Anda di halaman 1dari 37

TUGAS KELOMPOK 7

Dr. Vince Ratnawati, SE, M.Si, Ak, BKP, CA

SISTEM AKUNTANSI
PEMERINTAH
SISTEM MONITORING DAN EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH

MAULINA AGUSTININGSIH
1710246646

TIFFANI
1710246642

GUSLIDIAWATI
1710246651

PROGRAM PASCASARJANA MEGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
TA. 2019/ 2020
Daftar Isi
KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan..................................................................................... 3

BAB II LANDASAN TEORI

1. Monitoring dan evaluasi kinerja……………………………..................... 4


2. Pengertian monitoring dan evaluasi kinerja pemerintah daerah ................ 5
3. Pentingnya Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Sistem
Mentoring dan Evaluasi Kinerja Pemerintah Derah................................... 18
4. Permasalahan dalam Monitoring dan Evaluasi diLingkungan Pemerintah
Daerah……………………………............................................................... 24
5. Pentingnya Sistem Pemantauan (Monitoring) dan Evaluasi (Evaluation)
Berbasis Hasil (Outcomes) diPemerintah Daerah (MONEV).................... 26

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 34
Kata Pengantar
Puji beserta syukur kam haturkan kehadirat Allah SWT, karena kami dapat menyelesaikan
Makalah kelompok kami ini tepat pada waktunya. Penyusunan dari Makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Sistem Akuntansi Pemerintah sub pembahasan tentang
materi yang berjudul “Sistem Monitoring dan Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah”. Selain itu
tujuan penyusunan dari makalah kelompok kami ini juga untuk menambah wawasan dan menggali
secara spesifik tentang materi-materi pembahasan dalam mata kuliah Sistem Akuntansi
Pemerintah secara lebih luas dan mendalam lagi.
Dalam hal ini kami Kelompook 7, juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Vince
Ratnawatu SE, M.Si, Ak, BKP, CA kususnya selaku dosen Mata Kuliah Sistem Akuntansi
Pemerintah yang sudah membimbing dan memberi pandangan kepada kelompok kami agar dapat
menyelesaikan tugas makalah kelompok ini tepat pada waktunya. Kelompok kami menyadari
sepenuhnya bahwa Makalah yang kami susun ini sangat jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena
itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar penyusunan Makalah
selanjutnya dapat menjadi lebih baik lagi. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih dan
semoga makalah ini memberi kontribusi dan bermanfaat bagi para pembaca.

Pekanbaru, Mei 2019


Hormat Kami,

KELOMPOK 7
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar belakang
Untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 19991
telah diberlakukannya Otomi Daerah di-Indonesia. Otonomi daerah memberikan administrasi
pemerintahan daerah menjadi terdesentralisasi. Sejumlah kewenangan termasuk urusan anggaran
didelegasikan menjadi wilayah domestik dari pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat
mengurus dan membangun daerahnya dengan tujuan pengembangan suatu daerah dapat
disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing.
Pelimpahan kekuasaan pemerintahan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah dilakukan
dalam dua (2) cara: (1) Ultra vires doctrine, yaitu pemerintah pusat menyerahkan kewenangan
pemerintah kepada daerah otonom dengan cara merinci satu persatu, (2) Open end arrangement
atau general competence, yaitu pemerintah daerah boleh menyelenggarakan semua urusan diluar
yang dimiliki oleh pemerintah pusat. Prinsip desentralisasi dalam UndangUndang Nomor 32
Tahun 20042 tentang pemerintahan daerah menganut cara kedua.
Luasnya kewenangan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan daerahnya yang menuntut peningkatan kapasitas (capacity building), dimana
kepemimpinan yang kuat untuk mendorong dan memberdayakan bawahan menjadi sangat
signifikan. Namun setelah diberlakukannya otonomi daerah ini banyak bermunculan fenomena
pragmatism politik dimasyarakat daerah, legitimasi politik dan stabilitas politik belum sepenuhnya
tercapai, adnya konflik horizontal dan konflik vertical, serta kesejahteraan masyarakat ditingkat
local belum sepenuhnya mampu diwujudkan oleh pemerintah daerah.
Dalam rangka peningkatan mutu pelaksanaan program dan kebijakan yang ada dilingkungan
pemerintahan perlu adanya monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi merupakan salah
satu cara untuk mengetahui kekurangan, kelemahan, dan kekuatan dalam segi perencanaan dan
implementasi kegiatan/program. Oleh karena itu dengan melihat besarnya kepentingan monitoring
dan evaluasi, maka dipandang perlu adanya satu pedoman yang menjadi panduan atau acuan bagi

1
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah
2
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
semua untuk melaksanakan tugas dan fungsi dalam Perencanaan, monitoring dan evaluasi suatu
kegiatan.
Maka perlu dalam hal ini adanya pengembangan indikator kinerja lembaga yang komprehensif,
prosedur dan mekanisme pelaksanaan monitoring serta evaluasi akan menunjang suatu proses
pengembangan yang berkelanjutan. Pengukuran kinerja organisasi public pemerintah telah diatur
dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 19993 dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP), yang mengatur: (1) perencanaan strategik (PS), (2) pengukuran
kinerja (PK), (3) evaluasi kinerja kegiatan (EK-1), (4) evaluasi kinerja program (EK-2), evaluasi
kinerja kebijakan (EK-3), dan (5) kesimpulan hasil evaluasi atau capaian kinerja.
Selanjutnya pemerintah juga mendukung agar mampu terwujudnya good governance dalam
lingkungan pemerintah daerah dengan diberlakukannya system monitoring dan evaluasi kinerja
pemerintah daerah. Terkait hal tersebut membuat munculnya Filosofi dasar yang membentuk
pentingnya penerapan system aplikasi Monev dipemerintah daerah sebagai konsep mengukur dan
menilai. Dalam hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 20064 tentang Tata
Cara Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, tetapi focus pada PP ini
adalah pengendalian dan evaluasi untuk kegiatan Pemerintah Pusat, yang merupakan dana
Kementerian/Lembaga (pusat), dekonsentrasi (provinsi), dan tugas Pembantuan (kabupaten/kota),
jadi tidak memfokuskan pada kegiatan daerah yang dibiayai dana desentralisasi.
Adapun pengendalian dan evaluasi menurut UU No. 25/20045 Tentang SPPN, Pasal 28:
Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan oleh masing-masing
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Menteri/Kepala Bappeda
menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-
masing pimpinan Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan
kewenangannya. Oleh sebab itu, Sesuai Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 20086
tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, bahwa sumber informasi
utama melakukan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) adalah
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) yang merupakan pelaksanaan dari Pasal

3
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuuntabilitas Kinerja Pemerintah.
4
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan.
5
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
6
Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Dikarenakan hal tersebutlah penting kiranya
mengkaji lebih dalam lagi tentang sitem monitoring dan evaluasi kinerja pemerintah daerah.

II. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan monitoring dan evaluasi kinerja pemerintah daerah?
2. Apa tujuan diberlakukannya monitoring dan evaluasi kinerja pemerintah?
3. Apa system monitoring dan evaluasi kinerja yang digunakan pemerintah daerah?

III. Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan terkait system monitoring dan evaluasi kinerja pemerintah daerah.
2. Mengkaji lebih dalam dampak yang terjadi dengan adanya system monitoring dan
evaluasi kinerja pemerintah daerah

IV. Manfaat Penulisan


Hasil penulisan makalah ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat dalam memberikan
kontribusi baik secara teoritis maupun nantinya secara praktis sebagai berikut:
1. Penulisan makalah ini diharapkan nantinya mampu memenuhi tugas kelompok dari
mata kuliah Sitem Akuntansi Pemerintah.
2. Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi pemahaman terkait permasalahan
system monitoring dan evaluasi kinerja pemerintah.
3. Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kontribusi dalam
pemahaman mendalami pembahasaan tentang system monitoring dan evaluasi
kinerja pemerintah.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Monitoring dan Evaluasi kinerja


Monitoring dan Evaluasi (M&E) merupakan dua kegiatan terpadu dalam rangka
pengendalian suatu program. Meskipun merupakan satu kesatuan kegiatan, Monitoring dan
Evaluasi memiliki fokus yang berbeda satu sama lain. Kegiatan monitoring lebih terfokus pada
kegiatan yang sedang dilaksanakan. Monitoring dilakukan dengan cara menggali untuk
mendapatkan informasi secara regular berdasarkan indikator tertentu, dengan maksud mengetahui
apakah kegiatan yang sedang berlangsung sesuai dengan perencanaan dan prosedur yang telah
disepakati. Indikator monitoring mencakup esensi aktivitas dan target yang ditetapkan pada
perencanaan program. Apabila monitoring dilakukan dengan baik akan bermanfaat dalam
memastikan pelaksanaan kegiatan tetap pada jalurnya (sesuai pedoman dan perencanaan program).
Juga memberikan informasi kepada pengelola program apabila terjadi hambatan dan
penyimpangan, serta sebagai masukan dalam melakukan evaluasi.
Secara prinsip, monitoring dilakukan sementara kegiatan sedang berlangsung guna
memastikan kesesuain proses dan capaian sesuai rencana atau tidak. Bila ditemukan
penyimpangan atau kelambanan maka segera dibenahi sehingga kegiatan dapat berjalan sesuai
rencana dan targetnya. Jadi, hasil monitoring menjadi input bagi kepentingan proses selanjutnya.
Sementara Evaluasi dilakukan pada akhir kegiatan, untuk mengetahui hasil atau capaian akhir dari
kegiatan atau program. Hasil Evaluasi bermanfaat bagi rencana pelaksanaan program yang sama
diwaktu dan tempat lainnya.
Seperti terlihat pada gambar Siklus Majamen Monev, fungsi Monitoring (dan evaluasi)
merupakan satu diantara tiga komponen penting lainnya dalam system manajelemen program,
yaitu Perencanaan, Pelaksanaan dan Tindakan korektif (melalui umpan balik). Sebagai siklus, dia
berlangsung secara intens kearah pencapaian target-target antara dan akhirnya tujuan program.

2. Pengertian Monitoring dan Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah


2.1 Monitoring
2.1.1 Pengertian Monitoring
Monitoring adalah sistem pengumpulan data / informasi secara regular dan terus-menerus
yang dapat menghasilkan indikator-indikator perkembangan dan pencapaian suatu kegiatan
program / kegiatan terhadap tujuan yang ditetapkan. Sistem monitoring mencakup penelusuran
pelaksanaan sistem yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap target kinerja yang jelas dan
konsisten, laporan kemajuan, dan identifikasi masalah. monitoring diperlukan agar kesalahan awal
dapat segera diketahui dan dapat dilakukan tindakan perbaikan, sehingga mengurangi risiko yang
lebih besar.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006, disebutkan bahwa monitoring atau
pemantauan adalah merupakan suatu kegiatan mengamati secara seksama suatu keadaan atau
kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan tertentu, dengan tujuan agar semua data masukan
atau informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi landasan dalam
mengambil keputusan tindakan selanjutnya yang diperlukan. Tindakan tersebut diperlukan
seandainya hasil pengamatan menunjukkan adanya hal atau kondisi yang tidak sesuai dengan yang
direncanakan semula.
2.1.2 Tujuan Monitoring
Monitoring bertujuan mendapatkan umpan balik bagi kebutuhan program yang sedang
berjalan, untuk mengetahui kesenjangan antara perencanaan dan terget. Dengan mengetahui
kebutuhan ini pelaksanaan program dapat membuat penyesuaian dengan memanfaatkan umpan
balik tersebut. Kesenjangan yang menjadi kebutuhan itu bisa jadi mencakup faktor biaya, waktu,
personel, dan alat, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat diketahui misalnya berapa jumlah
tenaga yang perlu ditambahkan atau dikurangi, alat atau fasilitas apa yang perlu disiapkan untuk
melaksanakan program tersebut, berapa lama tambahan waktu dibutuhkan, dan seterusnya. Secara
lebih terperinci monitoring bertujuan untuk sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data dan informasi yang 2. Memberikan umpan balik bagi sistem
diperlukan; penilaian program;
3. Memberikan masukan tentang kebutuhan 4. Memberikan pernyataan yang bersifat
dalam melaksanakan program; penandaan berupa fakta dan nilai;
5. Mendapatkan gambaran ketercapaian 6. Menjaga agar kebijakan yang sedang
tujuan setelah adanya kegiatan; diimplementasikan sesuai dengan tujuan
dan sasaran;
7. Memberikan informasi tentang metode 8. Menemukan kesalahan sedini mungkin
yang tepat untuk melaksanakan kegiatan; sehingga mengurangi risiko yang lebih
besar;
9. Mendapatkan informasi tentang adanya 10. Melakukan tindakan modifikasi terhadap
kesulitan-kesulitan dan hambatan- kebijakan apabila hasil monitoring
hambatan selama kegiatan; mengharuskan untuk itu;
2.1.3 Data dan Informasi Untuk Monitoring
Data dan informasi monitoring dapat diperoleh melalui beberapa cara metode yang dapat
dilakukan sebagai berikut:
1. Metode dokumentasi 4. Metode wawancara
Dari berbagai laporan kegiatan seperti Pedoman wawancara yang menanyakan
laporan tahunan /semesteran / bulanan. berbagai aspek yang berhubungan dengan
implementasi kebijakan perlu
dipersiapkan.

2. Metode survei 5. Metode campuran


Tujuannya untuk menjaring data dari para Misalnya campuran antara metode
stakeholders, terutama kelompok sasaran. dokumentasi dan survei, atau metode
survei dan observasi, atau dengan
menggunakan ketiga atau bahkan keempat
metode di atas;
3. Metode observasi lapangan 6. Metode FGD
Untuk mengamati data empiris di Dengan melakukan pertemuan dan diskusi
lapangan dan bertujuan untuk lebih dengan para stakeholdersyang bervariasi.
meyakinkan dalam membuat penilaian Dengan cara demikian, maka berbagai
tentang proses dari kebijakan. Dapat informasi yang lebih valid akan dapat
digunakan untuk melengkapi metode diperoleh melalui cross check data dan
survei. informasi dari berbagai sumber.
2.1.4 Jenis-jenis Monitoring
Terdapat beberapa jenis monitoring yang ada, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kepatuhan (compliance)
Jenis monitoring untuk menentukan tingkat kepatuhan implementor terhadap standar
dan prosedur yang telah ditetapkan.
2. Pemeriksaaan (auditing)
Jenis monitoring untuk melihat sejauh mana sumberdaya dan pelayanan sampai pada
kelompok sasaran.
3. Akuntansi (accounting)
Jenis monitoring untuk mengkalkulasi perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi
setelah diimplementasikan suatu kebijakan.
4. Eksplanasi (explanation)
Jenis monitoring untuk menjelaskan adanya perbedaan antara hasil dan tujuan
kebijakan.
2.1.5 Pelaksanaan Monitoring
Monitoring (Pengawasan) merupakan serangkaian kegiatan managemen yang
dimaksudkan untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai rencana
yang ditetapkan. Dengan dijalankan oleh Pimpinan Kementerian/Lembaga/SKPD yang
melakukan pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan sesuai dengan tugas dan kewenangan
masing-masing secara melekat dengan fungsi dan tugasnya. Bentuk monitorng dilakukan terhadap
pelaksanaan Rencana Kerja Kementrian/ Lembaga (Renja-KL) yang meliputi pelaksanaan
program dan kegiatan, serta jenis belanja. Pemberlakuan terhadap hal yang sama untuk Gubernur
dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, serta Bupati/Walikota untuk
pelaksanaan Tugas Pembantuan. Adapun monitoring dilakukan melalui Pemantauan dan
Pengawasan.
a. Pemantauan
Bertujuan untuk mengamati/mengetahui perkembangan kemajuan, identifikasi dan
permasalahan serta antisipasi/upaya pemecahannya. Sedangkan maksudnya adalah:
 Mendapatkan informasi perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan secara
kontinyu (terus menerus) mengenai pencapaian indikator kinerja dan permasalahan
yang dihadapi dalam pelaksanaan;
 Melakukan identifikasi masalah agar tindakan korektif dapat dilakukan sedini
mungkin; dan
 Mendukung upaya penyempurnaan perencanaan berikutnya melalui hasil
pemantauan.
Pelaksanaan pemantauan dilakukan oleh masing-masing Pengelola Kegiatan/Satker di
daerah serta komponen pembina/penanggunjawab kegiatan pusat, yang hasilnya menjadi input
bagi perumusan kebijakan selanjutnya. Adapun ruanglingkupnya adalah aspek perencanaan,
penyaluran/pencairan dana, pelaksanaan, dan pelaporan. Dalam bentuk kegiatan seperti Rapat
Berkala, Rapat ad hock, Pelaporan, dan kunjungan lapangan yang dilakukan terhadap pelaksanaan
Renja-KL, dengan fokus pelaksanaan program dan kegiatan pada kementrian. Pada pemerintah
daerah provinsi melalui Gubernur dan Kepala SKPD Provinsi melakukan pemantauan pelaksanaan
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan serta pemerintah daerah kabupaten melalui Bupati/
Walikota dan Kepala SKPD Kabupaten/ Kota melakukan pemantauan pelaksanaan Tugas
Pembantuan sesuai degan tugas dan kewenangannya. Adapun komponen pemantuan meliputi:
1) Perkembangan realisasi penyerapan dana,
2) Realisasi pencapaian target keluaran (output), dan
3) Kendala yang dihadapi & tinjut.
Bentuk produk (akhir) dari pemantauan adalah merupakan laporan triwulan.
b. Pengawasan
Pengawasan dipergunakan untuk mengumpulkan informasi terhadap keluaran/hasil dan
indikator yang dipergunakan untuk mengukur kinerja program.

2.2 Evaluasi
2.2.1 Pengertian Evaluasi
Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran
(output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. Evaluasi merupakan merupakan
kegiatan yang menilai hasil yang diperoleh selama kegiatan pemantauan berlangsung. Lebih dari
itu, evaluasi juga menilai hasil atau produk yang telah dihasilkan dari suatu rangkaian program
sebagai dasar mengambil keputusan tentang tingkat keberhasilan yang telah dicapai dan tindakan
selanjutnya yang diperlukan. Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu
kebijakan. Evaluasi baru dapat dilakukan kalau suatu kebijakan sudah berjalan cukup waktu.
Evaluasi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 adalah rangkaian kegiatan
membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap
rencana dan standar. Dan selanjutnya definisi Evaluasi menurut OECD7, disebutkan bahwa
Evaluasi merupakan proses menentukan nilai atau pentingnya suatu kegiatan, kebijakan, atau
program. Evaluasi merupakan sebuah penilaian yang subyektif dan sesistematik mungkin terhadap
sebuah intervensi yang direncanakan, sedang berlangsung atau pun yang telah diselesaikan. Hal-
hal yang harus dievaluasi yaitu proyek, program, kebijakan, organisasi, sector, tematik, dan
bantuan Negara.
Adapun yang dimaksud dengan kinerja Penyelengaraan Pemerintahan Daerah adalah
capaian atas penyelenggararaan urusan pemerintahan daerah yang diukur dari masukan, proses,
keluaran, hasil, manfaat, dan/atau dampak. Oleh sebab itu menurut Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 73 Tahun 2009 mendefenisikan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah selanjutnya disingkat EKPPD adalah suatu proses pengumpulan dan analisis data secara
sistematis terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menggunakan system
pengukuran kinerja.
2.2.2 Tujuan Evaluasi
Evaluasi bertujuan untuk melihat tingkat keberhasilan pengelolaan kegiatan, melalui kajian
terhadap manajemen dan output pelaksanaannya serta permasalahan yang dihadapi, untuk
selanjutnya menjadi bahan evaluasi kinerja program dan kegiatan selanjutnya. Selanjutnya secara
spesifik evaluasi bertujuan sebagai berikut:
1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan
Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.
2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan
Melalui evaluasi dapat diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.
3. Mengukur tingkat keluaran
Mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output dari suatu kebijakan.
4. Mengukur dampak suatu kebijakan
Evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun
negatif.
5. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan

7
Organisation for Economic Co-operation and Development
Untuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan
cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.
6. Sebagai masukan (input) suatu kebijakan yang akan datang
Untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang
lebih baik.
2.2.3 Pendekatan, Indikator dan Metode Evaluasi
Dalam melakukan evaluasi terlebih dahulu harus memahami beberapa pendekatan yang
harus diketahui diantaranya adalahh sebagai berikut:
 Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan: seberapa jauh suatu kebijakan
mencapai tujuannya.
 Untuk mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal: dengan melihat tingkat
efektivitasnya, maka dapat disimpulkan apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal.
 Memenuhi akuntabilitas publik: dengan melakukan penilaian kinerja suatu kebijakan,
maka dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada publik
sebagai pemilik dana dan mengambil manfaat dari kebijakan dan program pemerintah.
 Menunjukkan pada stakeholders manfaat suatu kebijakan: apabila tidak dilakukan evaluasi
terhadap sebuah kebijakan, para stakeholders, terutama kelompok sasaran tidak
mengetahui secara pasti manfaat dari sebuah kebijakan atau program.
 Agar tidak mengulangi kesalahan yang sama: evaluasi kebijakan bermanfaat untuk
memberikan masukan bagi proses pengambilan kebijakan yang akan datang agar tidak
mengulangi kesalahan yang sama.
Selanjutnya terdapat indikator-indikator yang harus dilihat dalam melakukan evaluasi
adalah sebagai berikut:
 Efektivitas: apakah hasil yang diinginkan telah tercapai.
 Kecukupan: seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah.
 Pemerataan: apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata kepada kelompok
masyarakat berbeda.
 Responsivitas: apakah hasil kebijakan memuat preferensi/nilai kelompok dan dapat
memuaskan mereka
 Ketepatan: apakah hasil yang dicapai bermanfaat.
Dalam melakukan evaluasi terdapat beberapa metode yang bias digunakan. Adapun
metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
 Single program after-only: pengukuran kondisi dilakukan sesudah program, tidak ada
kelompok kontrol, dan informasi yang diperoleh dari keadaan kelompok sasaran.
 Single program before-after: pengukuran kondisi dilakukan sebelum dan sesudah program,
tidak ada kelompok kontrol, dan informasi yang diperoleh dari perubahan kelompok
sasaran.
 Comparative after-only: pengukuran kondisi dilakukan sesudah program, ada kelompok
kontrol, dan informasi yang diperoleh dari keadaan kelompok sasaran dan kelompok
kontrol.
 Comparative before-after: pengukuran kondisi dilakukan sebelum dan sesudah program,
ada kelompok kontrol, dan informasi yang diperoleh dari efek program terhadap kelompok
sasaran dan kelompok kontrol.
2.2.4 Prinsip Dasar Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(EKPPD)
Melalui Pemendagri Nomor 73 Tahun 2009 pada Pasal 2 menjelaskan prinsip dasar dalam
evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah (EKPPD) dilaksanakan berdasarkan beberapa asas
yaitu sebagai berikut:
1. Spesifik
Dilaksanakan secara khusus untuk menilai kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah berdasarkan Laporan Penyelenggaran Pemerintah Daerah selanjutnya disingkat
(LPPD) dan laporan lain yang diterima oleh Pemerintah.
2. Obyektif
Dilaksanakan dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja yang baku dan tidak
menimbulkan penafsiran ganda.
3. Berkesinambungan
Dilaksanakan secara reguler setiap tahun sehingga dapat diperoleh gambaran
perjalanan penyelenggaraan pemerintahan daerah dari waktu ke waktu.
4. Terukur
Dilaksanakan dengan memanfaatkan data kuantitatif dan/atau kualitatif yang dapat
dikuantitatifkan dan menggunakan alat ukur kuantitatif sehingga hasilnya dapat
disajikan secara kuantitatif.
5. Dapat dibandingkan
Dilaksanakan dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja dan indikator kinerja
kunci yang sama untuk semua daerah.
6. Dapat dipertanggung jawabkan
Dilaksanakan dengan mengolah data dari Laporan Penyelenggaran Pemerintah Daerah
(LPPD) yang dikirim oleh kepala daerah secara transparan.
2.2.5 Sumber Informasi Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(EKPPD) Dan Tim Penilai
Menurut Pasal 4 dalam Pemendagri Nomor 73 Tahun 2009 menjelaskan bahwa sumber
informasi utama dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja pemerintah daerah, yaitu
menggunakan data dari informasi Laporan Penyelenggaran Pemerintah Daerah (LPPD). Adapun
sumber informasi lainnya yang juga dapat digunkan menurut Pasal 4 Ayat (2) dalam Pemendagri
Nomor 73 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:
a. Laporan pertanggung jawaban pelaksanaan' APBD;
b. Informasi keuangan daerah;
c. Laporan kinerja instansi pemerintah daerah;
d. Laporan hasil pembinaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, evaluasi dan
pengawasan pelaksanaan urusan pemerintahan daerah;
e. Laporan hasil survey kepuasan masyarakat terhadap layanan pemerintahan daerah;
f. Laporan kepala daerah atas permintaan khusus;
g. Rekomendasi/tanggapan DPRD terhadap LKPJ kepala daerah;
h. Laporan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berasal dari
lembaga independen;
i. Tanggapan masyarakat atas Informasi LPPD; dan
j. Laporan dan/atau informasi lain yang akurat dan jelas penanggungjawabnya.
Sumber informasi disini berfokus pada informasi capaian kinerja pada tataran pengambilan
kebijakan dan pelaksana kebijakan dengan menggunakan IKK. Indikator Kinerja Kunci (IKK)
adalah indikator kinerja utama yang mencerminkan keberhasilan penyelenggaraan suatu urusan
pemerintahan. IKK pada pemerintah daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem pengukuran
kinerja mulai dari masing-masing SKPD, pemerintahan daerah, antar satu daerah dengan daerah
lainnya dalam tingkat wilayah provinsi maupun pada tingkat nasional. Dimana berisikan data
capaian kinerja yang diisi oleh masing-masing SKPD sesuai dengan tugas fungsinya dan
disampaikan kepada Kepala Daerah melalui Tim Penilai.
Terkait sumber informasi yang dituangkan dalam LPPD sebelum disampaikan kepada
pemerintah terlebih dahulu dilakukan pengukuran evaluasi kinerja mandiri oleh pemerintah daerah
sendiri (self assesment) dengan ketentuan:
a. LPPD provinsi disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri; dan
b. LPPD kabupaten/kota disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur
selaku Wakil Pemerintah.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh pengumpulan data capaian kinerja pada
tataran pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan yang objektif, akurat dan akuntabel dari
seluruh SKPD. Dalam pengukuran evaluasi kinerja mandiri yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah secara teknis akan dilakukan oleh Tim Penilai. Tim penilai untuk evaluasi kinerja
penyelenggara pemerintah daerah terbagi dua yaitu:
a. Tim penilai untuk provinsi ditetapkan oleh gubenur dengan susunan keanggotaan terdiri
atas:
Ketua : Sekretaris Daerah
Sekretaris : Kepala Biro yang membidangi otonomi daerah
Anggota : Unsur SKPD yang membidangi keuangan, asset,
perencanaan pembangunan daerah, pengawasan, hukum,
kepegawaian dan organisasi.

b. Tim penilai untuk kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan


keanggotaan terdiri atas:
Ketua : Sekretaris Daerah
Sekretaris : Kepala Bagian yang membidangi otonomi daerah
Anggota : Unsur SKPD yang membidangi keuangan, asset,
perencanaan pembangunan daerah, pengawasan, hukum,
kepegawaian dan organisasi.
Tim penilai evaluasi kinerja penyelenggara pemerintah daerah (EKPPD) memiliki tugas
sebagai berikut:
a. Pengukuran kinerja pada tataran pengambil kebijakan daerah;
b. Pengukuran kinerja pada tataran pelaksana kebijakan daerah;
c. Pengkajian dan analisis hasil pengukuran kinerja; dan
d. Pemeringkatan SKPD.
Adapun proses atau tahapan-tahap yang harus dilakukan oleh tim penilai dalam melaksanakan
tugasnya diantaranya adalah
1) Mengumpulkan dan memvalidasi data capaian kinerja pada tataran pengambil kebijakan
dan pelaksana kebijakan dari seluruh SKPD;
2) Mengintegrasikan dan mensinkronisasikan data capaian kinerja dari seluruh SKPD;
3) Mengkaji dan menganalisis, konfirmasi, verifikasi, validasi data capaian kinerja pada
tataran pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan;
4) Mendiskusikan dan menginterprestasikan hasil penilaian capaian kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah dengan sistem pengukuran dan indikatornya untuk membandingkan
keberhasilan tahun sebelumnya; dan
5) Memperingkat kinerja masing-masing SKPD dengan penilaian menggunakan sistem
pengukuran IKK pada tataran pelaksana kebijakan yang meliputi:
a. Administrasi umum;
b. Capaian kinerja urusan wajib dan urusan pilihan;
c. Penilaian atas realisasi pelaksanaan program tahun yang dievaluasi dan
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya; dan
d. Penilaian seluruh realisasi kinerja SKPD.
Pengukuran evaluasi kinerja mandiri yang dilakukan Tim Penilai harus diselesaikan paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhir tahun anggaran. Dengan demikian hasil penilaian Tim
Penilai akan digunakan sebagai:
1. Dokumen data dasar capaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk
digunakan dalam penyusunan LPPD, LKPJ, ILPPD serta laporan Iainnya;
2. Dasar kepala daerah memberikan pembinaan, pengawasan, penghargaan dan sanksi
kepada SKPD sesuai dengan perturan perundang-undangan; dan
3. Dasar pemeringkatan kinerja SKPD.
2.2.6 Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(EKPPD)
Menurut Pemendagri Nomor 73 Tahun 2009 dalam Pasal 10 menjelaskan pelaksanaan
evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah (EKPPD) dilaksanakan oleh Tim Nasional
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EPPD) dimana dalam hal ini terdiri dari:
a. Menteri Dalam Negeri selaku Ketua merangkap anggota;
b. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara selaku Wakil Ketua merangkap anggota;
c. Menteri Keuangan sebagai anggota;
d. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai anggota;
e. Menteri Sekretaris Negara sebagai anggota;
f. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional sebagai anggota;
g. Kepala Badan Kepegawaian Negara sebagai anggota;
h. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagai anggota;
i. Kepala Badan Pusat Statistik sebagai anggota; dan
j. Kepala Lembaga Administrasi Negara sebagai anggota.
Dalam melaksanakan tugasnya Tim Nasional EPPD dibantu oleh Tim Teknis EKPPD dan
Tim Daerah. Selanjutnya Tim Teknis EKPPD beranggotakan unsur-unsur Kementrian/Lembaga
pemerintah yang nantinya diharapkan membantu kelancaran tugas Tim Nasional EPPD, serta Tim
Teknis dibentuk Sekretariat Tim Nasional EPPD yang berkedudukan di Departemen Dalam
Negeri. Sedangkan Tim Daerah beranggotakan para pejabat-pejabat yang berada pada instansi
daerah. Adapun susunan keanggotaan Tim Daerah EPPD dan Tim Teknis Daerah beserta rincian
tugasnya ditetapkan oleh gubernur.
Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EKPPD) yang
dilakukan Tim Nasional EPPD terdiri dari:
a. EKPPD Tahunan
Ruanglingkup dari EKPPD Tahunan meliputi pengukuran kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah, penentuan peringkat, dan penentuan status kinerja
penyelenggaraan pemerintahan provinsi, kabupaten/kota secara nasional. Dimana hasil
dari EKPPD tahunan digunakan Pemerintah sebagai dasar untuk melakukan
pembinaan, pengawasan, dan kebijakan Pemerintah dalam penyelenggaraan otonomi
atau pembentukan, penghapusan/penggabungan daerah otonom.
b. EKPPD Akhir Masa Jabatan Kepala Daerah
Merupakan rekapitulasi atas prestasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam
kurun waktu 5 (lima) tahun atau kurang dari 5 (lima) tahun meliputi:
1) Penilaian kebijakan umum daerah;
2) Pengelolaan keuangan daerah secara makro;
3) Penyelenggaraan urusan desentralisasi;
4) Penyelenggaraan tugas pembantuan; dan
5) Penyelenggaraan tugas umum pemerintahan.
Dimana hasil EKPPD Akhir Masa Jabatan Kepala Daerah digunakan Kepala
Daerah yang terpilih sebagai masukan dan mempertimbangkan penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
2.2.7 Sistem Pengukuran EKPPD
EKPPD merupakan sistem pengukuran dengan menggunakan IKK dalam penilaian yang
terintegrasi dengan penilaian mandiri oleh pemerintahan daerah dengan penilaian yang dilakukan
oleh Tim Daerah dan Tim Nasional EPPD. Penggunaan metode EKPPD dalam menilai total indeks
komposit kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan penjumlahan hasil penilaian
yang meliputi indeks capaian kinerja dan indeks kesesuaian materi. Hal ini dilakukan dengan
menilai IKK pada 2 (dua) aspek, yaitu sebagai berikut:
a. Aspek tataran pengambilan kebijakan
Yang meliputi beberapa hal sebagai berikut:
 Ketentraman dan ketertiban umum daerah;
 Keselarasan dan efektivitas hubungan antara pemerintahan daerah dan
Pemerintah serta antarpemerintahan daerah dalam rangka pengembangan
otonomi daerah;
 Keselarasan antara kebijakan pemerintahan daerah dengan kebijakan
Pemerintah;
 Efektivitas hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD;
 Efektivitas proses pengambilan keputusan oleh DPRD beserta tindak lanjut
pelaksanaan keputusan;
 Efektivitas proses pengambilan keputusan oleh kepala daerah beserta tindak
lanjut pelaksanaan keputusan;
 Ketaatan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah pada peraturan
perundang-undangan;
 Intensitas dan efektivitas proses konsultasi publik antara pemerintah daerah
dengan masyarakat atas penetapan kebijakan publik yang strategis dan relevan
untuk Daerah;
 Transparansi dalam pemanfaatan alokasi, pencairan dan penyerapan DAU,
DAK, dan Bagi Hasil;
 Intensitas, efektivitas, dan transparansi pemungutan sumber-sumber
pendapatan asli daerah dan pinjaman/obligasi daerah;
 Efektivitas perencanaan, penyusunan, pelaksanaan tata usaha, pertanggung
jawaban, dan pengawasan APBD;
 Pengelolaan potensi daerah; dan
 Terobosan/inovasi baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
b. Aspek tataran pelaksanaan kebijakan daerah
Yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Kebijakan teknis penyelenggaraan urusan pemerintahan;
b. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan;
c. Tingkat capaian SPM;
d. Penataan kelembagaan daerah;
e. Pengelolaan kepegawaian daerah;
f. Perencanaan pembangunan daerah;
g. Pengelolaan keuangan daerah;
h. Pengelolaan barang milik daerah; dan
i. Pemberian fasilitasi terhadap partisipasi masyarakat.
2.2.8 Pelaporan Hasil EKPPD dan Pembiayaan
Menurut Pasal 25 dalam Pemendagri Nomor 73 Tahun 2009 menjelaskan maksud dan
tujuan system pelayanan minimal adalah sebagai berikut:
1) Tim Daerah dalam pelaksanaan EKPPD kabupaten/kota dapat melakukan konfirmasi,
validasi, verifikasi dan klarifikasi data kepada pemerintah kabupaten/kota dan SKPD
provinsi.
2) Hasil EKPPD yang dilakukan oleh Tim Daerah dilaporkan kepada Gubernur.
3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. Laporan Hasil Evaluasi Individu untuk masing masing kabupaten/kota;
b. Laporan Hasil Sementara Pemeringkatan dan status kabupaten/kota dalam wilayah
provinsi.
Selanjutnya terkait Pembiayan diatur pada Pasal 36 dalam Pemendagri Nomor 73 Tahun
2009 menjelaskan maksud dan tujuan system pelayanan minimal adalah sebagai berikut:
1) Pelaksanaan EKPPD oleh pemerintah yang dilaksanakan oleh Tim Nasional, Tim Teknis,
Tim Daerah dan Sekretariat Tim Nasional dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
2) Pelaksanaan EKPPD oleh Tim Penilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
3) Tugas-tugas monitoring dan evaluasi pemerintahan kabupaten/kota oleh Wakil Gubernur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, diintegrasikan dengan penugasan Tim Daerah dengan
menggunakan dana APBD provinsi.
4) Pelaksanaan pengukuran evaluasi kinerja mandiri dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah.

3. Pentingnya Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Sistem Mentoring dan


Evaluasi Kinerja Pemerintah Derah
3.1 Sistem Pelayanan Minimal (SPM)
Menurut Pemendagri Nomor 73 Tahun 2009 dalam Pasal 20 menjelaskan bawasanya
pencapaian SPM adalah merupakan capaian kinerja pelayanan publik yang merupakan urusan
pemerintahan daerah meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Selanjutnya dalam Pemendagri
Nomor 6 Tahun 2006 dalam Pasal 1 menyebutkan urusan pemerintahan adalah merupakan fungsi-
fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan
pemerintahan untuk mengatur dan mengurusnya, yang menjadi kewenangannya, dalam rangka
melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. Selanjutnya dalam
Pasal 1 Ayat (6) menerangkan urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan
hak dan pelayanan dasar warga yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh Peraturan perundang-
undangan kepada daerah untuk perlindungan hak konstitusional, kepentingan nasional,
kesejahteraan masyarakat, serta ketentraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemenuhan komitmen nasional yang
berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional. Dimana pelayanan dasar merupakan
jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat
dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan pemerintahan. Maka sebab itu perlu adanya standar
pelayanan minimal yang selanjutnya disingkat SPM.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan
dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
Dimana nantinya indikator SPM adalah merupakan tolak ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif
yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian
SPM, berupa masukan, proses, keluaran, hasil dan/atau manfaat pelayanan dasar.
3.2 Maksut dan Tujuan SPM
Menurut Pasal 2 dalam Pemendagri Nomor 6 Tahun 2007 menjelaskan maksud dan tujuan
system pelayanan minimal adalah sebagai berikut:
1) Petunjuk teknis penyusunan dan penetapan standar pelayanan minimal dimaksudkan untuk
memberikan acuan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen
dalam menyusun dan menetapkan 5PM sesuai lingkup tugas dan-fungsinya.
2) Petunjuk teknis penyusunan dan penetapan standar pelayanan minimal bertujuan agar SPM
yang disusun dan ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-
Departemen dapat diterapkan oleh Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/ Kota.
3.3 Ruang Lingkup SPM
Ruang lingkup penyusunan dan penetapan SPM oleh Menteri/Lembaga Pemerintah Non
Departemen meliputi:
a. Jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM;
Penentuan jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM mengacu pada kriteria
sebagai berikut:
 Merupakan bagian dari pelaksanaan urusan wajib;
 Merupakan pelayanan yang sangat mendasar yang berhak diperoleh setiap warga
secara minimal sehingga dijamin ketersediaannya oleh konstitusi, rencana jangka
panjang nasional, dan konvensi internasional yang sudah diratifikasi, tanpa
memandang latar belakang pendapatan, sosial, ekonomi, dan politik warga;
 Didukung dengan data dan informasi terbaru yang Iengkap secara nasional serta
latar belakang pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam
penyelenggaraan pelayanan dasar sebagaimana dimaksud pada huruf b, dengan
berbagai implikasinya, termasuk implikasi kelembagaan dan pembiayaannya; dan
 Terutama yang tidak menghasilkan keuntungan materi.
b. Indikator dan nilai SPM;
Penentuan indikator SPM harus menggambarkan beberapa hal diantaranya:
 Tingkat atau besaran sumberdaya yang digunakan, seperti sarana dan prasarana,
dana, dan personil;
 Tahapan yang digunakan, termasuk upaya pengukurannya, seperti program atau
kegiatan yang dilakukan, mencakup waktu, lokasi, pembiayaan, penetapan,
pengelolaan dan keluaran, hasil dan dampak;
 Wujud pencapaian kinerja, meliputi pelayanan yang diberikan, persepsi, dan
perubahan perilaku masyarakat;
 Tingkat kemanfaatan yang dirasakan sebagai nilai tambah, termasuk kualitas hidup,
kepuasan konsumen atau masyarakat, dunia usaha, pemerintah dan pemerintahan
daerah; dan
 Keterkaitannya dengan keberadaan sistem informasi, pelaporan dan evaluasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjamin pencapaian SPM dapat
dipantau dan dievaluasi oleh pemerintah secara berkelanjutan.
Sedangkan untuk urusan penetuan nilai SPM mengacu pada:
 Kualitas berdasarkan standar teknis dari jenis pelayanan dasar yang berpedoman
pada SPM dengan mempertimbangkan standar pelayanan tertinggi yang telah
dicapai dalam bidang pelayanan dasar yang bersangkutan di daerah dan
pengalaman empiris tentang cara penyediaan pelayanan dasar yang bersangkutan
yang telah terbukti dapat menghasilkan mutu pelayanan yang hendak dicapai, serta
keterkaitannya dengan SPM dalam suatu bidang pelayanan yang sama dan dengan
SPM dalam bidang pelayanan yang lain;
 Cakupan jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM secara nasional dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan
kelembagaan dan personil daerah dalam bidang pelayanan dasar yang
bersangkutan, variasi kondisi daerah, termasuk kondisi geografisnya.
c. Batas waktu pencapaian SPM;
Dalam menentukan batas waktu pencapaian SPM harus mempertimbangkan beberapa
hal sebagai berikut:
 Status jenis pelayanan dasar yang bersangkutan pada saat ditetapkan;
 Sasaran dan tingkat pelayanan dasar yang hendak dicapai;
 Variasi faktor komunikasi, demografi dan geografi daerah; dan
 Kemampuan, potensi, serta prioritas nasional dan daerah.
d. Pengorganisasian penyelenggaraan SPM.
Merupakan tatacara penyusunan dan penetapan SPM serta pembinaan dan pengawasan
dalam penerapannya. Pengorganisasian penyelenggaraan SPM dilakukan melalui
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang mengkoordinasikan
komponen-komponen dilingkungan Departemen/Lembaga Pemerintah Non-
Departemen masing-masing sesuai urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya. Untuk menyusun dan menetapkan pengorganisasian penyelenggaraan
SPM, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen berkoordinasi dengan
Menteri Dalam Negeri.
3.4 Prinsip Penyusunan Dan Penetapan SPM
Dalam menyusun dan menetapkan SPM, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-
Departemen memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Konsensus, yaitu disepakati bersama oleh komponen-komponen atau unit-unit kerja yang
ada pada departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang bersangkutan;
b. Sederhana, yaitu mudah dimengerti dan dipahami;
c. Nyata, yaitu memiliki dimensi ruang dan waktu serta persyaratan atau prosedur teknis;
d. Terukur, yaitu dapat dihitung atau dianalisa;
e. Terbuka, yaitu dapat diakses oleh seluruh warga atau lapisan masyarakat;
f. Terjangkau, yaitu dapat dicapai bersama SPM jenis-jenis pelayanan dasar lainnya dengan
menggunakan sumber-sumber daya dan dana yang tersedia;
g. Akuntabel, yaitu dapat dipertanggungjawabkan kepada publik; dan
h. Bertahap, yaitu mengikuti perkembangan kebutuhan dan kemampuan keuangan,
kelembagaan, dan personil dalam pencapaian SPM.
3.5 Tatacara SPM
Tatacara penyusunan dan penetapan SPM oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah
NonDepartemen dilakukan sebagai berikut:
a. Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun usulan SPM jenis
pelayanan dasar pelaksanaan urusan wajib dalam lingkup tugas dan fungsinya;
b. Usulan SPM yang disusun tersebut pada huruf a disampaikan kepada Tim Konsultasi
Penyusunan SPM yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk dibahas
kesesuaian dan kelayakannya serta keterkaitannya dengan SPM jenis pelayanan dasar yang
lain;
c. Tim Konsultasi Penyusunan SPM melakukan pembahasan atas usulan SPM yang
disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen bersama
perwakilan Departemen/ Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang bersangkutan;
d. hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf c disampaikan oleh Menteri Dalam
Negeri cq. Direktur Jenderal Otonomi Daerah kepada Dewan Pertimbangan Otonomi
Daerah melalui Sekretariat DPOD untuk mendapatkan_rekomendasi; dan
e. berdasarkan rekomendasi Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah sebagaimana dimaksud
pada huruf d, usulan SPM disampaikan oleh Tim Konsultasi Penyusunan SPM kepada
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen untuk ditetapkan oleh Menteri
terkait sebagai SPM jenis pelayanan dasar yang bersangkutan.
3.6 Pelaporan SPM
Pelaporan SPM menurut Pasal 16 dalam Pemendagri Nomor 6 Tahun 2007 adalah sebagai
berikut:
1. Bupati/Walikota menyusun dan menyampaikan laporan umum tahunan kinerja penerapan
dan pencapaian SPM kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.
2. Gubernur menyusun laporan umum tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM.
3. Gubernur menyampaikan ringkasan laporan umum tahunan kinerja penerapan dan
pencapaian SPM kepada Menteri Dalam Negeri.
4. Berdasarkan laporan umum tahunan sebagaimana Menteri Dalam Negeri melakukan
evaluasi.
3.7 Mentoring dan Evaluasi SPM
Mentoring dan evaluasi SPM menurut Pasal 18 dalam Pemendagri Nomor 6 Tahun 2007
adalah sebagai berikut:
1. Monitoring dan evaluasi umum terhadap kinerja penerapan dan pencapaian SPM
pemerintah daerah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dibantu oleh Tim Konsultasi
Penyusunan SPM.
2. Tim Konsultasi Penyusunan SPM menyampaikan hasil monitoring dan evaluasi umum
kinerja penerapan dan pencapaian SPM pemerintah daerah kepada DPOD melalui
Sekretariat DPOD.
3. Hasil monitoring dan evaluasi umum dipergunakan oleh Dewan Pertimbangan Otonomi
Daerah sebagai bahan laporan penerapan dan pencapaian SPM kepada Presiden Republik
Indonesia.
Dari hasil monitoring dan evaluasi penerapan dan pencapaian SPM akan dipergunakan
pemerintah sebagai bahan masukan bagi pengernbangan kapasitas pemerintahan daerah dalam
pencapaian SPM dan bahan pertimbangan dalam pembinaan dan pengawasan penerapan SPM,
termasuk pemberian penghargaan bagi pemerintahan daerah yang berprestasi sangat baik.
3.8 Pembinaan dan Pengawasan Serta Pengembangan Kapasitas
Pembinaan dan pengawasan SPM menurut Pasal 21 dalam Pemendagri Nomor 6 Tahun
2007 adalah sebagai berikut:
1. Pembinaan dan pengawasan umum atas penerapan dan pencapaian SI'M pemerintahan
daerah secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
2. Pembinaan dan pengawasan atas penerapan SPM pemerintahan daerah kabupaten/kota
dikoordinasikan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah.
Pengembangan SPM menurut Pasal 25 dalam Pemendagri Nomor 6 Tahun 2007 adalah
sebagai berikut:
a. Dalam rangka tindak-lanjut hasil monitoring dan evaluasi atas penerapan dan pencapaian
SPM pemerintahan daerah, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen
berkewajiban melakukan pengembangan kapasitas untuk mendukung penerapan dan
pencapaian SPM.
b. Pengembangan kapasitas difasilitasi oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-
Departemen melalui peningkatan kemampuan sistem, kelembagaan, personil, dan
keuangan, baik di tingkat pemerintah maupun pemerintahan daerah.
c. Fasilitasi pengembangan kapasita ini berupa pemberian orientasi umum, petunjuk teknis,
bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan, dan/atau bantuan lainnya.
3.9 Sistem Informasi Manajemen SPM
Penyusunan dan penetapan serta penerapan dan pencapaian SPM juga didukung
dengan sistem informasi manajemen SPM. Dimana sistem informasi manajemen SPM
digunakan sebagai alat bantu dalam mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan
rnernpublikasikan data pendukung penyusunan dan penetapan serta penerapan dan
pencapaian SPM. Sistem dan sub sistem informasi manajemen SPM dibangun sesuai
kerangka acuan kerja serta Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departernen dan
pemerintahan provinsi membangun sub-sistem informasi manajemen SPM yang
terintegrasi dengan sistem informasi manajemen SPM nasional pada Departemen Dalam
Negeri.
Dalam pendaan yang berkaitan dengan penyusunan, penetapan, pelaporan,
monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan sistem dan/atau sub
sistern informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas untuk mendukung
penyelenggaraan SPM yang merupakan tugas dan tanggung-jawab pemerintah,
dibebankan pada APBN masing-masing Departemen/Lembaga Pemerintah Non
Departemen. Selanjutnya pada pendanaan yang berkaitan dengan penerapan, pencapaian
kinerja/ pelaporan, monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan
sub sistem informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas, yang merupakan tugas
dan tanggung-jawab pemerintahan daerah dibebankan pada APBD.

4. Permasalahan dalam Monitoring dan Evaluasi diLingkungan Pemerintah Daerah


Monitoring dan evaluasi (Monev) merupakan bagian integral dari perencanaan. Monev perlu dan
penting untuk peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Beberapa
permasalahan pada aspek monev adalah sebagai berikut:
1. Monev belum menjadi kebutuhan mendasar untuk perbaikan kinerja.
Indikasi:
 LAKIP dan laporan-laporan lainnya, masih berorientasi pada pemenuhan
kewajiban administrasi dan formalitas semata.
 Hasil monev belum menjadi dasar perencanaan tahun berikutnya.
 Kualitas SPIP di SKPD masih rendah.
2. Rendahnya kemampuan PNS dalam perencanaan.
Indikasi:
 Belum mampu menyusun indikator kinerja yang tepat syarat, sehingga menyulitkan
proses pelaporan dan monev.
3. Rendahnya kualitas data dan informasi.
Indikasi:
 Data tidak ada, atau berbeda antar instansi (SKPD), atau terlambat dlm beberapa
tahun.
4. Belum optimalnya audit kinerja oleh BPK; masih fokus pada audit laporan
keuangan.
 Padahal Opini BPK dari Laporan Keuangan, tdk terkait secara langsung dengan
substansi kinerja yang diharapkan masyarakat.
5. Rendahnya kualitas Rekomendasi DPRD terhadap LKPj Kepala Daerah.
 Rekomendasi tersebut merupakan bentuk evaluasi DPRD terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
6. Rendahnya peran serta CSO dan Media dalam pengawasan kinerja Pemda.
7. Ketidakjelasan mekanisme pengawasan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah
 ILPPD disampaikan pada masyarakat agar mendapatkan tanggapan sebagai
masukan untuk perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah.Tetapi,
tatacaranya tidak dijelaskan secara cukup.
8. Rendahnya kualitas diseminasi materi pelaporan.

5. Pentingnya Sistem Pemantauan (Monitoring) dan Evaluasi (Evaluation) Berbasis


Hasil (Outcomes) di Pemerintah Daerah (MONEV)
Ada beberapa alasan atau argumen tentang pentingnya Pemantauan dan Evaluasi
(MONEV) di pemerintah daerah. Alasan atau argumen itu antara lain:
1. MONEV dapat menyediakan informasi penting tentang kinerja sektor publik,
2. MONEV dapat menyediakan gambaran tentang status proyek, program atau kebijakan,
3. MONEV dapat mempromosikan kredibilitas dan kepercayaan publik dari pelaporan
hasil program,
4. MONEV dapat membantu memformulasikan dan menjustifikasi permintaan anggaran,
5. MONEV dapat mengidentifikasi potensi dari program yang menjanjikan,
6. MONEV dapat memfokuskan perhatian terhadap pencapaian hasil yang penting untuk
organisasi dan stakeholder.
7. MONEV dapat menyediakan secara rutin informasi untuk status dan kinerja
pelaksanaan program,
8. MONEV dapat membantu menginisiasikan pencapaian tujuan dan objektif,
9. MONEV dapat mendorong pengelola untuk mengidentifikasi dan mengambil tindak
dalam memperbaiki kekurangan dan
10. MONEV dapat mendukung agenda pembangunan menuju kepada prinsp pelaksanaan
akuntabilitas yang lebih baik.
Sistem MONEV yang handal akan meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Insentif yang
dirasakan bagi pemerintah daerahadalah ketika kinerja pemerintah daerah tinggi maka para
stakeholders (pemerintah, pemerintah daerah, Pengelola program (SKPD, Dinas), Lembaga
legislatif (DPRD), Masyarakat sipil (masyarakat, NGO, media, sektor privat) dan pihak Donor,
juga akan merasa bangga dan merasa dukungannya tidak sia sia. Namun dampak yang paling besar
adalah dukungan masyarakat yang tinggi karena kinerja pemerintah daerah yang tinggi.
Pemantauan dan evaluasi itu berbeda dan terpisah, namun terkait satu sama lain. Namun
untuk penerapan MONEV yang sukses, masih banyak faktor yang harus diperhatikan. Faktor itu
antara lain:
1. Dibutuhkan komitmen kepemimpinan dalam mencapai kinerja organisasi pemerintah
daerah yang lebih baik,
2. Adanya pengalokasian sumber daya dalam membangun sistem MONEV,
3. Adanya sumber daya yang berkomitmen dalam meningkatkan performa sektor publik.
Ini berarti bahwa penerapan MONEV yang sukses dibutuhkan komitmen, sumberdaya
daerah dan komitmen para stakeholders untuk mendukung baik dari penilaian kesiapan
MONEV sampai pada membuat dan menjalakan keberlanjutan dari sistem MONEV (Jadi
syarat kinerja pemerintahan yang lebih baik adalah kombinasi dari kapasitas institusional
dan political will).
Filosofi dasar yang membentuk pentingnya MONEV dipemerintah daerah adalah konsep
mengukur dan menilai. Suatu kinerja pemerintah daerah yang tidak bisa diukur (teristimewa secara
kuantitatif) akan memberikan banyak pertanyaan dan kurang menyakinkan. Memang ukuran
ukuran secara numerik bukan segalanya. Namun ketika kita mampu mendapatkan indikator dan
data dari suatu tujuan yang abstrak maka kita akan mampu menilai dimana posisi kita saat ini dan
bagaimana meningkatkan posisi dimasa depan. Untuk pentingnya pengukuran dalam konteks
MONEV, maka dapat direnungkan kata kata bijak dibawah ini:
1. If you do not measure results, you can not tell success from failure,
2. If you can not see success, you can not reward it,
3. If you can not reward success, you are probably rewarding failure,
4. If you can not see success, you can not learn from it,
5. If you can not recognize failure, you can not correct it,
6. If you can demonstrate result, you can win public support
Ada beberapa aktifitas utama dalam proyek/program/kebijakan yang perlu
informasi pemantauan, yaitu:
1. Status pencapaian tujuan dan objektif,
2. Pelaporan kepada pemerintah, stakeholder dan donor,
3. Pengendalian proyek, program, dan kebijakan, dan
4. Pengalokasian sumber daya.

Konsep Pemantauan Berbasis hasil


Pemantauan berbasis hasil (yang selanjutnya pemantauan) adalah proses berkelanjutan
dalam mengumpulkan dan menganalisa informasi untuk membandingkan bagaimana kinerja
proyek, program, atau kebijakan pada apa yang diharapkan/direncanakan. Pemantauan sebagai
suatu proses tentunya memiliki beberapa tahapan yang harus dilalui.
Pemantauan suatu kegiatan/ proyek/ program yang dilakukan oleh pemerintah daerah/
SKPD/ Satker, dapat dilihat dari 5 tahapan yaitu: Input, activities, output, outcomes, goals
(impact).

Pendekatan Baru dalam Pemantauan


Terdapat perbedaan yang mendasar dari pemantauan tradisional dengan pemantauan
berbasis hasil. Pemantauan tradisional berfokus pada implementation Monitoring, yang mencakup
tracking inputs (uang, sumber daya, strategi), aktivitas (apa yang terjadi di tempat), dan output
(barang dan jasa yang diproduksi). Pendekatan ini berfokus pada pemantauan bagaimana sebuah
proyek, program, dan kebijakan diimplementasikan. Dan biasanya digunakan untuk menilai
kepatuhan terhadap rencana kerja dan anggaran. Namun pemantauan berbasis hasil mencakup
pengumpulan informasi bagaimana kinerja pemerintah yang efektif. Pemantauan berbasis hasil
menunjukkan jika proyek, program, atau kebijakan mencapai tujuannya. Jadi perbedaan
fundamental adalah terletak pada sampai sejauh mana pemantauan yang dilakukan. Jika
pendekatan tradisional hanya sampai ke output maka pemantauan hasil sampai pada outcomes dan
impact.

Definisi Evaluasi Berbasis Hasil (EBH)


Evaluasi adalah sebuah penilaian dari perencanaan, intervensi yang sedang berjalan atau
sudah selesai untuk melihat revelansinya, ketepatgunaan (efisiensi), efektivitas, dampak dan
keberlangsungan. Tujuannya adalah untuk memasukkan pelajaran yang didapat (feedback), ke
dalam proses pengambilan keputusan. Evaluasi berbasis hasil (EBH) adalah penilaian dari
kegiatan yang telah direncanakan, sedang berlangsung, atau telah dilaksanakan untuk menilai
relevansi, efisiensi, efektivitas, dampak, dan keberlangsungannya. Evaluasi berbasis hasil.
Sedangkan tujuan Evaluasi berbasis hasil (EBH) adalah mendapatkan lessons learned ke dalam
proses pengambilan keputusan. Untuk cakupan / lingkup evaluasi yang berkualitas, setidaknya
mencakup 4 (empat) dimensi utama yaitu:
1. Pertanyaan tentang Why questions (what caused the changes we are Monitoring)
2. Pertanyaan tentang how questions (what was the sequence or process that led to successful
(or not) outcomes.
3. Pertanyaan tentang compliance /Accountability questions (did the promised activities
actually take place and as they were planned?).
4. Pertanyaan tentang process / implementation questions (was the implementation process
followed as anticipated and with what consequences.

Elemen Kunci untuk Sukses dalam Pengembangan Sistim MONEV


Pengembangan sistem Pemantauan dan Evaluasi (MONEV) yang efektif adalah dengan
melihat bahwa MONEV bukanlah suatu sistem yang terpisah pisah, namun haruslah dilihat sebagai
satu kesatuan yang saling komplementer (saling mengisi atau saling melengkapi). Sifat
komplementer ini dapat dijelaskan sebagai berikut: ketika tujuan pemantauan adalah menjelaskan
tujuan program maka tujuan evaluasi adalah menganalisis mengapa hasil bisa dicapai atau tidak
bisa dicapai. Ketika tujuan pemantauan adalah mengkaitkan aktivitas dan sumber daya dengan
tujuan yang akan dicapai maka tujuan evaluasi adalah menilai efektivitas dari masing masing
aktivitas terhadap program yang disusun. Ketika `tujuan pemantauan adalah menurunkan tujuan
menjadi kinerja pelaksanaan dan target maka tujuan evaluasi adalah mengkaji proses
pelaksanaanya.
Ketika `tujuan pemantauan adalah secara reguler mengumpulkan data dari indikator suatu
target dan membandingkan hasil dengan target maka tujuan evaluasi adalah mengekplorasi potensi
dampak sampingannya. Dan ketika tujuan pemantauan melaporkan kemajuan dan masalah pada
pengelolaan program maka tujuan evaluasi adalah menyediakan informasi pembelajaran, capaian
dan penjelasan terkait serta menawarkan rekomendasi. Dengan sistem MONEV maka kita dapat
menilai kapasitas suatu negara/daerah dalam pengembangan sistim MONEV. Namun sukses atau
tidaknya pengembangan sistem MONEV di suatu daerah / negara akan tergantung dari beberapa
faktor penting yaitu:
1. Apakah ada mandat/permintaan yang jelas untuk MONEV? (Hukum? Masyarakat sipil?)
2. Apakah ada kepemimpinan yang kuat pada level tinggi pemerintah?
3. Apakah sumber daya dan pengambilan kebijakan dihubungkan dengan penganggaran?
4. Bagaimana kualitas informasi yang dapat digunakan untuk pengambil keputusan
manajemen dan kebijakan?
5. Bagaimana keterlibatan pihak masyarakat sipil sebagai ‘partner’ bagi pemerintah?
6. Apakah ada inovasi yang dapat digunakan sebagai pilot program?
Namun secara ideal, ada 10 (sepuluh) langkah atau tahap dalam sistem MONEV yang
sukses yaitu:
1. Pelaksanaan Readness assessment,
2. Kesepakatan tentang hasil yang akan dipantau dan dievaluasi,
3. Pemilihan indikator kunci untuk memantau hasil
4. Baseline data pada indikator (ada dimana posisi kita sekarang?),
5. Perencanaan untuk perbaikan (pemilihan target hasil)
6. Pemantauan hasil,
7. Peran evaluasi,
8. Pelaporan dari hasil penemuan anda,
9. Penggunaan hasil penemuan,
10. Membuat keberlanjutan dari sistem MONEV pada organisasi anda.

PROSES MONEV
Proses dalam monev sederhananya adalah “menelusuri” proses pekerjaan proyek atau
kegiatan sehingga dapat menemukan “apa yang sesungguhnya terjadi di antara PELAKSANAAN
(proses) dengan TUJUAN yang dirumuskan. Apabila dalam penelusuran atau pemantauan itu
ditemukan adanya pesenjangan atau penyimpangan yang direkomendasikan perubahan atau
perbaikan sehingga kesenjangan segera teratasi. Atau setidaknya meminimalisir kerugian yang
timbul akibat penyimpangan. Karena manfaat monitoring itu sangat besar dan penting dalam
peranannya sebagai “alat perencanaan” maka dilakukan dengan metode dan alat yang terstruktur
dan sistematis, misalnya dengan menggunakan angket, wawancara, FGD dan sebagainya.
Prosesnya secara skematik dapat dilihat seperti dibawah ini:
Nanang Fattah (1996) menyarankan langkah-langkah monitoring yang dapat bermanfaat
diikuti seperti dalam diagram berikut:

Proses dasar dalam monitoring ini meliputi tiga tahap yaitu:


1. Menetapkan standar pelaksanaan;
2. Pengukuran pelaksanaan;
3. Menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan rencana.
Monitoring dan Evaluasi dilaksanakan dengan mengikuti beberapa langkah sebagai
berikut:
1. Tahap Perencanaan: Persiapan dilaksanakan dengan mengidentifikasi hal-hal yang akan
dimonitor, variabel apa yang akan dimonitor serta menggunakan indikator mana yang
sesuai dengan tujuan program. Rincian tentang variabel yang dimonitor harus jelas dulu,
serta pasti dulu batasannya dan definisinya. “Variabel adalah karakteristik dari seseorang,
suatu peristiwa atau obyek yang bisa dinyatakan dengan data numerik yang berbeda-beda.”
(William N Dunn: 2000).
2. Tahap Pelaksanaan: Monitoring ini untuk mengukur ketepatan dan tingkat capaian dari
pelaksaan program/kegiatan/proyek yang sedang dilakukan dengan menggunakan standar
(variable) yang telah dipersiapkan di tahap perencanaan. Setelah memastikan definisi yang
tepat tentang variabel yang dimonitor serta indikatornya, maka laksanakan monitoring
tersebut. Adapun indikator umum yang diukur dalam melihat capaian pekerjaan antara lain
adalah:
 Kesuaian dengan tujuan proyek/kegiatan
 Tingkat capaian pekerjaan sesuai target
 Ketepatan belanja budget sesuai plafon anggaran;
 Adanya tahapan evaluasi dan alat evaluasinya;
 Kesesuaian metode kerja dengan alat evaluasi;
 Kesesuaian evaluasi dengan tujuan proyek;
 Ketetapan dan pengelolaan waktu;
 Adanya tindak lanjut dari program tersebut;
3. Tahap Pelaporan: Pada langkah ketiga, yaitu menentukan apakah prestasi kerja itu
memenuhi standar yang sudah ditentukan dan di sini terdapat tahapan evaluasi, yaitu
mengukur kegiatan yang sudah dilakukan dengan standar yang harus dicapai. Selanjutnya
temuan-temuan tersebut ditindaklanjuti dan hasilnya menjadi laporan tentang program.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Untuk dapat mewujudkan tujuan otonomi daerah yang mampu mensejahterakan rakyat
dengan cara memberikan administrasi pemerintahan daerah menjadi terdesentralisasi melalui
sejumlah kewenangan termasuk urusan anggaran didelegasikan menjadi wilayah domestik dari
pemerintah daerah yang diharapkan mampu mengurus dan membangun daerahnya dengan tujuan
pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan
kekhasan daerah masing-masing dengan baik dan benar sehingga sekaligus menciptakan good
governance dipemerintahan daerah.
Hal ini tentu memrlukan indicator dan standar yang menjadikan patokan terhadap
monitoring dan evaluasi kinerja pemerintah daerah sehingga tugas dan tanggung jawab yang
diembannya benar-benar sesuai dan selaras dengan semestinya. Selanjutnya dalam rangka
peningkatan mutu pelaksanaan penyelanggaraan pemerintah daerah perlu kiranya membutuhkan
Monitoring dan Evaluasi yang merupakan salah satu cara untuk mengetahui kekurangan,
kelemahan, dan kekuatan dalam segi perencanaan dan implementasi kegiatan/program serta
pencegahan sedini mungkin dalam kegagalan. Agar mampu mendukung hal tersebut,
membutuhkan sebuah system aplikasi yang dapat membantu dan menunjang pengoptimalan
monitoring dan evaluasi kinerja pemerintah daerah secara efektif dan efisien. hal ini lah yang
membuat perlu dan pentingnya system aplikasi Monev dipemerintah daerah sebagai konsep
mengukur dan menilai. Sehingga nantinya tujuan dan harapan kesejahteraan rakyat local kusunya
mampu dicapai melalui kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, Joubert Barens, 2013 Pentingnya Sistem Pemantauan (monitoring) dan Evaluasi
(evaluation) Berbasis Hasil (outcomes) di Pemerintah Daerah, Universitas Sam
Ratulangi, Manado
PERMENDAGRI 6/2007 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Dan Penetapan Standar
Pelayanan Minimal
PERMENDAGRI 73/2009 Tentang Tatacara Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah
PP No 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
PP No 39 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan
PP No 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal
Taufik, Taufeni, 2013, Peran Monitoring dan Evaluasi Terhadap Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah Daerah, Jurnal Akuntansi, Vol 1 No 2: 199-212, Universitas Riau
UU No 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Wasiati, Inti dan Totok Supriyanto, 2016, Sistem Monitoring Dan Evaluasi Untuk Peningkatan
Kapasitas Pemerintah Daerah, Jurnal Strategi dan Bisnis Vol 4 No 2, Universitas
Jember

Anda mungkin juga menyukai