Anda di halaman 1dari 13

Pertama kalinya istilah corporate governance diperkenalkan oleh Komite Cadbury pada tahun 1992

dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadburry Report. Laporan inilah yang menentukan
praktik corporate governance  diseluruh dunia. Isu corporate governance semakin berkembang ketika
beberapa peristiwa ekonomi penting terjadi. Krisis keuangan Asia pada tahun 1997, dilanjut dengan
kejatuhan perusahaan besar seperti Enron dan Worldcom tahun 2002, serta adanya isu terbaru
yaitu krisis subprime mortage di Amerika Serikat pada tahun 2008.  Peristiwa tersebut menyadarkan
dunia akan pentingnya penerapan good corporate governance. Dampak dari krisis tersebut, banyak
perusahaan berjatuhan karena tidak mampu bertahan.

Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah indonesia dan lembaga-lembaga keuangan internasional


memperkenalkan konsep good corporate governance. Dalam studi yang dilakukan oleh Asian
Development Bank (ADB) krisis yang terjadi di Asia disebabkan oleh lemahnya penerapan corporate
governance. Konsep good corporate governance diharapkan dapat melindungi pemegang saham
(stockholders) dan kreditur agar dapat memperoleh kembali investasinya.  Penerapan corporate
governance didasarkan pada teori agensi, yaitu teori agensi menjelaskan hubungan antara
manajemen dengan pemilik. Manajemen sebagai agen bertanggungjawab mengoptimalkan
keuntungan para pemilik (principal) sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai
dengan kontrak.

Shaw (2012) menjelaskan bahwa terdapat dua teori utama yang terkait dengan GCG yaitu
stewardship theory dan agency theory. Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis
mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak
dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang
tersirat dalam hubungan fidusia (kepercayaan) yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan
kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak
dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder. Sementara itu, agency theory
yang dikembangkan oleh Michael Johnson, memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai
“agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi
kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang
saham.

Corporate governance dapat didefiniskan sebagai susunan aturan yang menentukan hubungan
antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan dan stakeholder internal dan
eksternal yang lain sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya (FCGI, 2003). Berikutnya
dikemukakan oleh OECD (2004) good corporate governance merupakan satu set hubungan antara
manajemen perusahaan, dewan, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. 
Selanjutnya menurut Prakarsa (2007:120) Corporate Governance adalah mekanisme administratif
yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang
saham dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain.

Tujuan utama dari good corporate governance adalah untuk menciptakan sistem pengendalian dan
keseimbangan (check and balance) untuk mencegah penyalahgunaan dari sumber daya dan tetap
mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan (nur ainy, Nurchahyo, A & B, 2013).

Terdapat 5 pilar GCG yang ditetapkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), yang
biasa kita kenal dengan konsep TARIF (Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, and
Fairness), yaitu :
1. Transparansi (Transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
2. Akuntabilitas (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban
organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
4. Kemandirian (Independecy), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional
tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak Stakeholders yang
timbul berdasarkan perjanjian dan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan menurut Kaen dan Shaw (2012) terdapat empat komponen utama yang diperlukan
dalam konsep GCG yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat
komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten
terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat
aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai
fundamental perusahaan.

TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK/GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

1. Arti Penting GCG


Tata kelola perusahaan yang baik merupakan faktor penting dalam memelihara kepercayaan dan
keyakinan para pemangku kepentingan. Zabihollah Rezae dalam bukunya yang berjudul “Corporate
Governance and Ethics” mengikhtisarkan bahwa tujuan utama Corporate Governance adalah untuk
menciptakan keseimbangan pembagian kekuasaan yang tepat diantara semua partisipan, khususnya
Pemilik Modal/Pemegang Saham, Dewan Pengawas/Badan Pengawas/Dewan komisaris (Dewas,
Bawas, Dekom) dan Direksi dalam mencapai dan meningkatkan nilai saham dengan tetap
mempertimbangkan kepentingan stakeholder lainnya. Pihak-pihak yang memiliki kepentingan pada
suatu perusahaan disebut stakeholders.
 Manfaat yang diperoleh dalam melaksanakan Tata kelola perusahaan yang baik, diantaranya
adalah sebagai berikut :
 Meningkatkan kinerja organisasi melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang
lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional organisasi, serta lebih meningkatkan
pelayanan kepada pihak yang berkepentingan (stakeholder)
 Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena
faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai organisasi (corporate value)
 Meningkatkan kepercayaan investor/donator untuk menanamkan modalnya.

2. Pengertian GCG
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tidak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry misalnya
pada tahun 1992-melalui Cadburry report-mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut
Komite Cadburry, Good Corporate Governancce adalah prinsip yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan
perusahaan dalam memberikan pertanggungjawaban kepada shareholder khususnya dan stakeholders
pada umumnya.
Beberapa Negara mendifinisikan GCG dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit
perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), mendefinisikan GCG sebagai cara-cara
manajemen perusahaan bertanggung jawab kepada shareholdernya. Para pengambil keputusan di
perusahaan di perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan keputusannya dan keputusan
tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi stakeholders lainnya. Karena itu fokus utama OECD
terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung prinsip-prinsip
GCG transparebcy, responsibility, accountability dan fairness.

Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut
lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan
sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan
akuntabilitas perusahaan.

The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) mendefinisikan CG sebagai proses dan
struktur yang ditetapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan nilai
Pemegang Saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang
lain.

Monks 2003, GCG secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan
yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder.

Tata Kelola perusahaan yang baik menurut Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor:
PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate
Governance) pada Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya GCG adalah prinsip-prinsip yang
mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-
undangan dan etika berusaha.

Moeljono, 2005, Sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai
tambah (value addes) bagi semua stakeholder. Ada 2 hal yang ditekankan dalam konsep ini, yaitu
pentingnya hak Pemegang Saham untuk memeroleh informasi yang benar (akurat) dan tepat pada
waktunya, serta kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat,
tepat waktu dan transparan terhadap semua informasi kerja perusahaan, kepemilikan dan
stakeholders.
Dari berbagai definisi tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa pendekatan terhadap definisi GCG
lebih ditekankan pada pendekatan hard factors yang mengharuskan adanya infrastruktur serta
kebijakan atau SOP atau peraturan-peraturan yang mendukung penerapan GCG. Disisi lain, TIM CG
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mendefinisikan Good Corporate
Governance dengan sudut pandang yang sedikit berbeda dengan mencakupkan soft factors dalam
menjelaskan pengertian tersebut.Tata Kelola perusahaan yang baik atau GCG didefinisikan sebagai
komitmen, aturan main serta praktek penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika dengan
menekankan keharusan adanya komitmen dalam pengaplikasiannya. Keberadaan kebijakan dan
kelengkapan infrastruktur GCG menjadi kehilangan makna tanpa didasari komitmen untuk
melaksanakannya.

Disinilah, betapa peran Pemilik Modal/Pemegang Saham, Dewan/Bawas/Dekom dan Direksi (Top
Management) sebagai TOP LEADER menjadi pendorong dalam kesungguhan pembangunan
Perusahaan yang ber-GCG dengan prinsip-prinsip.
1. Partisipasi
2. Responsibilitas
3. Independen
4. Kewajaran (Fairness)
5. Akuntabilitas
6. Transparansi

Atau disingkat PRIFAT. Penomoran prinsip mulai dari partisipasi sampai dengan transparansi bukan
menggambarkan derajat kepentingan dalam penerapan praktik GCG.

3. Landasan Teori GCG


Teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah Agency Theory, Stewardship Theory
dan Stakeholder Theory.
1. Agenchy Theory
Perkembangan tata kelola perusahaan yang berangkat dari teori kegenan (Agency Theory)
dikembangkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Teori tersebut mendasarkan pada konflik
yang timbul antara principal dan agen. Principal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada
agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh
prinsipal untuk menjalankan perusahaan.
Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan oleh prinsipal
kepadanya. Manajemen sebagai ‘agents” dianggap akan bertindak untuk kepentingannya sendiri,
bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap Pemegang Saham. Adanya
pemisahan kepemilikan dan perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen menimbulkan agency
problem (konflik kepentingan).
Sebagai pihak yang mengelola perusahaan, agen mempunyai lebih banyak informasi mengenai
kapasitas perusahaan, lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan. Disisi lain prisipal tidak
mempunyai informasi cukup tentang kinerja agen. Hal ini mengakibatkan ketimpangan informasi
antara prinsipal dan agen yang disebut dengan aymmetric information. Hal tersebut dapat
menimbulkan dua permasalahan (Jensen dan Meckling, 1976)
a. Moral Hazard yaitu permasalahan yang terjadi jika agen tidak melaksanakan bersama apa yang
telah disepakati dalam kontrak kerja.
b. Adverse selection yaitu prinsipal tidak dapat mengetahui apakah keputusan yang diambil oleh
agen didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya atau terjadi kelalaian dalam tugas.

2. Stewardship Theory
Tidak seperti teori keagenan, teori stewardship mengasumsikan bahwa manajer adalah pengelola
dengan perilaku yang selaras dengan tujuan principal mereka. Teori ini mendasarkan pada adanya
toleransi yang baik dalam diri seorang manajer. Manajer dipandang setia kepada perusahaan dan
tertarik dalam pencapaian kinerja yang tinggi. Motif dominan, yang mengarahkan para manajer
untuk menyelesaikan pekerjaan mereka, adalah keinginan mereka untuk melakukan tugas dengan
sangat baik. Secara khusus, manajer dipahami sebagai pihak yang termotivasi oleh kebutuhan untuk
mencapai kepuasan intrinsik melalui keberhasilan dalam melakukan pekerjaan yang menantang,
untuk melaksanakan tanggung jawab dan wewenang dan dengan demikian untuk mendapatkan
pengakuan dari pimpinan dan pihak lainnya terhadap keberhasilannya. Oleh karena itu ada unsur
motivator yang bersifat non keuangan bagi manajer. Teori ini juga berpendapat bahwa sebuah
organisasi membutuhkan struktur yang memungkinkan harmonisasi yang akan dicapai dari hubungan
yang efektif antara manajer dan pemilik.
Dengan kata lain, Stewardship theory memandang manajemen sebagai pihak yang dapat dipercaya
untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder.

3. Stakeholders Theory
Stake holder Theory atau Teori Pemangku Kepentingan memposisikan Pemeganag Saham/Pemilik
Modal hanya merupakan salah satu dari sejumlah kelompok stakeholder yang penting. Sama seperti
pelanggan, pemasok, karyawan dan masyarakat lokat. Pemegang saham memiliki saham di dan
dipengaruhi oleh keberhasilan atau kegagalan perusahaan.
Gibson 2000:247 menguraikan dalam jurnalnya bahwa dengan cara yang sama bahwa bisnis juga
memiliki tugas yang berbeda untuk berbagai kelompok pemangku kepentimgan.
Dalam kasus dimana ada konflik kepentingan antara Pemilik Modal/Pemegang saham dengan
stakeholder lainnya, maka kepentingan para Pemilik Modal/Pemegang Saham, harus dimoderasi atau
dikorbankan untuk memenuhi kewajiban dasar bagi pemangku kepentingan lainnya.
Dalam hukum perusahaan, Pemilik Modal/Pemegang saham diberi status unggulan sebagai pemilik
perusahaan. Mereka mampu memilih semua atau sebagian besar anggota Direksi, memiliki hak untuk
mempekerjakan dan memecat para eksekutif senior dan menyetujui atau menolak kebijakan penting
dan strategi perusahaan.
Karena status yang luar biasa dan kendali yang dimiliki oleh Pemilik Modal/Pemegang Saham
berdasarkan hukum perusahaan, teori pemangku kepentingan cenderung mencurahkan perhatian
yang lebih sedikit untuk membela hak-hak Pemilik Modal/Pemegang Saham.Asumsinya adalah
bahwa Pemilik Modal/Pemegang Saham sudah memiliki kekuatan untuk memastikan bahwa
kepentingan mereka diperhitungkan oleh perusahaan dan para manajernya. Teori stakeholder yang
telah mempertimbangkan hak-hak Pemilik Modal/Pemegang Saham biasanya mencoba untuk
menunjukkan mengapa hak-hak ini harus dibatasi oleh hak atau kepentingan kelompok stakeholder
lainnya.
Dari ketiga uraian konsep yang mendasari Good Corporate Governance terlihat bahwa kesamaannya
terletak pada pengamatan pola hubungan atau interaksi antara pemilik modal/pemegang
saham/Dewas/Bawas/Dekom dengan Direksi dalam pemenuhan kepentingan masing masing pihak.
Efektivitas interakti tersebut menciptakan sinergitas hubungan yang memengaruhi laju pertumbuhan
nilai perusahaan secara positif dengan mempertimbangkan kepentingan stakeholdes lainnya.

4. Prinsip dan Aturan Mengenai GCG di Indonesia (Prifat)


Dalam penerapan praktik Tata Kelola Perusahaan yang baik, perlu disepakati konsep/prinsip yang
mendasari pemahaman terhadap Good Governance. Prinsip merupakan suatu pernyataan
fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan oleh seseorang/kelompok
sebagai sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak. Sebuah prinsip merupakan roh dari sebuah
perkembangan ataupun perubahan dan merupakan akumulasi dari pengalaman ataupun pemaknaan
oleh sebuah obyek atau subyek tertentu.
Tujuan penetapan prinsip-prinsip tersebut adalah untuk meletakkan landasan bagi pengembangan
pelaksanaan Good Corporate Governance di Lingkungan perusahaan secara umum. Prinsip-prinsip
dan asumsi dasar dimaksud akan menjadi pegangan dalam penjabaran tindakan dan langkah-langkah
yang hendak dilakukan untuk mewujudkan GCG dan akan menjadi patokan dalam pengujian
keberhasilan aplikasi GCG pada suatu organisasi. Nilai-nilai yang dikandung dalam prinsip tentunya
dapat bervariasi sesuai dengan keyakinan individu, maupun organisasi serta lingkungan tempat
seseorang/organisasi berkegiatan.
Secara umum terdapat enam prinsip corporate governance dalam Prinsip-prinsip Organisation for
Economic Cooperation and Development (OECD) 2004 mengenai corporate governance. Keenam
prinsip ini menjelaskan hal-hal yang mencakup: kerangka dasar corporate governance, hak pemegang
saham, kesetaraan perlakuan Pemilik Modal/Pemegang Saham, peranan stakeholders, keterbukaan
dan transparansi serta tanggung jawab Dewas/Bawas/Dekom.
Dengan memperhatikan kesesuaian perangkat hukum dan lingkungan BUMD dengan BUMN,
penerapan Praktik Tata Kelola mengacu pada prinsip dasar yang telah dikembangkan oleh BPKP
dengan akronim PRIFAT sebagai berikut :
1. Participation (Partisipasi)
Partisipasi yang dimaksud disini adalah pemenuhan tanggung jawab, hak dan wewenang
serta tindakan-tindakan lain yang patut diambil sesuai dengan posisinya.
Menurut kamus Collins “Participate means to become actively involve in”. Jadi partisipasi
merupakan keterlibatan yang aktif, kalau pada suatu perusahaan tentunya dari setiap
pelaku/organ perusahaan dalam menunjang peningkatan nilai perusahaan. Eksistensi
keberadaan badan usahan diakui dan difasilitasi, baik secara langsung atau tidak langsung
oelh masyarakat umum lainnya. Karena itu, perusahaan semestinya memperhatikan
kepentingan masyarakat dalam tindakan-tindakannya.
Penerapan prinsip ini akan membantu kelanggengan perusahaan dan menciptakan “sense of
belonging” dari banyak pihak. Perusahaan perlu pula membina hubungan dengan semua
karyawan maupun anggota masyarakat sekitar melalui hubungan bisnis yang langsung atau
tidak langsung sehingga perusahaan menjadi bagian dari masyarakat (corporate citizenship)
Perlu dihindari teradinya ketimpangan yang mencolok dengan keadaan sekitar sehingga
mengundang kecemburuan sosial. Selain itu upaya pemeliharaan lingkungan serta kesehatan
wilayah sekitar lokasi usaha juga tidak boleh diabaikan. Beban sosial (Social cost) yang
terkait pada umumnya dapat diperhitungkan dan dimasukkan sebagai unsur biaya produksi.
Faktor-faktor yang memengaruhi Prinsip Partisipasi meliputi :
 Kapabilitas
Seorang yang berada pada posisi tertentu tidak melakukan apa yang seharusnya
dilakukan pasti apa sebabnya. Salah satu sebab seseorang tidak melakukan partisipasi
adalah karena dia tidak mampu (capable) untuk melaksanakan apa yang seharusnya
dilakukan tersebut.
 Budaya/Nilai-nilai pada Perusahaan
Partisipasi dalam kegiatan-kegiatan perusahaan dipengaruhi oleh budaya atau nilai-nilai
yang berkembang di perusahaan
 Sistem Penghargaan
Penghargaan merupakan salah satu kebutuhan manusia, baik secara materi maupun non
materi. Apabila setiap partisipasi dari setiap orang dihargai, maka akan timbul kepuasan.
 Kontrol dari masyarakat/Pemerintah
Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa perusahaan harus berpartisipasi untuk
peningkatan kemakmuran masyarakat sekitar. Disisi lain tekanan masyarakat mengenai
kepedulian perusahaan dalam memenuhi hak-haknya misalnya agar ada operasi yang
ramah lingkungan atau agar dilakukan pembinaan kepada pengusaha ekonomi lemah,
jelas memengaruhi kemauan perusahaan untuk berpartisipasi memperhatikan kepentingan
stakeholders tersebut.
2. Responsibility (Responsibilitas)
Prinsip responsibilitas adalah kesesuaian atau kepatuhan di daam pengelolaan perusahaan
terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
3. Independency (Independen)
Independen merupakan suatu keadaan atau posisi dimana kita tidak terikat dengan pihak
manapun. Independen menunjukkan sikap bebas yang tidak terpengaruhi oleh kepentingan
pihak tertentu atau kelompok/organisasi tertentu.
4. Fairness (Keadilan)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder desuai
dengan oeraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi faktor
pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil diantara
beragam kepentingan dalam perusahaan.
5. Accountability (Akuntabilitas)
Segala kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik sehingga
masyarakat dapat memberikan penilaian dan evaluasi. Melalui oenerapan prinsip ini, suatu
proses pengambilan keputusan atau kinerja dapat dimonitor, dinilai dan dikritisi.
Akuntabilitas juga menunjukkan adanya traceableness yang berarti dapat ditelusuri ampai ke
bukti dasarnya, serta reasonbleness yang berarti dapat diterima secara logis.
6. Transparancy (Transparansi)
Secara sederhana transparansi dapat diartikan sebagai keterbukaan. Transparansi akan
mendorong diungkapknnya kondisi yang sebenarnya sehingga pihak yang berkepentingan
(stakeholders) dapat mengukur dan mengentisipasi segala sesuatu yang menyangkut
perusahaan. Dengan adanya transparansi di setiap kebijakan dan keputusan di lingkungan
korporasi, maka keadilan (fairness) dapat ditumbuhkan.
Apa itu CSR? Pengertian CSR (Corporate Social Responsibility) secara harifiah adalah respon
sosial atau tanggung jawab sosial terhadap lingkungan sekitar yang dilakukan oleh sebuah
perusahaan dalam bentuk berbagai kegiatan. Pengertian CSR sendiri telah dijabarkan oleh para
ahli, untuk lebih jelasnya berikut telah kami rangkum pengertian CSR menurut para ahli.

Pengertian CSR (Corporate Social Responsibility) Menurut


Ahli
1. Pengertian CSR Menurut Wibisono (2007:7)
Menurut Wibisono dalam bukunya berjudul "Membedah Konsep dan Aplikasi CSR
(Corporate Social Responsibility)", Wibisono menjabarkan bahwa Corporate Social
Responsibility (CSR) adalah suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk
bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari
komunitas setempat atau masyarakat luas, bersaman dengan peningkatan taraf hidup
pekerja beserta keluarganya.

2. Pengertian CSR Menurut Suharto (2007:16)


Melalui bukunya berjudul "Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat Tanggung
jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Rensposibility)", Suharto menyatakan bahwa
CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan
keuntungan perusahaan secara finansial, tetap juga untuk pembangunan sosial ekonomi
kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan. Dalam konteks pemberdayaan,
CSR adalah bagian dari policy perusahaan yang dijalankan secara profesional dan
melembaga. CSR kemudian identik dengan CSP (corporate social policy), yakni roadmap
dan strategi perusahaan yang mengintegrasikan tanggung jawab ekonomis korporasi
dengan tanggung jawab social, legal dan etis.

3. Pengertian CSR Menurut Kotler dan Nancy (2005)


Menurut Kotler dan Nancy Corporate Social Responsibility atau CSR didefinisikan
sebagai komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui
praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan.

4. Pengertian CSR Menurut Fraderick


Menurut Fraderick et al, pengertian CSR dapat diartikan sebagai prinsip yang
menerangkan bahwa perusahaan harus dapat bertanggungjawab terhadap efek yang
berasal dari setiap tindakan didalam masyarakat maupun lingkungannya.

5. Pengertian CSR Menurut Kicullen dan Kooistra


Pengertian CSR menurut Kicullen dan Kooistra adalah tingkatan pertanggungjawaban
moral yang dianggap berasal dari perusahaan diluar kepatuhan terhadap hukum negara.

6. Pengertian CSR Menurut Khourey


Menurut Khourey, CSR / Corporate Social Responsibility adalah keseluruhan hubungan
antara perusahaan dengan pihak yang berkepentingan (Stakeholders).

7. Pengertian CSR Menurut Commision of the European Communities


Menurut Commision of the European Communities, Tanggung jawab sosial perusahaan pada
dasarnya adalah sebuah konsep dimana perusahaan memutuskan secara suka rela untuk
memberikan kontribusi demi menciptakan lingkungan yang lebih bersih serta masyarakat yang
lebih baik.

8. Pengertian CSR Menurut The World Business Council for Sustainable Development

Menurut The World Business Council for Sustainable Development didalam Rahman (2009:10)
menjabarkan pengertian CSR sebagai suatu komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan
tersebut, berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka
memperbaiki kualitas hidup.

Dari berbagai pengertian ahli diatas, secara sederhana Corporate Social Responsibility (CSR)
adalah suatu konsep serta tindakan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan sebagai rasa
tanggung jawabnya terhadap social serta lingkungan sekitar dimana perusahaan itu beroperasi /
berdiri. Seperti melaksanakan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar, membangun fasilitas umum, menjaga lingkungan sekitar, memberikan beasiswa kepada
anak yang tidak mampu, dan memberikan bantuan dana untuk kesejahteraan masyarakat banyak
pada umumnya dan masyarakat sekitar perusahaan pada khususnya.

Secara umum Corporate Social Resposibility (CSR) juga dapat diartikan sebagai suatu


mekanisme perusahaan untuk secara sadar mengintegrasikan sebuah perhatian terhadap
lingkungan sosial ke dalam operasi dan interaksinya dengan pemangku kepentingan
(stakeholder), yang melampaui tanggung jawab sosial di bidang hukum.
Pada dasarnya CSR adalah bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholder atau
pemangku kepentingan, dimana secara umum CSR mempunyai 3 definisi yaitu:
1. Komitmen bisnis untuk turut serta berkontribusi dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, komunitas setempat, keluarga
karyawan, serta masyarakat umum secara keseluruhan dalam rangka untuk memperbaiki
kualitas hidup bersama.
2. Komitmen usaha yang dilakukan secara etis, beroperasi secara legal, serta berkontribusi
akan peningkatan ekonomi yang diiringi dengan peningkatan kualitas hidup karyawan
termasuk keluarganya, masyarakat ataupun komunitas lokal.
3. Melakukan tindakan sosial, termasuk didalamnya adalah kepedulian terhadap lingkungan
hidup yang lebih dari batas-batas yang dituntut atau diwajibkan dalam peraturan
perundang-undangan
CSR (Corporate Social Resposibility) sangat erat kaitannya dengan Sustainable
development (Pembangunan Berkelanjutan) dimana sebuah perusahaan dalam melakukan
kegiatannya harus berlandaskan pada keputusan yang tidak semata-mata berorientasi
pada aspek ekonomi (keuntungan) melainkan juga harus mempertimbangkan dampak
sosial dan lingkungan yang mungkin muncul dari keputusannya tersebut.

Manfaat & Fungsi CSR (Corporate Social Responsibility)


Secara umum fungsi dari CSR (Corporate Social Responsibility) adalah sebagai bentuk tanggung
jawab perusahaan terhadap berbagai pihak yang terlibat maupun terdampak baik secara langsung
maupun tidak langsung atas aktivitas perusahaan dengan memberi perhatian yang lebih kepada
pihak-pihak tersebut.

ilustrasi program CSR dengan memberikan bantuan air bersih kepada masyarakat

Program CSR (Corporate Social Responsibility) adalah investasi jangka panjang yang
bermanfaat untuk meminimalisasi risiko sosial, serta berfungsi sebagai sarana meningkatkan
citra perusahaan di mata publik. Salah satu implementasi program CSR adalah dengan
pengembangan atau pemberdayaan masyarakat (Community Development). Oleh karena itu CSR
juga berfungsi sebagai investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan
(sustainability) perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai sarana biaya (cost centre) melainkan
sebagai sarana meraih keuntungan (profit centre).
Sementara jika dijabarkan lebih lanjut, CSR mempunyai manfaat atau fungsi bagi
perusahaan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sosial Licence to Operate (Izin Sosial untuk Beroprasi)


Bagi perusahaan, masyarakat merupakan salah satu faktor yang membuat perusahaan bergerak
atau malah sebaliknya. Dengan adanya CSR, masyarakat sekitar akan memperoleh manfaat dari
adanya perusahaan dilingkungan mereka maka dengan sendirinya masyarakat akan merasa
diuntungkan dan lama kelamaan akan merasa "mempunyai" perusahaan tersebut. Jika sudah
seperti itu perusahaan akan lebih leluasa untuk menjalankan kegiatan usahanya di daerah
tersebut.

2. Memperbaiki Hubungan dengan Stakehoder


Pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) dapat membantu komunikasi
dengan stakeholder menjadi lebih sering dan erat, dimana hal tersebut akan menambah
kepercayaan stakeholders terhadap perusahaan.

3. Mereduksi Risiko Bisnis Perusahaan


CSR (Corporate Sosial Responbility) akan membuat hubungan antara perusahaan dengan pihak
yang terlibat semakin menjadi lebih baik lagi, efeknya resiko bisnis seperti adanya kerusuhan
bisa ditangani dengan mudah. Jika seperti itu maka biaya pengalihan resiko bisa digunakan untuk
suatu hal yang lebih bermanfaat untuk masyarakat atau perusahaan.

4. Meningkatkan Semangat dan Produktivitas Karyawan


Reputasi sebuah perusahaan yang baik adalah perusahaan yang bisa berkontibusi besar kepada
stakeholder, masyarakat sekitar, dan lingkungannya. Hal ini tentunya akan menambah
kebanggan tersendiri bagi karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut yang mana hal ini akan
berakibat pada peningkatan etos kerja dan produktivitas para karyawannya.

5. Melebarkan Akses Menuju Market


Seluruh investasi serta biaya yang telah dikeluarkan untuk program CSR (Corporate Sosial
Responbility) sebenarnya bisa menjadi sebuah peluang yang baik untuk memperoleh market
yang lebih besar lagi. Termasuk di dalamnya bisa membangun loyalitas konsumen serta bisa
menembus pangsa pasar yang baru. Hal ini disebabkan program CSR dapat membuat nama atau
brand perusahaan menjadi lebih terkenal dan di kagumi oleh masyarakat luas.

6. Melebarkan Akses Sumber Daya


Corporate Social Responsibility (CSR) jika dikelola dengan baik akan menjadi sebuah
keunggulan bersaing bagi perusahaan yang nantinya dapat membantu perusahaan dalam
memperlancar jalan untuk mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan perusahaan.

7. Memperbaiki Hubungan dengan Regulator


Perusahaan yang melakukan Corporate Social Responsibility pada umumnya akan turut
meringankan beban pemerintah sebagai regulator. Dimana pemerintahlah yang sebenarnya
memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakatnya.
8. Mereduksi Biaya
Program CSR juga dapat menghemat biaya perusahaan seperti misalnya melakukan program
CSR yang berkaitan dengan lingkungan dengan menerapkan konsep daur ulang dalam
perusahaan, sehingga limah perusahaan akan berkurang dan biaya untuk produksi juga akan
lebih berkurang.

9. Peluang Mendapatkan Penghargaan


Perusahaan yang memberikan kontribusi yang besar bagi masyarakat luas dan lingkungan sekitar
melalui program CSR (Corporate Sosial Responbility) akan berpeluang lebih besar untuk
memperoleh sebuah penghargaan. Tentunya hal ini akan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri
bagi perusahaan tersebut.
Contoh CSR (Corporate Social Responsibility) Perusahaan
CSR (Corporate Sosial Responbility) merupakan sebuah program yang sangat bermanfaat untuk
masyarakat umum ataupun untuk perusahaan itu sendiri. Dimana dengan adanya program CSR
ini akan membantu mengatasi permasalahan atau kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat
sekitar. Sedangkan untuk perusahaan, program CSR ini akan memberikan image positif terhadap
perusahaan dimata konsumen dan masyarakat.

Saat ini ada banyak perusahaan besar yang memberikan perhatiannya kepada lingkungan hidup
dan melakukan program CSR (Corporate Sosial Responbility), contohnya seperti perusahaan-
perusahaan dibawah ini:

1. Danone (Air Mineral Aqua)


Danone melakukan program CSR yang disebut WASH (Water Access, Sanitation, Hygiene
Program) yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan lingkungan masyarakat pra-
sejahtera dan berkontribusi secara aktif serta berkelanjutan untuk memberikan solusi terhadap
permasalahan yang berhubungan dengan penyediaan air bersih di Indonesia. Program ini banyak
dikenal dengan sebutan "1 Liter Aqua untuk 10 Liter Air Bersih".

2. PT Sinde Budi Sentosa (Larutan Cap Badak)


Program CSR yang dilakukan oleh PT Sinde Budi Sentosa yaitu dengan melestarikan habitat
Badak Jawa yang ada di Taman Nasional Ujung Kulon. Program tersebut merupakan kerjasama
perusahaan dengan WWF Indonesia dimana PT Sinde Budi Sentosa bertindak sebagai donatur
dana.

3. Pertamina
Pertamina berkomitmen dalam program CSR-nya dengan membantu pemerintah Indonesia
dalam memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia melalui pelaksanaan
program-program yang membantu tercapainya target pembangunan, dan membangun hubungan
harmonis serta kondusif dengan semua pihak stakeholder (pemangku kepentingan) untuk
mendukung tercapainya tujuan perusahaan terutama dalam membangun reputasi perusahaan.

Karakterisitik CSR yang Baik dan Benar


1. CSR harus mengandung sistem govermance yang baik, diantaranya memiliki transparasi
dan akuntabilitas.
2. CSR harus mempertimbangkan dan memperhatikan kepentingan pemangku-kepentingan
di dalam dan di luar perusahaan.
3. CSR harus bisa menciptakan dampak jangka panjang bagi perusahaan dan masyarakat.
4. CSR harus merupakan kegiatan yang melebihi kepatuhan kepada hukum dan peraturan
yang berlaku.
5. CSR sebaiknya mengikuti panduan ISO 26000.

Anda mungkin juga menyukai