Anda di halaman 1dari 52

BAB I

Pendahuluan

I. Latar belakang
Terjadinya krisis ekonomi ditahun 1997 mengakibatkan banyaknya perusahaan-perusahan
mengalami dampak dari krisis tersebut. Sehingga kemunculan konsep Corporate Governance ini
diharapkan mampu menjawab tuntutan dari publik terhadap lingkungan perusahaan yang jujur,
bersih, dan bertanggung jawab. Namun krisis yang terjadi pada perusahaan-perusahaan publik
tersebut bukan hanya diakibatkan oleh krisis ekonomi saja, tetapi juga diakibatkan oleh kurangnya
penerapan tata kelola perusahaan yang baik atau Corporate Governance dan lemahnya
pengawasan yang independen oleh pemilik perusahaan. Oleh karena itu, untuk dapat
mengembalikan kepercayaan publik terhadap dunia bisnis maka dapat dilakukan dengan
meningkatkan standar pengelolaan perusahaan, meningkatkan transparansi dan memperbaiki
hubungan dengan para investor, serta pentingnya penegakan hukum yang lebih efektif (Bukhori,
2012)1.
Dalam hal kepemilikan mayoritas perusahaan terbuka diIndonesia terkonsentrasi pada
sekelompok individual, keluarga, atau kepemilikan melalui perusahaan lainnya, hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Lukviarman (2004). 2Kondisi ini terutama ditemukan pada
perusahaan nasional dimana kepemilikan keluarga yang mengendalikan perusahaan terbuka, pada
hakikatnya menguasai hampir keseluruhan pengendalian atas perusahaan oleh kelompok bisnis
yang dimiliki oleh keluarga mereka. Sehingga ditemukan dampak hasil dari pristiwa ini adalah
tidak terdapat manfaat dan dampak positif kepemilikan terkonsentrasi terhadap kinerja perusahaan
pada perushaan terbuka diIndonesia. keunggulan atau manfaat perusahaan dengan kepemilikan
terkonsentrasi terhadap kinerja sebagaimana diprediksi oleh agency theory.
Situasi masalah ini dapat diatasi dengan dapat melakukan penerapan dan konsep tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance). Hal ini dijadikan sebagai konsep yang dapat
menjadi peningkat kinerja perusahaan melalui mentoring kinerja manajemen dan akuntabilitas
manajemen terhadap stakeholders berdasarkan peraturan yang berlaku. Tidak hanya itu,

1
Bukhori, Iqbal dan Raharja. (2012). Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap
Kinerja Perusahaan. Diponegoro Journal Of Accounting.
2
Lukviarman, Niki. (2004). Dasar Dasar Manajemen Keuangan. Padang: Andalas University Press.

1
mekanisme internal corporate governance juga melakukan pengawasan korporasi melalui proses
board monitoring oleh dewan komisaris, yang merupakan perangkat yang diharapkan untuk
mendisiplinkan direksi atau manajemen. Agar mempermudah para dewan komisaris dalam
menjalankan peran dan fungsinya maka dibutuhkan peran pembantu yang lebih terfokus dan
terperinci serta terspecialisasi sehingga pengawasan yang dilakukan benar-benar mampu
mendisiplinkan para direksi perusahaan. Peran ini dibantu dengan dibentuknya para dewan komitte
oleh dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya, dan selanjutnya dewan komitte ini dapat
menjadi penunjang kinerja dewan komisaris yang lebih terperinci lagi.
II. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang perlu
dikemukakan. Adapun perumusan masalah yang hendak dikemukakan tim penulis adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pemahaman tentang corporate governance dan prinsip-prinsip dalam
penerapannya.
2. Bagaimana Aspek Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) terhadap peran
dan tanggung jawab komite dewan.
III. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tim penulis menentukan tujuan penulisan
makalah sebagai berikut:
1. Untuk Menjelaskan Peran dan Tanggung Jawab Dewan Komitte
2. Untuk Menjelaskan Aspek Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) terhadap
Peran dan Tanggung Jawab Komite Dewan dalam melakukan pengawasan pada
Perusahaan.

2
BAB II
Pembahasan

I. Defenisi Corporate Governance


Penting kiranya terlebih dahulu kita mengetahui manka dari corporate governance, karena
pemahaman konsepsi terhadap CG ini yang semakin luas setelah berkembangnya konsepsi
management membuat keracuan dalam konsepsi yang ada dipublik. Adapun pendefenisian CG
hadir dari beberapa defenisi yang dikemukakan sebagai berikut:
Menurut Sutojo dan John Aldridge (2005:1)3, kata governance dimabil dari kata latin, yaitu
gubernance yang artinya mengarahkan dan mengendalikan. Selanjutnya dalam ilmu manajemen
bisnis kata tersebut diadaptasi menjadi corporate governance yang artinya sebagai upaya
mengarahkan (directing) dan mengendalikan (control) dari kegiatan organisasi termasuk
perusahaan.
Selanjutya menuerut Cadbury Committe (2016:17)4 menjelaskan corporate governance
sebagai prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan korporasi dengan tujuan agar tercapai
keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggung
jawabannya kepada shareholders kususnya dan stakeholders pada umumnya.
The Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) mendefenisiskan corporate
governance adalah sebagai yang merupakan serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan
mengendalikan suatu perusahaan agar oprasional perusahaan agar berjalan sesuai dengan harapan
para pemangku kepentingan (stakeholders).
Adapun menurut Organization for Economic Co Operation and Development (OECD)
menjelaskan “Corporate Governance is the system by which business corporation are directed and
controlled. The corporate governance structure specifies the distribution of right and
responsibilities among different participant in the corporation, such as the boards, manager,
shareholders, and other stakeholders and spells out the rules and provides the structure through
which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring
performance”.

3
Aldridge, John. E, dan Siswanto Sutojo. 2008. Good Corporate Governance. Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka.
4
Lukviarman,Niki. 2016. Corporate Governance. Solo: PT Era Adicitra Intemedia

3
Menurut OECD pengertian Corporate Governance sebagai sekumpulan hubungan antara
pihak manajemen perusahaan, board dan pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai
kepentingan dengan perusahaan. Corporate Governance juga mensyaratkan adanya struktur
perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Good Corporate Governance yang
baik dapat memberikan perangsang atau insentif yang baik bagi board dan manajemen untuk
mencapai tujuan yang merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang saham serta harus
memfasilitasi pemonitoran yang efektif, sehingga mendorong perusahaan untuk menggunakan
sumber daya dengan lebih efisien.
Dari defenisi diatas dapat kita simpulkan corporate governance merupakan suatu sistem
yang mengatur dan mengelola serta mampu mengawasi atau mengontrol semua aktivitas yang
dijalankan dalam kegiatan yang ada didalam pengendalian usaha agar mampu berjalan dengan
semestinya serta mampu berkesinambungan (sustainable) untuk meningkatkan nilai perusahaan
dengan sekaligus sebagai bentuk perhatiann perusahaan kepada para stakeholders, manajemen
dan kariyawan. Dengan adanya penerapan corporate governance ini menimbulkan harapan dalam
keingin terhadap munculkan good corporate governance pada perusahan yang menerapkan, agar
dimana melakukan aktivitas pengelolan perusaahan dengan menerapkan tata kelola perusahan
yang baik. Good Corporate Governance itu sendiri dapat diartikan menurut Cadbury Committe of
United Kingdom 5sebagai “Tatakelola perusahaan yang baik adalah seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pegelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.”
II. Prinsip-prinsip Corporate Governance
Salah satu yang mengemukakan sekaligus mengembangkan prinsip Corporate Governance
yaitu dilakukan oleh OECD yangg memiliki maksud untuk dapat membantu anggota serta non
anggota dalam usaha untuk memberi penilaian dan juga atas penilaian tersebut dapat menjadi
acuan dalam memperbaiki kerangka kerja dari institusional atau perusahan serta sebagai
pengaturan untuk menjalankan corporate governance dinegara-negara dimana menerapkan prinsip
dari CG itu sendiri dan serta memberikan petunjuk dan usulan dalam pasar modal, investor,

5
Agoes, Sukrisno. 2011. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat

4
korporasi dan pihak lain yang memiliki peran dalam proses penggunaan konsep Good Corporate
Governance.
Adapun Prinsip tersebut menurut OECD6 yang dikutip oleh Iman dan Amin (2002:9)
mencakup :
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the right of shareholders).
Hak-hak para pemegang saham harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada
waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan
mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan, dan turut memperoleh
bagian dari keuntungan perusahaan.
2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham minoritas dan pemegang saham
asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak
sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading).
3. Peranan stakeholder yang terkait dengan perusahaan (the role of share holders)
Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerjasama
yang aktif antara perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam menciptakan
kekayaan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan.
4. Keterbukaan dan transparansi (Disclosure and transparency).
Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua
hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan
(stakeholders).
5. Akuntabilitas dewan komisaris (The responbilities of the board)
Tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta
pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham.
Sedangkan menurut National Comittee on Governance (2006)7 mengemukakan bahwa lima
prinsip Good Corporate Governance, yaitu:
(a). Tranparansi (transparence)
Adapun pedoman pokok pelaksanaan prinsip transparansi adalah sebagai berikut:

6
Imam S Tunggal dan Amin W Tunggal 2002. Membangun Good Corporate governance GCG. Havarindo: Jakarta.
7
Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana (2009:104). Etika Bisnis daan Profesi. Jakarta : Selemba Empat .

5
 Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,
akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan
sesuai dengan haknya.
 Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi,
sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi
pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan
perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan
pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya,
dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
 Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban
untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
 Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan
kepada pemangku kepentingan.
(b). Akuntabilitas (accountability)
Adapun pedoman pokok pelaksanaan prinsip akuntabilitas adalah sebagai berikut:
 Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masingmasing
organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi,
nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.
 Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan
mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam
pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG).
 Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif
dalam pengelolaan perusahaan.
 Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang
konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan
sanksi (reward and punishment system).
 Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan
semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of
conduct) yang telah disepakati.

6
(c). Responsibilitas (responsibility)
Adapun pedoman pokok pelaksanaan prinsip responsibilitas adalah sebagai berikut:
 Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan
perusahaan (by-laws).
 Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan
dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
(d).Independensi (Independency)
Adapun pedoman pokok pelaksanaan prinsip independensi adalah sebagai berikut:
 Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh
pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga
pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
 Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan anggaran dasar dan peraturan perundangundangan, tidak saling
mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.
(e). Kewajaran dan Kesetaraan (fairness)
Adapun pedoman pokok pelaksanaan prinsip kesetaraan adalah sebagai berikut:
 Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan
serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam
lingkup kedudukan masingmasing.
 Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku
kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada
perusahaan.
 Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.

7
III. Peran dan Tanggung Jawab Komite Dewan
1) Organ Khusus Dalam Penerapan Good Corporate Governance
Meskipun ketentuan mangenai organ perseroan telah diatur dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas Nomor 47 Tahun 2007 dan selanjutnya dituang kembali di dalam Anggaran
Dasar Perseroan, namun dalam praktiknya organ ini belum mampu menjamin terselenggaranya
tata kelola perusahaan yang sehat. Surya dan Yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak
diperlukan tiga organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu:
1. Komisaris Independen
2. Direktur Independen
3. Komite Audit
2) Dewan Komisaris Independen
Menurut Tunggal (2008:36)8, menyatakan pengertian dewan komisaris independen dalam
unsur-unsur corporate governance adalah:
“Komisaris independen adalah yang memiliki tanggung jawab dan wewenang untuk
melakukan supervisi atas semua kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh direksi serta
memberikan pertimbangan (advices) jika dibutuhkan. Untuk meningkatkan efektivitas dan
transparansi, diharapkan paling tidak 20% aggota dewan komisaris berasal dari luar perusahaan
yang tidak ada hubungannya dengan direksi dan tidak dibawah kendali pemegang saham.”
Selanjutnya Tunggal (2008:42)9, menyatakan pengertian dewan komisaris independen
dalam badan independen yang diperlukan untuk menerapkan good corporate governance:
“Dewan komisaris bertanggung jawab dan berwenang mengawasi tindakan direksi dan
memberikan nasihat kepada direksi jika dipandang perlu oleh dewan komisaris. Untuk membantu
dewan komisaris dalam melaksanakan tugas tersebut, dewan komisaris, sesuai dengan prosedur
yang telah ditentukan oleh dewan komisaris, dapat menggunakan jasa penasihat profesional yang
mandiri atau membentuk komite khusus. setiap anggota dewan komisaris harus berwatak amanah
dan mempunyai pengalaman dan kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.
Komposisi dewan komisaris harus sedemikian rupa, sehingga memungkinkan pengambilan
keputusan yang efektif, tetap dan cepat serta dapat bertindak secara independen dalam arti tidak
mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya

8
Amin. Widjaja Tunggal. Tahun 2008. Audit Manajemen. Rineka Cipta. Jakarta.
9
Amin. Widjaja Tunggal. Tahun 2008. Audit Manajemen. Rineka Cipta. Jakarta.

8
secara mandiri dan kritis dalam hubungan satu sama lain dan terhadap direksi. Tergantung dari
sifat suatu perusahaan, seyogianya paling sedikit 20% dari anggota dewan komsaris harus berasal
dari kalangan di luar perusahaan guna meningkatkan efektivitas atas peran pengendaliannya, dan
transparansi dari pertimbangannya”.
Dan dalam Pedoman umum Good Corporate Governance (2006:13) 10pengertian komisaris
independen adalah: “Anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota
dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau
bertindak semata-mata untuk kepentingan perseroan.”
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komisaris independen adalah komisaris
yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan
cara lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas
dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan.

3) Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris Independen


Dewan komisaris bertugas dan bertanggung jawab untuk melaksanakan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada dewan direksi serta memastikan bahwa perusahaan telah
melaksanakan GCG sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang
Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 Pasal 97 yang menjelaskan bahwa11:
“komisaris bertugas mengawasi kebijakan direksi dalam menjalankan perusahaan serta
memberikan nasihat kepada direksi. Pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris adalah
dengan menilai tindakan yang dilakukan oleh direksi apakah sesuai dengan pedoman atau
kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika terjadi penyimpangan perlu dilakukan tindakan
untuk memperbaikinya. Untuk dapat melakukan penilaian tersebut harus tersedia sumber
informasi yang diperlukan”.
Dalam keanggotan dewan komisaris terdapat komisaris independen. Keberadaan komisaris
independen akan membantu dalam memberikan pengawasan dan pengendalian terhadap jalannya
perusahaan dalam penerapan corporate governance apakah telah berjalan sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Komisaris independen adalah dewan komisaris yang tidak terafilasi

10
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia
11
Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007.

9
dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya , dan pemegang saham pengendali serta
bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau semata-mata untuk kepentingan masyarakat (KNKG,2006:29)12.
Menurut Surya dan Yustivandana (2006:151)13, komisaris independen bersama dewan
komisaris memiliki tugas-tugas utama meliputi:
1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan
pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkan sasaran kerja;
mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta memonitor penggunaan modal
perusahaan, investasi, dan penjualan aset. Tugas ini terkait dengan tanggung jawab serta
mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen
(accountability);
2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian anggota
Dewan Direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota Dewan Direksi yang
transparan (trancparency) dan adil (fairness);
3. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota
Dewan Direksi dan anggota Dewan Komisaris termasuk penyalahgunaan asset dan
manipulasi transaksi perusahaan. Tugas ini memberikan perlindungan terhadap hak-hak
para pemegang saham (fairness);
4. Memonitor pelaksanaan governance, dan melakukan perubahan jika diperlukan;
5. Memantau proses keterbukaan dan efektivitas komunikasi dalam perusahaan untuk
menyediakan tersedianya informasi yang tepat waktu dan jelas”.

4) Dewan Komisaris Dan Komite-Komite


Telah diketahui secara umum bahwa untuk dapat bekerja secara tepat guna dalam suatu
lingkungan usaha yang kompleks Dewan Komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas
mereka kepada komite-komite. Adanya komite-komite ini merupakan suatu sistem yang
bermanfaat untuk dapat melaksanakan pekerjaan Dewan Komisaris secara lebih rinci dengan
memusatkan perhatian Dewan Komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau cara

12
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia. Jakarta. Diakses tanggal 12 Januari 2013.
13
Indra Surya dan Ivan Yustivandana. (2006). Penerapan Good Governance: Mengesampingkan Hak Istimewa
Demi Kelangsungan Uasaha. Prenada Media Group. Jakarta.

10
pengelolaan yang baik (Governance) oleh manajemen. Komite-komite yang pada umumnya
dibentuk adalah Komite Kompensasi/Remunerasi untuk badan eksekutif dalam perusahaan,
Komite Nominasi, dan Komite Audit. Berdasarkan praktek yang umum berlaku di dunia
internasional disarankan bahwa anggota komite-komite tersebut diisi oleh anggota Komisaris
Independen. Walaupun komite-komite tersebut belum merupakan hal yang umum terdapat di
berbagai bagian dunia, namun kecendurangan akan menyebar sejalan dengan perkembangan
perusahaan, serta masalah yang lebih kompleks dan yang lebih luas. Dewan Komisaris harus
mempertimbangkan untuk mengangkat seorang komisaris dan menetapkan suatu kebijakan
tentang pergantian ketua komite-komite tersebut. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa
setiap komisaris mendapat kesempatan untuk ikut serta sesuai dengan caranya dan masing-
masing untuk memperoleh pandangan-pandangan baru. Dalam Corporate Governance terdapat
tiga komite yang memiliki peranan penting, yaitu:
a. Komite Kompensasi/Remunerasi (Compensation/Remuneration Committee)
Membuat rekomendasi terhadap keputusan-keputusan yang menyangkut remunerasi atau
kompensasi untuk Dewan Direksi dan kebijakan- kebijakan kompensasi lainnya, termasuk
hubungan antara prestasi perusahaan dengan kompensasi bagi eksekutif perusahaan dalam hal
ini CEO.
Komite remunerasi atau di Amerika Serikat disebut compensation committee, bertugas
untuk menentukan besaran kompensasi atau gaji dan bonus bagi direksi dan komisaris. Agar
dapat bekerja secara efektif dan objektif, maka komite ini harus hanya beranggotakan direktur
independen. Selain itu, komite ini harus mempekerjakan penasihat/advisor dari pihak eksternal
yang langsung melapor kepada komite kompensasi. Penasihat ini digaji langsung oleh komite
remunerasi untuk menjaga objektivitas dan independeninya dari pihak manajemen.
Untuk memastikan efektvitas komite remunerasi, Council of Institutional Investor (CII)
merekomendasikan beberapa prinsip. Prinsip tersebut terkait dengan struktur, tanggung jawab
dan proksi pengungkapan14. Struktur komite remunerasi harus terdiri dari komisaris independen
untuk menjaga objektivitas dan independensinya. Dalam hal pengungkapan, komite remunerasi
harus mengungkapkan seluruh aspek dalam kompensasi manajemen secara menyeluruh dan
wajar dalam bahasa yang mudah dipahami agar pemegang saham dapat memahami bagaimana
dan berapa banyak manajemen digaji. Secara umum tanggung jawab komite remunerasi adalah

14
Council of Institutional Investor (CII)

11
menentukan besaran gaji atau kompensasi yang diterima direksi maupun komisaris. Tanggung
jawab komite remunerasi yang lebih rinci diuraikan oleh CII sebagai berikut:
a. Mengembangkan, menyetujui, memantau, dan mengungkapkan gaji eksekutif
perusahaan, mempertimbangkan berbagai komponen pembayaran, bauran dari kas dan
penghargaan ekuitas, dan hubungan eksekutif untuk membayar kompensasi karyawan
lain.
b. Mengawasi semua aspek kompensasi eksekutif bagi para eksekutif puncak, untuk
memastikan adil, tidak diskriminatif, bermanfaat, dan memandang ke depan.
c. Pelaksana pembayaran untuk kinerja kompensasi eksekutif didorong terutama oleh
kinerja dan penghargaan atas kinerja yang superior.
d. Meninjau kinerja individu setiap tahunnya dalam kelompok pengawasan (komisaris)
dan menyetujui bonus mereka, pesangon, penghargaan berbasis ekuitas,
kematian/kecelakaan, pensiun, pemecatan dengan atau tanpa sebab, perubahan kontrol,
dan pengunduran diri.
e. Dengan asumsi akuntabilitas untuk operasi komite, termasuk menghadiri semua
pertemuan pemegang saham tahunan dan khusus, yang tersedia untuk merespon
langsung ke pertanyaan mengenai kompensasi eksekutif, melaporkan kegiatannya
kepada direksi independen dari dewan perusahaan, dan mempersiapkan dan
bertanggung jawab atas laporan komite kompensasi termasuk dalam bahan proksi
tahunan.
f. Bertanggung jawab untuk mempekerjakan, mempertahankan, dan memecat ahli
independen termasuk penasihat hukum, penasihat keuangan, dan konsultan sumber daya
manusia saat negosiasi kontrak dengan para eksekutif.
Peran komite remunerasi sangat penting dalam tata kelola perusahaan. Aturan United
States Securities and Exchange Commission (SEC) mewajibkan perusahaan publik untuk
menjelaskan proses dan prosedur komite remunerasi. Perusahaan harus menjelaskan ruang lingkup
dan kewenangan komite remunerasi, sifat dan tingkat kewenagan yang didelegasikan komite
remunerasi kepada pihak lain, serta berbagai aspek di mana konsultan dan komite bekerja sama
untuk merekomendasikan besaran kompensasi direksi dan komisaris. Apabila perusahaan
mempekerjakan akuntan, maka harus diungkapkan nama masing-masing konsultan, keterlibatan
dengan komite nominasi dan sifat, dan ruang lingkup tugas konsultan.

12
Untuk memenuhi tugasnya, komite remunerasi harus menyusun prosedur kebijakan
pembayaran dan penghargaan atas kinerja manajemen yang unggul. Terdapat 10 aspek utama
dalam laporan komite remunerasi15:
1. Komposisi komite remunerasi, termasuk jumlah anggota, nama anggota, kualifikasi
anggota, dan independensi anggota.
2. Tujuan dan pelaksanaan program kompensasi direktur dan eksekutif, termasuk kebijakan
“say on pay” dari pemegang saham.
3. Kebijakan dan prosedur komite remunerasi.
4. Rincian kompensasi direksi individu dan pegawai lain, termasuk gaji, bonus, saham, dan
opsi saham.
5. Persetujuan oleh pemegang saham atas rencana kompensasi berbasis saham dan biaya
rencana tersebut.
6. Kebijakan dan praktik akuntansi untuk pengakuan atau pengungkapan biaya yang terkait
dengan kompensasi berbasis saham.
7. Sarana menghubungi dewan komisaris perusahaan, terutama anggota komite remunerasi.
8. Informasi yang relevan tentang konsultan kompensasi independen.
9. Kebijakan perusahaan dalam menarik kembali bonus eksekutif yang disebabkan oleh
laporan keuangan yang menyesatkan yang kemudian disajikan kembali.
10. Prosedur untuk persetujuan rencana opsi saham karyawan dan eksekutif kunci, baik oleh
pemegang saham atau dewan perwakilan komisaris, administrasi rencana tersebut dan
penentuan tanggal hibah mereka oleh komite remunerasi.
Terdapat 12 faktor penentu komite remunerasi yang efektif:
1. Semua perusahaan publik harus memiliki komite remunerasi dewan komisaris mereka,
yang secara langsung bertanggung jawab untuk menentukan tingkat dan struktur
rencana kompensasi yang sesuai untuk eksekutif utama perusahaan Komite juga dapat
mempertimbangkan kompensasi bagi komisaris perusahaan.
2. Komite remunerasi harus terdiri hanya dari direktur independen yang tidak berafiliasi
dengan dan tidak menerima kompensasi apapun selain fee pertemuan dewan komisaris
dan yang terkait dengan komite.

15
United States Securities and Exchange Commission (SEC)

13
3. Komite remunerasi harus memiliki sebuah piagam yang menyatakan peran, tanggung
jawab, dan fungsi komite. Piagam tersebut harus disetujui oleh dewan komisaris dan
seluruh sepenuhnya diungkapkan kepada pemegang saham.
4. Komite remunerasi harus memiliki wewenang dan sumber daya anggaran untuk
menyewa ahli, penasihat, dan konsultan yang dianggap diperlukan untuk merancang
dan menerapkan pengaturan kompensasi eksekutif. Manajemen tidak harus mengontrol
sumber daya anggaran perusahaan, dan konsultan yang sama tidak harus disewa oleh
manajemen.
5. Komite remunerasi harus mengembangkan kompensasi berbass kinerja untuk eksekutif
perusahaan, menetapkan kompensasi eksekutif rencana untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, mengevaluasi kinerja eksekutif, dan merevisi rencana kompensasi
yang diperlukan untuk memberikan insentif bagi kinerja eksekutif tinggi.
6. Komite remunerasi harus memastikan pengungkapan kompensasi eksekutif yang
cukup dan sesuai dengan persyaratan pengungkapan menueurt United States Securities
and Exchange Commission (SEC).
7. Komite remunerasi harus memastikan bahwa eksekutif mengembalikan kompensasi
mereka apabila terjadi penyajian kembali hasil keuangan perusahaan.
8. Komite menetapkan kebijakan kompensasi harus memberikan bauran yang tepat dari
bonus gaji dan kompensasi insentif jangka panjang, termasuk pengaturan pesangon dan
pensiun, yang sepenuhnya diungkapkan kepada dan disetujui oleh para pemegang
saham.
9. Komite harus menetapkan metrik kompensasi berbasis kinerja berdasarkan tolok ukur
kinerja yang tepat seperti nilai tambah ekonomi (EVA), nilai tambah pemegang saham
(SVA), return on equity (ROE), return on assets (ROA), sisa pendapatan (RI),
pendapatan, dan uang tunai pertumbuhan arus (EKG).
10. Komite remunerasi harus mendorong kepemilikan saham eksekutif dan
mempromosikan kesetaraan berbasis kompensasi (opsi saham, saham terbatas).
11. Komite remunerasi harus memiliki sebuah piagam yang menyatakan kebijakan,
prosedur, komposisi, otoritas, sumber daya, dan tanggung jawab serta persyaratan
untuk memproduksi laporan tahunan tentang kompensasi eksekutif untuk dimasukkan
dalam proksi pernyataan perusahaan.

14
12. Komite remunerasi harus memberikan kompensasi dan pengungkapan analisis dan
meminta untuk dimasukkan dalam laporan tahunan perusahaan.

b. Komite Nominasi (Nomination/Governance Committee)


Mengawasi proses pencalonan komisaris dan direksi, menyeleksi para kandidat yang akan
dicalonkan, dan mengusulkan kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur tentang struktur dewan
dan proses nominasinya.
Komite nominasi bertugas untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menominasikan
direktur baru pada dewan, dan juga memfasilitasi pemilihan direksi baru oleh pemegang saham.
Komite dapat menggunakan dukungan staf yang diberikan oleh CEO dalam mengidentifikasi dan
merekrut anggota baru dewan direksi perusahaan. Sebuah komite nominasi yang efektif secara
substansial dapat mengurangi peran tradisional dimainkan oleh direktur utama dalam memilih
komisaris baru yang tidak mungkin independen dari manajemen. Sedangkan di Indonesia menurut
Pedoman Umum GCG (KNKG) tahun 2006 menyatakan bahwa komite nominasi dan remunerasi
bertugas membantu dewan komisaris dalam menetapkan kriteria pemilihan calon anggota dewan
komisaris dan direksi serta sistem remunerasinya16. Menurut Sarbanes-Oxley Act (SOX), 17komite
nominasi bertanggung jawab untuk:
1. Meninjau kinerja komisaris saat ini.
2. Menilai kebutuhan untuk komisaris baru.
3. Mengidentifikasi dan mengevaluasi keterampilan, latar belakang, keragaman (jenis
kelamin, latar belakang etnis, dan pengalaman), dan pengetahuan calon komisaris.
4. Memiliki proses nominasi kandidat yang memenuhi syarat objektif.
5. Membantu dalam pemilihan komisaris baru yang berkualitas.
6. Menetapkan kebijakan tata kelola perusahaan (misalnya, kebijakan suara mayoritas).
7. Berkomunikasi dengan pemegang saham mengenai calon dewan dan pemegang saham
lainnya kekhawatiran dan masalah.

16
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia. Jakarta. Diakses tanggal 12 Januari 2013.
17
Iman Sjahputra Tunggal, dan Amin Widjaja Tunggal. 2005. “Memahami Sarbanes-Oxley Act (SOX 2002)”.
Harvarindo. Jakarta.

15
8. Menentukan apakah seluruh dewan komisaris memenuhi persyaratan independensi yang
ditetapkan oleh standar pencatatan dalam hal sebagian besar direktur (setidaknya dua
pertiga) yang independen.
Menurut KNKG di Indonesia18, komite nominasi dan remunerasi bertanggung jawab
membantu dewan komisaris mempersiapkan calon anggota dewan komisaris dan direksi dan
mengusulkan besaran remunerasinya. Dewan komisaris dapat mengajukan calon tersebut dan
remunerasinya untuk memperoleh keputusan RUPS dengan cara sesuai ketentuan anggaran dasar.
Komite nominasi harus memimpin proses penilaian direktur dan pemilihan. Isu-isu berikut harus
dipertimbangkan dalam proses evaluasi termasuk (tetapi tidak terbatas pada hal-hal berikut):
 Jenis kelamin dan keragaman etnis dalam menciptakan keseimbangan yang tepat untuk
memungkinkan komisaris untuk menghadapi tantangan bisnis saat ini dan masa depan dan
mencerminkan basis pelanggan perusahaan sebagai keunggulan kompetitif.
 Pengalaman diperlukan untuk secara efektif mengoperasikan komite dewan.
 Keahlian yang dibutuhkan di masa depan. Sebagai contoh, jika perusahaan mengharapkan
masa depan merger dan akuisisi, memiliki komisaris dengan pengetahuan dan latar
belakang dalam model penilaian akan sangat membantu. Tantangan bagi perusahaan di
masa depan terkait manajemen risiko perusahaan dan tanggung jawab sosial dan
lingkungan juga memerlukan pertimbangan direksi berpengetahuan di daerah tersebut.
 Kebijakan dua termin keanggotaan dewan komisaris bagi komisaris non-eksekutif untuk
menjaga independensinya.
 Kombinasi yang tepat atas kualifikasi komisaris dan karakteristik perilaku.
Setelah komite nominasi menyeleksi beberapa kandidat komisaris, kandidat-kandidat
tersebut harus diseleksi lebih lanjut berdasarkan latar belakang, pengetahuan, keahlian,
keragaman, nilai-nilai etika, dan karakter kandidat yang bersangkutan. Kandidat yang lolos itu
kemudian harus memperoleh persetujuan seluruh komisaris sebelum diajukan dalam pemilihan
oleh pemegang saham. Komite nominasi juga harus melakukan wawancara untuk memastikan
bahwa kandidat yang dipilih tidak hanya memiliki kualitas yang baik, tetapi juga memiliki waktu
dan perhatian untuk menjadi anggota dewan komisaris yang efektif dan kandidat tersebut tidak

18
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia. Jakarta. Diakses tanggal 12 Januari 2013.

16
menjabat terlalu banyak di dewan lain. Apabila kandidat tersebut telah terpilih dalam RUPS, maka
ia akan menjabat selama masa jabatannya kecuali dipecat atau dipaksa mengundurkan diri, sesuatu
yang jarang terjadi.
Pada masa lalu, tidak terdapat batasan masa jabatan dewan komisaris. Dengan demikian,
komisaris incumbent akan selalu terpilih kembali kecuali dipecat atau pensiun, suatu hal yang
jarang terjadi. Namun, pada saat ini, telah diberikan saran untuk memastikan bahwa kandidat
incumbent memadai untuk dipilih kembali:
 Menetapkan usia pensiun wajib bagi semua komisaris independen, komisaris interal dan
incumbent. Saat ini tidak ada hukum, standar pencatatan, atau persyaratan eksternal lainnya
mandat usia pensiun standar untuk direksi. Dengan demikian, perusahaan publik, dalam
mengikuti praktek tata kelola perusahaan terbaik (misalnya, pernyataan kebijakan CII),
harus memutuskan usia pensiun terbaik bagi komisaris mereka (mungkin di kisaran 70
sampai 75 tahun).
 Gunakan evaluasi tahunan dewan sebagai sarana untuk menilai kualifikasi, pengetahuan,
kepercayaan, dan perubahan dalam status komisaris yang ada dan kelayakan mereka untuk
dinominasikan untuk pemilihan kembali.
 Gunakan batas maksimal untuk pemilihan kembali komisaris incumbent.
 Perlu sertifikasi tahunan dari komisaris untuk mengungkapkan setiap perubahan keadaan
kerja utama mereka, potensi konflik kepentingan, dan keterlibatan dalam tindakan ilegal
atau perilaku tidak etis yang dapat memalukan bagi perusahaan.
 Memberikan insentif dan kesempatan bagi direksi untuk mengundurkan diri dari dewan
sebelum pencalonan kembali dan dipilih kembali dalam keadaan ketika mereka tidak
efektif, telah terlibat dalam perilaku tidak etis atau tindakan ilegal, atau terkait dengan
konflik kepentingan.
 Mendorong pemegang saham, investor institusional khususnya, untuk memasukkan
nominator dewan mereka pada surat suara resmi perusahaan.
 Mendorong pendidikan tahunan melanjutkan direktur untuk memastikan bahwa
pengetahuan mengenai corporate governance dan finansial tetap diperbarui.

17
c. Komite Audit (Audit Committee)
Komite audit secara sempit didefinisikan sebagai komite yang dibentuk oleh dewan direksi
perusahaan untuk bertindak sebagai penghubung antara manajemen dan auditor eksternal. Komite
audit juga secara luas didefinisikan bertindak sebagai perwakilan pemegang saham untuk
melindungi kepentingan dan hak mereka. Selanjutnya Komite audit juga didefinisikan sebagai
Komite yang terdiri dari direktur independen, yang ditugaskan dengan fungsi pengawasan untuk
memastikan tata kelola perusahaan yang bertanggung jawab, proses pelaporan keuangan yang
andal, struktur kontrol internal yang efektif, fungsi audit yang kredibel, proses pengaduan-
pengaduan yang diinformasikan, dan kode etik bisnis yang sesuai dengan tujuan menciptakan nilai
pemegang saham jangka panjang dengan melindungi kepentingan pemangku kepentingan lainnya.
Memberikan suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan
penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen 19. Komite Audit memiliki
tugas terpisah dalam membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam
memberikan pengawasan secara menyeluruh. Sebagai contoh, Komite Audit memiliki wewenang
untuk melaksanakan dan mengesahkan penyelidikan terhadap masalah-masalah di dalam cakupan
tanggung jawabnya. The Institute of Internal Auditors (IIA) merekomendasikan bahwa setiap
perusahaan publik harus memiliki Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap. IIA juga
menganjurkan dibentuknya Komite Audit di dalam organisasi lainnya, termasuk lembaga-lembaga
non-profit dan pemerintahan20. Komite Audit agar beranggotakan Komisaris Independen, dan
terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab utama untuk
membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah
yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem
pelaporan keuangan21.

 PRINSIP KOMITE AUDIT


Prinsip-prinsip komite audit berikut ini berasal dari berbagai publikasi, aturan, dan
peraturan dari SOX, aturan terkait Securities and Exchange Commission (SEC), rekomendasi
BRC, dan publikasi lembaga komite audit KPMG, yaitu:

19
Egon Zehnder International. (2000). Corporate Governance and the Role of The Board of Directors.
20
Sawyer Lawrance B. Mortinez. 2003. Internal Auditing Florida. The IIA.
21
The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and the Audit Committee: Working Together Towards
Common Goals

18
1. Pembentukan komite audit: Perusahaan publik harus membentuk komite audit yang
disesuaikan dengan struktur tata kelola perusahaan mereka dan budaya serta karakteristik
perusahaan yang cocok untuk semua.
2. Independensi komite audit: Komite audit hanya boleh terdiri dari direktur independen.
3. Kualifikasi anggota komite audit: Paling tidak, semua anggota komite audit harus melek
finansial dengan satu anggota ditunjuk sebagai ahli keuangan komite. Anggota juga harus
memiliki pengetahuan, pengalaman, informasi, kewaspadaan, dan rajin. Karakteristik yang
membuat anggota komite audit efektif adalah
1) Pemahaman umum tentang risiko ekonomi, bisnis, operasi, dan keuangan utama
perusahaan;
2) Pengetahuan luas tentang keterkaitan operasi perusahaan dan pelaporan keuangan;
3) Pemahaman yang jelas tentang perbedaan antara fungsi pengambilan keputusan
perusahaan yang didelegasikan kepada manajemen dan fungsi pengawasannya yang
diambil oleh komite audit;
4) Kemampuan untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan menyelidik tentang
operasi perusahaan, bisnis, pengendalian internal, proses pelaporan keuangan, dan
kegiatan audit; dan
5) Keberanian untuk menantang manajemen bila perlu.
4. Wewenang komite audit: Wewenang komite audit harus didelegasikan oleh dewan direksi
untuk melaksanakan tanggung jawab pengawasan yang ditugaskan, termasuk wewenang
untuk merekrut, memberikan kompensasi, dan memecat baik auditor independen maupun
internal, otoritas untuk melibatkan penasihat independen dan penasihat lainnya, dan
wewenang untuk melakukan penyelidikan yang dianggap perlu.
5. Pendanaan komite audit: Komite audit harus diberikan dana yang cukup untuk
pembayaran dan kompensasi kepada auditor independen, auditor internal (kepala eksekutif
audit), penasihat hukum, dan penasihat lainnya.
6. Fungsi pengawasan komite audit: Minimal, komite audit harus bertanggung jawab untuk
mengawasi tata kelola perusahaan, pengendalian internal, pelaporan keuangan, penilaian
risiko, audit internal, kode etik, program whistleblower, dan audit eksternal.
7. Akuntabilitas komite audit: Komite audit pada akhirnya harus bertanggung jawab kepada
dewan direksi sebagai perwakilan dari semua pemangku kepentingan, terutama pemegang

19
saham. Komite harus melaporkan secara triwulanan kepada dewan direksi, dan setiap tahun
kepada para pemegang saham, tentang kegiatan, pencapaian, dan kinerjanya. Komite audit
juga harus dievaluasi setiap tahun untuk pencapaian tujuannya.
8. Piagam komite audit: Komite audit harus memiliki piagam tertulis yang disesuaikan
dengan perusahaan yang dengan jelas menggambarkan wewenang, sumber daya,
pendanaan, tugas, tanggung jawab pengawasan, struktur, proses, independensi, kualifikasi
dan persyaratan keanggotaan, dan hubungan dengan manajemen, auditor internal , dan
auditor independen.
9. Agenda komite audit: Agenda yang komprehensif, tertulis, dan berkembang dengan baik
membantu komite audit fokus pada misinya dan memenuhi tanggung jawab
pengawasannya. Agenda harus disiapkan terlebih dahulu dengan masukan dari manajemen,
auditor internal, auditor independen, penasihat hukum, dan personel lain yang terlibat, serta
dilakukan secara efektif dan didokumentasikan dengan baik.
10. Orientasi komite audit, pelatihan, dan pendidikan berkelanjutan: Reformasi tata kelola
perusahaan yang berkembang yang dihasilkan dari pengesahan SOX, aturan implementasi
terkait SEC, dan standar daftar bursa efek nasional mengharuskan komite audit menemukan
cara untuk melaksanakan tanggung jawab yang ditugaskan dan tetap mengikuti peraturan
baru, standar, tren, dan persyaratan lainnya. Komite audit harus menyadari reformasi yang
muncul dan mengatasi kemungkinan dampaknya pada struktur tata kelola perusahaan
perusahaan mereka. Harus ada program orientasi untuk anggota komite audit yang baru
diangkat, dan semua anggota harus berpartisipasi dalam pelatihan tahunan dan program
pendidikan berkelanjutan untuk mengikuti inisiatif yang muncul.

 TANGGUNG JAWAB KOMITE AUDIT


Tanggung jawab komite audit telah berkembang dari bertindak sebagai penghubung
antara manajemen dan auditor eksternal dalam menjaga independensi auditor menjadi
mengawasi proses pelaporan keuangan dan kontrol internal. SOX memperpanjang tanggung
jawab komite audit dan mendefinisikan tanggung jawab ini sebagai pengawasan terhadap
“proses akuntansi dan pelaporan keuangan perusahaan dan mengaudit laporan keuangan
perusahaan”. Bagian 301 dari SOX juga meminta komite audit secara langsung bertanggung
jawab untuk merekrut, memecat, memberi kompensasi, dan mengawasi pekerjaan audit auditor

20
eksternal. Aturan SEC mensyaratkan bahwa komite bertanggung jawab langsung untuk
persetujuan awal dari semua layanan (audit dan nonaudit) yang diberikan oleh auditor
independen kepada perusahaan atau anak perusahaannya.
Aturan SEC dimaksudkan untuk memperkuat tanggung jawab komite audit untuk
meningkatkan obyektifitas dan independensi auditor eksternal, melindungi auditor independen
dari tekanan yang dapat ditimbulkan oleh manajemen, dan mengurangi potensi konflik
kepentingan antara manajemen dan auditor eksternal. Aturan SEC mengharuskan semua audit,
review, dan layanan pengesahan sebagai berikut:
1) secara khusus disetujui oleh komite audit pada pendekatan kasus per kasus, atau
2) memenuhi persyaratan kebijakan pra-persetujuan yang telah ditetapkan oleh komite
audit.
Perusahaan publik diharuskan untuk mengungkapkan kebijakan pra-persetujuan yang
diadopsi untuk semua audit dan semua layanan nonaudit yang diizinkan yang dibuat oleh komite
audit, bersama dengan dua tahun terakhir dari semua biaya auditor independen dalam empat
kategori audit, audit terkait, pajak, dan semua layanan lainnya.
Komite audit, sebagai perwakilan dewan direksi perusahaan, harus memikul tanggung
jawab yang didelegasikan kepadanya oleh dewan. Dengan demikian, tanggung jawab utama
komite adalah untuk mewakili investor dan pemangku kepentingan lainnya dan melindungi
investasi mereka. Dewan direksi, sementara mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab
kepada komite audit, harus mempertimbangkan
(1) struktur tata kelola perusahaan perusahaan;
(2) bahwa tanggung jawab yang didelegasikan telah mematuhi undang-undang dan
peraturan yang berlaku, termasuk SOX, peraturan terkait SEC, standar daftar, dan
praktik terbaik;
(3) keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab yang didelegasikan kepada
komite audit; dan
(4) tingkat dan sifat fungsi pengawasan komite audit dalam pelaporan keuangan,
pengendalian internal, penilaian risiko, dan kegiatan audit.
Tanggung jawab pengawasan komite audit dapat dikelompokkan ke dalam kategori berikut:
1. Tata kelola perusahaan. Komite audit, sebagai salah satu peserta penting dan
berpengaruh dalam tata kelola perusahaan, harus berpartisipasi dengan komite dewan

21
lainnya (kompensasi, pencalonan, tata kelola) dalam mengawasi efektivitas tata kelola
perusahaan tanpa memikul tanggung jawab manajerial.
2. Kontrol internal. Komite audit harus mengawasi struktur pengendalian internal
perusahaan untuk memastikan hal-hal sebagai berikut:
(a) efisiensi dan efektivitas operasi,
(b) keandalan pelaporan keuangan, dan
(c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Pengawasan komite terhadap Bagian 404 tentang kontrol internal menjadi lebih penting
karena perusahaan publik diharuskan untuk mengesahkan ICFR mereka. Komite audit
harus (a) mengetahui eksekutif senior yang secara langsung bertanggung jawab dan
pada akhirnya bertanggung jawab atas kepatuhan Bagian 404; (b) memahami proses
membangun dan mempertahankan kontrol internal yang memadai dan efektif; (c)
memahami prosedur untuk menilai baik desain maupun operasi ICFR; (d) memahami
dokumentasi kepatuhan yang sesuai dengan Bagian 404; (e) meninjau laporan
manajemen tentang efektivitas ICFR; (f) mengkaji laporan auditor yang
mengungkapkan pendapat tentang penilaian manajemen terhadap efektivitas ICFR; (g)
mengevaluasi defisiensi signifikan yang diidentifikasi dan kelemahan material dalam
pengendalian internal; (h) puas dengan upaya manajemen dan auditor serta laporan
tentang ICFR; dan (i) memastikan bahwa manajemen telah menangani dengan baik
kelemahan material yang diidentifikasi.
3. Laporan keuangan. Komite audit harus mengawasi proses pelaporan keuangan
dengan meninjau laporan keuangan tahunan dan triwulanan, termasuk (a) MD&A; (B)
prinsip akuntansi, praktik, estimasi, dan cadangan; dan (c) masukan, komentar,
penyesuaian, dan entri klasifikasi auditor independen. Komite audit bertanggung jawab
untuk mengawasi integritas dan transparansi pengungkapan keuangan perusahaan.
4. Kegiatan audit. Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi kegiatan audit
internal dan eksternal. Komite memiliki tanggung jawab langsung untuk merekrut,
memberi kompensasi, dan memecat auditor independen perusahaan dan CAE (kepala
departemen audit internal). Bagian 201 dan 202 dari SOX mengharuskan komite audit
perusahaan untuk menyetujui semua layanan audit dan nonaudit yang diizinkan. Ini
dapat didelegasikan kepada anggota komite yang kemudian harus mempresentasikan

22
persetujuan awal layanan nonaudit kepada komite audit penuh dalam pertemuan
rutinnya. Dengan demikian, komite audit harus (a) memastikan pemahaman semua
layanan nonaudit yang diizinkan, (b) mengevaluasi kualifikasi penyedia layanan
nonaudit yang telah disetujui, dan (c) memilih penyedia terbaik dengan
mempertimbangkan penguatan independensi auditor dari manajemen. Meskipun aturan
implementasi terkait SOX dan SEC mengizinkan layanan pajak tertentu untuk
dilakukan oleh auditor independen perusahaan bersamaan dengan layanan audit,
PCAOB dalam Standar Audit No. 4 membatasi kinerja layanan pajak tertentu seperti
tempat penampungan pajak. auditor dan CAE pada akhirnya harus bertanggung jawab
kepada komite audit. Komite harus meninjau laporan auditor independen tentang
laporan keuangan, ICFR, dan laporan audit internal penting lainnya.
5. Kode etik berlaku. Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi pembentukan
dan penegakan kode etik perusahaan untuk memastikan bahwa kebijakan “nada di atas”
diterapkan untuk mempromosikan perilaku etis di seluruh perusahaan.
6. Program pengungkap fakta. Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi
pembentukan dan penegakan program whistleblower sesuai dengan persyaratan aturan
SOX dan terkait SEC. SOX menciptakan peluang untuk pengajuan pengaduan secara
rahasia dan anonim dengan meminta komite audit perusahaan menetapkan prosedur
untuk pengumpulan dan perawatan pengaduan tersebut. Administrasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (OSHA), sebuah divisi dari Departemen Tenaga Kerja AS, diberi
tanggung jawab untuk mendengar, menginvestigasi, dan mengadili tuduhan
pembalasan.21 Sesuai dengan pengesahan SOX, karyawan yang berkepentingan
dimungkinkan untuk melaporkan keuangan dan akuntansi penyimpangan serta
penipuan tanpa takut menderita penurunan pangkat, penangguhan, pelecehan,
ancaman, kehilangan pekerjaan, atau segala bentuk retribusi lainnya.
Untuk mengimplementasikan secara efektif ketentuan-ketentuan SOX yang berkaitan
dengan pelapor, perusahaan publik harus menetapkan prosedur yang memungkinkan
karyawan untuk secara anonim melaporkan dugaan pelanggaran. Program dan prosedur
ini mencakup membangun hotline yang efektif dengan nomor bebas pulsa dan
kemampuan untuk menerima panggilan panggilan, nomor faks, alamat surat biasa atau
kotak pos, dan situs Web rahasia.

23
7. Manajemen risiko perusahaan. Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi
manajemen risiko perusahaan dan memastikannya sesuai dalam mengidentifikasi
peristiwa dan transaksi bisnis, risiko terkait, toleransi risiko manajemen, dan tindakan
yang diambil untuk memantau dan meminimalkan risiko yang mengancam integritas
laporan keuangan.
8. Penipuan laporan keuangan. Survei Forensik Fraud KPMG 2003 menunjukkan
bahwa walaupun kecurangan laporan keuangan menyumbang persentase kecil (sekitar
7 persen) dari total kecurangan, itu merupakan mayoritas dari total biaya.22 Beberapa
faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecurangan laporan keuangan kurangnya
pengawasan ketat oleh dewan direksi, kontrol internal yang tidak efektif, dan kolusi
antara manajemen dan karyawan.
Pada umumnya, Komite Audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu;
a. Laporan Keuangan (Financial Reporting);
Tanggung jawab Komite Audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan
bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang
sebenarnya tentang hal-hal sebagai berikut:
1. Kondisi keuangan;
2. Hasil Usahanya;
3. Rencana dan komitmen jangka panjang.
Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:
1. Merekomendasikan auditor eksternal;
2. Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan auditor eksternal, yaitu:
 Surat penunjukkan auditor.
 Perkiraan biaya audit.
 Jadwal kunjungan auditor.
 Koordinasi dengan internal audit.
 Pengawasan terhadap hasil audit.
 Menilai pelaksanaan pekerjaan auditor.
4. Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan-keputusan yang menyangkut
kebijaksanaan;
5. Meneliti Laporan Keuangan (Financial Statement), yang meliputi:

24
 Laporan Paruh Tahun (Interim Financial Statements).
 Laporan Tahunan (Annual Financial Statements).
 Opini Auditor dan Management Letters.
Khusus tentang penilaian atas kebijakan akuntansi dan keputusan suatu kebijaksanaan,
dapat dilakukan secara efektif dengan memperoleh suatu rangkuman yang singkat tentang semua
kebijakan akuntansi yang mendasari laporan keuangan yang diperoleh dari pejabat dalam bidang
akuntansi.
b. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Tanggung jawab Komite Audit dalam bidang Corporate Governance adalah untuk
memastikan, bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang
berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif
terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. Ruang
lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:
1. Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap undang-
undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan terhadap perbuatan
yang merugikan perusahaan dan kecurangan;
2. Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda serta yang
menyangkut masalah Corporate Governance dalam hal mana perusahaan menjadi salah
satu pihak yang terkait di dalamnya;
3. Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan kepentingan,
perbuatan yang merugikan perusahaan, dan kecurangan;
4. Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan Corporate Governance
dan temuan-temuan penting lainnya.
c. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)
Tanggung jawab Komite Audit untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya
pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem
pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.
Ruang lingkup audit internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan
efektifitas sistem pengawasan intern. Disamping itu, definisi baru tentang audit intern memperkuat
tanggung jawab Komite Audit dalam hal Corporate Control karena dalam definisi tersebut
dinyatakan, bahwa audit intern merupakan kegiatan yang mandiri dalam memberikan kepastian

25
(assurance), serta konsultasi untuk memberikan nilai tambah untuk memperbaiki kegiatan suatu
organisasi dalam mencapai tujuannya melalui suatu pendekatan secara sistematik dan disiplin
dalam menilai dan memperbaiki efektifitas manajemen risiko, pengawasan dan proses
Governance22.
 Tanggung Jawab Komite Audit
Tanggung jawab pengawasan yang ditingkatkan dari komite audit dapat menciptakan
eksposur hukum baru untuk komite. Selain itu, komite audit sekarang sedang dalam pengawasan
ketat oleh regulator, pembuat standar, pemegang saham, dan aktivis tata kelola perusahaan. Potensi
peningkatan paparan hukum ini seharusnya (1) tidak berdampak buruk pada sikap dan proses
pengambilan keputusan anggota komite dalam arti bahwa anggota harus terus mendasarkan
keputusan dan tindakan mereka pada standar profesional yang sehat dan dapat dibenarkan, perilaku
etis, dan penilaian profesional; (2) mendorong dokumentasi yang tepat dari agenda komite; dan
(3) menekankan penyimpanan risalah rapat terperinci dan risalah musyawarah untuk keputusan
dan tindakan pengawasannya. Diharapkan bahwa kepatuhan terhadap reformasi tata kelola
perusahaan akan meningkatkan efektivitas fungsi pengawasan komite audit dan dengan demikian
mengurangi paparan hukum. Kepatuhan ini juga harus membantu komite dalam membuat
keputusan berdasarkan informasi, yang menurut aturan penilaian bisnis dianggap sebagai
pemenuhan kewajiban fidusia, tanpa adanya kelalaian besar, bahkan jika keputusan tersebut
kemudian terbukti salah.
Komite audit diharapkan untuk melakukan uji tuntas dalam menentukan fakta berdasarkan
informasi yang mereka terima dari manajemen dan pihak lain dan membuat penilaian tentang
peristiwa di mana mereka tidak memiliki keahlian. Anggota komite audit dapat dimintai
pertanggungjawaban karena melanggar kewajiban fidusia dan dikenakan litigasi berdasarkan
hukum negara. Mereka juga dapat dimintai pertanggungjawaban berdasarkan Undang-Undang
Sekuritas 1933 dan Undang-Undang Bursa Efek 1934 untuk distribusi informasi yang salah atau
menyesatkan secara material kepada investor. SOX melarang direktur untuk menipu investor atau
berdagang secara curang selama periode pemadaman pensiun.
 Pelaporan Komite Audit
Biasanya ada tiga laporan komite audit yang diantaranya adalah sebagai berikut:

22
The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and The Audit Committee

26
1. Komite audit harus memberikan laporan rutin atau risalah rapatnya kepada dewan
direksi perusahaan yang menjelaskan agenda, kegiatan, pertimbangan, dan
rekomendasi komite.
2. Disamping laporan rutin ini kepada dewan, komite harus menyerahkan laporan
tahunan formal kepada dewan direksi, meringkas wewenang, tugas, tanggung
jawab pengawasan, sumber daya, pendanaan, kinerja, rekomendasi, dan
musyawarah selama satu tahun terakhir dan agenda untuk tahun mendatang.
3. Komite audit harus menyiapkan dan menyerahkan laporan tahunan formal kepada
pemegang saham, yang menyatakan bahwa:
1) standar keuangan yang disiapkan sesuai dengan GAAP dimasukkan dalam
laporan tahunan pada Formulir 10-K atau Formulir 10-KSB,
2) komite telah mengadopsi piagam dan telah memenuhi tanggung jawab
pengawasannya sebagaimana ditentukan dalam pernyataan proksi,
3) komite telah meninjau laporan keuangan yang diaudit dengan manajemen,
4) komite membahas dengan auditor independen hal-hal yang perlu
dikomunikasikan kepada komite sesuai dengan standar audit yang diterima
secara umum (GAAS), dan
5) komite menerima pengungkapan independen dari auditor independen dan
membahas hal-hal yang relevan dengan independensi auditor.
Komite audit melaporkan kepada pemegang saham lebih lanjut membahas (1) manajemen
dan laporan auditor independen tentang ICFR; (2) tanggung jawab pengawasan komite atas kontrol
internal; (3) kebijakan dan prosedur pra-persetujuan untuk layanan audit dan nonaudit; (4) program
pengungkap fakta; dan (5) keterlibatan komite dalam merekrut, mempertahankan, dan mengawasi
pekerjaan auditor independen, penilaian keseluruhan kualitas audit, dan efektivitas audit
independen atas laporan keuangan.
Tanggung jawab pelaporan komite audit terutama adalah kepada dewan direksi dan
pemegang saham, meskipun komite tersebut harus berkomunikasi dengan berbagai peserta tata
kelola perusahaan, termasuk manajemen, auditor internal, penasihat hukum, penasihat keuangan,
dan auditor eksternal. Komite harus melaporkan secara teratur kepada dewan direksi perusahaan
mengenai kegiatan, temuan, rekomendasi, dan rapatnya. Format dan isi laporan komite audit

27
tergantung pada ukuran komite audit, tanggung jawab pengawasan yang diembannya, jumlah rapat
selama tahun tersebut, dan jumlah pakar keuangan yang ditunjuk (minimal satu).
Laporan khas kepada pemegang saham terdiri dari beberapa paragraf. Paragraf pertama
menjelaskan pembentukan dan komposisi komite audit. Paragraf kedua menjelaskan tanggung
jawab manajemen perusahaan, auditor independen, dan komite audit yang berkaitan dengan ICFR
dan penyusunan laporan keuangan. Paragraf tiga menyatakan bahwa komite telah bertemu dengan
manajemen dan auditor independen untuk membahas persiapan laporan keuangan sesuai dengan
GAAP dan kinerja audit keuangan sesuai dengan GAAS. Paragraf ini juga menjelaskan
komunikasi komite tentang masalah akuntansi, audit, dan pengendalian internal dengan
manajemen dan auditor independen. Paragraf keempat membahas independensi auditor. Paragraf
ini menyatakan bahwa auditor independen telah memberikan kepada komite pengungkapan tertulis
yang disyaratkan oleh Standar Independen Dewan Standar No. 1 dan telah membahas
independensi auditor dengan auditor eksternal. Paragraf ini juga menjelaskan ketentuan layanan
nonaudit yang kompatibel dengan menjaga independensi auditor. Paragraf terakhir menyatakan
bahwa, berdasarkan diskusi komite audit dengan manajemen dan auditor independen, komite
merekomendasikan agar dewan direksi memasukkan laporan keuangan yang diaudit ke dalam
arsipnya dengan SEC pada Formulir 10-K.
 Audit Committee Charter
Suatu dokumen yang mengatur tentang tugas, tanggung jawab, dan wewenang serta
struktur Komite Audit yang dituangkan secara tertulis dan disahkan oleh Dewan Komisaris akan
merupakan suatu dokumen (charter) yang menjamin terciptanya dengan baik kondisi pengawasan
suatu perusahaan, disamping perlu adanya suatu wacana dari pimpinan perusahaan akan
pentingnya pengawasan (tone at the top). Peran Komite Audit adalah untuk mengawasi dan
memberi masukan kepada Dewan Komisaris dalam hal terciptanya mekanisme pengawasan.
Tetapi dalam kenyataannya banyak anggota Komite Audit yang tidak mempunyai pengetahuan
yang cukup dalam masalah pengawasan intern, dan bahkan tidak sedikit yang kurang mempunyai
latar belakang akuntansi dan keuangan yang memadai. Oleh karena itu, anggota Komite Audit
perlu mempunyai suatu pedoman tentang tanggung jawab dan wewenang dalam melaksanakan
tugasnya dalam bentuk Audit Committee Charter tersebut. Tanggung jawab Komite Audit minimal
yang menyangkut proses penyusunan laporan keuangan dan pelaporan lainnya, pengawasan
intern, serta dipatuhinya ketentuan tentang undang-undang dan peraturan serta etika bisnis.

28
Dokumen itu juga harus menyatakan, bahwa Komite Audit akan mengadakan rapat secara periodik
dan dapat mengadakan rapat tambahan atau rapat-rapat khusus bila diperlukan. Selanjutnya
wewenang, tanggung jawab dan struktur Komite Audit harus ditetapkan dalam peraturan
perusahaan.
Berpedoman pada ketentuan the Institute of Internal Auditor mengenai Audit Committee
Charter yang harus dinyatakan dengan jelas adalah yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:
 Tanggung jawab utama untuk laporan keuangan dan lainnya, pengawasan intern dan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, peraturan dan etika bisnis dalam
perusahaan tetap berada di tangan manajemen eksekutif;
 Pimpinan puncak badan eksekutif, mempunyai tanggungjawab menyeluruh dalam bidang-
bidang tersebut diatas, dan Komite Audit membantu Dewan Komisaris dalam
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.
Komite Audit harus mempunyai akses pada sumber informasi, termasuk dokumen dan
personalia, dan mempunyai fasilitas yang memadai untuk melaksanakan seluruh
tanggungjawabnya tersebut;
 Diperlukan adanya penilaian yang tidak berpihak dan objektif tentang manajemen
perusahaan;
 Pimpinan puncak badan eksekutif dan Dewan Direksi harus mendukung Komite Audit,
yang bekerja secara mandiri dan bebas dari pengaruh manajemen maupun pengaruh
lainnya yang merupakan kelemahan perusahaan;
 Komite Audit dan auditor internal harus memelihara suatu tingkat kemandirian profesional
dalam menilai pelaksanaan tanggungjawab manajemennya. Akan tetapi, ini tidak berarti,
bahwa suatu peran yang harus berlawanan dengan manajemen, karena pada dasarnya
auditor internal dan manajemen harus mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk
peningkatan efisiensi;
 Untuk memastikan kemandirian fungsi audit intern dan yang memastikan bahwa temuan
audit telah ditindaklanjuti secara wajar, Komite Audit harus meningkatkan dan
memperbaiki kerja sama yang saling menguntungkan dengan auditor internal, dan
manajemen eksekutif23.

23
The Institute of Internal Auditors, The Audit Committee in the Public Sector

29
5) Komite Lain
Dewan komisaris dapat membentuk komite khusus lain untuk membantu tugas dean
komisaris terkat dengan kejadian-kejadian khusus. Proses pembentukan komite khusus ini sangat
penting. Komite ini harus memiliki tugas yang jelas, melaksanakan pekerjaannya dengan penuh
tanggung jawab, dan tidak memiliki kepentingan. Berikut adalah beberapa pedoman dalam
pembentukan komite-komite khusus:
a. Anggota komite tersebut harus diseleksi secara hati-hati, untuk memastikan tidak ada
konflik kepentingan.
b. Jumlah kompensasi/gaji yang diberikan harus dipertimbangkan dengan seksama agar
tidak memicu masalah lain.
c. Tugas yang diberikan harus jelas dan tertulis.
d. Apabila anggota komite tersebut bertindak sebagai pihak yang memiliki kepentingan
atas perusahaan, maka anggota tersebut tidak boleh memanfaatkan sumber daya
perusahaan.
e. Komite tersebut harus bekerja dengan informasi yang memadai.
 Komite Governance atau Strategik
Komite governance atau strategik bertugas menyusun agenda bagi dewan komisaris untuk
menentukan isu-isu apa dan sejauh mana harus didiskusikan dengan manajemen. Dewan komisaris
tidak memiliki informasi yang memadai, untuk itu komite governance bekerja sama dengan
direktur utama perusahaan menyususn agenda rapat yang disetujui kedua belah pihak. Bekerja
sama dengan manajemen, komite governance setiap tahun harus mengidentifikasi prioritas-
prioritas perusahaan termasuk arah strategi perusahaan, aktivitas pendanaan, peluang investasi,
rencana suksesi dan pertumbuhan berkelanjutan. Prioritas-prioritas ini kemudian disusun dalam
agenda rapat dewan komisaris. Pada intinya, komite governance harus:
1. Mengendalikan agenda dan pelaksanaan rapat
2. Mengevaluasi agenda yang lalu dan lamanya rapat untuk memastikan bahwa setiap isu
didiskusikan dalam waktu yang memadai.
3. Merevisi agenda apabila diperlukan dan mengatur prioritas dalam rapat.
Indonesia juga memiliki komite khusus terkait dengan governance, yaitu Komite
Kebijakan Corporate Governance. Namun, berbeda dengan komite governance yang dibahas
sebelumnya, komite ini bertanggung jawab untuk membantu dewan komisaris mengkaji

30
pelaksanaan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh direksi serta menilai konsistensi
penerapannya, termasuk yang terkait dengan etika perusahaan dan tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR).
 Komite Komisaris Independen Eksternal
Apabila direktur utama perusahaan (CEO) juga bertindak sebagai ketua dewan komisaris,
maka harus dibentuk komite dewan komisaris yang independen dan berasal dari pihak eksternal
untuk menjaga independensi dewan komisaris dari pengaruh manajemen dan CEO. Komite ini
terdiri dari komisaris non-eksekutif dan harus terlibat dalam fungsi pengawasan.
 Komite Eksekutif
Komite eksekutif bertugas mengevaluasi dan menyetujui keputusan, rencana, dan tindakan
manajerial atas nama seluruh anggota dewan komisaris. Tugas ini dijalankan apabila sulit untuk
mempertemukan seluruh anggota dewan komisaris untuk membahas isu penting dengan waktu
terbatas. Komite eksekutif dapat dibentuk atas pimpinan setiap komite untuk mengorganisasikan
aktivitas mereka dan menyusun agenda untuk seluruh dewan komisaris.
 Komite Pengungkapan
Komite Pengungkapan dibentuk untuk membantu pihak eksekutif mematuhi aturan SOX
Seksi 30224 mengenai pengendalian internal dan pelaporan keuangan. Komite pengungkapan
terdiri atas pihak-pihak yang memahami pemenuhan kebutuhan periodik perusahaan, praktik
pengungkapan bisnis dan hukum, serta prosedur dan pengendalian pengungkapan. Pihak-pihak
yang harus dilibatkan dalam komite ini adalah general counsel, chief accounting officer, controller,
risk management officer, outside legal counsel, dan hubungan investor.
 Komite Teknologi Informasi
Komite ini merupakan komite yang khusus untuk mengelola dan mengawasi hal-hal terkait
dengan teknologi informasi. Komite ini bertugas mengawasi proyek dan fungsi IT sebagaimana
mengevaluasi peluang strategis dan teknologi masa depan.
 Komite Kebijakan Risiko
KNKG25 Indonesia menyarankan perusahaan untuk membuat komite kebijakan risiko
apabila dirasa membutuhkan. Komite kebijakan risiko bertugas membantu dewan komisaris dalam

24
Iman Sjahputra Tunggal, dan Amin Widjaja Tunggal. 2005. “Memahami Sarbanes-Oxley Act (SOX 2002)”.
Harvarindo. Jakarta.
25
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia. Jakarta. Diakses tanggal 12 Januari 2013

31
mengkaji sistem manajemen risiko yang disusun oleh direksi serta menilai toleransi risiko yang
dapat diambil oleh perusahaan.

Kasus

PT SUMALINDO LESTARI JAYA Tbk


Struktur Dewan Komisaris dan Direksi PT Sumalindo Lestari Jaya:
Tahun Tahun Tahun
Komisaris
2007 s/d 2009 2010 s/d 2011 2012
Presiden Komisaris Ambran Sunarko Wijiasih Cahyasasi Wijiasih Cahyasasi
Komisaris Kadaryanto Kadaryanto Kadaryanto
Komisaris Setiawan Harliantosaputro Setiawan Harliantosaputro Trenggono Purwosuprodjo
Komisaris Independen Harbrinderjit Singh Dillon Harbrinderjit Singh Dillon Husni Heron
Komisaris Independen Husni Heron Husni Heron Amiruddin Arris

Tahun Tahun Tahun


Direktur
2007 s/d 2009 2010 s/d 2011 2012
Presiden Direktur Amir Sunarko Amir Sunarko Amir Sunarko
Wakil Presiden Direktur David David David
Direktur Lee Yuen Chak Lee Yuen Chak Rudy Gunawan
Direktur - Trenggono Purwosuprodjo

Pada tahun 2007 Presiden Direktur PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk hingga sekarang adalah
Amir Sunarko dengan Komisaris Utama Ambran Sunarko (sebelum digantikan oleh Wijiasih
Cahyasasi, kak kandung Ani Yudhoyono, pada tahun 2010). Adapun pergantian Presiden
Komisaris dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) yang
merupakan upaya PT. Sumalindo dalam menghadapi kasus pembakaran hutan di Kutai
Kartanegara yang menjerat dua petinggi perusahaan yaitu Ambran Sunarko (Presiden Komisaris)
dan David (Direktur). Hal ini merupakan upaya yang dilakukan oleh PT. Sumalindo Lestari Jaya
Tbk dimana melakukan permintaan “perlindungan hukum” atau sebagai tameng yang dapat
membantu perusahan menyelesaikan masalah-masalah yang tengah dihadapi melalui lobi-lobi
dalam kekuasan yang dimiliki oleh Wiwiek. Mengingat dimana Wiwiek sendiri merupakan kakak
ipar dari presiden dijaman itu yaitu Presiden Susiolo Bambang Yudhoyono (SBY).

32
Selanjutnya Aris Sunarko, Ambran Sunarko dan Amir Sunarko adalah kakak beradik
kandung dari anak Hasan Sunarko yang merupakan pemilik Group Hasko. Hasan Sunarko sendiri
adalah pendiri PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk bersama dengan Putera Sampurna. Melalui PT
Sumber Graha Sejahtera (SGS) Hasan sunarko yang memiliki 40% saham dan Micheal Sampurna
42% saham dari SGS menjadi pemegang saham mayoritas pada PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk.
Adapun PT Sumber Graha Sejahtera (SGS) milik Hasan Sunarko yang pemegang saham dan
direksinya dikendalikan oleh Aris Sunarko yang juga merupakan kakak kandung dari Amir dan
Ambran Sunarko sedangkan Presiden Komisarisnya adalah Micheal Sampurna yang merupakan
putra dari pemilik Group Sampurna (Sampurna Frestry Limited). Namun pada tahun 2010 Ambran
Sunarko dalam RUPSLB dipimpin oleh Komisaris Independen PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk,
Harbrinderjit Singh Dillon menyetuji melakukan pergantian Presiden Komisaris pada PT
Sumalindo, dialasankan karena telah ditetapkanya sebagai tersangka dalam kasus pembakaran
hutan di Kutai Kartanegara. Oleh karena itulah terjadi perubahan susunan Dewan Komisaris dan
Direksi perusahaan periode 2010 s/d 2012 sebelum PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk sendiri
berganti nama menjadi PT SLJ Global Tbk yang dilakukan seiring dengan pergantian bisnis utama
perseroan yang semula produsen kayu menjadi tambang mineral. Adapun susunan komite audit
yang ada pada PT Sumalindo Jaya Tbk adalah sebagai berikut:

33
dimana sebagai penilaian dari auditor Independen PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk, melalui komite
audit tetap menunjuk kantor akuntan ERNST And YOUNG dalam mengaudit laporang keuangan
yang dimiliki perusahaan sejak awal perusahaan didirikan.
Sepanjang periode tahun 2007 s/d 2012 telah banyak kasus yang terjadi pada PT.
Sumalindo Lestari Jaya, dimana dalam hal ini mempertanyakan kualitas kinerja dari masing-
masing pihak yang memiliki hak dan tanggung jawab terhadap perusahaan dalam melakukan
kegiatan aktivitas perusahaan serta sebagai pertanggung jawaban dalam melindungi hak-hak
pemegang saham. Hal tersebut mengingat selain banyaknya masalah-masalah yang terjadi dalam
keuangan perusahaan juga semakin menurunnya performa dari kualitas kinerja perusahaan itu
sendiri. Sehingga berdampak terjadinya penurunan dalam masalah keuangan (financial) yang
mengakibatkan awal mula dari munculnya sengketa yang terjadi antara perusahaan (PT Sumalindo
Lestari Jaya) yang mendapat dukungan dari pemegang saham mayoritas, komisaris dan direksi
dengan pemegang saham minoritas yang merasa dirugikan oleh pihak PT Sumalindo Lestari Jaya
Tbk.
Dalam hal yang berhubungan pertanggung jawaban terhadap pemegang saham, terutama
dalam hubungan dengan keuangan (financial) tentu tidak hanya pihak manajemen, komisaris dan
direksi saja yang harus dilihat bagaimana pertanggung jawabanya dalam masalah ini. Jelas dalam
hal ini juga akan melihat bagaimana tanggung jawab dari dewan komite. Pembentukan komite
dewan dilakukan oleh komisaris yang biasanya berfungsi secara independen satu sama lain dan
diberikan wewenang, sumber daya, dan tanggung jawab yang cukup dalam membantu seluruh
dewan pada fungsi pengawasan dengan memberikan wewenang dan tanggung jawab yang tepat
dengan menuntut akuntabilitas26. Standar pencatatan bursa saham nasional mensyaratkan bahwa
perusahaan yang terdaftar membentuk setidaknya tiga komite dewan yang harus mencakup komite
audit, komite corporate governance, dan komite pencalonan (nominasi). Pada perusahaan kecil
biasanya komite yang dibentuk berasal dari direktur indipenden yang bisa mencangkup beberapa
tugas dari komite-komite yang dibuat oleh perusahaan.
Pada kenyataannya PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk sendiri memiliki komite audit yang
secara luas dapat didefenisikan dimana bertindak sebagai perwakilan pemegang saham untuk
melindungi kepentingan dan hak mereka. Namun permasalahan dan konflik serta kerugian terus
dialami oleh perusahaan sehingga terjadinya kasus sengketa antara perusahan dan pemegang

26
Rezaee Zabihollah. Corporate Governance and Ethics. 2009. United States of Amerika

34
saham minoritas dikarenakan timbulnya rasa kecurigaan pemegang saham minoritas yang
mengalami kerugian akibat kinerja dari pihak perusahaan yang tidak baik. Tentu dalam hal ini
menjadi tanggung jawab dari dewan komite dimana komite audit yang seharusnya dapat mengatasi
permasalah-permasalahan tersebut.
Adapun permasalahan yang terjadi anatara lain adalah sebagai berikut:
1. Terdapat akun piutang ragu-ragu Pada laporan Neraca Konsolidasi perusahaan dalam beberapa
tahun yang dimana pada setiap tahunnya mengalami kenaikan jumalah yang signifikan yaitu
sebagai berikut:
Tahun Jumalah Piutang Ragu-ragu
2007 Rp 13.662.002.846
2008 Rp 14.391.678.948
2009 Rp 15.186.299.512
2010 Rp 14.918.638.144
2. Adanya kemungkinan terjadinya Financial Distress Pada tahun 2008 sampai dengan tahun
2011 pada PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk dalam menghadapi masalah kesulitan keuangan
yang tidak terdeteksi dan ditanggapi secara benar.
3. Atas transaksi penjualan kepemilikan saham (Divestasi) sebesar 60% dari anak perusahaan
PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk yaitu PT Sumalindo Hutani Jaya (SHJ) kepada PT Pabrik
Kertas Tjiwi Kimia seharga Rp7.201.500.000. Terkait transaksi tersebut dinilai tindakan
pengikatan jual beli saham adalah tindakan korporatif yang penting dan material terhadap
ancaman kebangkrutan perusahaan.

Analisis Kasus

1) Pada laporan Neraca konsolidasi perusahaan tahun 2007 (diaudit) dan 2008 (tidak
diaudit) terdapat akun piutang ragu-ragu masing-masing berjumlah
Rp13.662.002.846 dan Rp14.391.678.948. Selanjutnya hal serupa juga terjadi pada
laporan Neraca konsolidasi perusahaan tahun 2009 (diaudit) dan 2010 (tidak diaudit)
yang berjumlah Rp 15.186.299.512 dan Rp 14.918.638.144.
Piutang ragu-ragu merupakan sebuah metode yang menganut implementasi dari prinsip
konservatif. Dimana terjadi biaya yang muncul (dalam bentuk piutang tak tertagih) maka harus
dilakukannya pencadangan. Sementara itu, bila ada kemungkinan pendapatan maka tidak
dilakukannya pencatatan sampai pada pendapatan terealisasi. Pada periode dimana terjadinya

35
transaksi piutang, suatu persentase disisihkan sebagai cadangan dalam perkiraan Cadangan
Piutang Ragu-Ragu (Allowance for doubtful account). Selanjutnya piutang ragu-ragu juga
diartikan sebagai sebuah akun aktiva kontra dengan saldo kredit yang digunakan untuk
mengurangi nilai tercatat piutang menjadi nilai realisasi bersih. Saldo penyisihan adalah estimasi
jumlah tidak tertagihnya piutang tersebut termasuk dalam piutang usaha. Dimana piutang ragu-
ragu ini berkemungkinan dapat tidak tertagihnya piutang atas transaksi penjualan secara kredit
sehingga mengakibatkan menjadi piutang tak tertagih.
Dapat dilihat melalui grafik dibawah ini:

15.5

15

14.5

14

13.5

13

12.5
Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010

Terjadinya peningkatan jumlah piutang ragu-ragu sepanjang tahun 2007 s/d 2009 yang
terdapat pada laporan neraca konsolidasi pada PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk. Hal ini diakibatkan
adanya transaksi pemberian pinjaman kepada PT Sumalindo Hutani Jaya (SHJ) yang merupakan
anak perusahaan dari PT Sumalindo Lestari Jaya sendiri yang dilakukan sejak tahun 1997. Tidak
hanya itu pemberian pinjaman juga dilakukan pada PT Sumber Graha Sejahtera yang dimana
komisaris dari pemilik perusahaan tersebut merupakan saudara kandung dari presiden komisaris
PT Sumalindo sendiri yaitu Aris Sunarko, dari seluruh transaksi yang terjadi perusahan
menetapkan kebijakan atas seluruh transaksi pinjaman yang dilakukan tidak dibebani bunga
pinjaman yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan konsolidasinya. Padahal keuangan
perusahaan sendiri mengalami defisit anggaran namun masih tetap melakukan transaksi atas
pinjaman kepada perushaan yang jelas-jelas memiliki resiko yang dapat dilihat dari laporan
keuangan sebelumnya sudah tercatat sebagai aktiva piutang tidak lancar yang berpotensi
menghasilkan piutang tak tertagih.

36
Dapat dilihat pada tahun buku 2008 PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk sendiri mengalami
rugi bersih kurang lebih sebesar Rp262.500.000.000. Sementara pada tahun buku 2009 PT
Sumalindo Lestari Jaya Tbk kembali masih memberikan pinjaman kepada PT Sumber Graha
Sejahtera (SGS) sebesar US$168.570 dimana dalam hal ini dapat dilihat dalam piutang usaha yang
diberikan atas pinjaman tampa bunga kembali mengakibatkan peningkatan jumlah piutang ragu-
ragu pada perusahaan. Sehingga jumlah dari piutang ragu-ragu tersebut menjadi pengurang atas
piutang usaha yang mengakibatkannya pengurangan perolehan laba perusahan. Selanjutnya
perusahaan juga melakukan pembelian Zero Coupon Bond pada tanggal 1 Juli 2009 melalui
transaksi yang terjadi antara PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk dan PT. Sumalindo Hutani Jaya Tbk
yang merupakan anak perusahaan dari PT Sumalindo sebesar RP140.254.908652,00, dengan
jangka waktu satu tahun tanpa adanya jaminan pembayaran sebagaimana biasa dilakukan dalam
transaksi hutang. Hal tersebut tersebut mengakibatkan kerugian bagi perusahaan, karena pada saat
itu perusahaan sudah mengalami kerugian, sementara PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk justru
memberikan hutang kepada PT. Sumalindo Hutani Jaya Tbk dengan jumlah yang sangat
signifikan. Kondisi tersebut menyebabkan PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk mengalami kerugian
yang terjadi terus-menerus.
Dalam hal ini tindakan komitte audit diharapkan mampu menelusuri akibat dari
kemungkinan besarnya kerugian yang terjadi oleh piutang ragu-ragu yang terdapat pada
perusahan. Namun hasil pengauditan yang dilakukan oleh auditor independen kantor audit Nerst
And Young selalu memberikan hasil wajar tampa pengecualain (WTP) pada hasil audit laporan
keuanagan dan tidak adanya penjelasan dalam laporan auditnya terkait perseolan tersebut dalam
hasil audit yang dilakukan. Padahal nilai dari piutang ragu-ragu tersebut sudah cukup besar yang
mampu mempengaruhi jumlah piutang bersih yang akan berdapak pada besaran laba perusahan.
Sebagai komitte audit seharusnya mampu melakukan anlisis akibat dan dampak secara mendalam
awal dari munculnya piutang ragu-ragu tersebut dimana berpotensi menurunkan laba perusahan.
Pada kasus ini piutang ragu-ragu yang diberikan dihasilkan dari transaksi pinjaman PT. Sumalindo
kepada anak perusahaannya dengan ketentuan tampa bunga pinjaman. Kelonggaran aturan yang
diberikan pihak perusahaan dalam kententuan tampa bunga pinjaman tersebut membuat peminjam
merasa diuntungkan sehingga kemungkinan pinjaman yang diberikan tidak dapat kembali menjadi
besar, dalam transaksi ini dapat dilihat besarnya jumlah piutang ragu-ragu ini bersumber dari
pinjaman yang diberikan kepada anak perusahaan yang dalam hal ini disimpulkan adanya related

37
party. Jelas seharusnya pihak komitte audit mampu menelusuri dan mencegah hal tersebut terus
terjadi.
Penilaian resiko atas piutang tak tertaging memperlihatkan kurang tercerminnya
pengelolaan yang baik dari komitte dewan. Salah satu fungsi dari dibentuknya komitte dewan
diharapkan mampu menganalisis dan mengantisipasi terhadap resiko-resiko transaksi yang
material yang akan terjadi didalam kegiatan aktivitas transaksi keuangan perusahaan. Dalam hal
ini tanggung jawab komite audit dapat dikelompokkan ke dalam kategori berikut: tata kelola
perusahaan, kontrol internal, pelaporan keuangan, kegiatan audit, kode etik perilaku, program
whistleblower, manajemen risiko perusahaan, dan penipuan laporan keuangan27.
Selanjutnya fungsi komite audit juga sebagai memberikan suatu pandangan tentang
masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor
independen28. Seharusnya dalam hal ini komitte audit mampu memberikan masukan kepada pihak
menagemen perusahaan agar tidak melakukan kembali transaksi atas pinjaman kepada anak
perusahaan mengingat telah dilakukannya pengauditan pada tahun sebelumnya yang
memperlihatkan historikal dari laporan keuangan terdapat aktiva tidak lancar berupa pinjaman
terhadap anak perushaan yang menimbulkan akun piutang ragu-ragu. Hal ini dilakuakn agar resiko
dari pengelolaan piutang tidak tertaging tidak dapat muncul kembali yang akan menambah besaran
dari jumlah piutang ragu-ragu yang akan menjadi pengurang pendapatan laba dari perusahan pada
tahun tersebut.
Tidak hanya itu, pemberian pinjaman dengan tidak adanya bunga pinjaman dinilai sangat
merugikan perusahaan mengingat hal ini berpotensi menguntungkan pihak yang diberi pinjaman
jika apabila pihak tersebut melakukan penundaan atas pembayaran yang telah ditentukan
sebelumnya. Lemahnya pengelolaan ini seharusnya mampu ditanggapi dengan benar oleh komite
dewan dengan melakukan perombakan ketentuan dalam pinjaman yang diberikan. Secara
terstrutur komite dewan yang dibentuk merupakan komite yang diharapkan mampu membantu
pekerjaan komisaris dalam mengawasi setiap aktivitas perusahaan. Hal ini yang nantinya berguna
dalam memberikan tanggung jawab kepada komisaris berupa hasil evaluasi dari laporan aktiviitas
perusahaan dari masing-masing komite dewan, sehingga komisaris mampu mengawasi secara

27
Rezaee Zabihollah. Corporate Governance and Ethics. 2009. United States of Amerika
28
Egon Zehnder International. (2000). Corporate Governance and the Role of The Board of Directors.

38
benar dan tepat setiap unit aktivitas perusahaan. Masukan dan analisis yang dilakukan oleh
komitte dewan menjadi tolak ukur dan keputusan komisaris dalam menjalankan pengawasan dan
pengolalan keuangan. Pada setiap resiko-resiko yang mampu dideteksi oleh dewan komitte
menjadikan fokus utama yang dilakukan dewan komisaris untuk dapat mencegah dan
mengatasinya. Kenyataanya dalam hal ini, atas hasil laporan keuangan dan audit yang dilakukan
tidak menggamarkan tanggung jawab dari komite dewan yang ada dan komite audit itu sendiri.
Mengingat terjadinya kembali resiko yang dilakukan oleh perusahaan dalam pemberian
pinjaman tampa bunga kepada anak perusahaan yang mengakibatkannya semakin membesarnya
jumlah akun piutang ragu-ragu yang terjadi setiap tahun. Hal ini berpotensi dapat mengakibatkan
kerugian peursahaan dalam memperoleh hak atas pendapatannya kembali dari transaksi pinjaman
yang diberikan. Sehingga kerugian yang dialami oleh perusahaan juga berdampak pada kerugian
yang tentu akan dialami oleh para pemegang saham yang ada diperusahan. Dalam hal ini yang
paling dirugikan adalah pemegang saham minoritas yang akan terkena dampak pengurangan nilai
dari akibatkan terjadinya penurunan laba atau rugi perusahaan yang akan juga ditanggungg oleh
pemilik saham minoritas melalui perlembar saham yang dimilikinya diperusahaan. Selain itu atas
kerugian tersebut juga berdampak penundaan atau kebijakan tidak dilakukannya pemberian jasa
berupa jasa deviden kepada pemegang saham. Atas pristiwa tersebut peran dan tanggungg jawab
dewan komitte audit sebagai yang memiliki fungsi pengwasan terhadap keuangan dinilai gagal
dan menyebabkan bukan hanya kerugian pada pemegang saham tetapi juga kemungkinan kerugian
besar yang akan dialami oleh perusahaan.

2) Adanya kemungkinan terjadinya Financial Distress Pada tahun 2008 sampai dengan
tahun 2011 pada PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk dalam menghadapi masalah
kesulitan keuangan yang tidak terdeteksi dan ditanggapi secara benar.
Kesulitan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan secara terus menerus akan berpotensi
pada terjadinya Financial Distres. Dimana pengertian financial distress adalah kondisi dimana
perusahaan cenderung mengalami kesulitan likuiditas yang ditunjukkan dengan kemampuan
perusahaan yang semakin menurun dalam memenuhi kewajibannya (Hanifah 2013). Adapun
menurut Damodaran (1997), faktor penyebab terjadinya financial ditress adalah salah satunya
disebabkan kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun. Pada saat
krisis ekonomi global yang terjadi pada kuartal ketiga tahun 2008 berimbas pada produk-produk

39
perseroan yang menyebabkan volume perdagangan global merosot tajam, dampaknya adalah
banyak industri besar yang terancam bangkrut karena terjadi penurunan kemampuan produksi oleh
suatu industri, hal tersebut juga dialami oleh PT. Sumalindo Lestari Jaya,Tbk.

Terlihat pada laporang keuangan perusahaan kondisi ini mengakibatkan naiknya beban
pokok pendapatan yang melampaui total pendapatan pada tahun 2009. Pada tahun 2009 perseroan
hanya mampu membukukan pendapatan sebesar Rp.428.779.205.730 miliar setelah dibanding
tahun sebelumnya mencapai Rp.551.342.882.349 miliar, sementara itu beban pokok pendapatan
sepanjang tahun 2009 mencapai Rp.549.284.373.516 miliar, akibatnya pada tahun 2009 perseroan
mengalami rugi usaha sebesar (Rp.183.078.477.062) miliar jauh lebih besar dibanding rugi usaha
yang dialami perseroan pada tahun 2008 sebesar (Rp.1.349.919.361) miliar. Situasi ini sungguh
terasa berat karena walaupun mencapai perbaikan pada tahun-tahun sebelumnya bukan berarti
perseroan telah memiliki kemampuan keuangan yang sehat untuk menutupi kurangnya pendapatan
dari penjualan kuartal keempat 2008 dan tahun buku 2009 akibatnya perseroan harus melakukan
penundaan pembayaran kewajiban kepada pihak bank, kreditur dan supplier termasuk pula
mengambil kebijakan merumahkan karyawan karena produksi yang menurun. Tidak hanya itu
kesulitan terus dialami hingga tahun-tahun berikutnya terbukti dengan dilakukannya kembali
negosiasi oleh pihak perusahaan dengan kreditur untuk menunda pembayaran pokok cicilan yang
jatuh tempo pada tahun 2010. Hingga peningkatan rugi usaha yang terjadi di PT Sumalindo Lestari
Jaya di tahun 2011 sebesar (Rp.314.850.544.330) milyar. Dengan kondisi tersebut diatas,
perseroan tentunya tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya terutama yang sudah jatuh
tempo kepada para kreditor secara keseluruhan, akibatnya terjadi peningkatan beban keuangan
pada tiap tahunnya yang memiliki jumlah selisih yang cukup signifikan.

40
Dalam kondisi yang dialami PT. Sumalindo Lestari Jaya,Tbk perlu dilakukannya
pencegahan secara cepat dan tepat oleh pihak perusahan. Rendahnya pendapatan perusahaan
mengakibatkan perusahaan tidak mampu membayar utang-utangnya kepada pihak lain29. Sehingga
financial distress menjadi awal yang mengakibatkan perusahaan akan mengalami
kebangkrutan.Tentunya hal ini menjadi tanggung jawab dan masalah serius bagi seluruh pihak-
pihak yang bertanggung jawab dalam operasional perusahaan dan pengawasan segala kegiatan
yang ada diperusahaan, karena dengan demikian mampu menilai dan melihat seberapa besar resiko
yang akan dialami perusahaan serta agar mampu diatasi sedemikian dini untuk mampu
mempertahankan kelangsungan hidup dari perusahaan itu sendiri.
Sejalan dengan tanggung jawab dan peran adanya komitte dewan didalam perusahaan
membuat persoalan menghadapi masalah yang timbul sebagai ancaman kelangsungan hidup dari
perusahaan tentu akan mudah cepat terdeteksi dan teratasi. Dapat kita lihat bahwasanya Dewan
Komisaris Perseroan memiliki tanggung jawab mengawasi pengelolaan Perusahaan yang
dilakukan oleh Direksi, serta memberikan pendampingan dalam menentukan strategi Perseroan.
Dewan Komisaris juga bertanggung jawab memberikan saran dan rekomendasi kepada Direksi
terkait isu dan permasalahan tertentu. Mengingat fungsi dari adanya komitte dewan itu sendiri
sebagai pendamping independen membantu dewan komisaris agar dapat lebih fokus dan
terstruktur dengan memanfaatkan masing-masing keahlian yang dimiliki oleh dewan komite dalam
fungsi pengawasan, dimana dalam hal ini komisaris telah memberikan wewenang dan tanggung
jawab yang tepat dengan menuntut akuntabilitas dari komitte dewan itu sendiri yang hasil dari
laporan analisis independennya berupa rekomendasi yang akan digunakan oleh pihak dewan
komisaris sebagai bentuk masukan, saran dan rekomendasi kepada direksi terkait isu dan
permasalahan yang tengah dihadapi perusahaan sehingga terhadap masalah tersebut menemukan
jalan keluar dalam menghadapinya secara tepat.
Tetapi pada kenyataannya dalam persoalan yang dihadapi PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk,
pengawasan yang dilakukan oleh pihak dewan komitte tidak mampu mengatasi masalah kesulitan
keuangan yang dihadapi perusahaan yang mengakibatkan penurunan kemampuan keuanagan
dialami pada tiap tahunnya. Dapat dilihat pada fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan

29
Almilia, Luciana Spica dan Kristijadi, (2003). “Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial
Distress Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ.” Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 7 No. 2,
Desember, Hal 183 – 206

41
komite audit telah gagal mendeteksi secara cepat terjadinya penurunan kemampuan perusahaan
diawal tahun pertama permasalahan ini muncul, dikarenakan fungsi dewan komite audit adalah
bertindak sebagai penghubung antara manajemen dan auditor independen untuk menjaga
independensi auditor menjadi mengawasi kontrol internal, pelaporan keuangan, dan kegiatan audit
serta bertanggung jawab untuk mengawasi tata kelola perusahaan dalam proses pelaporan
keuangan yang andal dan kegiatan audit yang kredibel. Untuk dapat mengetahui kondisi keuangan
atau kualitas dari suatu perusahaan dapat kita lihat dari hasil audit yang dilakukan, dimana tujuan
dilakukan audit adalah Secara umum audit dilakukan untuk menentukan apakah:
1. Informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan serta telah disusun
sesuai dengan standar yang mengaturnya;
2. Risiko yang dihadapi organisasi telah diidentifikasi dan diminimalisasi;
3. Peraturan ekstern serta kebijakan dan prosedur intern telah dipenuhi;
4. Kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi;
5. Sumber daya telah digunakan secara efisien dan diperoleh secara ekonomis; dan
6. Tujuan organisasi telah dicapai secara efektif
Oleh sebab itu seharusnya laporan audit mampu menggambarkan tentang performa dan
mampu melihat serta mendeteksi kesulitan atas resiko kemungkinan yang akan dialami perusahaan
dimasa yang akan datang. Sehingga dari laporan hasil audit tersebut menjadi rekomendasi pihak
dewan komitte audit sebagai pertanggung jawaban kepada dewan komisaris untuk mengambil
sebuah keputusan dalam mengatasi secara dini masalah yang dihadapi perusahaan kepada pihak
direksi dan manajemen sehingga permasalahan tersebut tidak mengancam kelangsungan umur dari
perusahaan.
Selanjutnya hasil audit yang dilakukan oleh auditor independen yang ditunjuk komitte
audit PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk dinilai memiliki hasil audit yang tidak kredibel, memngingat
setiap hasil laporan auditnya memberikan opini wajar tampa pengecualian. Hal ini tentu melihat
kinerja dari direksi dan manajemen perusahaan sudah baik, padahal saat terjadinya krisis ekonomi
tahun 2008 berhimbas pada penurunan pendapatan perusahaan yang membuat perusahaan
melakukan penundaan pembayaran hutang-hutang pada kreditur dikarenakan kemampuan
penurunan laba yang diperoleh yang mengakibatkan perusahaan mengalami defisit. Namun saat
terjadinya hal tersebut pihak perusahaan malah masih memberikan pinjaman tampa bunga dengan
jumlah besar kepada anak perusahaannya dimana pada laporan keuangan sebelumnya

42
memperlihatkan bahwa anak perusahaan tersebut memiliki kesulitan dalam pembayaran
hutangnya kepada PT. Sumalindo Lestari Jaya. Resiko materil tersebut dinilai seharusnya mampu
terdeteksi dan dilakukan rekomendasi yang baik dalam penilaian kinerja manajemen perusahaan
melalui hasil audit. Tetapi pada dasarnya hasil audit laporan keuangan yang dilakukan auditor
indipenden yang ditunjuk komitte audit tidak dapat mencegah secara dini permasalahan yang
terjadi. Sehingga komitte auditpun tidak melihat secara jelas resiko yang timbul pada perusahaan.
Dan atas laporan keuangan yang menggambarkann penurunan laba pada tiap tahunnya,
seharusnya komitte dewan harus memiliki kemampuan analisis yang cepat dalam mendeteksi
kemungkinan permasalahaan yang terjadi pada perusahaan. Dari hasil yang diperoleh komitte
dewan tentu akan dijadikan solusi dalam memberikan masukan dan saran pada komisaris untuk
cepat bisa menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada perusahaan tersebut dan dapat mencegah
terjadinya defisit anggaran pada tahun-tahun berikutnya serta mengembalikan kemampuan
keuangan dan menetralisisrkan kondisi keuangan perusahaan. Namun sikap dan tindakan yang
dilakukan komitte dewan berbanding terbalik sehingga ancaman penurunan laba dan defisit yang
terjadi pada perusahaan tidak teratasi yang mengancam perusahaan mengalami financial distress.
Dalam hal ini dapat dilihat bahwasanya tanggung jawab dari komitte dewan belum sepenuhnya
mampu memberikan hasil yang baik dalam membantu dewan komisaris melakukan fungsi
pengawasan dan pengelolaan, dimana nantinya hasil laporan yang ditemui koitte dewan akan
digunakan oleh dewan komisaris sebagai masukan dan saran untuk pengambilan keputusan dalam
mengatasi permasalahan yang dialami oleh perusahaan secara terperinci dann lebih terpusat lagi.

3) Atas transaksi penjualan kepemilikan saham (Divestasi) sebesar 60% dari anak
perusahaan PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk yaitu PT Sumalindo Hutani Jaya (SHJ)
kepada PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia seharga Rp7.201.500.000. Terkait transaksi
tersebut dinilai tindakan pengikatan jual beli saham adalah tindakan korporatif yang
termasuk tindakan penting dan material terhadap ancaman kebangkrutan
perusahaan.
Menganai hal ini, divestasi merupakan sebuah langkah perubahan portofolio aset
perusahaan dengan cara melakukan sell-offs ataupun spin-offs aset yang sudah tidak diinginkan
lagi atau dirasa sudah tidak bermanfaat lagi (Rosenfeld 1984). Namun dari tindakan divestasi yang
dilakukan terlihat bawasanya pengelolaan dan pengawasan keuangan terhadap aset perushaan

43
cenderung lemah, dikarenakan pada saat terjadinya benturan dan masalah keuangan diperusahaan
pihak manajemen perusahaan mengambil langkah divestasi sebagai solusi dengan mengurangi
60% saham yang dimilikinya pada PT Sumalindo Hutani Jaya tampa melihat lebih rinci mengenai
prospek dari kepemilikan saham perusahaan di PT Sumalindo Hutani Jaya.
Dimana dana yang diperoleh dari hasil penjualan saham Perseroan di PT. Sumalindo
Lestari Jaya Tbk akan dialokasikan untuk :

a. Sekitar 15% akan digunakan untuk membiayai pelaksanaan re-organisasi yaitu


pengurangan jumlah tenaga kerja dan menyelesaikan kewajibankewajiban yang tertunggak
kepada karyawan. Dengan penyesuaian jumlah tenaga kerja dengan kapasitas, kemampuan
dan kebutuhan operasional dan kegiatan Perseroan dan anak perusahaan akan mengurangi
biaya tetap operasional.
b. Sekitar 15% akan digunakan membiayai capital expenditure. Dana untuk capital
expenditure ini, sebagian kecil dialokasikan untuk membiayai kegiatan survey awal potensi
tambang sehubungan dengan rencana pengembangan usaha ke bidang pertambangan, dan
sebagian besarnya akan digunakan untuk menambah kapasitas power plant serta
pemeliharaan mesin-mesin produksi.
c. Sekitar 22% akan digunakan untuk memperkuat modal kerja untuk pengadaan bahan baku
industri kayu lapis, pembayaran upah/gaji, membayar sebagian kewajiban utang dagang,
kewajiban pajak dan untuk modal kerja pengelolaan hutan alam.
d. Sekitar 48% akan digunakan untuk membiayai menyelesaikan utang dan cicilan utang
kepada kreditor, dan lembaga pembiayaan sewa guna usaha.
Walaupun hambatan yang dialami dapat diatasi dengan menjual aset yang ada tetapi harus
terlebih dahulu dinilai dan dianalisis secara terperinci apakah benar-benar mampu mengatasi

44
masalah yang terjadi atau malah semakin memperburuk keadaan dan kondisi yang ada.
Selanjutnya juga tergambar pengelolaan dan pengawasan yang lemah membuat cara kerja dari
pihak menejemen menjadi buruk, sehingga setiap keputusan yang diambil dalam mengatasi
persoalan tampa mengkaji secara terperinci realisasi dari tindakan yang dipilih, tentu akan semakin
menjadi ancaman bagi perusahaan untuk berada pada posisi kemungkinan akan mengalami defisit
anggaran ditahun berikutnya.
Pada tanggal 15 Juli 2009 PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk dan PT. Pabrik Kertas Tjiwi
Kimia, Tbk (“TJIWI KIMIA”) menandatangani Akta Pengikatan Diri Untuk Melakukan Jual Beli
Saham sebagaimana tertuang dalam Akta No. 61 tanggal 15 Juli 2009 yang dibuat oleh dan
dihadapan Linda Herawati, SH, Notaris di Jakarta, melakukan penjualan atas kepemilikan
sahamnya 100% yang berada di SHJ atau sebanyak 7.201.500 lembar saham kepada TJIWI KIMIA
seharga Rp. 7.201.500.000,- (tujuh miliar dua ratus satu juta lima ratus ribu rupiah). Tindakan ini
dinilai penting dan material karena akan mengakibatkan hilangnya investasi potensial yang
dimiliki PT Sumalindo Lestari Jaya pada Hutan Tanaman Industri (HTI) yang nilainya sangat
material. Dalam transaksi ini seharusnya peran dan tanggung jawab dewan komitte terutama
komitte audit menelusuri apakah sudah mengemukakan Asas - asas yang mana semestinya menjadi
pilar didalam transaksi mengalihkan saham dan menentukan nilai pasar wajar saham kepada pihak
lain dimana untuk menentukannya adalah RUPSLB atau penilai independen yang ditunjuk oleh
RUPSLB sehingga resiko-resiko salah dalam mengambil keputusan yang dapat merugikan
perusahaan dapat dihindari. Namun kenyataannya, PT Sumalindo Lestari Jaya telah menggunakan
tolok ukur harga kewajaran saham pada “PT. Sumalindo Hutani Jaya” hanya berdasarkan penilaian
dari kantor KJPP Benny, Desmar dan Rekan yang ditunjuk perusahaan sebagai penilai independen
yang menetapkan bahwa nilai pasar wajar saham perusahaan per 30 Juni 2009 adalah Rp 984 per
lembar saham berdasarkan laporannya pada tanggal 31 Agustus 2009.
Terhadap transaksi ini seharusnya komitte audit harus benar-benar menelusuri terkait
transaksi divestasi yang dilakukan perusahaan mengingat hal ini berkaitan terhadap kelangsungan
hidup dari perusahaan. Tetapi pada kenyataannya komisaris, direksi dan komitte audit yang ada
pada PT Sumalindo Lestari Jaya mendukung dilakukannya transaksi divestasi yang dilakukan
tampa melakukan penilaian lebih terperinci dan juga melakukan pengawasan yang benar melalui
dilakukannya transaksi tersebut. Terhadap sikap yang mendukung dilakukannya divestasi tersebut
menimbulkan kecurigaan serta menggambarkan kegagalan dalam pengelolaan dan pengawasan

45
juga tidak berjalannya fungsi dan peran dari masing-masing komite yang dibentuk. Terbukti
dengan proses dilakukannya jual beli saham dan penunjukan penilaian harga wajar dari saham
perusahaan yanng dilakukan.
PT Sumalindo Lestari Jaya melakukan penunjukan pada kantor KJPP Benny, Desmar, dan
rekan dalam melakukan penilaian independen atas nilai pasar saham perusahaanya pada tanggal
13 Agustus 2009 dan hasil dari penilaian tersebut dilaporkan pada tanggal 30 Agustus 2009 yang
menetapkan bahwa nilai pasar wajar saham perusahaan per 30 Juni 2009 adalah Rp 984 per lembar
saham. Sementara tindakan pengikatan jual beli saham sudah dilakukan tanggal 15 Juli 2009 jauh
sebelum ditunjuknya kantor KJJP Benny, Desmar dan rekan oleh pihak perusahaan. Dalam hal ini
menunjukkan bahwa penentuan penilai independen yang dilakukan setelah pengikatan jual beli
saham sesungguhnya terlihat hanya untuk sekedar menjustifikasi penentuan sepihak nilai saham
perusahaan, penilaian seharusnya terlebih dahulu dilakukan oleh dua atau tiga penilai independen
sebagai pembanding untuk memutuskan tindakan yang dilakukan memiliki resiko atau tidak bagi
perusahaan. Disamping itu Fakta membuktikan berdasarkan “Surat Edaran Tentang Keterbukaan
lnformasi Kepada Para Pemegang Saham PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk Sehubungan Dengan
Rencana Divestasi PT. Sumalindo Hutani Jaya serta Penjualan Aktiva Yakni Tagihan PT.
Sumalindo Lestari Jaya, Tbk di PT. Sumalindo Hutani Jaya” tertanggal 15 September 2009 dan 13
Oktober 2009 terdapat fakta hukum bahwa harga yang dipakai sebagai dasar penjualan saham SHJ
1 bukanlah Nilai Pasar wajar saham tetapi Nilai Nominal. Nilai Nominal adalah nilai atas saham
yang berlaku sejak SHJ berdiri di tahun 1992 yaitu Rp 1.000/ lembar saham. Sehingga Nilai
tersebut adalah Nilai Nominal karena sejak SHJ berdiri pada tahun 1992 sampai saat divestasi
saham SHJ tahun 2009 tidak ada perubahan nilai saham SHJ.
Tidak hanya itu penilaian terperinci dari resiko dilakukannya divestasi terhadap SHJ ini
tidak didasari dengan perkiraan dan perhitungan yang cermat sehingga begitu banyak kerugian
yang dialami atas transaksi tersebut. Terbukti dengan PT Sumalindo Lestari Jaya hanya melakukan
penilaian hanya penilaian atas harga saham SHJ saja. Sementara itu dapat dilihat bahwa dari
penialain aset SHJ adalah sebagai berikut :
Lini Usaha PT SHJ
Pengelolaan Hutan Tanam 2 areal HTI yaitu:
Industri (HTI)

46
 10.000 ha dengan areal produktif seluas 8.000ha, dengan
potensi tegakan 125 m3/ha akan memiliki volume tegakan siap
panen 87.500 m3.
 700.300 ha terjadi perluasan lahan seluas 6.715 ha, dengan
potensi tegakan 125 m3/ha akan memiliki volume tegakan siap
panen 587.530 m3.
Berdasarkan akumulasi dari kedua hasil tersebut volume tegakan
masak tebang diperkirakan adalah 587.616,25 m3. Apabila harga log
HTI adalah USD 40 /m3 maka nilai tegakan diperkirakan sebesar USD
23.504.650,- (dua puluh tiga juta lima ratus empat ribu enam ratus lima
puluh dollar Amerika Serikat).
Hasil tambang batubara yang SHJ memiliki luas lahan yang memiliki kandungan batubara seluas
terdapat pada lahan SHJ 2.183 Ha maka diperkirakan SHJ dapat memproduksi batubara
pertahun lebih kecil 3 keli dari PT Toba Bara Seja ahtera yaitu sebesar
2 juta ton/tahun. Dengan harga per ton adalah USD 81,75 maka total
penghasilan SHJ dari produksi batubara adalah berkisar USD
163,500,000,- pertahun. Oleh karena SHJ dijual pada tahun 2009 maka
perkiraan penghasilan sampai tahun 2012 adalah 4 tahun (2009, 2010,
2011, 2012) dikali USD 163,500,000,- sama dengan USD
654,000,000,- (enam ratus lima puluh empat juta dollar Amerika
Serikat).

Diamana SHJ bergerak di bidang hak pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan
mengelola 2 (dua) areal HTI masing-masing seluas 10.000 ha berlokasi di Kecamatan Kongbeng,
Kabupaten Kutai Timur dan seluas 70.300 Ha berlokasi di Kecamatan Sebulu, Tenggarong
Seberang dan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Dimana Bahwa
didalam areal HTI SHJ-I S. Pesab, seluas 10.000 Ha, berdasarkan Peta Citra Landsat 2007,
sebagian besar areal merupakan hutan tanaman, dengan perkiraan areal produktifnya adalah seluas
8.000 Ha. Apabila rata-rata areal tersebut sudah ditanami dengan daur 8 (delapan) tahun, maka
perkiraan pada tahun 2007 di areal tersebut memiliki tegakan siap panen seluas kurang lebih 1.000
Ha. Apabila potensi tegakan adalah 125 m3/Ha, maka setelah dikalikan faktor koreksi 0,7 maka

47
total volume tegakan siap panen adalah 87.500 m3. Selanjutnya didalam areal HTI SHJ-II S. Mao
seluas 70.300 Ha, berdasarkan Peta Citra Landsat 2007 dan 2009 terjadi perusahaan luas
penutupan lahan dari hutan tanaman menjadi tanah terbuka dan belukar, seluas 6.714,62 Ha.
Apabila potensi tegakannya adalah 125 m3/Ha, maka total volume kayu yang berkurang selama
kurun waktu 2007 dan 2010, dikalikan dengan faktor 0,7 adalah kurang lebih sebanyak 587.529,
25 m3. Bahwa berdasarkan kedua hal diatas, maka volume tegakan masak tebang diperkirakan
adalah 587.616,25 m3. Apabila harga log HTI adalah USD 40 /m3 maka nilai tegakan diperkirakan
sebesar USD 23.504.650,- (dua puluh tiga juta lima ratus empat ribu enam ratus lima puluh dollar
Amerika Serikat). Fakta lain yang juga tidak kalah mencengangkan adalah tidak dinilainya sumber
tambang batubara yang terdapat dilahan HTI SHJ dimana saat itu telah ditambang dan diproduksi
batubara tersebut dengan potensi bernilai miliaran rupiah. Dimana bahwa berdasarkan informasi
DetikFinance pertanggal 12 Mei 2012, jumlah produksi batubara di Kalimantan Timur adalah
220.000.000,- ton/tahun. Sebagai perbandingan, berdasarkan Tahun 2011, produksi batu bara PT.
Kutai Energi yang merupakan anak perusahaan PT. Toba Bara Sejahtera diperkirakan sekitar 6-7
juta ton pada tahun 2011 yang memiliki konsesi tambang batu bara terbesar seluas 6.932 hektar
(ha) di Kutai, Kartanegara, Kaltim. Jika SHJ memiliki luas lahan yang memiliki kandungan
batubara seluas 2.183 Ha maka diperkirakan SHJ dapat memproduksi batubara pertahun lebih kecil
3 keli dari PT Toba Bara Seja ahtera yaitu sebesar 2 juta ton/tahun. Dengan harga per ton adalah
USD 81,75 maka total penghasilan SHJ dari produksi batubara adalah berkisar USD 163,500,000,-
pertahun. Oleh karena SHJ dijual pada tahun 2009 maka perkiraan penghasilan sampai tahun 2012
adalah 4 tahun (2009, 2010, 2011, 2012) dikali USD 163,500,000,- sama dengan USD
654,000,000,- (enam ratus lima puluh empat juta dollar Amerika Serikat). Bahwa fakta ini
membuktikan telah terdapat kejanggalan dalam penjualan SHJ dengan harga murah oleh Tergugat
1 kepada TJIWI KIMIA dimana menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi perseroan dan
berdampak langsung kepada kelangsungan umur perusahaan. Sehingga lagi-lagi komitte yang
dibentuk oleh komisaris untuk membantunya melaksankan fungsi dan peran pengawasan dan
pengelolaan dinilai gagal memberikan pengawasan dan pengelolaan yang baik terhadap
perusahaan. Sehingga hal ini mencerminkan tidak mampunya terlaksana dengan baik dan benar
good corporate governance.
Mengingat PT Sumalindo Lestari Jaya sendiri merupakan sebuah perusahaan perseroan
yang dikelola oleh keluarga (peursahaan keluarga) sehingga memunculkan kendala-kendala

48
tersendiri dari fungsi, peran dan tanggung jawab pada setiap masing-masing jabatan yang diemban.
Sehingga ini juga merupakan kendala terbesar bagi para komitte dewan yang dibentuk
diperusahan. Terlebih lagi mengenai kinerja komite audit diperusahaan, dimana anggota komite
audit tentu akan seringkali mendapat hambatan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya
untuk mendorong penegakkan GCG. Anggota komite audit yang bukan berasal dari eksekutif
perusahaan belum cukup diberi keleluasaan dalam tugasnya dan kadang komite audit masih tunduk
dibawah pengaruh dewan komisaris. Ketidak efektifan komite audit didalam melakukan
pengawasan pada perusahaan dapat terlihat dari gagalnya peran komite audit pada perusahaan
mendeteksi secara dini kerugian yang dialami perusahaan dan gagalnya mengatasi permasalaahan
secara cepat dari setiap kebijakan, keputusan dan tindakan yang harus dilakukan berdasarkan hasil
audit dari laporan keuangan yang ada. Selanjutnya ketidak efektifan komitte audit juga didasari
oleh legitimasi, kualitas anggota, tugas dan tanggung jawab komite audit yang belum jelas, tidak
lancarnya aliran komuniasi antara dewan komisaris, dewan direksi, dan komite audit, peran
komisaris yang oportunis, serta pemahaman fungsi komite audit yang rendah. Terutama yang dapat
kita lihat pada struktur organisasi dan kepemilikan dari PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk, dimana
komisaris dan dewan direksi serta pemegang saham minoritas saling memiliki keterkaiatan
hubungan yang erat satu sama lain, akibatnya besar tekanan yang harus diterima komitte audit
sehingga celah dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya tidak mampu terlaksana dengan
baik yang menyebabkan kegagalan kinerja komitte audit dan penerapan Good Corporate
Governance pada perusahaan Sumalindo Lestari Jaya Tbk.

SOLUSI YANG DIBERIKAN


1. Mengingat banyaknya perusahaan diIndonesia adalah perusahaan keluarga, terkait direktur
dan komisaris independennya beserta seluruh komitte dewan yang dibentuk secara
independen harus benar-benar terawasi dan menunjukkan tidak adanya kaitan anatara pihak-
pihak yang ada diperusahaan dalam proses perekrutmen atau penyeleksiannya. Hal ini
dilakukan agar peran, fungsi dan tanggung jawab yang nantinya dilakukan oleh pihak
independen betul-betul terlaksana tampa adanya hambatan dan tekanan dari pihak perusahaan.
Sehingga celah dalam sekecil apapun masalah yang dialami atau resiko yang hadir mampu
diatasi secara baik dan benar.

49
2. Terkait hubungan efektivitas sistem hukum dan regulasi harus dilakukan perubahan dan
berombakan. Terutama pada budaya kepatuhan terhadap aturan dengan pengungkapan
(disclosure) yang memadai, sehingga diperlukannya aturan yang kuat dan mengikat untuk
melakukan pengungkapan yang benar-benar relevan.
3. Terhadap penegakan hukum yang lemah harus dilakukannya peningkatan lagi. Mengingat hal
ini merupakan bentuk pencegahan terhadap resiko-resiko kecurangan yang akan dilakukan
oleh pihak-pihak tertentu yang mengakibatkan kerugian kepada pihak lain.
4. Peningkatan kesadaran atas peran, fungsi dan tanggung jawab yang dilaksanakan secara benar
akan membuat semakin menguatnya sikap mental dalam memerangi celah-celah interpensi
pihak-pihak yang memiliki tujuan tertentu dengan didasari penerapan prinsip kode etik profesi
pada aktivitas kerja yang tinggi.

50
BAB III
Penutup

KESIMPULAN
PT Sumalindo Lestari Jaya merupakan salah satu perusahaan di Indonesia dengan
kepemilikan saham dan penguasa mayoritas oleh keluarga, diikuti dengan ikut campurnya anggota
keluarga atau orang terdekat kepercayaannya untuk menduduki posisi direksi atau komisaris
didalam suatu perusahaan. Akibatnya posisi komisaris yang seharusnya menjadi pengawas
manajemen menjadi tidak kapabel serta tidak indipenden menjalankan tugasnya.
Selanjutnya terhadap proses pembentukan komitte dewan pembantu dan penunjang
pelaksanaan tugas pengawasan yang dijalankan pihak dewan komisaris tentu juga akan
dipengaruhi. Proses penunjukan penilaian indipenden dilakukan atas dasar keputusan pihak yang
bisa membantu dan mendukung tujuan dari pihak-pihak tertentu. Sehingga pengawasan yang
dilakukan menjadi longgar dan tidak independen. Secara umum hal ini tentu dapat memunculkan
budaya koorporasi yang tidak baik dan sehat dilingkungan perusahaan.
Terhadap penerapan konsep Good Corporate Governance juga tidak akan dapat
dilaksanakan. Sehingga pengelolaan perusahaan berjalan bukan sesuai dengan konsep GCG lagi
tetapi sesuai konsep keinginan sipengendali. Akibatnya beberapa pihak yang minoritas
kekuasannya pada perusahaan menjadi dirugikan. Hal ini memunculkan pertentangan dan konflik
bukan hanya atas kerugian yang dialmi beberapa pihak saja namun juga berpengaruh terhadap
umur dari perusahaan.
Adapun peran dan tanggung jawab dari dewan komitte yang dibentuk tidak mungkin mampu
berjalan dengan semestinya. Mengingat hal ini tentu akan banyak menemukan kendala-kendala
dan interfensi dari pihak yang memiliki pengendalian besar diperusahaan. Sehingga celah-celah
dari kecurangan mau tidak mau sama-sama ditutupi dan didukung sehingga tidak akan ada
penggeseran dari posisi jabatan yang diemban. Jelas tenggambarkan tidak berjalannya keefektifan
pada suatu perseroan terbuka yang didominasi oleh keluarga atau adanya related party yang
membuat fungsi pengawasan yang seharusnya efektif menjadi gagal diterapkan.
Serta gagalnya two-tier board system yang dianut oleh banyak perusahaan di Indonesia
dengan tidak mampu dijalankannya fungsi dan peran secara terpisah. Dimana perusahaan
mempunyai dua badan terpisah yaitu Dewan Pengawas (Dewan komisaris) dan Dewan Manajemen
(Dewan Direksi) yang diharapkan mampu menjalankan Good Corporate Governance secara benar.

51
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2011. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat
Aldridge, John. E, dan Siswanto Sutojo. 2008. Good Corporate Governance. Jakarta: PT. Damar
Mulia Pustaka.
Amin. Widjaja Tunggal. Tahun 2008. Audit Manajemen. Rineka Cipta. Jakarta.
Bukhori, Iqbal dan Raharja. (2012). Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran
Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan. Diponegoro Journal Of Accounting.
Egon Zehnder International. (2000). Corporate Governance and the Role of The Board of
Directors.
Imam S Tunggal dan Amin W Tunggal 2002. Membangun Good Corporate governance GCG.
Havarindo: Jakarta.
Iman Sjahputra Tunggal, dan Amin Widjaja Tunggal. 2005. “Memahami Sarbanes-Oxley Act
(SOX 2002)”. Harvarindo. Jakarta.
Indra Surya dan Ivan Yustivandana. (2006). Penerapan Good Governance: Mengesampingkan Hak
Istimewa Demi Kelangsungan Uasaha. Prenada Media Group. Jakarta.
Lukviarman, Niki. (2004). Dasar Dasar Manajemen Keuangan. Padang: Andalas University Press.
Lukviarman,Niki. 2016. Corporate Governance. Solo: PT Era Adicitra Intemedia
Rezaee Zabihollah. Corporate Governance and Ethics. 2009. United States of Amerika
Sawyer Lawrance B. Mortinez. 2003. Internal Auditing Florida. The IIA.
Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana (2009:104). Etika Bisnis daan Profesi. Jakarta : Selemba
Empat.

Undang-undang dan Peraturan


Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia.
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia. Jakarta. Diakses tanggal 12 Januari 2013.
Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007.

Organisasi dan Lembaga Nasional/ International


Council of Institutional Investor (CII)
The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and the Audit Committee: Working Together
Towards Common Goals.
The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and The Audit Committee
The Institute of Internal Auditors, The Audit Committee in the Public Sector
United States Securities and Exchange Commission (SEC)

Jurnal dan Suber Lainnya


Almilia, Luciana Spica dan Kristijadi, (2003). “Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi
Kondisi Financial Distress Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ.” Jurnal
Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 7 No. 2, Desember, Hal 183 – 206.

52

Anda mungkin juga menyukai