NIM : 3403200153
Kelas : Akuntansi Reguler C
Mata Kuliah : Tata Kelola, Resiko, dan Pengendalian
Dosen : Mohamad Apip, S.E. M.Si
Tugas : Quiz
2. Sebutkan tiga organ perusahaan dan uraikan peran, tugas dan tanggungjawab
masing-masing. serta jelaskan peran masing-masing dalam menjalankan GCG.
1. Rapat Umum Pemegang Saham
RUPS adalah organ perseroan terbatas yang memiliki kewenangan eksklusif yang
tidak diberikan kepada direksi dan dewan komisaris. RUPS mempunyai
kewenangan untuk:
A. Mengambil keputusan sesuai dengan ketentuan forum yang terdapat dalan
UUPT
B. Mengubah anggaran dasar sesuai dengan ketentuan forum yang
terdapatdalam UU PT
C. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan,
pengajuan permohonan paili, perpanjang jangka waktu berdirinya dan
pembubaran perseroan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU
PT
2. Komisaris
mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan atas kebijakan pengurus,
jalannya pengurusan pada umumnya kepada perseroan ataupun usaha perseroan
kepada direksi. Kewajiban tugas komisaris :
A. Membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinannya
B. Melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau
keluarganya pada perseroan dan perseroan lain
C. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama
tahun buku yang baru lampau kepada RUPS
3. Direksi
Direksi mempunyi tugas dan tanggung jawab untuk menjalankan perseroan
sesuai dengan tujuan dan maksud didirikannya perusahaan. Direksi yang
diangkat oleh perusahaan tidak harus memiliki kewarga negaraan indonesia
tetapi juga dapat memiliki kewarganegaraan asing. UU PT sendiri tidak
mengatur warga negara apa yang dapat menduduki jabatan direktur. Direksi
mempunyai kewenangan untuk menjalankan pengurusan perusahaan dengan
kebijakan yang dipandang tepat dan dengan batas yang di tentukan oleh
undang undang dan atau anggaran dasar. Selain itu direksi mempunyi
kewajiban untuk:
3. Secara umum struktur organisasi perusahaan publik/emiten dapat
dikelompokkan menjadi 2 jenis. Sebutkan dan uraikan masing-masing sehingga
jelas perbedaan diantara keduanya.
1. One-tier board system
Adalah suatu sistem yang menggabungkan organ pengawas dan organ pengelola
berada dalam suatu board yang lazim disebut board of director dan umumnya
dipimpim oleh seorang chief executive officer (CEO) yang juga merangkap sebagai
chairman. Direktur eksekutif bertugas sebagai lembaga pengelola yang memimpin
perusahaan sedangkan direktur non eksekutif berfungsi untuk mengawasi jalannya
perusahaan. Pada prakteknya para direktur eksekutif dan direktur non eksekutif
dalam model one tier board oleh banyak kalangan sering dinilai rancu karena tugas
dan wewenang mereka sering bersampuran. Akibatnya kita sulit membedakan
bagaimana samsing masing organ. Bahkan para direktur non eksekutif dapat
mempunyi tanggungjawab dan kewajiban hokum yang sama sebagaimana para
direksi lainnya di perusahaan tersebut. Hal ini ditambah lagi oleh kondisi dimana
praktek perusahaan yang menganut one-tier board cenderung memasukan jumlah
direktur eksekutif secara mayoritas yang biasanya dihubungkan dengan struktur dan
strategi pengembangan perusahaan, dimana pada waktu tertentu dapat menimbulkan
konflik kepentingan. Pemisahannya yang tidak jelas dan porsi yang tidak berimbang
antara direktur eksekutif dan direktur non eksekutif menyebabkan sistem ini menjadi
tidak efektif.
Struktur kepemimpinan dalam one-tier board memungkinkan seorang CEO pada
suatu saat berperan sebagai direktur eksekutif yang bertanggungjawab atas
kelancaran pelaksanaan manajemen perusahaan sehari-hari, tetapi pada waktu yang
bersamaan ataupun berbeda sang CEO bisa juga diminta untuk memenuhi tanggung
jawabnya sebagai pimpinan pada semua aspek pengelolaan, termasuk pengawasan.
Dengan kata lain, pada sistem one-tier board, seorang CEO diberikan jabatan formal
yang luarbiasa pengaruh dan wewenangnya dalam memimpin perusahaan, sehingga
pada suatu waktu tertentu dimungkinkan timbul penyimpangan atau penyalahgunaan
wewenang untuk kepentingan tertentu yang dikategorikan sebagai masalah
keagenan.
One-tier board sistem umumnya berkembang pada negara negara industry maju
seperti amerika, inggris, prancis dan swiss. Negara-negara ini memiliki sejarah yang
panjang mengenai sistem mekanisme pasar, dimana segala latar belakang budaya dan
sejarah yang mereka alami ternyata menunjukan bahwa sistem ini justru mampu
memacu pertumbuhan ekonomi dan perusahaan perusahaan multinasional di negara
tersebut hingga merambah keberbagai pelosok negara lain. Namun justru dengan
gabungan peranan para direktur eksekutif dan non eksekutuf dalam satu board maka
sistem GCG diperusahaan mengalami proses yang sebenarnya sangat lemah dan
tidak efektif sama sekali. Hal tersebut ditunjukan dengan kasus ambruknya enron.
Menurut Thompson (2003) one tier board system merupakan salah satu penyebab
jatuhnya perusahaan-perusahaan tersebut.
2. Two-tier board system
Adalah sistem atau struktur kepengurusan yang memisahkan antara organ
pengawas (oversight/supervisory body) dengan organ pengelola (management).
Kepemimpinan di kedua organ tersebut juga di bedakan dengan tegas. Sistem ini di
pandang lebih kondusif bagi terciptanya mekanisme checks and balances di
perusahaan. Sistem ini sering ditemukan di perusahaan-perusahan eropa kontinentual
seperti jerman, perancis dan belanda. Sistem ini diterapkan belanda ketika menjajah
Indonesia dan di adposi sampai sekarang.
Pada sistem two-tier board, struktur kepemimpinan dewan yang independen jelas
sangat efektif untuk mengurangi masalah keagenan karena adanya pemisahan dalam
hal kebijakan manajemen dengan kebijakan bidang pengawasan. Penyatuan tugas
pengelolaan dan pengawasan jelas tidak mungkin dalam two-tier board system,
karena anggota dewan pelaksanaan dalam waktu yang bersamaan tidak boleh
merangkap menjadi anggota dewan pengawas. Hasilnya seorang direktur tidak dapat
menjadi seorang komisaris perusahaan. Dengan demikian fungsi dan peran yang
mandiri dari dewan pengawas dalam two-tier board system ini efektif dalam
menghindari risiko terjadinya penyimpangan seperti yang dapat terjadi pada one-tier
board system. Dapat disimpulkan bahwa keberadaan two-tier board system sejalan
dengan prinsip teori keuangan. Two-tier board system merupakan salah satu solusi
dari konflik keagenan.
Berdasarkan penjelasan penjelasan diatas, negara-negara penganut two-tier board
system seharusnya memiliki kondisi tata kelola perusahaan yang lebih baik
dibandingkan dengan negara negara penganut one-tier board system, namun
indonesia yang menganut two-tier board system justru mengalami keterpurukan yang
lebih buruk di banding malaysia yang menganut one-tier board system. Hal ini
mengindikasikan ada yang tidak beres dalam penerapan two-tier board system di
Indonesia.
9. Terkait dengan prinsip-prinsip tata Kelola yang baik, termasuk hak dan
kewajiban pemegang saham dan investor, jelaskan hal-hal sebagai berikut :
A. Peran apa yang harus dimainkan oleh stakeholder dalam tata Kelola
perusahaan? Pilih 3 kelompok stakeholder dan jelaskan peran mereka
masing-masing
a) Pemangku kepentingan kategori primer adalah semua yang berhubungan
langsung dengan pengambilan keputusan, kebijakan, program, dan proyek
perusahaan. Peran, masyarakat dan tokoh masyarakat yang terdampak
langsung atas keputusan, kebijakan, atau proyek yang dibuat perusahaan.
Tokoh masyarakat dianggap sebagai sosok yang mewakili aspirasi publik
untuk disampaikan kepada perwakilan perusahaan.
b) Pemangku kepentingan kategori sekunder adalah semua pihak yang tidak
berkaitan secara langsung dengan hasil keputusan, kebijakan, atau proyek
suatu perusahaan. Salah satu contoh peran pemangku kepentingan sekunder,
lembaga pemerintah yang berada dalam suatu wilayah tertentu namun tidak
memiliki tanggung jawab secara langsung.
c) Pemangku kepentingan kunci merupakan kelompok eksekutif yang
memiliki wewenang resmi atas pengambilan keputusan. Beberapa contoh
dari stakeholder kunci dalam suatu proyek pemerintah daerah kabupaten
adalah Pemerintah Kabupaten, DPRD Kabupaten, dan Dinas yang
bertanggung jawab langsung atas pengerjaan proyek tersebut
B. Pemegang saham minoritas harus dilindungi dari tindakan
penyalahgunaan oleh atau untuk kepentingan pemegang saham pengendali
yang bertindak baik secara langsung maupun tidak langsung. Jelaskan
mengapa pemegang saham minoritas ada kemungkinan menjadi korban
penyalahgunaan padahal pemegang saham pengendali dapat mengurangi
masalah keanehan.
Prinsip persetujuan majoritas (majority voting rule) yang berlaku didalam
RUPS. Prinsip ini menjadikan pemegang saham minoritas lemah kedudukannya.
Hal ini karena pemegang saham minoritas besar kemungkinan akan kalah
pemungutan suara di dalam RUPS. Dengan kondisi ini, pemegang saham
mayoritas akan lebih banyak menentukan arah dan kebijakannya, termasuk
memaksakan kehendaknya. Berbeda halnya dengan pemegang saham minoritas
yang hanya dapat menerima saja keputusan RUPS (karena kalah suara) dan tidak
mempunyai kewenangan mengurus perusahaan dan tidak berhak menunjuk
Direksi atau Komisaris, sehingga terpaksa menerima usulan-usulan dalam
RUPS. Konsekuensinya, keputusan RUPS cenderung lebih berpihak kepada
kepentingan pemegang saham mayoritas. Hal itu dapat dilakukan dengan
intervensi pemegang saham mayoritas terhadap pemegang saham minoritas
dengan memaksakan kehendaknya untuk kepentingannya dan tidak untuk
kepentingan semua perusahaan.