Anda di halaman 1dari 8

STRUKTUR KEPEMILIKAN

Mata Kuliah : Corporate Governance (EMA 493A (C3))


Dosen Pengampu : Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, SE., M.Si., Ak., CA

Oleh :

Kelompok 6

I Dewa Agung Ayu Mega Maharani Martha ( 1707531075)


Ni Luh Putu Karlina Dewi ( 1707531079 )
Felisia Metanoia ( 1707531147)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
1. ORGANISASI DAN LINGKUNGAN
Organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka mengacu pada pandangan yang
dikemukakan oleh teori organisasi modern yang berkembang sejak tahun 1950-an. Pada
teori ini, organisasi cenderung dipandang sebagai berikut:
1) Organisasi adalah sistem yang terbuka.
2) Dalam suatu organisasi terjadi transformasi masukan yang menghasilkan keluaran
tertentu. Masukan diperoleh dari lingkungannya sedangkan keluaran akan
diberikan organisasi kepada lingkungannya.
3) Dalam organisasi terdapat elemen-elemen penting yang saling berhubungan satu
sama lain.
4) Organisasi mempunyai tujuan dan batasan tertentu yang membedakan organisasi
tersebut dari lingkungannya.
Good governance dalam organisasi adalah kebutuhan mendesak bagi pucuk
pimpinan organisasi. Kebijakan good governance dalam organisasi harus memiliki
perspektif yang luas, sehingga bisa menjadi pedoman yang dapat diandalkan.
Sebagaimana kita ketahui, dewan komisaris dan dewan direksi yang bertanggungjawab
atas pengelolaan sumber daya organisasi dalam rangka tercapainya tujuan organisasi
sesuai dengan prinsip corporate governance. Berdasarkan literatur manajemen, pemimpin
yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu organisasi. Hal ini konsisten dengan
konsep good governance dimana pemain kunci penegakkan “ good governance” dalam
suatu organisasi. Dalam konteks manajemen modern sistem governance memerlukan
perhatian yang besar selaras dengan semakin komplek sitasnya organisasi dan tuntutan
dari para stakeholders.
Walaupun prinsip-prinsip manajemen dan governance mempunyai kaitan yang
erat, governance memiliki ruang lingkup yang lebih luas daripada sekedar manajemen
dari sekumpulan manajer dan para bawahannya. Rahasia dari sistem modern governance
adalah kebijakan governance yang tepat sesuai dengan kondisi dan budaya organisasi.
Kebijakan governance harus merupakan suatu model lengkap yang mencakup semua
struktur dan instrument governance. Dengan kata lain, kebijakan governance memiliki
dimensi saling melengkapi antara konsep dan prinsip yang secara internal konsisten
dalam menghadapi berbagai kemungkinan situasi organisasi.

2. CONTROL VERSUS OWNERSHIP RIGHT


Terdapat dua jenis kepemilikan dan dua jenis kontrol. Dua jenis kepemilikan
tersebut yakni Kepemilikan tersebar dan kepemilikan terkonsentrasi. Sedangkan dua
jenis kontrol yang akan dibahas adalah kontrol kuat dan kontrol lemah . Secara garis
besar, kepemilikan tersebar memiliki keuntungan dan kerugian, yakni
1) Meningkatnya likuiditas kepemilikan saham, karena semakin banyak investor
yang memegang saham akan mencipktakan pasar aktif bagi saham perusahaan
tersebut.
2) Manajemen perusahaan akan terpacu untuk meningkatkan kinerja perusahaan
demi harga saham yang stabil.
3) Karena kepemilikan yang tersebar, maka terkadang tidak ada pemegang saham
yang benar-benar memonitor manajemen perusahaan secara langsung.
Untuk kepemilikan terkonsentrasi memiliki keuntungan dan kerugian, yakni
a. Akan ada pemilik saham yanng benar-benar memonitor langsung manajemen
perusahaan tersebut.
b. Seringnya pemilik saham yang mengontrol perusahaan tersebut memaksa manajemen
untuk mengambil keputusan yang hanya menguntungkan pemilik saham tersebut dan
merugikan pemilik saham lainnya.
Kombinasi yang ada yakni :
a. Kepemilikan tersebar dengan kontrol lemah
b. Kepemilikan tersebar dengan kontrol kuat
c. Kepemilikan terkonsentrasi dengan kontrol lemah
d. Kepemlikian terkonsentrasi dengan kontrol kuat.
Berikut adalah penjelasan dari kombinasi antara kepemilikan dan kontrol perusahaan.
1) Kepemilikan tersebar dengan kontrol lemah
Kombinasi ini sering ditemukan pada perusahaan-perusahaan di Inggris dan Amerika
Serikat. Keunggulan dari kombinasi ini adalah tingginya tingkat likuiditas saham
perusahaan. Sedangkan kelemahan dari kombinasi ini adalah timbulnya masalah
principal-agent .
2) Kepemilikan tersebar dengan kontrol kuat
Kombinasi memiliki dua keunggulan. Pertama tingginya tingkat likuiditas saham,
kedua pemegang saham bisa mencegah manajemen mengambil tindakan yang tidak
menguntungkan pemegang saham atau dengan kata lain adanya kontrol pemegang
saham terhadap manajemen perusahaan. Kelemahan dari kombinasi ini adalah adanya
kemungkinan kepentingan pemilik saham kecil yang tidak dapat tersampaikan akibat
dominasi pemilik saham yang banyak dalam manajemen perusahaan.

3) Kepemilikan terkonsentrasi dengan kontrol lemah


Kombinasi ini melindungi kepentingan pemilik saham yang kecil karena tidak ada
pemilik saham yang dapat mendominasi dalam pengambilan keputusan. Namun
kekurangan dari kombinasi ini adalah kontrol yang kurang dari pemegang saham
terhadap aktivitas manajemen dan likuiditas saham yang rendah.
4) Kepemilikan terkonsentrasi dengan kontrol kuat
Kombinasi ini memberikan kontrol yang sangat kuat dari pemegang saham terhadap
manajemen perusahaan. Namun kelemahannya adalah likuiditas saham dan
kesempatan yang kecil untuk pergantian kepemilikan saham perusahaan.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan kombinasi ini, yakni
1) Piramida kepemilikan
Kepemilikan piramida adalah kepemilikan secara tidak langsung terhadap suatu
perusahaan melalui perusahaan lain, baik melalui perusahaan publik maupun
perusahaan nonpublik
2) Proxy Votes
Proxy Votes adalah saham yang didepositkan oleh nasabah bank, lalu bank bertindak
atas nama nasabah yang memiliki saham tersebut. Bank akan memberikan pelayanan
berupa memberikan informasi mengenai RUPS atau Rapat Umum Pemegang Saham.
3) Voting koalisi
Voting koalisi adalah jalan yang ditempuh untuk mengontrol perusahaan apabila
saham yang dimiliki kecil, yakni dengan cara membangun koalisi dengan pemegang
saham lainnya untuk memilih voting yang sama.

3. STRUKTUR KEPEMILIKAN DI ASIA


Pada umumnya pemisahan antara kepemilikan dan kepengelolaan perusahaan di
kawasan Asia tidak terlalu berkembang dengan baik apabila jika dibandingkan dengan
perusahaan-perusahaan di Eropa. Bisnis yang dijalankan lebih bersifat kekeluargaan
sehingga kelompok-kelompok usaha besar yang berkembang selalu dikendalikan oleh
anggota keluarga karena hubungan darah atau hubungan perkawinan. Hal tersebut dapat
dilihat dalam sistem Keiretsu di Jepang (grup perusahaan yang memiliki ikatan dekat
dengan bank yang bertindak sebagai pemberi pinjaman), Chaebol di Korea (perusahaan
yang dikendalikan oleh keluarga), dan Konglomerasi di Indonesia (group perusahaan
dengan usaha terdiversifikasi).
Umumnya, para pemilik modal memiliki suara dalam Rapat Umum Pemegang
Saham. Para pemilik modal dikelompokkan dalam pemilik modal besar atau pemilik
modal kecil (ritel). Pemilik modal besar memiliki hak suara cukup besar serta pemilik
modal kecil cenderung lemah dalam menyuarakan kepentingan. Namun, dalam
perusahaan dikenal sistem “komisaris independen” yang bertugas melindungi
kepentingan pemegang saham minoritas.
Di Korea, Singapura, Taiwan, dan Hongkong, kontrol keluarga terhadap perusahaan
begitu tinggi. Kontrol para pemilik perusahaan dilakukan melalui struktur piramida dan
kepemilikan silang diantara beberapa perusahaan. Dalam kasus di berbagai negara di
kawasan Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia, kepemilikan biasanya
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Saham mayoritas umumnya dipegang di tangan keluarga dan negara.
2. Pemegang saham pengontrol memiliki hak suara yang melebihi kepemilikan karena
sistem kepemilikan yang bersifat piramida, atau karena mereka menempatkan para
manajer dari anggota keluarga di perusahaan-perusahaan yang dikontrolnya.
3. Kepemilikan bank secara signifikan tidak begitu lazim.
4. Terdapat hubungan antara struktur kepemilikan dengan pemilihan Dewan Pengawas

4. STRUKTUR KEPEMILIKAN DI INDONESIA


Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme tata kelola yang penting untuk
mengendalikan masalah keagenan. Indonesia merupakan Negara dengan sistem hukum
yang lemah dan terutama control of corruption-nya yang masih rendah. Mengingat
kelemahan ini struktur kepemilikan bisa menjadi cara penting untuk mengontrol masalah
keagenan melalui pemilihan agen atau dewan perusahaan untuk melakukan pengelolahan
dan pengawasan.
Negara - negara yang menganut model hukum Anglo-Saxon, Struktur GCG tidak
memisahkan keanggotaan dewan komisaris dan dewan direksi, model ini dikenal sebagai
single board system. Perusahaan-perusahaan di Inggris, Amerika dan negara-negara lain
yang basis hukumnya menganut model Anglo-Saxon , Struktur Corporate Governance
terdiri dari RUPS, Board of Directors (representasi pemegang saham) dan Executive
Manager.
(Anglo-Saxon single board system )

Bagi negara- negara yang menganut model Continental Europe, struktur CG


disebut dengan two board system yang terdiri dari RUPS, Dewan Komisaris, Dewan
Direktur dan Manajer Eksekutif. Dalam two board system secara tegas adanya pemisahan
keanggotaan dewan yaitu komisaris sebagai pengawas dan direksi selaku pihak yang
mengelola perusahaan. RUPS adalah struktur tertinggi yang mengangkat dan
memberhentikan dewan komisaris. Dewan komisaris memiliki kewenangan untuk
mengangkat dan meberhentikan dewan direksi serta melakukan fungsi pengawasan
terhadap perusahan. Dewan komisaris memiliki kewenangan untuk mengangkat dan
meberhentikan dewan direksi serta melakukan fungsi pengawasan terhadap perusahan.

(Continental Europe two board system)


Peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah peraturan berdasarkan civil law.
Artinya, hukum dijalankan berdasarkan aturan-aturan yang telah dibuat. Menurut para ahli
sistem GCG yang dianut Indonesia mengikuti pola Continental European System. Di
Indonesia , Struktur CG diatur dalam UU PT N0.40 tahun 2007. Secara umum, perusahaan
-perusahaan di Indonesia menggunakan struktur CG berbasis two board system.
Perbedaan mendasar terletak pada kedudukan dewan komisaris yang tidak langsung
membawahi direksi. Hal ini sesuai dengan UU PT No.40 tahun 2007 bahwa anggota dewan
direksi dan angota dewan komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, dengan demikian
baik direksi maupun komisaris bertanggung jawab pada RUPS. UU PT menyebutkan bahwa
organ perusahaan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Direksi, dan
Dewan Komisaris. RUPS memiliki kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan di
perusahaan, misalnya untuk hal penambahan modal, perubahan modal, pemilihan eksekutif
perusahaan, dan lain-lain.

(dual board system-Indonesia)


DAFTAR PUSTAKA

Dwija Putri, Asri., Ulupui, Agung. 2017. Pengantar Corporate Governance. Denpasar :
CVSastra Utama.

Effendi, Muh Arief. 2009. The Power of Good Corporate Governance: Teori dan
Implementasi. Jakarta: Salemba Empat

Goergen, Marc. 2012. International Corporate Governance. England: Pearson Education


Limited.

Hamdani. 2016. Good Corporate Governace; Tujuan Etika Dalam Praktik Bisnis.
Jakarta: Mitra Wacana Media

Prasetyantoko, A. 2008. Corporate Governance: Pendekatan Institusional. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai