Anda di halaman 1dari 12

UJIAN AKHIR SEMESTER

ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT

Dosen Pengampu : Ketut Tanti Kustina, S.E., M.M., Ak C.A

OLEH:

Luthfi Izzah
117210709
AKUNTANSI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL DENPASAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
ANGKATAN 2017
SOAL

1. Analisis tentang penerapan one tier and twotier system dalam perusahaan
menuju good corporate governance
Jawab:
Good Corporate Governance mendesain struktur perusahaan untuk
mendukung jalannya aktivitas organisasi secara bertanggungjawab dan terkendali.
Sistem one-tier digambarkan sebagai sebuah struktur dimana hanya ada pimpinan
tanpa adanya pemisahan tersendiri untuk fungsi pengawasan dan tidak batasan dalam
fungsinya. Jelas sistem ini mempunyai kekurangan karena tidak adanya sistem
pengawasan. Namun jika dilihat dari sisi positifnya, sistem ini membuat pemimpin
organisasi dapat leluasa memberikan arahan dan perintah berdasarkan visi dan misi
perusahaan. Berbeda dengan one-tier, pada sistem two-tier terdapat badan pengawas
yang mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh seorang pemimpin. Perbedaan
mendasar antara one-tier dan two-tier adalah pada sistem one-tier tidak jelas siapa
yang menjalankan fungsi pengawasan karena yang ada hanya fungsi pengambil
kebijakan yang dijalankan oleh Chairman dan fungsi pelaksana kebijakan yang
dijalankan oleh CEO.
Sistem two-tier sangat menjanjikan performa organisasi yang bagus. Hal ini
terkait dengan adanya dewan komisaris yang merupakan pemegang kekuasaan
sebagai pengawas sehingga diharapkan akan dapat mencegah atau mengurangi
kecurangan. Tetapi ada-tidaknya penyelewengan dan bagus-tidaknya performa sebuah
perusahaan juga sangat bergantung kepada sumber daya manusia yang ada dalam
organisasi itu. Sistem manajemen yang baik yang meliputi sistem perekrutan yang
ketat dan teruji akan menghasilkan orang-orang terbaik dalam bidangnya. Aspek lain
yang dapat menjadikan struktur two-tier berjalan dengan baik adalah kredibilitas
komite audit yang adalah salah satu pilar penghubung antara dewan komisaris dan
dewan direksi karena masih banyak komisaris yang tidak mengetahui secara baik
fungsi dan perannya di sebuah perusahaan. Indonesia menganut paham two-tier
system yang terdiri dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Board of Director,
dan Executive Managers (manajemen yang akan menjalankan aktivitas) sedangkan
untuk model two-tier system terdiri dari RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Direktur,
dan Manajer Eksekutif. Struktur ini memisahkan keanggotaan dewan, yakni antara
keanggotaan dewan komisaris sebagai pengawas dan dewan direksi sebagai eksekutif
perusahaan.

Dewan Komisaris dalam One Tier System (Anglo Saxon) dan dalam Two Tiers
System (Kontinental Eropa).
Berkenaan dengan bentuk Dewan dalam sebuah perusahaan, terdapat dua
sistem yang berbeda yang berasal dari dua sistem hukum yang berbeda, yaitu Anglo
Saxon dan dari Kontinental Eropa. Sistem Hukum Anglo Saxon mempunyai Sistem
Satu Tingkat atau One Tier System. Di sini perusahaan hanya mempunyai satu
Dewan Direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau
pengurus senior (Direktur Eksekutif) dan Direktur Independen yang bekerja dangan
prinsip paruh waktu (Non Direktur Eksekutif). Pada dasarnya yang disebut
belakangan ini diangkat karena kebijakannya, pengalamannya dan relasinya. Negara-
negara dengan One Tier System misalnya Amerika Serikat dan Inggris.
Sistem Hukum Kontinental Eropa mempunyai Sistem Dua Tingkat atau Two
Tiers System. Di sini perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu Dewan
Pengawas (Dewan Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan Direksi). Yang
disebutkan terakhir, yaitu Dewan Direksi, mengelola dan mewakili perusahaan di
bawah pengarahan dan pengawasan Dewan Komisaris. Dalam sistem ini, anggota
Dewan Direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas (Dewan
Komisaris). Dewan Direksi juga harus memberikan informasi kepada Dewan
Komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan oleh Dewan Komisaris. Sehingga
Dewan Komisaris  terutama bertanggungjawab untuk mengawasi tugas-tugas
manajemen.
Dalam hal ini Dewan Komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas
manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi-transaksi dengan
pihak ketiga. Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Negara-negara dengan Two Tiers System adalah
Denmark, Jerman, Belanda, dan Jepang. Karena sistem hukum Indonesia berasal dari
sistem hukum Belanda, maka hukum perusahaan Indonesia menganut Two Tiers
System untuk struktur dewan dalam perusahaan.
Meskipun demikian dalam sistem hukum dewasa ini terdapat pula perbedaan-
perbedaan yang cukup penting termasuk di dalamnya adalah hak dan kewajiban
Dewan Komisaris dimana dalam keadaan yang umum tidak termasuk kewenangan
Dewan Komisaris untuk menunjuk dan memberhentikan direksi.

2. Analisis peranan keberadaan dewan komisaris dan dewan komisaris


independent dalam tata Kelola yang memadai
Jawab:
Ada suatu konsep yang mengatakan bahwa tugas dewan komisaris adalah
memperhatikan kepentingan pemegang saham sebagai pemilik perseroan. 4:
Perkembangan selanjutanya menurut pasal 108/2 ayat 1 UUPT No. 40 tahun 2007,
dewan komisaris melakukan pengawasan dan pemberian nasehat untuk kepentingan
perseroan. Hal ini senada dengan ketentuan Pasal 92/1, UUPT yang mengatakan
direksi menjalankan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan.
Dewan komisaris adalah terjemahan dari raad van commissarisen sebagaimana
diatur dalam KUHD, yang sebetulnya tidak banyak berbeda dengan undang-undang di
Negeri Belanda. Namun perubahan undang undang di negeri Belanda menyebabkan
fungsi dari raad van commissarisen juga berubah, tetapi dengan berlakunya UU No 40
Tahun 2007’ maka fungsi dewan komisaris sudah dapat disesuaikan dengan yang di
negeri Belanda, yaitu dewan komisaris bekerja untuk kepentingan perseroan sesuai
dengan maksud dan tujuan perseroan (pasal 108/2 UUPT).
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka pelaksanaan prinsip Good
Corporate Governance (GCG), maka dunia usaha sekarang ini, memerlukan komisaris
independen yang duduk dalam jajaran pengurus perseroan. Perkembangan ini patut
mendapat pujian, karena memperlihatkan adanya kesadaran untuk menata ulang
keberadaan dan kegiatan usahanya secara baik. Diharapkan kehadiran komisaris
independent tidak hanya sekedar simbol, atau hiasan, bahkan ada yang menyebutkan
sebagai schock terapy bagi orang yang bermaksud tidak baik terhadap perseroan.
Tidak berfungsinya komisaris independen diperkirakan membuka peluang perusahaan
melakukan kecurangan. Padahal kehadiran komisaris independen penting bagi
terciptanya penyelenggaraan perusahaan dengan baik.
Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan,
terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Menurut Egon Zehnder,
Dewan Komisaris - merupakan inti dari Corporate Governance - yang ditugaskan
untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam
mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya,
Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk
memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Mengingat manajemen
yang bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan -
sedangkan Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen - maka
Dewan Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan. (Egon
Zehnder International, 2000 hal.12-13) Lebih lanjut tugas-tugas utama Dewan
Komisaris meliputi:
1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja,
kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha, menetapkan
sasaran kerja, mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan, serta memonitor
penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan aset
2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian
anggota Dewan Direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota Dewan
Direksi yang transparan dan adil
3. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat
manajemen, anggota Dewan Direksi dan anggota Dewan Komisaris, termasuk
penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan.
4. Memonitor pelaksanaan Governance, dan mengadakan perubahan di mana perlu
5. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan.
(OECD Principles of Corporate Governance)

Sebetulnya tugas seorang komisaris independen sangat berat dan mempunyai


tanggung jawab sangat besar, bahkan diibaratkan sebagai malaikat untuk membawa
perbaikan bagi perusahaan. Sebagai contoh, sewaktu jaman Orde Baru, banyak
pensiunan Jenderal yang diangkat sebagai komisaris, meskipun mereka jarang ke
kekantor, bahkan mereka tidak tahu seluk beluk dan permasalahan perseroan, dimana
dia didudukkan sebagai komisaris. Di dalam suatu perseroan, diwajibkan mempunyai
sekurang-kurangnya satu orang komisaris yang independen dan satu orang komisaris
utusan (Pasal 120/1 UUPT ).
Pengertian dari komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang
tidak terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang
saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-
mata untuk kepentingan perseroan.
Status independen terfokus kepada tanggung jawab untuk melindungi
pemegang saham, khususnya pemegang saham independen dari praktik curang atau
melakukan tindak kejahatan pasar modal.

Komisaris independen memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong


diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Hal itu dia lakukan dengan cara mendorong anggota dewan komisaris yang lain agar
dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada para direktur
secara efektif dan dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan.  hal-hal yang
dapat dilakukan seorang komisaris independen adalah

 Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, termasuk di


dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektivitas strategi,
 Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan manajer-manajer
profesional,
 Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, sistem pengendalian, dan
sistem audit yang bekerja secara baik,
 Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku
maupun nilai-nilai yang diterapkan perusahaan dalam menjalanka operasinya,

Dewan Komisaris seringkali dianggap tidak memiliki manfaat. Hal ini dapat
dilihat dalam fakta, bahwa banyak anggota Dewan Komisaris tidak memiliki
kemampuan, dan tidak dapat menunjukkan independensinya (sehingga, dalam banyak
kasus, Dewan Komisaris juga gagal untuk mewakili kepentingan stakeholders lainnya
selain daripada kepentingan pemegang saham mayoritas). Persoalan independensi
juga muncul dalam hal penggajian Dewan Komisaris didasarkan pada persentase gaji
Dewan Direksi. Kepemilikan saham yang terpusat dalam satu kelompok atau satu
keluarga, dapat menjadi salah satu penyebab lemahnya posisi Dewan Komisaris,
karena pengangkatan posisi anggota Dewan Komisaris diberikan sebagai rasa
penghargaan semata maupun berdasarkan hubungan keluarga atau kenalan dekat. Hal
ini menuntut adanya individu-individu dengan kualitas yang luar biasa baik, memiliki
latar belakang yang beragam, berbekal keahlian utama dan pemahaman yang serius
tentang perusahaan dan bisnis.

3. Analisis aspek aspek yang mendasari prinsip governance dalam suatu korporate
Jawab:

Prinsip- prinsip dimaksud terdiri dari : 1) Fairness, 2) Transparency, 3)


Accountability, dan 4) Responsibility.

1. Fairness (Kewajaran/Keadilan). Prinsip ’Kewajaran atau Keadilan’ ini


merupakan keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak stakeholders
yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Prinsip fairness ini juga dapat diartikan sebagai upaya dan tindakan
yang tidak membeda-bedakan semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders) terhadap organisasi atau perusahaan terkait.

Prinsip fairness ini harus menjamin adanya perlakuan yang setara


(adil) terhadap semua pihak terkait, terutama para pemegang saham minoritas
maupun asing. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat peraturan
korporasi yang melindungi kepentingan para pemegang saham minoritas;
membuat pedoman perilaku perusahaan (corporate conduct) dan dan atau
kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi terhadap perlakuan buruk
orang dalam, self-dealing, dan konflik kepentingan; menetapkan peran dan
tanggung jawab dewan komisaris, direksi, komite, termasuk system
remunerasi; menyajikan informasi secara wajar/pengungkapan penuh material
apapun; mengedepankan equal job opportunity. (Tjager et al., 2003).
2.Transparency (Transparansi). Keputusan Menteri Negara BUMN No. Kep-
117/M-MBU/2002 mengartikan transparansi sebagai keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Jadi
dalam prinsip ini, para pemegang saham haruslah diberi kesempatan untuk
berperan dalam pengambilan keputusan atas perubahan-perubahan mendasar
dalam perusahaan dan dapat memperoleh informasi yang benar, akurat, dan
tepat waktu mengenai perusahaan. Oleh sebab itu konsep good corporate
governance harus menjamin pengungkapan yang cukup, akurat dan tepat
waktu terhadap seluruh kejadian penting yang berhubungan dengan
perusahaan termasuk di dalamnya mengenai kondisi keuangan, kinerja,
struktur kepemilikan dan pengaturan perusahaan.

Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan mengembangkan sistem


akuntansi (accounting system) yang berbasiskan standar akuntansi dan best
practice yang men- jamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan yang
berkualitas; mengembangkan Information Technology (IT) dan Management
Information System (MIS) untuk menjamin adanya pengukuran kinerja yang
memadai dan prosespengambilan keputusan yang efektif oleh dewan
komisaris dan direksi; mengembangkan enterprise risk management yang
memastikan bahwa semua risiko signifikan telah diidentifikasi, diukur, dan
dapat dikelola pada tingkat toleransi yang jelas.

3. Accountability (Akuntabilitas). Akuntabilitas dapat diartikan sebagai


kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. OECD menyatakan
bahwa prinsip ini berhubungan dengan tersedianya sistem yang
mengendalikan hubungan antara organ- organ yang ada dalam perusahaan.
Selanjutnya prinsip akuntabilitas ini dapat diterapkan dengan mendorong
agar seluruh organ perusahaan menyadari tanggung jawab, wewenang,
hak, dan kewajiban mereka masing-masing. Corporate governance harus
menjamin perlindungan kepada pemegang saham khususnya pemegang
saham minoritas dan asing serta pembatasan kekuasaan yang jelas di
jajaran direksi.

Realisasi dari prinsip ini dapat berupa pendirian dan


pengembangan komite audit yang dapat mendukung terlaksananya fungsi
pengawasan dewan komisaris, juga perumusan yang jelas terhadap fungsi
audit internal. Khusus untuk bidang akuntansi, penyiapan laporan
keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku serta
diterbitkan tepat waktu juga jelas merupakan perwujudan dari prinsip
akuntabilitas ini.
4. Responsibility (Pertanggungjawaban). OECD menyatakan bahwa prinsip
tanggung jawab ini menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk
mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada shareholder
dan stakeholder. Hal ini dimaksudkan agar tujuan yang hendak dicapai
dalam good corporate governance dapat direalisasikan, yaitu untuk
mengakomodasikan kepentingan dari berbagai pihak yang berkaitan
dengan perusahaan seperti masyarakat, pemerintah, asosiasi bisnis, dan
sebagainya. Prinsip tanggung jawab ini juga berhubungan dengan
kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua peraturan dan hukum yang
berlaku, termasuk juga prinsip - prinsip yang mengatur tentang
penyusunan dan penyampaian laporan keuangan perusahaan. Setiap
peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku tentu akan diikuti dengan
sangsi yang jelas dan tegas. Selain itu juga harus diingat bahwa ketentuan
yang dibuat tentu antara lain bertujuan agar kepentingan pihak tertentu
terutama masyarakat tidak dirugikan. Oleh karena itu kepatuhan terhadap
ketentuan yang berlaku akan dapat menghindarkan perusahaan dari sangsi
hukum sebagaimana diatur dalam peraturan terkait, dan juga sangsi moral
dari masyarakat.

4. Analisis hambatan dan tantangan serta keunggulan dalam penerapan GCG


dalam suatu organisasi
Jawab:

Penerapan good corporate governance tidak hanya melindungi kepentingan


para investor saja tetapi juga akan dapat mendatangkan banyak manfaat dan
keuntungan bagi perusahaan terkait dan juga pihak-pihak lain yang mempunyai
hubungan langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan.

Beberapa hambatan yang menjadi kendala mewujudkan good governance antara lain: 

1. Integritas Pelaku Pemerintahan Peran pemerintah yang sangat berpengaruh,


maka integritas dari para pelaku pemerintahan cukup tinggi tidak akan
terpengaruh walaupun ada kesempatan untuk melakukan penyimpangan
misalnya korupsi yang udah menyebar dimana2.
2. Kondisi Politik dalam Negeri Jangan menjadi dianggap hal spele setiap
hambatan dan masalah yang dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya
good governance konsep politik yang tidak/kurang demokratis pada
berbagai persoalan di lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan
perbaikan. 
3. Kondisi Ekonomi Masyarakat Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai
masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja
pemerintahan secara menyeluruh. 
4. Kondisi Sosial Masyarakat yang solid dan berkemungkinan good
governance bisa ditegakkan. yang harus ada pengawasan lebih kepada
masyarakat
5. Sistem Hukum Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap
penyelenggaraan negara. Hukum faktor penting dalam penegakan good
governance. Kelemahan sistem hukum yang akan berpengaruh besar
terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan.

Berbagai manfaat dan keuntungan yang diperoleh dengan penerapan good


corporate governance dapat disebut antara lain:

 Dengan penerapan good corporate governance perusahaan dapat


meminimalkan agency cost, yaitu biaya yang timbul sebagai akibat dari
pendelegasian kewenan- gan kepada manajemen, termasuk biaya
penggunaan sumber daya perusahaan oleh manajemen untuk kepentingan
pribadi maupun dalam rangka pengawasan terhadap perilaku manajemen
itu sendiri.

 Perusahaan dapat meminimalkan cost of capital, yaitu biaya modal yang


harus di- tanggung bila perusahaan mengajukan pinjaman kepada kreditur.
Hal ini sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan secara baik dan sehat
yang pada gilirannya menciptakan suatu referensi positif bagi para kreditur.

 Dengan good corporate governance proses pengambilan keputusan akan


berlang- sung secara lebih baik sehingga akan menghasilkan keputusan
yang optimal, dapat meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya kerja
yang lebih sehat. Ketiga hal ini jelas akan sangat berpengaruh positif
terhadap kinerja perusahaan, sehingga kinerja perusahaan akan mengalami
peningkatan. Berbagai penelitian telah membuktikan secara empiris bahwa
penerapan good corporate governance akan mempengaruhi kinerja
perusahaan secara positif (Sakai & Asaoka 2003; Balck et al., 2003).

 Good corporate governance akan memungkinkan dihindarinya atau


sekurang- kurangnya dapat diminimalkannya tindakan penyalahgunaan
wewenang oleh pi- hak direksi dalam pengelolaan perusahaan. Hal ini tentu
akan menekan kemung- kinan kerugian bagi perusahaan maupun pihak
berkepentingan lainnya sebagai akibat tindakan tersebut. Chtourou et al.
(2001) menyatakan bahwa penerapan prinsip-prinsip corporate governance
yang konsisten akan menghalangi kemung- kinan dilakukannya rekayasa
kinerja (earnings management) yang mengaki- batkan nilai fundamental
perusahaan tidak tergambar dalam laporan keuangan- nya.

 Nilai perusahaan di mata investor akan meningkat sebagai akibat dari


meningkat- nya kepercayaan mereka kepada pengelolaan perusahaan
tempat mereka berin- vestasi. Peningkatan kepercayaan investor kepada
perusahaan akan dapat memu- dahkan perusahaan mengakses tambahan
dana yang diperlukan untuk berbagai keperluan perusahaan, terutama untuk
tujuan ekspansi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh McKinsey &
Company (2002) membuktikan bahwa lebih dari 70% investor institusional
bersedia membayar lebih (mencapai 26 - 30% lebih mahal) saham
perusahaan yang menerapkan corporate governance dengan baik
dibandingkan dengan perusahaan yang penerapannya meragukan.

 Bagi para pemegang saham, dengan peningkatan kinerja sebagaimana


disebut pada poin 1, dengan sendirinya juga akan menaikkan nilai saham
mereka dan juga nilai dividen yang akan mereka terima. Bagi negara, hal
ini juga akan menaikkan jumlah pajak yang akan dibayarkan oleh
perusahaan yang berarti akan terjadi peningkatan penerimaan negara dari
sektor pajak. Apalagi bila pe- rusahaan yang bersangkutan berbentuk
perusahaan BUMN, maka peningkatan kinerja tadi juga akan dapat
meningkatkan penerimaan negara dari pembagian laba BUMN.

 Karena dalam praktik good corporate governance karyawan ditempatkan


sebagai salah satu stakeholder yang seharusnya dikelola dengan baik oleh
perusahaan, maka motivasi dan kepuasan kerja karyawan juga diperkirakan
akan meningkat. Peningkatan ini dalam tahapan selanjutnya tentu akan
dapat pula meningkatkan produktivitas dan rasa memiliki (sense of
belonging) terhadap perusahaan.

 Dengan baiknya pelaksanaan corporate governance, maka tingkat


kepercayaan para stakeholders kepada perusahaan akan meningkat sehingga
citra positif perusahaan akan naik.

 Penerapan corporate governance yang konsisten juga akan meningkatkan


kual- itas laporan keuangan perusahaan. Manajemen akan cenderung untuk
tidak melakukan rekayasa terhadap laporan keuangan, karena adanya
kewajiban un- tuk mematuhi berbagai aturan dan prinsip akuntansi yang
berlaku dan penyajian informasi secara transparan. Hasil penelitian Beasley
et al. (1996) dan Ab- bott et al. (2000) menunjukkan bahwa penerapan
corporate governance dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan.

5. Analisis hubungan tanggung jawab sosial serta keberadaan masalah sosial


dengan ethics dan governance suatu organisasi
Jawab:
Hubungan Good Corporate Governance (GCG) dengan Tanggung Jawab
Sosial Dan Lingkungan Perusahaan, CSR merupakan bagian dari GCG, dimana GCG
merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
berbagai pihak yang berkepentingan dan menggambarkan 5 (lima) prinsip yang
disingkat dengan TARIF, yaitu:
1. Transparancy (keterbukaan informasi)
Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan. Dalam mewujudkan
prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat,
tepat waktu tentang perusahaan kepada segenap stakeholders.
2. Accountability (akuntabilitas)
Kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggung jawaban elemen
perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan
akan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang
saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
3. Responsibility (pertanggung jawaban)
Kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, di antaranya termasuk
masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan
lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat
dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan
perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran
untuk bertanggung jawab selain kepada shareholder juga kepada stakeholders.
4. Indepandency (kemandirian)
Intinya prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional
tanpa adanya benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada.
5.Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak shareholder dan
stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Fairness dapat
menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan
yang setara di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Tata kelola perusahaan yang baik (GCG) diperlukan agar perilaku bisnis
mempunyai arahan yang baik. Prinsip responsibility sebagai salah satu dari prinsip
GCG merupakan prinsip yang mempunyai hubungan yang dekat dengan CSR.
Penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG sebagai
entitas bisnis yang bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Prinsip GCG yang dianut OECD menempatkan prinsip pertanggung jawaban sebagai
pilar tegaknya GCG.
Prinsip pertanggung jawaban diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggung
jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, kesadaran adanya
tanggung jawab sosial, menghindari penyalahgunaan kekuasaan, dan menciptakan
profesionalisme dengan tetap menjunjung etika dalam menjalankan bisnis,
menciptakan dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat. Artinya perusahaan
sebagai organisasi sosial yang didirikan dan dijalankan oleh manusia tidak hanya
bertujuan untuk mencari keuntungan bagi shareholders yang termasuk di dalamnya
pemegang saham dan karyawan tetapi juga untuk kepentingan stakeholders yang
termasuk didalamnya masyarakat dan lingkungannya. Prinsip pertanggung jawaban
adalah kesesuaian atau kepatuhan dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip
perusahaan yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang
berlaku termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial,
perlindungan lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja, standar penggajian,
serta persaingan yang sehat. Prinsip pertanggung jawaban juga mencakup hal-hal
yang terkait dengan pemenuhan kewajiban sosial perusahaan sebagai bagian tak
terpisahkan dari masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai