada pemilik saham yang dapat mendominasi dalam pengambilan keputusan.
Namun kekurangan dari kombinasi ini adalah kontrol yang kurang dari
pemegang saham terhadap aktivitas manajemen dan likuiditas saham yang
rendah.
4) Kepemilikan terkonsentrasi dengan kontrol kuat
Kombinasi ini memberikan kontrol yang sangat kuat dari pemegang saham
terhadap manajemen perusahaan. Namun kelemahannya adalah likuiditas
saham dan kesempatan yang kecil untuk pergantian kepemilikan saham
perusahaan.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan kombinasi ini, yakni
1) Piramida kepemilikan
Kepemilikan piramida adalah kepemilikan secara tidak langsung
terhadap suatu perusahaan melalui perusahaan lain, baik melalui
perusahaan publik maupun perusahaan nonpublik
2) Proxy Votes
Proxy Votes adalah saham yang didepositkan oleh nasabah bank, lalu bank
bertindakatas nama nasabah yang memiliki saham tersebut. Bank
akanmemberikan pelayanan berupa memberikan informasi mengenai RUPS
atau Rapat Umum Pemegang Saham.
3) Voting koalisi
modal kecil (ritel). Pemilik modal besar memiliki hak suara cukup besar serta
pemilik modal kecil cenderung lemah dalam menyuarakan kepentingan. Namun,
dalam
Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme tata kelola yang penting untuk
mengendalikan masalah keagenan. Indonesia merupakan Negara dengan sistem hukum yang
lemah dan terutama control of corruption-nya yang masih rendah. Mengingat kelemahan
ini struktur kepemilikan bisa menjadi cara penting untuk mengontrol masalah keagenan melalui
pemilihan agen atau dewan perusahaan untuk melakukan pengelolahan dan pengawasan.
Negara - negara yang menganut model hukum Anglo-Saxon, Struktur GCG tidak
memisahkan keanggotaan dewan komisaris dan dewan direksi, model ini dikenal sebagai single
board system. Perusahaan-perusahaan di Inggris, Amerika dan negara-negara lain yang basis
hukumnya menganut model Anglo-Saxon , Struktur Corporate Governance terdiri dari
RUPS, Board of Directors (representasi pemegang saham) dan Executive Manager.
Terbatas, Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), dan Peraturan Bapepam LK sebagai otoritas pengawas pasar modal bagi perusahaan
terbuka No. 8 Tahun 1995. UU PT menyebutkan bahwa organ perusahaan terdiri dari Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Direksi, dan Dewan Komisaris. RUPS memiliki
kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan di perusahaan, misalnya untuk hal
penambahan modal, perubahan modal, pemilihan eksekutif perusahaan, dan lain-lain. Struktur
ini juga diterapkan dalam BUMN berbentuk perseroan.
1) Saham mayoritas umumnya dipegang di tangan keluarga dan negara. Dalam kasus
perusahaan keluarga, pemisahan antara kontrol dan kepemilikan sebenarnya tidak terjadi
karena biasanya para pengelola perusahaan adalah anggota keluarga dari pemilik
perusahaan.
2) Pemegang saham pengontrol memiliki hak suara yang melebihi kepemilikan karena
sistem kepemilikan yang bersifat pyramidal, atau karena mereka menempatkan para manajer
dari anggota keluarga di perusahaan-perusahaan yang dikontrolnya.
3) Kepemilikan bank secara signifikan tidak begitu lazim. Terdapat hubungan antara
struktur kepemilikan dengan pemilihan Dewan Pengawas.
Bagi negara- negara yang menganut model Continental Europe, struktur CG disebut
dengan two board system yang terdiri dari RUPS, Dewan Komisaris, Dewan
Direktur dan Manajer Eksekutif. Dalam two board system secara tegas adanya
pemisahan keanggotaan dewan yaitu komisaris sebagai pengawas dan direksi selaku
pihak yang mengelola perusahaan. RUPS adalah struktur tertinggi yang mengangkat
dan memberhentikan dewan komisaris. Dewan komisaris memiliki
kewenangan untuk mengangkat dan meberhentikan dewan direksi serta melakukan
fungsi pengawasan terhadap perusahan. Dewan komisaris memiliki kewenangan
untuk mengangkat dan meberhentikan dewan direksi serta melakukan fungsi
pengawasan terhadap perusahan.
Dwija Putri, Asri., Ulupui, Agung. 2017. Pengantar Corporate Governance. Denpasar : CVSastra Utama.
Effendi, Muh Arief. 2009. The Power of Good Corporate Governance: Teori dan
Goergen, Marc. 2012. International Corporate Governance. England: Pearson Education Limited.
Hamdani. 2016. Good Corporate Governace; Tujuan Etika Dalam Praktik Bisnis.
Dominique, Inez. (2010). Praktik Good Corporate Governance Terkait Struktur Kepemilikan
corporate-governance-terkait-struktur-kepemilikan-perusahaan-di-indonesia.
Prasetyantoko, A. 2008. Corporate Governance: Pendekatan Institusional . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Susanty, Aries. (2009). Pemilihan Model Organisasi dan Terwujudnya Prinsip-prinsip Good Corporate
Governance. J@TI Undip Vol 4(1). Hlm. 81-82.
Sutojo, Siswanto & Aldridge, John. 2008. Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan Yang
Sehat). Jakarta: PT Damar Mulia Pustaka.