Anda di halaman 1dari 17

Fundamental Corporate

Governance dan Landasan


Corporate Governance

6C-AKP
Dosen Pengampu : Novi Handayani, SE., M.Ak
Anggota 01
Alvina Aulia
11021900106
Kelompok 1

Syifa Nuralifah
02 11021900191

Widya Nurul
03 Hifdzya
11021900061
Pengertian Corporate Governance
Istilah “Corporate Governace” pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee ditahun
1992. Cadbury Committee (1992) mengemukakan bahwa corporate governance diartikan
sebagai sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

Menurut FCGI (2001) pengertian Good Corporate Governance adalah seperangkat peraturan
yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak
kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem
yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Berdasarkan definisi atau pengertian good corporate governance
di atas dapat disimpulkan bahwa, pada dasarnya good corporate
governance adalah mengenai sistem, proses, dan seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit
hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan
direksi demi tercapainya tujuan perusahaan.
Alasan diperlukannya GCG secara umum yaitu:

Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang


01 didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta
kesetaraan dan kewajaran.

Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan,


02 yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.

Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan Anggota Direksi agar
03 dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral
yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Manfaat Good Corporate Governance

1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses


pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi
operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada
stakeholders.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah
sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya
di Indonesia.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
Sistem One-Tier digambarkan
sebagai sebuah struktur dimana hanya
ada pimpinan tanpa pemisahan tersendiri
untuk fungsi pengawasan dan tidak ada
batasan dalam fungsinya, dalam tata
kelola perusahaan menggabungkan fungsi
pengawasan dan manajemen dalam satu
board of directors.
Kekurangannya adalah tidak adanya
sistem pengawasan ini menunjukkan
bahwa ada ketidak jelasan siapa yang
One Tier
menjalankan fungsi pengawasan karena
yang ada hanya fungsi pengambil
System
kebijakan.
Kelebihannya adalah sistem ini
membuat pemimpin organisasi dapat
leluasa memberikan arahan dan perintah
berdasarkan visi dan misi perusahaan.
Sistem Two-Tier memisahkan
fungsi pengawasan dan
manajemen ke dalam dua
badan yang berbeda level
dalam struktur perusahaan.
Dalam Two-Tier System peran Two Tier
dewan komisaris dan dewan
direksi dipisah secara jelas.
System
Dewan komisaris akan
mengawasi kerja dewan
direksi.
Perbedaan One-Tier System & Two-Tier System
dalam Corporate Governance

One Tier System Two Tier System


Fungsi Menggabungkan fungsi Memisahkan fungsi pengawasan
pengawasan dan manajemen dan manajemen
Dewan Hanya ada satu board of Terbagi 2 : Dewan Direksi &
directors Dewan Komisaris
Negara yang Negara-negara Anglo-Saxon, Negara-negara Eropa daratan
menetapkan seperti Amerika serikat, seperti Belanda dan Jerman
Inggris, Kanada, dan Australia
Letak dalam struktur Langsung dibawah pemegang Urutan : Rapat Umum Pemegang
perusahaan saham Saham (RUPS), Dewan
Komisaris, Dewan Direksi
Implikasi Teori Pada Corporate Governance
 Teori Korporasi Klasik
Karakteristik :
1. Perusahaan dengan single-majority shareholders.
2. Prinsipal merangkap sebagai Agen.
3. Keseimbangan kepentingan antara prinsipal dan agen tidak penting.
Implikasi : Aspek Good Corporate Governance TIDAK diperlukan.

 Teori Korporasi Modern


Karakteristik :
1. Perusahaan dengan banyak pemegang saham, namun masih ada kepemilikan mayoritas.
2. Fungsi prinsipal dan agen mulai terpisah.
3. Meskipun pemilik mayoritas masih memiliki otoritas yang besar, kepentingan pemegang
saham minoritas sudah diperhatikan.
Implikasi : Aspek Good Corporate Governance MULAI diperlukan
Implikasi Teori Pada Corporate Governance

 Teori Korporasi Post-Modern


Karakteristik :
1. Perusahaan dengan banyak pemegang saham, dan tidak ada kepemilikan
mayoritas.
2. Sulit untuk mengidentifikasi “the true principal”.
3. Prinsipal umumnya tidak atau kurang memahami bisnis.
4. Agen memiliki pengaruh yang besar dalam menjalankan perusahaan.
5. Terjadi ketidakseimbangan kepentingan (conflict of interest).

Implikasi : Aspek Good Corporate Governance SANGAT diperlukan.


Agency Theory

Teori keagenan (agency theory) merupakan dasar untuk


dapat memahami corporate governance secara keseluruhan.
Teori agensi tersebut mendorong munculnya konsep Good
Corporate Governance (GCG) dalam pengelola bisnis
perusahaan.
Menurut Jensen dan Meckling (1976), dinyatakan bahwa
hubungan keagenan adalah sebuah kontrak atau perjanjian
antara manager sebagai agent dan investor sebagai principal
yang terkadang menimbulkan asimetri informasi dari manager
kepada investor sehingga menimbulkan adanya biaya
keagenan (agency cost).
Stewardship Theory
Teori stewardship mendefinisikan situasi dimana para manajer tidak termotivasi
dengan tujuan individu melainkan manajer bersama-sama menyatukan diri dengan
tujuan serta kepentingan dari prinsipal.
Menurut Mason, Kirkbride, dan Bryde (2007) teori stewardship berbeda dengan
teori agensi, stewardship berfokus pada pengaruh non-ekonomi yang memandu
aktivitas manajerial. Dasar dari model stewardship ini harus ada budaya kepercayaan
antara prinsipal dengan manajer. Berbeda dengan teori agensi yang mengatakan
bahwa manajer diang
Teori stewardship mengasumsikan hubungan yang kiat antara kesuksesan
organisasi dengan kepuasan pemilik. Steward akan melindungi dan memaksimalkan
kekayaan organisasi dengan kinerja perusahaan, sehingga dengan demikian fungsi
utilitas akan maksimal. gap ingin memaksimalkan kepentingan pribadinya sendiri.
Pengaruh Hukum dan Budaya
Terhadap Corporate Governance
Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi, kepercayaan, nilai-nilai dan
persepsi yang dimiliki seluruh keanggotaan kelompok dan suatu organisasi yang
membentuk, memengaruhi sikap dan perilaku kelompok yang bersangkutan. Budaya
organisasi yang positif akan memacu organisasi ke arah yang lebih baik. Sebaliknya,
budaya organisasi yang negatif akan memberi dampak yang negatif bagi organisasi.
Sehingga budaya organisasi yang baik maka penerapan Corporate Governance
dalam organisasi juga baik. Implementasi corpotare governance tanpa perubahan
budaya perusahaan tidak lebih dari sekedar compliance (kepatuhan) terhadap regulasi
dan asesoris yang tidak berguna.
Studi Kasus PT. Bank Lippo, Tbk.

Permasalahan yang terjadi di dalam Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. disebabkan adanya
tiga buah laporan keuangan yang dinyatakan telah diaudit, tetapi 7 diantara ketiganya terdapat
perbedaan. Dari ketiga laporan keuangan tersebut ternyata hanya ada satu laporan keuangan PT
Bank Lippo Tbk. Yang diaudit. Sedangkan, dua laporan keuangan lainnya ternyata belum
diaudit. Di dalam kedua laporan keuangan yang belum diaudit tersebut ternyata ada pernyataan
dari pihak Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan tersebut disusun
berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit.
Studi Kasus PT. Bank Lippo, Tbk.

Diketahui bahwa pihak Manajemen PT Bank Lippo Tbk telah melakukan kelalaian, yaitu
berupa pencantuman kata "audited" di dalam laporan keuangan yang sebenarnya belum diaudit.
Pengumuman laporan keuangan merupakan pemenuhan terhadap prinsip GCG, khususnya
prinsip transparansi. Peristiwa tersebut, jika dilihat dari sudut pandang GCG terjadi karena
lemahnya penerapan prinsip akuntabilitas di dalam PT Bank Lippo Tbk., khususnya dalam hal
pembuatan laporan keuangan. Di dalam permasalahan ini terjadi pelanggaran karena tidak
adanya checks and balances yang baik antara direksi dan komisaris dengan manajemen PT Bank
Lippo Tbk. yang menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak diaudit.

Anda mungkin juga menyukai